Radio Nederland Wereldomroep, Minggu 30 Mei 2004 05:00 WIB
'Provokasi Asing' ala Orde Baru?
Kaget! Itu yang dirasakan Sidney Jones, Direktur International Crisis Group, ICG di
Indonesia. Tentu saja ia terkejut karena Komisi I DPR mengusulkan pihak imigrasi
untuk tidak memperpanjang izin kerjanya di Indonesia. Peneliti asal Amerika ini
mengaku tidak mengetahui alasan Komisi I DPR. Apalagi latar belakang tuduhan
bahwa ia seorang agen intelijen Amerika CIA dan menyebarkan laporan-laporan yang
tidak berdasar fakta.
Sidney Jones : Secara resmi dari BIN dari imigrasi dari siapa saja kita nggak tahu
apa masalahnya karena kami diberitahukan bahwa izin kerja ada kesulitan. Tapi
secara resmi kita gak tahu kenapa adan apa kita sudah perbuat?
Dalam pertemuan dengan Badan Intelijen Negara, BIN di gedung parlemen, para
anggota Komisi I DPR meminta BIN mengawasi dan menertibkan Lembaga Swadaya
Masyarakat, juga elemen asing lainnya. Menurut para wakil rakyat itu mereka dapat
mengganggu pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 5 Juli nanti. Secara
khusus, Anggota Komisi I DPR Joko Susilo menuding Sidney Jones.
Joko Susilo : Sidney Jones itu kita ketahui ada koneksi dengan CIA dan aparat
intelijen yang lain gitu. Dan dia rupanya sering memasok ke pihak sana Amerika
Serikat dan Australia dan lain-lain gitu. Dan yang menjadi masalah informasinya
sering ngawur gitu lho.
Menurut Joko, ICG sering menyebarkan informasi antara lain tentang masalah Aceh
dan Papua yang merugikan kepentingan nasional. Joko juga menjelaskan data atau
informasi tentang kegiatan ICG itu diperoleh dari kerja BIN.
ICG adalah organisasi internasional yang berpusat di Brussel, Belgia. Di Indonesia,
ICG meneliti gerakan separatis di Aceh dan Papua, bentrokan-bentrokan antar warga
serta gerakan Islam radikal dengan fokus Jemaah Islamiyah. Bahkan laporan ICG
mengenai Jemaah Islamiyah menjadi panduan bagi aparat keamanan berbagai negara
membongkar organisasi teroris itu.
Kepala BIN AM Hendropriyono juga mendukung keinginan DPR. Ia meminta
pemerintah bertindak tegas terhadap keberadaan elemen dan LSM asing di Indonesia,
termasuk Sydney Jones dan ICG. BIN juga akan terus mengkaji dan mengumpulkan
data tentang LSM yang bemasalah kemudian diputuskan dalam Forum Koordinasi
Intelijen.
Hendropriyono : Sebagai koordinator intelijen saya menampung dari berbagai
departemen dan sektor yang menyampaikan keluhan-keluhan yang sama.
Perbuatannya sudah tidak menyenangkan atau merugikan rakyat kita ya masak mau
diperpanjang terus tinggal di negeri kita?
Benarkah ada pihak asing yang bermaksud mengganggu pemilu presiden? Anggota
Panitia Pengawas Pemilihan Umum Didik Supriyanto malah berpendapat pernyataan
BIN dan Komisi I DPR itu justru berpotensi mengeruhkan suasana. Apalagi bila tidak
disertai penjelasan terang disertai bukti-bukti. Didik juga mengaku tak pernah
menerima laporan tentang unsur provokasi pihak asing terhadap pelaksanaan pemilu
lalu maupun pemilihan presiden mendatang.
Didik Supriyanto : Tapi kalau nggak ada ya jangan diada-adakan gitu lho. Saya kira
dalam situasi di mana persaingan politik terutama antar peserta pemilu presiden ini
nanti kan makin lama makin tinggi saya kira jangan ada faktor-faktor lain yang bisa
memperkeruh suasana gitu.
Didik berpendapat, aparat kemanan dan intelijen memang punya jalur sendiri dan
berhak memberikan peringatan akan adanya ancaman terhadap keamanan nasional.
Namun ia mengingatkan, pada pemilu terakhir kabar tentang masuknya puluhan ribu
agen asing ke wilayah konflik Aceh juga tak dapat dibuktikan kebenarannya.
Sementara itu bekas Sekretaris Jendral Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Asmara
Nababan menilai BIN dan DPR telah bertindak memalukan. Terlebih lagi tindakan
mencurigai pihak asing tanpa alasan jelas itu kental dengan gaya orde baru yang
otoriter.
Asmara Nababan : Ya yang pertama itu sangat memalukan keterangan dari BIN dan
reaksi dari Komisi I. Itu tugas intel zaman Soeharto gitu. Itu bukan tugas BIN hal-hal
semacam itu. Apalagi kalau DPR minta menindaknya itukan sudah gila! Kalau ada
pelanggaran hukum itu dilakukan oleh kepolisian.
Asmara juga mengingatkan pernyataan DPR dan BIN bisa dianggap melanggar
konstitusi karena mengabaikan hak-hak berserikat dan berkumpul. Adanya LSM yang
memprovokasi hingga mengganggu kepentingan nasional sering kita dengar pada
masa Orde Baru Soeharto. Waktu itu siapapun yang kritis terhadap pemerintah,
dianggap sebagai ekstrimis dan penjual negara. Seringkali mereka juga dikaitkan
dengan pihak asing. Tapi sebetulnya apa kepentingan asing terhadap demokrasi di
Indonesia? Selama ini justru ancaman terhadap Pemilu dan semua proses
demokrasi, justru datang dari dalam negeri. Dari mereka yang berkepentingan akan
lestarinya korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia. Sulit sekali mempercayai
omong kosong tentang ancaman LSM asing untuk menggagalkan pemilu.
Tim Liputan 68H Jakarta melaporkan untuk Radio Nederland di Hilversum
© Hak cipta 2004 Radio Nederland Wereldomroep
|