SUARA PEMBARUAN DAILY, 04 Agustus 2004
Isu Agama Masih Berpotensi Ciptakan Kekerasan Politik
JAKARTA - Berbagai tindakan kekerasan politik negara yang berselubung isu agama,
telah mengoyak sendi-sendi kehidupan beragama di Indonesia. Beruntung
masyarakat sudah lebih cerdas menyikapi dan merespons "proyek" yang dasar dan
motifnya adalah politik dan kekuasaan.
Kesimpulan itu mengemuka dalam Dialog Publik "Aksi Kekerasan dalam Pandangan
Agama-Agama" yang diselenggarakan Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (3/8) siang. Tampil sebagai
pembicara adalah sejumlah rohaniwan dan aktivis hak asasi manusia.
"Konflik di sejumlah daerah, seperti Poso dan Ambon adalah kekerasan politik.
Agama hanya digunakan untuk mengalihkan perhatian, atau membakar persoalan
baru," ungkap Romo Sandyawan SJ, aktivis Forum Sosial Jakarta. Kekerasan yang
dilakukan secara profesional dengan memakai senjata mutakhir menampakkan
keterlibatan aparat dalam konflik yang terjadi. "Yang melakukan penembakan
Pendeta Susianty di Palu, misalnya, jelas adalah orang profesional. Ini kan berusaha
di blow up kasusnya. Tapi persatuan agama di Poso dan Palu relatif lebih baik
ketimbang di Ambon, sehingga mereka tidak gampang terpancing," kata Romo
Sandyawan.
Sependapat dengan Romo Sandyawan, Ketua Persatuan Gereja Kristen Indonesia
(PGI) Pendeta Nathan Setiabudi berpendapat, aksi kekerasan yang meletup di
sejumlah daerah di Indonesia adalah hasil rekayasa kekuatan politik ekonomi yang
tega mengorbankan rakyat dengan mengobarkan sentimen agama.
Mouvty Makarim, Kepala Bidang Operasional Kontras berpendapat, konflik ada yang
bersifat laten di beberapa daerah, dan merupakan implikasi kebijakan politik di masa
lalu. Misalnya, konsep kerukunan Orde Baru yang menuntut segala macam
perselisihan ditekan sekeras mungkin agar tidak muncul di depan publik. "Ketika ada
orang berbeda agama dan punya perbedaan pendapat, mereka tidak bisa berkonflik
secara terang-terangan," kata Mouvty.
Baik Romo Sandyawan maupun Pendeta Nathan Setiabudi berpendapat, perlu kerja
sama dalam tataran kemanusiaan. (E-9)
Last modified: 4/8/04
|