SUARA PEMBARUAN DAILY, 12 Juli 2004
Jual-Beli Surat Suara Warnai Pemilu di Maluku
Penggelembungan Suara Wiranto-Wahid Diduga Terjadi di Maluku Tengah
AMBON - Jual-beli surat suara mewarnai Pemilu Presiden di Maluku. Seperti di
Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), salah seorang staf sekretariat KPU Malra
menjual 335 lembar surat suara kepada salah satu partai di kabupaten itu.
"Partai itu mau menerima surat suara tersebut, tetapi tak mau membayarnya. Justru
Ketua DPC partai yang menerima surat suara tersebut langsung melaporkannya ke
Panwaslu setempat," kata Ketua Panwaslu Maluku Karel Riry SH kepada Pembaruan
di Ambon Minggu (11/7).
Dijelaskan, kasus itu akan dilaporkan ke polisi. Barang bukti telah disita oleh
Panwaslu. "Selain itu, di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) juga diduga telah
terjadi penggelembungan suara oleh KPUD Malteng," kata Riry.
Penggelembungan suara tersebut dilakukan untuk Wiranto-Wahid. Dari data KPU
Maluku Jumat (9/7), perbedaan suara antara pasangan Wiranto-Wahid dengan
Mega-Hasyim hanya terpaut 10.000 suara. Keesokan harinya, suara Wiranto-Wahid
melejit dari 53.000 menjadi 83.000 suara, sebaliknya suara Mega-Hasyim dari 52.000
malah turun menjadi 44.000 suara.
Riry mengaku, telah menerima laporan tersebut dan akan turun langsung ke Malteng
untuk melakukan penyelidikan dan akan meminta KPU setempat untuk melakukan
penghitungan ulang.
Sedangkan Ketua KPU Maluku Drs Idrus Tatuhey mengaku hanya menerima laporan
dari KPU Malteng, namun dirinya akan membantu Panwaslu untuk menyelidiki
apakah terjadi penggelembungan suara.
Sementara dari Kota Ambon Sabtu (10/7), KPU Kota Ambon telah mengumumkan
hasil perhitungan suara Pemilu Pilpres 5 Juli di Balai Kota Ambon. Hasil akhirnya,
pasangan Mega-Hasyim pada posisi pertama dengan 41.673 suara, menyusul
Wiranto-Wahid 27.475 suara, dan SBY-Kalla 22.300 suara.
NTT
Sementara itu, Panwaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) segera menyelidiki
kasus penghitungan suara di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores. Demikian Ketua
Panwaslu NTT, Ir Dominggus Osa kepada Pembaruan di Kupang, Senin (12/7).
Dikatakan, sesuai laporan masyarakat kepada Panwaslu Manggarai, telah terjadi
pelanggaran di salah satu TPS di Kecamatan Borong, ketika dilakukan penghitungan
suara tidak sesuai ketentuan yang berlaku. "Anggota KPPS di TPS tersebut
melakukan penghitungan suara sebelum pukul 13.00 WITA. Untuk itu, Panwaslu
Manggarai telah menurunkan timnya untuk melakukan investigasi," katanya.
Ketua Pokja Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilpres 2004 Komisi Pemilihan
Umum (KPU) NTT, Drs Johanes Depa MSi yang dihubungi secara terpisah
mengatakan, pihaknya belum bisa memberikan penjelasan karena tim KPU NTT
sedang mengumpulkan fakta di lapangan tentang penghitungan suara pilpres sebelum
waktu yang ditentukan.
Sementara itu, Juru Bicara KPU NTT, Johanes B Lalongkoe yang dikonfrimasi,
mengaku belum mengetahui persoalan itu. Apalagi KPU Manggarai tidak
menginfromasikan ke KPU NTT tentang kasus penghitungan suara di PPK
Kecamatan Borong yang melanggar ketentuan.
Untuk diketahui, PPK Borong disinyalir telah mengirim data perolehan suara pilpres
ke Tabulasi Nasional Pemilu (TNP) KPU Pusat, pukul 11.40 WIB atau sekitar pukul
12.40 Wita tanggal 5 Juli 2004. Padahal, saat itu kegiatan pemungutan suara masih
berlangsung.
Jatim
Sementara itu, Panwaslu Jatim maupun Panwaslu beberapa daerah di Jatim,
mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai dugaan money politic di beberapa
kawasan di Pulau Madura. Tetapi masyarakat enggan memberikan bukti-bukti
kongkret sehingga laporan itu tidak bisa ditindaklanjuti.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Panwaslu Jatim, Nadjib Hamid menjawab
pertanyaan Pembaruan, Senin (12/7).
Dikatakan, pelanggaran berupa money politic terjadi di daerah-daerah pinggiran di
Madura yang diluar daya jangkauan Panwaslu dan media massa. "Kami juga
mendapatkan informasi bahwa tekanan psikologis juga masih ada di kawasan
Surabaya Utara, karena beberapa saksi dari Tim Kampanye Capres tertentu tidak
bisa menjadi saksi di suatu TPS,'' katanya.
Dikatakan, ada 21 bentuk pelanggaran dalam Pilpres, mulai intiminasi, manipulasi
rekap akibat tidak semua TPS tersedia saksi, pemilih tidak terdaftar tetapi dapat
memilih, seorang pemilih dapat memilih dua kali di Malang, sementara di Lamongan
ada seorang pemilih yang dapat mencoblos sampai sepuluh kali mempergunaan kartu
pemilih milik orang lain di Desa Jubel Kidul Sugiyo Kabupaten Lamongan,
penggunaan uang palsu di Pasuruan, penyalahgunaan jabatan di Pasuruan.
Khusus mengenai kasus di Desa Jubel Kidul Sugiyo, di mana pemilih yang
mempergunakan kartu pemilih milik warga yang menjadi TKI di Malaysia, menurut
Nadjib, sudah dilakukan pemilu ulang sesuai dengan kesepakatan wakil-wakil partai
politik.
"Juga ada pengaduan kampanye negatif karena ada selebaran yang mengungkapkan
track record capres tertentu, yang dinilai merugikan capres tersebut. Tetapi karena
track record merupakan fakta, tidak masuk katagori kampanye negatif,'' katanya.
(VL/120/029)
Last modified: 12/7/04
|