SUARA PEMBARUAN DAILY, 29 Juli 2004
Inpres Pemekaran Papua Cacat Hukum
JAKARTA - Pakar hukum tata negara Harun Alrasid menilai Instruksi Presiden
(Inpres) No 1/2003 tentang Percepatan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) No
45/1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Mimika,
Puncak Jaya, dan Kota Sorong cacat hukum dan tidak punya dasar yuridis yang
jelas.
"Keluarnya Inpres tersebut harus ditanyakan kepada pemerintah dalam hal ini
Presiden apa latar belakangnya. Apa Presiden tidak mengindahkan UU No 21/2002
tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua yang ditandatangani oleh Presiden sendiri?
Pertanyaan ini hanya Presiden sendiri yang bisa menjawabnya. Lagipula, kesan
umum Inpres ini salah kaprah. Masak Inpres mengesampingkan undang-undang,"
papar Harun saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang di
Mahkamah Konstitusi (MK), di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, dalam persoalan ini, Presiden telah tidak mematuhi prosedur hukum
yang berlaku. Sebelum mengeluarkan kebijakan, ujarnya, Presiden seharusnya
meminta pertimbangan dari kepala daerah yang bersangkutan dengan catatan juga
telah disetujui oleh DPRD setempat.
Dia menjelaskan, implikasi yuridis munculnya UU No 21/2003, yakni secara otomatis
mengesampingkan UU No 45/1999 tentang Pemekaran Wilayah Papua. Sesuai
dengan asas lex posterior derogat lex priori maka UU yang belakangan
mengesampingkan UU sebelumnya. "Kalau dua-duanya berlaku maka akan kacau.
Jadi harus salah satu yang digunakan, yakni lex posterior dan Papua kembali menjadi
satu lagi sesuai dengan aspirasi rakyat Papua," jelasnya
Begitu pula guru besar hukum tata negara Sri Soemantri dalam keterangan tertulisnya
menyatakan, UU No 45/1999 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945,
khususnya dengan Pasal 18A Ayat 1 dan Pasal 18B. Dia berpendapat, UU No
45/1999 tidak mengatur materi-materi yang berkaitan pembentukan provinsi dan
kabupaten seperti keharusan adanya DPRD, batas-batas wilayah provinsi,
kabupaten/kota, penentuan ibukota provinsi, kabupaten serta penyerahan
kewenangan sebagai akibat dibentuknya provinsi dan kabupaten baru.
Dengan demikian, lanjutnya, UU No 45/1999 tidak mengatur tentang adanya
kekhususan daerah serta kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 18A Ayat (1) dan Pasal 18B
UUD 1945.
Sementara DPRD Provinsi Papua yang diwakili wakil ketuanya, Paskalis Kosay
dalam keterangan tambahan memohon MK dapat secepatnya memberikan putusan
terhadap uji materi UU No 45/1999 yang telah diubah dengan UU No 5/2000 terhadap
UUD 1945 yang diajukan Ketua DPRD Papua John Ibo. Alasannya, agar ada
kepastian hukum sehingga masyarakat Papua tidak mengalami kebingungan yang
berkepanjangan dan dampak negatif dalam penyelenggaraan pemerintahan di Papua
yang telah terjadi tidak semakin meluas. (M-17)
Last modified: 29/7/04
|