HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB SATU --
Dudley Diserang Dementor
Hari terpanas sejauh ini pada musim panas telah mulai berakhir dan keheningan
yang membuat mengantuk melanda rumah-rumah besar berbentuk bujursangkar di
Privet Drive. Mobil-mobil yang biasanya mengkilat diliputi debu di jalan-jalan
masuk dan halaman-halaman yang dulunya hijau jamrud terbentang kering dan
menguning -- karena penggunaan pipa air telah dilarang akibat kekeringan.
Dirampas dari kebiasaan mencuci mobil dan memotong rumput halaman mereka, para
penghuni Privet Drive telah mengundurkan diri ke dalam lindungan rumah-rumah
mereka yang teduh, dengan jendela-jendela dibuka lebar-lebar untuk memancing
masuknya angin sepoi-sepoi yang memang tidak ada. Satu-satunya orang yang berada
di luar rumah adalah seorang remaja lelaki yang sedang berbaring telentang pada
bedeng bunga di luar nomor empat.
Dia adalah seorang anak laki-laki kurus, berambut hitam, dan berkacamata yang
memiliki tampilan wajah kurus, agak kurang sehat seperti seseorang yang telah
tumbuh begitu banyak dalam waktu singkat. Celana jinsnya robek dan kotor, baju
kaosnya kedodoran dan sudah pudar, dan sol sepatu olahraganya terkelupas dari
bagian atas sepatu. Penampilan Harry Potter tidak membuatnya disenangi para
tetangga, yang merupakan jenis orang-orang yang menganggap ketidakrapian
seharusnya dapat dihukum dengan undang-undang, tetapi karena dia telah
menyembunyikan dirinya di belakang sebuah semak hydrangea besar malam ini, dia
cukup kasat mata bagi orang-orang yang lewat. Kenyataannya, satu-satunya cara
dia dapat terlihat adalah bila Paman Vernon atau Bibi Petunianya menjulurkan
kepala-kepala mereka keluar dari jendela ruang tamu dan melihat langsung ke
bedeng bunga di bawahnya.
Secara keseluruhan, Harry berpikir dia seharusnya diberi selamat atas idenya
bersembunyi di sini. Mungkin dia tidak begitu nyaman berbaring di atas tanah
yang panas dan keras tetapi, di sisi lain, tidak ada orang yang melotot
kepadanya, menggertakkan gigi-gigi mereka demikian kerasnya sehingga dia tidak
dapat mendengarkan warta berita, atau menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang
tidak menyenangkan kepadanya, seperti yang telah terjadi setiap kali dia mencoba
duduk di ruang tamu untuk menonotn televisi dengan paman dan bibinya.
Hampir seperti pikiran ini melayang melalui jendela yang
terbuka, Vernon Dursley, paman Harry, tiba-tiba berkata.
'Senang melihat bocah itu sudah berhenti mengganggu.
Ngomong-ngomong, di mana dia?'
'Tidak tahu,' kata Bibi Petunia, tidak khawatir. 'Tidak di dalam rumah.'
Paman Vernon menggerutu.
'Menonton warta berita ...' dia berkata dengan
pedas. 'Aku ingin tahu apa maksud dia yang sebenarnya. Seperti anak normal
peduli saja apa yang ada di warta berita -- Dudley sama sekali tidak tahu apa
yang sedang terjadi; aku ragu dia tahu siap yang menjadi Perdana Menteri!
Lagipula, bukannya akan ada apapun mengenai kelompokknya di berita kita
--' 'Vernon, shh!'
kata Bibi Petunia. 'Jendelanya terbuka!'
'Oh -- ya -- maaf, sayang.'
Keluarga Dursley terdiam. Harry mendengarkan jingel mengenai sereal sarapan pagi
Fruit 'n' Bran sementara dia memperhatikan Mrs Figg, seorang wanita tua pecinta
kucing yang agak sinting dari Wisteria Walk yang letaknya tidak jauh, lewat
pelan-pelan. Dia sedang merengut dan bergumam pada dirinya sendiri. Harry sangat
senanga dirinya tersembunyi di belakang semak, karena belakangan ini Mrs Figg
sering mengajaknya minum teh kapanpun mereka berjumpa di jalan. Dia telah
membelok di sudut dan menghilang dari pandangan sebelum suara Paman Vernon
melayang keluar jendela lagi.
'Dudders keluar minum teh?'
'Di rumah Polkiss,' kata Bibi Petunia dengan penuh sayang. 'Dia punya begitu
banyak teman kecil, dia begitu populer ...'
Harry menahan dengusan dengan susah payah. Keluarga Dursley benar-benar bodoh
jika menyangkut anak mereka, Dudley. Mereka menelan semua kebohongannya tentang
minum teh bersama anggota gengnya yang berlainan setiap malam pada liburan musim
panas. Harry tahu sekali bahwa Dudley tidak minum teh di manapun; dia dan
gengnya menghabiskan setiap malam merusak taman bermain, merokok di sudut-sudut
jalan dan melempar batu-batu pada mobil-mobil dan anak-anak yang lewat. Harry
telah melihat mereka melakukannya selama jalan-jalan malamnya di sekitar Little
Whinging; dia telah melewati sebagian besar liburan dengan berkeliaran di
jalan-jalan, memunguti surat kabar dari tong-tong sampah yang dijumpainya.
Not-not pembukaan dari musik yang mengawali warta berita
pukul tujuh malam mencapai telinga Harry dan perutnya serasa terbalik. Mungkin
malam ini -- setelah penantian sebulan -- akan menjadi malam yang dinanti.
'Orang-orang yang sedang berlibur yang mengalami
penundaan memenuhi lapangan-lapangan terbang dalam jumlah yang memcahkan rekor,
sementara pemogokan para pengurus bagasi Spanyol mencapai minggu kedua --'
'Berikan mereka tidur siang seumur hidup, itu yang akan
kulakukan,' geram Paman Vernon di akhir kalimat si pembaca berita, tetapi tidak
mengapa: di luar di bedeng bunga, perut Harry sepertinya melunak. Jika ada yang
terjadi, pastilah menjadi hal pertama dalam warta berita; kematian dan
kehancuran lebih penting daripada orang berlibur yang tertunda.
Dia mengeluarkan napas panjang dan pelan dan menatap
langit biru cemerlang. Setiap hari dalam musim panas ini sama saja:
ketegangannya, pengharapannya, kelegaan sesaat, dan kemudian ketegangan yang
memuncak lagi ... dan selalu, tumbuh semakin kuat sepanjang waktu, pertanyaan kenapa
belum ada yang terjadi.
Dia terus mendengarkan, kalau-kalau ada petunjuk kecil, yang tidak disadari para
Muggle -- orang yang menghilang tanpa penjelasan, mungkin, atau beberapa
kecelakan aneh ... tetapi pemogokan para pengurus bagasi diikuti oleh berita
mengenai kekeringan di Tenggara ('Kuharap dia sedang mendengarkan di rumah
sebelah!' teriak Paman Vernon, 'Orang itu dengan penyembur airnya yang nyala
pada pukul tiga pagi!'), lalu sebuah helikopter y ang hampir jatuh ke sebuah
ladang di Surrey, kemudian perceraian seorang aktris tenar dari suaminya yang
terkenal ('Seperti kita peduli saja dengan urusan-urusan mereka yang kotor,'
dengus Bibi Petunia, yang telah mengikuti kasus tersebut dengan obsesif di semua
majalah yang dapat diraihnya dengan tangan kurusnya).
Harry menutup matanya dari langit malam yang sekarang
telah berkobar ketika pembaca berita berkata, '-- dan akhirnya, Bungy si
berang-berang telah menemukan cara baru untuk tetap sejuk di musim panas ini.
Bungy, yang tinggal di Five Feathers di Barnsley, telah belajar ski air! Mary
Dorkins pergi untuk mencari tahu lebih banyak.'
Harry membuka matanya. Jika mereka telah mencapai
berang-berang yang berski-air, tidak akan ada lagi yang patut didengar. Dia
berguling dengan hati-hati dan bangkit bertumpu pada lutut dan sikunya,
bersiap-siap untuk merangkak keluar dari bawah jendela.
Dia telah berpindah sekitar dua inci ketika beberapa hal
terjadi dalam urutan yang sangat cepat.
Sebuah bunyi letusan keras yang menggema memecahkan keheningan seperti
bunyi tembakan; seekor kucing melintas keluar dari bawah sebuah mobil yang
diparkir dan hilang dari pandangan; sebuah pekikan, teriakan sumpah serapah dan
suara porselen yang pecah datang dari ruang tamu keluarga Dursley, dan ini
seakan-akan merupakan tanda yang telah ditunggu Harry karena dia melompat ke
atas kedua kakinya, pada saat yang sama menarik keluar dari ban pinggang celana
jinsnya sebuah tongkat kayu kurus seperti mengeluarkan pedang dari sarungnya --
tetapi sebelum dia dapat berdiri tegak, bagian atas kepalanya terantuk jendela
keluarga Dursley yang terbuka. Benturan yang diakibatkannya membuat Bibi
Petunia menjerit lebih keras lagi.
Harry merasa seakan-akan kepalanya telah terpecah menjadi dua. Dengan mata
berair, dia terhuyung-huyung, mencoba untuk berfokus pada jalan ke titik sumber
suara tersebut, tetapi belum lagi dia berdiri tegak ketika dua tangan ungu yang
besar menjulur dari jendela terbuka dan menutup dengan ketat di sekitar
tenggorokannya. 'Simpan
-- benda -- itu!' Paman Vernon menggeram ke dalam telinga Harry. 'Sekarang!
Sebelum -- dilihat -- orang lain!'
'Lepaskan -- aku!' Harry terengah-engah. Selama beberapa
detik mereka bergumul, Harry menarik jari-jari pamannya yang mirip sosis dengan
tangan kirinya, tangan kanannya mempertahankan genggaman erat pada tongkatnya
yang terangkat; kemudian, ketika rasa sakit di bagian atas kepala Harry
berdenyut-denyut dengan sangat menyakitkan, Paman Vernon mendengking dan
melepaskan Harry seakan-akan dia telah menerima kejutan listrik. Kekuatan yang
tidak tampak sepertinya telah menyentak melalui keponakannya, membuatnya tidak
mungkin dipegang.
Sambil terengah-engah, Harry jatuh ke depan ke atas semak hydrangea, menegakkan
diri dan menatap sekeliling. Tidak ada tanda apa yang telah menyebabkan bunyi
letusan keras itu, tetapi ada beberapa wajah yang menatap melalui berbagai
jendela yang berdekatan. Harry buru-buru memasukkan tongkatnya kembali ke dalam
celana jinsnya dan mencoba terlihat tidak bersalah.
'Malam yang indah!' teriak Paman Vernon, sambil melambai
pada Nyonya Nomor Tujuh di seberang, yang sedang membelalakkan matanya dari
balik gorden jalanya. 'Apakah Anda mendengar mobil yang mengeluarkan letusan
tadi? Membuat Petunia dan aku terkejut sekali!'
Dia terus menyengir dengan cara yang mengerikan dan
seperti orang gila sampai para tetangga yang ingin tahu menghilang dari
jendela-jendela mereka, kemudian sengiran itu menjadi ringisan marah sewaktu dia
memberi isyarat kepada Harry untuk menghadapnya.
Harry mendekat beberapa langkah, sambil berjaga-jaga agar
berhenti sebelum titik di mana tangan-tangan terentang Paman Vernon dapat
melanjutkan cekikannya.
'Apa maksudmu dengan melakukan hal itu, nak?' tanya Paman Vernon dengan suara
parau yang gemetar oleh amarah.
'Apa maksudku dengan apa?' kata Harry dingin. Dia terus melihat ke kiri dan ke
kanan jalan, masih berharap untuk melihat orang yang telah membuat suara letusan
tersebut. 'Membuat
keributan seperti suara pistol meletus tepat di luar --'
'Aku tidak membuat suara tadi,' kata Harry dengan tegas.
Wajah Bibi Petunia yang kurus dan mirip kuda sekarang
muncul di sebelah wajah Paman Vernon yang lebar dan ungu. Dia tampak marah
sekali. 'Mengapa kamu
mengintai di bawah jendela kami?'
'Ya -- ya, poin yang bagus, Petunia! Apa yang sedang kamu lakukan di bawah
jendela kami, nak?'
'Mendengarkan warta berita,' kata Harry dengan suara pasrah.
Bibi dan pamannya saling memandang dengan pandangan
marah. 'Mendengarkan
warta berita! Lagi?'
'Well, kalian 'kan tahu, beritanya ganti setiap hari,' kata Harry.
'Jangan sok pintar di depanku, nak! Aku ingin tahu apa
yang sebenarnya sedang kamu lakukan -- dan jangan beri aku omong kosong mendengarkan
warta berita itu lagi! Kamu tahu benar bahwa kelompokmu --'
'Hati-hati, Vernon!' sahut Bibi Petunia, dan Paman Vernon
menurunkan suaranya sehingga Harry hampir tidak dapat mendengarnya, '-- bahwa kelompokmu
tidak masuk ke dalam warta berita kami!'
'Itu menurutmu,' kata Harry.
Keluarga Dursley menatapnya selama beberapa detik,
kemudian Bibi Petunia berkata, 'Kamu pembohong kecil. Apa yang dilakukan semua
--' dia juga menurunkan suaranya sehingga Harry harus membaca gerak bibirnya
untuk kata berikutnya, '--burung hantu itu lakukan jika mereka tidak
membawakan kamu berita?'
'Aha!' kata Paman Vernon dengan bisikan kemenangan. 'Ayo berkelit dari yang satu
itu, nak! Seakan-akan kami tidak tahu kamu memperoleh semua beritamu dari
burung-burung pengganggu itu!'
Harry bimbang sejenak. Berkata jujur kali ini akan merugikannya, bahkan walaupun
bibi dan pamannya tidak mungkin tahu bagaimana buruk perasaannya untuk mengakui
hal itu. 'Burung hantu
... tidak membawakanku berita apa-apa,' dia berkata tanpa nada.
'Aku tidak percaya,' kata
Bibi Petunia segera.
'Aku juga tidak,' kata Paman Vernon dengan kuat.
'Kami tahu kamu sedang merencanakan sesuatu yang aneh,'
kata Bibi Petunia.
'Kami 'kan tidak bodoh,' kata Paman Vernon.
'Itu berita baru bagiku,' kata Harry, amarahnya meningkat, dan sebelum
keluarga Dursley bisa memanggilnya kembali, dia sudah berbalik, menyeberangi
halaman depan, melewati tembok kebun yang rendah, dan melangkah menyusuri jalan.
Dia sedang berada dalam masalah sekarang dan dia tahu
itu. Dia harus menghadapi bibi dan pamannya nanti dan membayar kekasarannya
tadi, tetapi dia tidak begitu peduli saat ini; dia punya masalah yang lebih
menuntut pikiran.
Harry yakin bunyi letusan tadi dibuat oleh seseorang yang ber-Appate atau
ber-Disapparate. Bunyinya persis seperti suara yang dibuat Dobby si peri-rumah
ketika dia menghilang ke udara. Mungkinkah Dobby ada di Privet Drive? Apakah
Dobby sedang mengikutinya saat ini? Ketika pikiran ini timbul dia berbalik dan
menatap Privet Drive, tetapi jalan itu tampak lengang dan Harry yakin Dobby
tidak tahu bagaimana caranya menjadi kasat mata.
Dia terus berjalan, hampir tidak menyadari rute yang
diambilnya, karena dia telah melewati jalan-jalan ini begitu seringnya
akhir-akhir ini sehingga kakinya secara otomatis membawanya ke tempat-tempat
tongkrongan favoritnya. Setiap beberapa langkah sekali dia menoleh ke balik
bahunya. Seseorang dari dunia sihir telah berada di dekatnya ketika dia
berbaring di antara bunga-bunga begonia Bibi Petunia yang mulai layu, dia yakin
akan hal itu. Mengapa mereka tidak berbicara kepadanya, mengapa mereka tidak
melakukan kontak, mengapa mereka bersembunyi sekarang?
Dan kemudian, ketika rasa frustrasinya memuncak, perasaan
pastinya mulai luntur.
Mungkin itu sama sekali bukan bunyi sesuatu yang berbau sihir. Mungkin dia
begitu mengharapkan tanda sekecil apapun akan kontak dari dunia tempatnya berada
sehingga dia bereaksi berlebihan terhadapa bunyi yang benar-benar umum. Dapatkah
dia merasa yakin bahwa itu bukan bunyi barang pecah di rumah tetangga?
Harry merasakan suatu sensasi menjemukan dan berat di
perutnya dan sebelum dia sadar perasaan tidak ada harapan yang telah
mengganggunya sepanjang musim panas timbul sekali lagi.
Besok pagi dia akan dibangunkan oleh jam weker pada pukul
lima pagi sehingga dia bisa membayar burung hantu yang membawakannya Daily
Prophet -- tetapi apalah artinya terus berlangganan? Belakangan ini Harry
hanya memandang halaman depan sekilas sebelum melemparnya ke samping; ketika
para idiot yang menjalankan surat kabar tersebut akhirnya sadar bahwa Voldermort
telah kembali itu akan menjadi berita halaman depan, dan itu adalah satu-satunya
berita yang dipedulikan Harry.
Jika dia beruntung, akan ada juga butung-burung hantu yang membawa surat-surat
dari sahabat-sahabat dekatnya Ron dan Hermione, walaupun harapan-harapan yang
dimilikinya bahwa surat-surat mereka akan membawa berita kepadanya telah lama
hilang. Kami tidak
dapat berkata banyak mengenai kamu-tahu-apa, tentu saja ... Kami telah
diberitahu untuk tidak mengatakan hal-hal penting kalau-kalau surat kami
tersesat ... Kami cukup sibuk tetapi aku tidak bisa memberi detil di sini ...
Ada banyak hal yang sedang berlangsung, kami akan memberitahumu semuanya ketika
kita berjumpa ...
Tetapi kapan mereka akan berjumpa dengannya? Tidak seorangpun tampak cukup repot
untuk mengatakan tanggal pastinya. Hermione telah menulis tergesa-gesa Kuharap
kita akan berjumpa segera di dalam kartu ulang tahunnya, tetapi seberapa
cepatkah segera itu? Sejauh yang dapat diketahui Harry dari petunjuk-petunjuk
samar dalam surat-surat mereka, Hermione dan Ron berada di tempat yang sama,
mungkin di rumah orang tua Ron. Dia hampir tidak tahan berpikir bahwa keduanya
bersenang-senang di The Burrow ketika dirinya terperangkap di Privet Drive.
Kenyataannya, dia sangat marah kepada mereka sehingga dia membuang, tanpa dibuka
terlebih dahulu, dua kotak cokelat Honeydukes yang telah mereka kirimkan
kepadanya pada ulang tahunnya. Dia menyesali hal itu kemudian, setelah memakan
salad layu yang disediakan Bibi Petunia untuk makan malam pada malam tersebut.
Dan apa yang disibukkan Ron dan Hermione? Mengapa dia,
Harry, tidak sibuk? Tidakkah dia telah membuktikan diri mampu menghadapi jauh
lebih banyak daripada mereka? Apakah mereka semua telah melupakan apa yang telah
dia lakukan? Bukankan dia yang telah memasuki pemakaman itu, dan
menyaksikan Cedric dibunuh, dan telah diikat pada batu nisan itu dan hampir
terbunuh?
Jangan memikirkan hal itu, kata Harry dengan tegas kepada dirinya sendiri.
Sudah cukup buruk bahwa dia terus mengunjungi kembali pemakaman itu dalam
mimpi-mimpi buruknya, tanpa harus menghadapi hal itu juga pada saat-saat dia
terbangun.
Dia
membelok di sudut ke Magnolia Crescent; di tengah jalan dia melewati gang sempit
di sebelah sebuah garasi di mana dia pertama kali berjumpa dengan ayah
angkatnya. Sirius, setidaknya, tampaknya mengerti bagaimana perasaan Harry.
Memang, surat-suratnya sama kosongnya akan berita yang pantas dengan surat-surat
Ron dan Hermione, tetapi setidaknya mereka mengandung kata-kata peringatan dan
penghiburan bukannya petunjuk-petunjuk yang menggoda: Aku tahu ini pasti
membuatmu frustrasi ... Jaga sikapmu dan semuanya akan baik-baik saja ...
Berhati-hatilah dan jangan melakukan apapun dengan gegabah ...
Well, pikir Harry, sementara dia menyeberangi
Magnolia Crescent, membelok ke Magnolia Road dan menuju taman bermain yang
semakin gelap, dia telah (kurang lebih) melakukan apa yang dinasehati Sirius.
Setidaknya dia telah melawan godaan untuk mengikat kopernya ke sapunya dan
terbang ke The Burrow sendiri. Bahkan, Harry menganggap perilakunya sangat baik
mengingat betapa frustrasi dan marah perasaannya terperangkap di Privet Drive
begitu lama, harus bersembunyi di bedeng bunga dengan harapan mendengar apa yang
sedang dilakukan Lord Voldermort. Walaupun begitu, rasanya agak menyakitkan
disuruh jangan gegabah oleh orang yang telah menjalani dua belas tahun di
penjara sihir, Azkaban, meloloskan diri, mencoba melaksanakan pembunuhan yang
dituduhkan kepadanya sejak awal, lalu melarikan diri dengan Hipprogriff curian.
Harry melompati gerbang taman yang terkunci dan
menyeberangi rumput kering. Taman itu kosong seperti jalan-jalan di
sekelilingnya. Ketika dia sampai di ayunan dia menjatuhkan diri ke satu-satunya
yang belum dirusak Dudley dan teman-temannya, melingkarkan satu lengan pada
rantainya, dan menatap tanah dengan murung. Dia tidak akan bisa lagi bersembunyi
di bedeng bunga. Besok dia harus mencari cara baru mendengarkan warta berita.
Sementara itu, dia tidak memiliki hal lain untuk dinantikan, kecuali malam yang
penuh kegelisahan, bahkan ketika dia lolos dari mimpi-mimpi buruk mengenai
Cedric, dia mengalami mimpi-mimpi yang berubah-ubah, yang dipenuhi dengan
koridor-koridor panjang yang gelap, semuanya berakhir dengan jalan-jalan buntu dan
pintu-pintu terkunci, yang dianggapnya berhubungan dengan perasaan terperangkap
yang dirasakannya ketika terbangun.
Seringkali bekas luka lamanya menusuk-nusuk menimbulkan rasa tidak nyaman,
tetapi dia tidak membodohi diri sendiri bahwa Ron atau Hermione atau Sirius
masih menganggap hal itu menarik. Di masa lalu, bekas lukanya yang sakit telah
memberi peringatan bahwa Voldermort bertambah kuat lagi, tetapi sekarang karena
Voldermort telah kembali mereka mungkin akan mengingatkan dirinya bahwa gangguan
teratur hanyalah sesuatu yang telah diharapkan ... tidak ada yang perlu
dikhawatirkan ... berita lama ...
Ketidakadilan semuanya itu menumpuk dalam dirinya sehingga dia ingin berteriak
karena marah. Jika bukan karena dirinya, bahkan tidak akan ada yang tahu bahwa
Voldermort sudah kembali! Dan ganjaran baginya adalah terperangkap di Little
Whinging selama empat minggu penuh, sama sekali terputus dari dunia sihir, harus
berjongkok di antara bunga-bunga begonia yang mulai layu sehingga dia dapat
mendengar mengenai berang-berang yang berski-air! Bagaimana Dumbledore dapat
melupakan dirinya dengan begitu mudahnya? Mengapa Ron dan Hermione berkumpul
tanpa mengundangnya juga? Berapa lama lagi dia harus menerima Sirius menyuruhnya
untuk duduk dengan baik dan menjadi anak yang baik; atau menahan godaan untuk
menulis kepada Daily Prophet bodoh itu dan menunjukkan bahwa Voldermort
telah kembali? Pikiran-pikiran penuh amarah ini berpusar dalam pikiran Harry,
dan bagian dalam tubuhnya menggeliat dengan rasa marah sementara malam yang
panas dan pengap dan selembut beludru menyelimuti dirinya, udara penuh dengan
bau rumput yang hangat dan kering, dan satu-satunya suara yang ada hanyalah
suara rendah dari lalu lintas di jalan di luar jeruji taman.
Dia tidak tahu berapa lama dia telah duduk di ayunan itu
sebelum suara percakapan menghentikan renungannya dan dia melihat ke atas.
Lampu-lampu jalan dari jalan-jalan di sekitar menyorotkan cahaya menyerupai
kabut yang cukup kuat untuk menampakkan siluet sekelompok orang yang sedang
menyeberangi taman. Salah satunya sedang menyanyikan sebuah lagu sederhana
dengan bising. Yang lainnya sedang tertawa. Suara detik lemah datang dari
beberapa sepeda balap mahal yang sedang mereka setir.
Harry tahu siapa orang-orang itu. Figur di depan tak
salah lagi adalah sepupunya, Dudley Dursley, sedang berjalan pulang, ditemani
oleh gengnya yang setia.
Dudley masih segemuk dulu, tetapi satu tahun berdiet keras dan penemuan bakat
baru telah membuat cukup banyak perubahan pada fisiknya. Seperti yang
diceritakan Paman Vernon kepada siapapun yang akan mendengarkan, Dudley
baru-baru ini telah menjadi Juara Tinju Kelas Berat Antar-Sekolah Junior dari
daerah Tenggara. 'Olah raga mulia' seperti yang disebut Paman Vernon, telah
menjadikan Dudley bahkan lebih berbahaya daripada yang dirasakan Harry di
masa-masa sekolah dasar mereka ketika dia menjadi karung tinju Dudley yang
pertama. Harry sama sekali tidak takut kepada sepupunya lagi tetapi dia masih
berpikir bahwa Dudley belajar peninju lebih keras dan lebih akurat bukanlah
merupakan sesuatu yang harus dirayakan. Anak-anak di lingkungan sekitar semuanya
takut kepadanya -- bahkan lebih takut daripada kepada 'bocah Potter itu' yang,
mereka telah diperingatkan, merupakan anak nakal yang tidak pernah kapok dan
bersekolah di Pusat Rehabilitasi bagi Anak-Anak Kriminal Tidak Tertolong St
Brutus.
Harry
menyaksikan figur-figur gelap itu menyeberangi rumput dan bertanya-tanya siapa
yang telah mereka pukuli malam ini. Lihat sekeliling, Harry menemukan
dirinya berpikir selagi dia memperhatikan mereka. Ayolah ... lihat sekeliling
... aku sedang duduk di sini sendirian ... datang dan hadapilah ...
Jika teman-teman Dudley melihatnya duduk di sini, mereka
pasti akan berjalan lurus ke arahnya, dan apa yang akan dilakukan Dudley nanti?
Dia tidak akan mau kehilangan muka di depan gengnya, tetapi dia pasti takut
mengganggu Harry ... pastilah menyenangkan menyaksikan dilema Dudley,
mengejeknya, memperhatikannya, dengan dirinya tidak berdaya menanggapi ... dan
jika yang lain ada yang berani memukul Harry, dia sudah siap -- dia punya
tongkatnya. Biar mereka coba ... dia akan senang menyalurkan sedikit rasa
frustrasinya kepada anak-anak yang dulu pernah membuat hidupnya seperti neraka.
Tetapi mereka tidak menoleh, mereka tidak melihatnya,
mereka sudah hampir sampai di jeruji. Harry menguasai desakan untuk memanggil
mereka ... mencari perkelahian bukanlah langkah pintar ... dia tidak boleh
menggunakan sihir ... dia akan terancam dikeluarkan lagi.
Suara-suara geng Dudley mulai menghilang; mereka sudah
hilang dari pandangan, berjalan di sepanjang Magnolia Road.
Begitulah, Sirius, pikir Harry dengan jemu. Tidak
ada yang gegabah. Jaga tingkah lakuku. Benar-benar berlawanan
dengan yang telah kamu lakukan.
Dia berdiri dan merenggangkan tubuhnya. Bibi Petunia dan Paman Vernon sepertinya
merasa bahwa kapanpun Dudley muncul adalah waktu yang tepat untuk tiba di rumah,
dan kapanpun setelahnya sudah sangat terlambat. Paman Vernon telah mengancam
untuk mengunci Harry di gudang jika dia pernah pulang ke rumah setelah Dudley
lagi, jadi, sambil menahan kuap, dan masih cemberut, Harry berjalan menuju
gerbang taman.
Magnolia Road, seperti Privet Drive, dipenuhi rumah-rumah besar berbentuk
bujursangkar dengan halaman-halaman yang terawat rapi, semuanya dimiliki oleh
orang-orang bertubuh besar dan ketinggalan zaman yang mengendarai mobil-mobil
bersih seperti milik Paman Vernon. Harry lebih menyukai Little Whinging pada
malam hari, ketika jendela-jendela bergorden membentuk potongan-potongan warna
seterang permata dalam kegelapan dan dia tidak takut mendengar gumaman-gumaman
mencela mengenai penampilannya yang 'menyalah' ketika dia berpapasan dengan para
penghuni. Dia berjalan dengan cepat, sehingga setengah jalan di sepanjang
Magnolia Road geng Dudley tampak lagi; mereka sedang berpamitan di jalan masuk
ke Magnolia Crescent. Harry melangkah ke dalam bayang-bayang sebuah pohon lilac
besar dan menunggu.
'... mendengking seperti seekor babi, benar kan?' Malcolm sedang berbicara,
ditimpali tawa terbahak-bahak dari yang lainnya.
'Pukulan hook kanan yang bagus, Big D,' kata Piers.
'Waktu yang sama besok?' kata Dudley.
'Di tempatku, orang tuaku akan keluar,' kata Gordon.
'Sampai jumpa,' kata Dudley.
'Bye, Dud!'
'Jumpa lagi, Big D!'
Harry menanti anggota geng yang lainnya berjalan terus sebelum mulai melangkah
lagi. Ketika suara-suara mereka sekali lagi telah berangsur hilang dia menuju
belokan di sudut ke Magnolia Crescent dan dengan berjalan sangat cepat dia
segera sampai ke jarak teriakan dengan Dudley, yang sedang berjalan santai
sekena hatinya sambil bersenandung tanpa nada.
'Hei, Big D!'
Dudley menoleh. 'Oh,'
dia menggerutu. 'Ternyata kamu.'
'Sudah berapa lama kau jadi "Big D"?' kata Harry.
'Diamlah,' gertak Dudley, menoleh ke arah lain.
'Nama yang keren,' kata Harry, menyeringai dan tertinggal
di belakang sepupunya. 'Tapi bagiku kau akan selalu jadi "Ickle
Diddykins".'
'Kataku, DIAM!' kata Dudley, tangan-tangannya yang seperti ham telah mengepal.
'Apa anak-anak itu tidak tahu itu begitulah ibumu
memanggilmu?' 'Tutup
mulutmu.' 'Kau tidak
menyuruh ibumu untuk menutup mulutnya. Bagaimana dengan
"Popkin" dan "Dinky Diddydums", bolehkah aku
menggunakannya?'
Dudley tidak mengatakan apa-apa. Usaha untuk mencegah dirinya memukul Harry
tampaknya menuntut semua pengendalian dirinya.
'Jadi, siapa yang telah kalian pukuli malam ini?' Harry
bertanya, seringainya memudar. 'Anak umur sepuluh tahun lagi? Aku tahu kalian
memukuli Mark Evans dua malam lalu --'
'Dia yang minta,' gertak Dudley.
'O ya?' 'Dia
mengejekku.' 'Yeah?
Apakah dia bilang kau tampak seperti babi yang diajari berjalan dengan kaki
belakangnya? Kar'na itu bukan ejekan, Dud, itu benar.'
Sebuahl otot berdenyut di rahang Dudley. Mengetahui
seberapa marah dia telah membuat Dudey memberi Harry kepuasan yang sangat besar;
dia merasa seakan dia sedang mengalirkan rasa frustrasinya sendiri kepada
sepupunya, satu-satunya pengeluaran yang dimilikinya.
Mereka berbelok ke kanan ke gang sempit di mana Harry
pertama kali berjumpa dengan Sirius dan yang membentuk jalan pintas antara
Magnolia Crescent dan Wisteria Walk. Gang itu sepi dan jauh lebih gelap daripada
jalan-jalan yang dihubungkannya karena tidak ada lampu jalan. Langkah-langkah
kaki mereka teredam antara dinding-dinding garasi di satu sisi dan sebuah pagar
tinggi di sisi lainnya.
'Pikirmu kau orang kuat membawa benda itu, 'kan?' Dudley berkata setelah
beberapa detik. 'Benda
apa?' 'Itu -- benda
itu yang kau sembunyikan.'
Harry nyengir lagi.
'Tidak sebodoh tampangmu, ya, Dud? Tapi kurasa, jika memang begitu, kau tak
bakal bisa jalan dan ngomong pada saat yang sama.'
Harry menarik tongkatnya. Dia melihat Dudley
mengerlingnya. 'Kau
tidak diizinkan,' Dudley berkata dengan segera. 'Aku tahu kau tidak boleh. Kau
akan dikeluarkan dari sekolah anehmu itu.'
'Bagaimana kau tahu mereka belum mengubah peraturannya, Big D?'
'Belum,' kata Dudley, walaupun dia tidak terdengar
sepenuhnya yakin.
Harry tertawa pelan.
'Kau tak punya nyali untuk menghadapiku tanpa benda itu, ya 'kan?' Dudley
menggertak. 'Sementara
kau hanya butuh empat teman di belakangmu sebelum bisa memukuli seorang anak
umur sepuluh tahun. Kau tahu gelar tinju yang terus kau banggakan? Berapa umur
lawanmu? Tujuh? Delapan?'
'Dia berumur enam belas, supaya kamu tahu,' gertak Dudley, 'dan dia pingsan
selama dua puluh menit setelah aku selesai dengannya dan dia dua kali beratmu.
Kau tunggu saja sampai kuberitahu Ayah kau membawa benda itu keluar --'
'Berlari kepada Ayah sekarang? Apakah juara tinju
jempolan takut pada tongkat Harry yang mengerikan?'
'Tidak seberani ini pada malam hari, 'kan?' cemooh
Dudley. 'Ini memang
malam, Diddykins. Itulah sebutan kami ketika semuanya jadi gelap seperti ini.'
'Maksudku ketika kau sedang tidur!' gertak Dudley.
Dia telah berhenti berjalan. Harry berhenti juga, menatap
sepupunya. Dari sedikit wajah Dudley yang dapat dilihatnya, dia sedang
menunjukkan wajah kemenangan yang aneh.
'Apa maksudmu, aku tidak berani ketika sedang tidur?' kata Harry, sama sekali
tercengang. 'Apa yang harus kutakutkan, bantal atau apa?'
'Aku dengar kau kemarin malam,' kata Dudley
terengah-engah. 'Berbicara dalam tidur. Mengerang.'
'Apa maksudmu?' Harry berkata lagi, tetapi ada sensasi
dingin yang timbul di perutnya. Dia telah mengunjungi pemakaman itu lagi kemarin
malam dalam mimpinya.
Dudley mengeluarkan salak tawa yang parau, lalu menirukan suara rengekan
melengking.
'"Jangan bunuh Cedric! Jangan bunuh Cedric!" Siapa Cedric -- temanmu?'
'Aku -- kau bohong,' kata Harry secara otomatis. Tetapi
mulutnya telah menjadi kering. Dia tahu Dudley tidak sedang berbohong --
bagaimana lagi dia bisa tahu mengenai Cedric?
'"Dad! Bantu aku, Dad! Dia akan membunuhku, Dad! Boo
hoo!"' 'Diam,'
kata Harry pelan. 'Diam, Dudley, kuperingatkan kau!'
'"Datanglah dan tolong aku, Dad! Mum, datang dan
tolong aku! Dia sudah membunuh Cedric! Dad, tolong aku! Dia akan --" Jangan
tunjuk aku dengan benda itu!'
Dudley mundur ke tembok gang. Harry sedang menunjuk tongkatnya lurus ke jantung
Dudley. Harry dapat merasakan empat belas tahun kebencian terhadap Dudley
menggelegak dalam nadinya -- apa yang takkan diberikannya untuk mengutuk Dudley
sedemikian rupa sehingga dia harus merangkak pulang seperti seekor serangga,
menjadi bisu, tumbuh antena ...
'Jangan pernah berbicara mengenai hal itu lagi,' gertak Harry. 'Kau mengerti?'
'Tunjuk itu ke arah lain!'
'Kataku, kau mengerti?'
'Tunjuk itu ke arah lain!'
'KAU MENGERTI?'
'JAUHKAN BENDA ITU DARI --'
Dudley mengeluarkan suara napas tajam penuh rasa ngeri, seakan-akan dia telah
dicemplungkan ke dalam air es. Sesuatu telah terjadi pada langit malam itu.
Langit biru gelap yang penuh bintang mendadak gelap gulita dan tanpa cahaya --
bintang-bintang, bulan, lampu-lampu jalan berkabut pada kedua sisi gang telah
menghilang. Suara mobil di kejauhan dan bisikan pohon-pohon telah hilang. Malam
yang lembab itu mendadak dingin menusuk. Mereka dikelilingi kegelapan total yang
tidak tertembus dan hening, seakan-akan tangan raksasa telah menurunkan mantel
tebal yang dingin menutupi keseluruhan gang itu, membutakan mereka.
Selama sepersekian detik Harry berpikir bahwa dia telah
melakukan sihir tanpa disengajanya, walaupun dia telah menahan sekuat mungkin --
lalu nalarnya menyangkut di akal sehatnya -- dia tidak mempunyai kekuatan untuk
memadamkan bintang-bintang. Dia menolehkan kepalanya ke segala arah, mencoba
melihat sesuatu, tetapi kegelapan mendesak matanya seperti tudung yang tidak
berbobot. Suara Dudley
yang ketakutan sampai ke telinga Harry.
'A-apa yang sedang kau la-lakukan? Hen-hentikan!'
'Aku tidak melakukan apapun! Diamlah dan jangan
bergerak!' 'Aku tak
d-dapat melihat! Aku sudah j-jadi buta! Aku --'
'Kubilang diam!'
Harry masih berdiri diam, menolehkan matanya yang tidak dapat melihat ke kiri
dan ke kanan. Rasa dingin itu begitu hebat sehingga dia gemetaran; bulu romanya
berdiri -- dia membuka matanya lebar-lebar, menatap kosong ke sekitar, tanpa
melihat apa-apa. Tidak
mungkin ... mereka tidak mungkin berada di sini ... tidak di Little Whinging ...
dia menajamkan telinganya ... dia akan mendengar mereka sebelum melihat mereka
... 'Akan ku-kuadukan
pada Dad!' Dudley merengek. 'D-di mana kau? Apa yang kau la-laku--?'
'Bisakah kamu diam?' Harry mendesis, 'Aku sedang mencoba
mende--' Tetapi dia
terdiam. Dia telah mendengar hal yang telah ditakutkannya.
Ada sesuatu di gang itu selain mereka, sesuatu yang
menarik napas panjang, serak, dan berderak. Harry merasakan sentakan rasa takut
yang mengerikan sementara dia berdiri gemetaran di udara yang membeku.
'Hen-hentikan itu! Berhenti melakukannya! Kan ku-kupukul
kau, aku sumpah!'
'Dudley, tutup --'
WHAM. Sebuah kepalan
mengadakan kontak dengan sisi kepala Harry, mengangkatnya dari kakinya.
Cahaya-cahaya putih kecil bermunculan di depan matanya. Untuk kedua kalinya
dalam satu jam Harry merasa seakan-akan kepalanya telah terbelah menjadi dua;
saat berikutnya, dia telah mendarat dengan keras di tanah dan tongkatnya
melayang dari tangannya.
'Dasar bodoh, Dudley!' teriak Harry, matanya berair karena sakit sementara dia
berjuang dengan tangan dan lututnya, meraba-raba sekeliling dengan kalut ke
dalam kegelapan. Dia mendengar Dudley menjauh, menabrak pagar gang, tersandung.
'DUDLEY, KEMBALI! KAU LARI KE ARAHNYA!'
Ada teriakan mendengking yang mengerikan dan
langkah-langkah Dudley berhenti. Pada saat yang sama, Harry merasakan hawa
dingin yang merayap di belakangnya yang hanya berarti satu hal. Ada lebih dari
satu. 'DUDLEY, TUTUP
MULUTMU RAPAT-RAPAT! APAPUN YANG KAU LAKUKAN, TUTUP MULUTMU RAPAT-RAPAT!
Tongkat!' Harry bergumam dengan kalut, tangannya melayang di atas tanah seperti
laba-laba. 'Di mana -- tongkat -- ayolah -- lumos!'
Dia menyebutkan mantera itu secara otomatis, putus asa
akan cahaya untuk membantunya dalam pencarian -- dan demi ketidakpercayaannya
yang melegakan, timbul cahaya beberapa inci dari tangan kanannya -- ujung
tongkat itu telah menyala. Harry menyambarnya, berdiri pada kedua kakinya dan
berbalik. Perutnya
terasa terbalik.
Sebuah figur tinggi bertudung sedang meluncur dengan mulus ke arahnya, melayang
di atas tanah, tanpa kaki atau wajah yang tampak di bawah jubahnya, menghisap
malam ketika dia datang.
Tersandung ke belakang, Harry menaikkan tongkatnya.
'Expecto patronum!'
Sebuah gumpalan uap berwarna perak meluncur dari ujung
tongkatnya dan Dementor itu melambat, tetapi mantera itu tidak bekerja dengan
tepat; sambil terjegal kakinya sendiri, Harry mundur lebih jauh sementara
Dementor itu menuju ke arahnya, panik menyelimuti otaknya -- konsentrasi
-- Sepasang tangan
kelabu yang berlumpur dan berkeropeng menyelip dari dalam jubah Dementor itu,
menggapai dirinya. Suara deru memenuhi telinga Harry.
'Expecto patronum!'
Suaranya terdengar suram dan jauh. Gumpalan asap perak
lain, lebih lemah daripada yang lalu, melayang dari tongkat -- dia tidak dapat
melakukannya lagi, dia tidak dapat menghasilkan mantera itu.
Ada tawa di dalam kepalanya sendiri, tara yang nyaring
dan melengking ... dia dapat mencium bau napas Dementor yang busuk dan sedingin
kematian mengisi paru-parunya sendiri, menenggelamkannya -- pikirkan ...
sesuatu yang membahagiakan ...
Tetapi tidak ada kebahagiaan dalam dirinya ... jari-jari Dementor yang dingin
mendekati tenggorokannya -- tawa melengking itu semakin keras dan semakin keras,
dan sebuah suara berkata dalam kepalanya: 'Membungkuklah pada kematian, Harry
... mungkin saja tidak sakit ... aku tidak akan tahu ... aku belum pernah mati
...' Dia tidak
akan pernah bertemu lagi dengan Ron dan Hermione --
Dan wajah-wajah mereka timbul dengan jelas dalam
pikirannya sementara dia berjuang untuk bernapas.
'EXPECTO PATRONUM!'
Seekor kijang jantan perak yang besar muncul dari ujung
tongkat Harry; tannduknya mengenai Dementor di tempat di mana jantung seharusnya
berada; dia terlempar ke belakang, tak berbobot seperti kegelapan, dan sementara
kijang itu menyerang, Dementor menukik pergi, seperti kelelawar dan kalah.
'KE SINI!' Harry berteriak kepada kijang itu. Sambil
berputar, dia berlari menyusuri gang, memegang tongkat yang menyala
tinggi-tinggi. 'DUDLEY? DUDLEY!'
Dia belum lagi berlari selusin langkah ketika dia mencapai mereka: Dudley
bergelung di atas tanah, lengannya menutupi wajahnya. Dementor kedua sedang
membungkuk rendah ke arahnya, mencengkeram pergelangan tangannya ke dalam
tangan-tangannya yang berlumpur, pelan-pelan mengungkitnya, hampir penuh kasih
memisahkannya, menurunkan kepalanya yang bertudung ke wajah Dudley seperti
akan menciumnya.
'HAJAR DIA!' Harry berteriak, dan dengan sebuah deru yang menggelegar, kijang
perak yang telah disihirnya datang berderap melewatinya. Wajah Dementor yang
tidak bermata hampir satu inci dari wajah Dudley ketika tanduk perak itu
mengenainya; benda itu terlembar ke udara dan, seperti kawannya, meluncur tinggi
dan diserap ke dalam kegelapan; si kijang berlari ke tengah gang dan meluruh
menjadi kabut perak.
Bulan, bintang-bintang dan lampu-lampu jalan muncul kembali. Angin sepoi-sepoi
yang hangat menyapu gang itu. Pohon-pohon berdesir di kebun-kebun sekitar dan
suara mobil-mobil yang biasa di Magnolia Crescent memenuhi udara lagi. Harry
berdiri diam, semua inderanya masih bergetar, merasakan kembalinya normalitas
yang mendadak. Setelah beberapa saat, dia menjadi sadar bahwa baju kaosnya
melekat ke tubuhnya; dia basah kuyup oleh keringat.
Dia tidak dapat mempercayai apa yang baru saja terjadi.
Dementor di sini, di Little Whinging.
Dudley berbaring menggulung di atas tanah, gemetar dan merengek-rengek. Harry
membungkuk untuk melihat apakah dia mampu berdiri, tetapi kemudian dia mendengar
langkah-langkah kaki keras yang sedang berlari di belakangnya. Menuruti
nalurinya sambil menaikkan tongkatnya lagi, dia berbalik untuk menghadapi si
pendatang baru. Mrs
Figg, tetangga mereka yang agak sinting, datang terengah-engah. Rambutnya yang
kelabu beruban berlepasan dari jala rambut, sebuah tas belanjaan yang
berkelontang berayun-ayun dari pergelangan tangannya dan kaki-kakinya hampir
setengah keluar dari selop karpet tartannya. Harry mencoba menyimpan tongkatnya
dengan terburu-buru ke luar pandangan, tetapi --
'Jangan simpan itu, anak idiot!' lengkingnya. 'Bagaimana
jika masih ada lagi di sekitar sini? Oh, akan kubunuh si Mundungus Fletcher!'
-- BAB DUA -- Pasukan Burung Hantu 'Apa?' kata Harry dengan bingung.
'Dia pergi!' kata Mrs Figg, meremas-remas tangannya. 'Pergi
untuk menemui seseorang mengenai sejumlah kuali yang jatuh dari belakang sapu!
Kuberitahu dia akan kukuliti dia hidup-hidup jika dia pergi, dan sekarang lihat!
Dementor! Untung saja kusuruh Mr Tibbles berjaga-jaga! Tapi kita tidak punya
waktu untuk berdiri saja! Cepat, sekarang, kita harus memulangkan kalian! Oh,
masalah yang akan ditimbulkan hal ini! Aku akan membunuhnya!'
'Tapi --' Pengungkapan bahwa tetangganya yang agak sinting dan
terobsesi dengan kucing mengetahui apa itu Dementor hampir sebesar rasa shock
Harry ketika bertemu dengan dua di antaranya di gang itu. 'Anda -- Anda penyihir?'
'Aku Squib, seperti yang diketahui Mundungus dengan baik, jadi
bagaimana mungkin aku dapat menolongmu menghadapi Dementor? Dia meninggalkanmu
sama sekali tanpa perlindungan padahal sudah kuperingatkan dia --'
'Mundungus ini sudah mengikutiku? Tunggu dulu -- dia
orangnya! Dia ber-Disapparate dari depan rumah!'
'Ya, ya, ya, tapi untunglah aku menempatkan Mr Tibbles di bawah
sebuah mobil untuk jaga-jaga, dan Mr Tibbles datang dan memperingatkan aku, tapi
pada saat aku sampai ke rumahmu kau telah pergi -- dan sekarang -- oh, apa
yang akan dikatakan Dumbledore? Kau!' dia berteriak pada Dudley, yang masih
telentang di lantai gang. 'Pindahkan pantatmu yang besar dari tanah, cepat!'
'Anda kenal Dumbledore?' kata Harry, menatapnya.
'Tentu saja aku kenal Dumbledore, siapa yang tidak mengenal
Dumbledore? Tapi ayolah -- aku tidak akan bisa membantu kalau mereka
kembali, aku bahkan belum pernah men-Transfigurasi kantong teh.'
Dia membungkuk, meraih salah satu lengan Dudley yang besar ke
dalam tangannya yang keriput dan menyentak.
'Bangun, kau onggokan tak berguna, bangun!'
Tetapi Dudley tidak bisa atau tidak mau bergerak. Dia diam di
atas tanah, gemetar dan wajahnya kelabu, mulutnya tertutup sangat rapat.
'Akan kulakukan.' Harry memegang lengan Dudley dan
mengangkatnya. Dengan usaha kera dia mampu mengangkatnya berdiri. Dudley
kelihatannya hampir pingsan. Matanya yang kecil berputar-putar di rongga matanya
dan keringat mengucur di wajahnya; saat Harry melepaskannya dia berayun-ayun
berbahaya.
'Cepatlah!' kata Mrs Figg dengan histeris.
Harry menarik salah satu lengan Dudley yang besar
melingkari bahunya dan menyeret dia menuju jalan, sedikit terbungkuk akibat
beratnya. Mrs Figg berjalan terhuyung-huyung di depan mereka, sambil mengintai
dengan cemas di sudut.
'Tetap keluarkan tongkatmu,' dia menyuruh Harry, ketika
mereka memasuki Wisteria Walk. 'Tidak usah pedulikan Undang-Undang Kerahasiaan
sekarang, lagipula resikonya sangat besar, sekalian saja kita digantung karena
naga daripada karena telur. Bicara mengenai Pembatasan Masuk Akal Penggunaan
Sihir Di Bawah Umur ... ini persis yang ditakutkan Dumbledore -- Apa itu
di ujung jalan? Oh, itu cuma Mr Prentice ... jangan simpan tongkatmu, nak,
bukankah aku terus memberitahumu aku tidak berguna?'
Tidaklah mudah memegang tongkat dengan mantap di satu
tangan dan menarik Dudley pada saat yang sama. Harry memberi sepupunya sebuah
sikutan tidak sabar pada tulang iga, tetapi Dudley tampaknya telah kehilangan
semua hasrat untuk pergerakan independen. Dia merosot ke bahu Harry,
kaki-kakinya yang besar terseret sepanjang jalan.
'Mengapa Anda tidak memberitahuku bahwa Anda seorang
Squib, Mrs Figg? tanya Harry, terengah-engah karena usaha untuk terus berjalan.
'Setiap kali saya berkunjung ke rumah Anda -- mengapa Anda tidak mengatakan
apa-apa?'
'Perintah Dumbledore. Aku harus mengawasimu tetapi tidak
mengatakan apa-apa, kamu terlalu muda. Maaf karena aku telah memberimu waktu
yang tidak menyenangkan, Harry, tetapi keluarga Dursley tidak akan pernah
membiarkanmu datang bila mereka mengira kamu menikmatinya. Tidak mudah, kau tahu
... tapi oh kataku,' dia berkata dengan tragis, sambil meremas-remas tangannya
sekali lagi, 'ketika Dumbledore mendengar hal ini -- bagaimana bisa Mundungus
pergi, dia seharusnya berjaga sampai tengah malam -- di mana dia?
Bagaimana aku akan memberitahu Dumbledore apa yang terjadi? Aku tidak bisa
ber-Apparate.'
'Aku punya burung hantu, Anda bisa meminjamnya.' Harry
mengerang, bertanya-tanya apakah tulang belakangnya akan patah akibat berat
Dudley.
'Harry, kamu tidak mengerti! Dumbledore perlu bertindak
secepat mungkin, Kementerian punya cara-cara mereka sendiri untuk mendeteksi
sihir di bawah umur, mereka pasti sudah tahu, camkan kata-kataku.'
'Tapi aku tadi mengenyahkan Dementor, aku harus
menggunakan sihir -- mereka pasti lebih khawatir tentang apa yang dilakukan
Dementor melayang-layang di sekitar Wisteria Walk?'
'Oh, sayang, kuharap begitu, tapi aku takut -- MUNDUNGUS
FLETCHER, AKAN KUBUNUH KAMU!'
Ada letusan keras dan bau menyengat minuman yang
bercampur dengan tembakau apak memenuhi udara ketika seorang lelaki gemuk pendek
dan tidak bercukur dalam mantel luar yang compang-camping muncul tepat di depan
mereka. Dia memiliki kaki yang pendek dan bengkok, rambut merah kekuningan yang
panjang terurai dan mata merah berkantung yang memberinya tampang muram seperti
seekor anjing pemburu. Dia juga sedang mencengkeram sebuah buntalan keperakan
yang langsung dikenali Harry sebagai Jubah Gaib.
''Da pa, Figgy?' katanya, menatap dari Mrs Figg ke
Harry dan Dudley. 'Kenapa tidak tetap menyamar?'
'Kuberi kau samaran!' teriak Mrs Figg. 'Dementor,
kau pencuri pengecut tukang bolos tidak berguna!'
'Dementor?' ulang Mundungus, terperanjat. 'Dementor? Di
sini?'
'Ya, di sini, kau kotoran kelelawar tidak berharga, di
sini!' pekik Mrs Figg. 'Dementor menyerang bocah itu pada waktu jagamu!'
'Ya ampun,' kata Mundungus dengan lemah, melihat dari Mrs
Figg ke Harry, dan balik lagi. 'Ya ampun, aku --'
'Dan kau pergi membeli kuali curian! Tidakkah kusuruh kamu
jangan pergi? Tidakkah?'
'Aku -- well, aku --' Mundungus tampak sangat tidak
nyaman. 'Itu -- itu adalah peluang bisnis yang sangat baik, kau tahu --'
Mrs Figg mengangkat lengan di mana tergantung tasnya dan
menghantam Mundungus di sekitar wajah dan leher dengannya; yang bila dinilai
dari suara kelontang yang ditimbulkannya penuh dengan makanan kucing.
'Aduh -- jauhkan -- jauhkan, kau kelelawar tua gila!
Seseorang harus memberitahu Dumbledore!'
'Ya -- memang!' teriak Mrs Figg, mengayunkan tas makanan
kucing itu pada setiap potong Mundungus yang dapat dicapainya. 'Dan -- sebaiknya
-- kamu -- saja -- dan -- kamu -- bisa -- beritahu -- dia -- kenapa -- kau --
tak -- ada -- di sini -- untuk -- bantu!'
'Tetap pakai jala rambutmu!' kata Mundungus, lengannya di
atas kepalanya, gemetaran. 'Aku pergi. Aku pergi!'
Dan dengan letusan keras lainnya, dia menghilang.
'Kuharap Dumbledore membunuhnya!' kata Mrs Figg
dengan marah. 'Sekarang ayo, Harry, apa yang kautunggu?'
Harry memutuskan untuk tidak membuang sisa-sisa napasnya
menunjukkan bahwa dia hampir tidak bisa berjalan di bawah beban Dudley. Dia
memberi Dudley yang setengah sadar sebuah helaan dan maju terhuyung-huyung.
'Kuantar kau sampai ke pintu,' kata Mrs Figg, ketika
mereka membelok ke Privet Drive. 'Hanya untuk berjaga-jaga seandainya ada lagi
di sekitar ... oh kataku, benar-benar bencana ... dan kamu harus menghadapi
mereka sendiri ... dan Dumbledore berkata kami harus menjagamu dari penggunaan
sihir dengan segala cara ... well, tak ada gunanya menangisi ramuan yang
telah tumpah, kurasa ... tapi si kucing sudah berada di tengah para pixy
sekarang.'
'Jadi,' Harry terengah-engah, 'Dumbledore ... menyuruh
orang ... mengikutiku?'
'Tentu saja,' kata Mrs Figg tidak sabaran. 'Apakah kau
berharap dia akan membiarkanmu berkeliaran sendirian setelah apa yang terjadi di
bulan Juni? Demi Tuhan, nak, mereka bilang padaku kau pintar ... benar ... masuk
ke dalam dan tetap di sana,' dia berkata, ketika mereka mencapai nomor empat.
'Kuharap seseorang akan segera berhubungan denganmu.'
'Apa yang akan Anda lakukan?' tanya Harry dengan cepat.
'Aku akan langsung pulang ke rumah,' kata Mrs Figg,
menatap sekeliling jalan yang gelap dan tampak jijik. 'Aku perlu menunggu
instruksi lebih lanjut. Tetap saja di dalam rumah. Selamat malam.'
'Tunggu, jangan pergi dulu! Aku ingin tahu --'
Tetapi Mrs Figg telah pergi sambil berderap, selop-selop
karpetnya berayun-ayun, tasnya berkelontang.
'Tunggu!' Harry berteriak kepadanya. Dia mempunyai jutaan
pertanyaan untuk ditanya kepada siapapun yang memiliki kontak dengan Dumbledore;
tapi dalam sekian detik Mrs Figg telah ditelan oleh kegelapan. Sambil merengut,
Harry mengatur Dudley pada bahunya dan mengikuti jalan setapak di kebun nomor
empat dengan pelan dan menyakitkan.
Lampu aula menyala. Harry memasukkan tongkatnya kembali ke
dalam ban pinggang celana jinsnya, membunyikan bel dan menyaksikan garis bentuk
Bibi Petunia bertambah besar dan besar, terdistorsi dengan aneh oleh kaca beriak
di pintu depan.
'Diddy! Sudah waktunya juga, aku sudah -- sudah -- Diddy,
ada apa?'
Harry melihat ke samping kepada Diddy dan menghindar dari
bawah lengannya tepat waktu. Dudley berayun di tempat sejenak, wajahnya pucat
kehijauan ... lalu dia membuka mulut dan muntah di atas keset pintu.
'DIDDY! Diddy, apa yang terjadi denganmu? Vernon? VERNON!'
Paman Harry datang tergopoh-gopoh keluar dari ruang tamu,
kumis tebalnya melambai ke sana ke mari seperti yang selalu terjadi setiap kali
dia gelisah. Dia bergegas ke depan untuk membantu Bibi Petunia mengatasi Dudley
yang lemah-lutut melewati ambang pintu selagi menghindar agar tidak menginjak
genangan muntahan.
'Dia sakit, Vernon!'
'Ada apa, nak? Apa yang terjadi? Apakah Mrs Polkiss
memberimu sesuatu yang asing sewaktu minum teh?
'Mengapa kamu penuh debu, sayang? Apakah kamu tadi
berbaring di atas tanah?'
'Tunggu dulu -- kamu tidak dirampok, 'kan, nak?'
Bibi Petunia berteriak.
'Telepon polisi, Vernon! Telepon polisi! Diddy, sayang,
bicaralah pada Mummy! Apa yang mereka lakukan padamu?'
Dalam semua keributan itu tak seorangpun tampaknya
memperhatikan Harry, yang memang diinginkannya. Dia berhasil menyelinap ke dalam
tepat sebelum Paman Vernon membanting pintu dan, selagi keluarga Dursley maju
dengan ribut menyusuri aula menuju dapur, Harry bergerak dengan hati-hati dan
diam-diam menuju tangga.
'Siapa yang melakukannya, 'nak? Berikan nama-namanya pada
kami. Kami akan balas, jangan takut.'
'Shh! Dia sedang berusaha mengatakan sesuatu, Vernon! Apa
itu, Diddy? Beritahu Mummy!'
Kaki Harry berada di anak tangga paling bawah ketika
Dudleyl menemukan suaranya kembali.
'Dia.'
Harry membeku, dengan kaki di tangga, wajah ditegangkan,
menguatkan diri untuk menghadapi ledakannya.
'NAK! KE MARI!'
Dengan perasaan takut dan marah yang bercampur, Harry
memindahkan kakinya pelan-pelan dari tangga dan berbalik untuk mengikuti
keluarga Dursley.
Dapur yang sangat bersih itu terlihat berkilau tidak nyata
dan aneh setelah kegelapan di luar. Bibi Petunia sedang menghantar Dudley ke
sebuah kursi; dia masih sangat hijau dan penuh keringat. Paman Vernon sedang
berdiri di depan papan pengering, membelalak pada Harry melalui mata yang kecil
dan disipitkan.
'Apa yang telah kau lakukan pada anakku?' dia berkata
dengan geraman mengancam.
'Tidak ada,' kata Harry, tahu persis bahwa Paman Vernon
tidak akan mempercayainya.
'Apa yang dia lakukan padamu, Diddy?' Bibi Petunia berkata
dengan suara bergemetar, sekarang memakai spon untuk menggosok muntahan dari
bagian depan jaket kulit Dudley. 'Apakah -- apakah kau-tahu-apa, sayang? Apakah
dia menggunakan -- itunya?'
Pelan-pelan, sambil gemetaran, Dudley mengangguk.
'Aku tidak melakukannya!' Harry berkata dengan tajam,
sementara Bibi Petunia mengeluarkan ratapan dan Paman Vernon mengangkat
kepalannya. 'Aku tidak melakukan apapun padanya, bukan aku, tapi --'
Tetapi tepat pada saat itu seekor burung hantu menukik
masuk melalui jendela dapur. Hampir menabrak puncak kepala Paman Vernon, dia
meluncur menyeberangi dapur, menjatuhkan amplop perkamen besar yang sedang
dibawanya di paruhnya pada kaki Harry, berbalik dengan anggun, ujung-ujung
sayapnya menyentuh bagian atas lemari es, lalu meluncur ke luar lagi dan
menyeberangi kebun.
'BURUNG HANTU!' teriak Paman Vernon, nadi yang sering
terlihat di pelipisnya berdenyut dengan marah ketika dia membanting jendela
dapur hingga tertutup. 'BURUNG HANTU LAGI! AKU TIDAK AKAN MENERIMA BURUNG HANTU
LAGI DI RUMAHKU!'
Tetapi Harry telah merobek amplop itu dan menarik keluar
surat di dalamnya, jantungnya berdebar keras di suatu tempat di sekitar
jakunnya.
Yth Mr Potter,
Kami telah
menerima kabar bahwa Anda menyihir Mantera Patronus pada pukul sembilan lewat
dua puluh tiga
menit malam ini di
daerah tempat tinggal Muggle dan dengan kehadiran seorang Muggle.
Pelanggaran keras dari Dekrit Pembatasan Masuk Akal untuk Penggunaan Sihir di
Bawah Umur telah
mengakibatkan
pengeluaran Anda dari Sekolah Sihir Hogwarts. Perwakilan Kementerian akan
berkunjung ke
tempat kediaman
Anda dalam waktu dekat untuk memusnahkan tongkat Anda.
Karena Anda telah menerima peringatan resmi untuk pelanggaran sebelumnya di
bawah Seksi 13
Undang-Undang
Kerahasiaan Konfederasi Penyihir Internasional, kami menyesal harus memberitahu
Anda bahwa
kehadiran Anda
diperlukan pada sebuah sidang pemeriksaan kedisiplinan di Kementerian Sihir pada
pukul 9 pagi
tanggal dua belas
Agustus.
Kami harap Anda sehat,
Salam,
Mafalda Hopkirk
Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya
Kementerian
Sihir
Harry membaca surat itu dua kali. Dia hanya menyadari samar-samar Paman
Vernon dan Bibi Petunia berbicara. Di dalam kepalanya, semua terasa sedingin es
dan mati rasa. Satu fakta telah memasuki kesadarannya seperti anak panah yang
melumpuhkan. Dia dikeluarkan dari Hogwarts. Semuanya sudah berakhir. Dia tidak
akan kembali lagi.
Dia melihat ke atas kepada keluarga Dursley. Paman Vernon
yang berwajah ungu sedang berteriak, kepalan tangannya masih terangkat; Bibi
Petunia melingkarkan tangannya pada Dudley, yang muntah lagi.
Otak Harry yang terbius sementara seperti terbangun. Perwakilan
Kementerian akan berkunjung ke tempat kediaman Anda dalam waktu dekat untuk
memusnahkan tongkat Anda. Hanya ada satu jalan. Dia harus kabur -- sekarang.
Ke mana dia akan pergi, Harry tidak tahu, tetapi dia yakin akan saru hal: di
Hogwarts atau di luarnya, dia perlu tongkatnya. Dalam keadaan seperti bermimpi,
dia menarik tongkatnya keluar dan berbalik untuk meninggalkan dapur.
'Kau pikir ke mana kau akan pergi?' teriak Paman Vernon.
Ketika Harry tidak menjawab, dia berlari menyeberangi dapur untuk menghalangi
pintu ke aula. 'Aku belum selesai denganmu, nak!'
'Minggir,' kata Harry dengan pelan.
'Kamu akan tetap di sini dan menjelaskan bagaimana anakku
--'
'Kalau Paman tidak minggir aku akan mengutukmu,' kata
Harry sambil mengangkat tongkat.
'Kamu tidak bisa membodohiku dengan itu!' geram Paman
Vernon. 'Aku tahu kamu tidak diizinkan menggunakannya di luar rumah gila yang
kamu sebut sekolah!'
'Rumah gila itu sudah mendepakku,' kata Harry. 'Jadi aku
bisa berbuat sesuka hati. Kamu punya tiga detik. Satu -- dua --'
Suara CRACK yang menggema memenuhi dapur. Bibi Petunia
menjerit, Paman Vernon memekik dan menunduk, tetapi untuk ketiga kalinya malam
itu Harry mencari-cari sumber gangguan yang tidak dibuatnya. Dia langsung
melihatnya: seekor burung hantu yang tampak acak-acakan dan kebingungan sedang
duduk di luar di ambang dapur, baru saja bertabrakan dengan jendela yang
tertutup.
Sambil mengabaikan teriakan menderita Paman Vernon 'BURUNG
HANTU!' Harry menyeberangi ruangan dengan sekali lari dan mengungkit jendela
hingga terbuka. Burung hantu itu menjulurkan kakinya, di mana terikat sebuah
perkamen, mengguncangkan bulunya, dan terbang pergi begitu Harry telah mengambil
suratnya. Dengan tangan bergetar, Harry membuka gulungan pesan kedua, yang
ditulis dengan sangat terburu-buru dan penuh tetesan tinta hitam.
Harry --
Dumbleldore baru
saja tiba di Kementerian dan dia sedang berusaha mengatasi semuanya. JANGAN
MENINGGALKAN RUMAH
BIBI DAN PAMANMU. JANGAN MELAKUKAN SIHIR LAGI.
JANGAN MENYERAHKAN
TONGKATMU.
Arthur Weasley
Dumbledore sedang berusaha mengatasi semuanya ... apa artinya itu? Seberapa
besar kekuatan yang dimiliki Dumbledore untuk melawan Kementerian Sihir? Kalau
begitu spakah ada peluang dia akan diperbolehkan kembali ke Hogwarts? Secercah
harapan berkembang di dada Harry, hampir segera tertahan oleh rasa panik --
bagaimana dia bisa menolak menyerahkan tongkatnya tanpa melakukan sihir? Dia
harus berduel dengan perwakilan Kementerian, dan jika dia melakukan hal itu, dia
harus beruntung untuk bisa lepas dari Azkaban, belum lagi pengeluaran dari
sekolah.
Pikirannya berlomba ... dia bisa kabur dan beresiko
tertangkap oleh Kementerian, atau diam di tempat dan menunggu mereka
menemukannya di sini. Dia jauh lebih tergoda oleh pilihan pertama, tetapi dia
tahu Mr Weasley memikirkan yang terbaik baginya ... dan lagipula, Dumbledore
telah mengatasi hal-hal yang jauh lebih buruk dari ini sebelumnya.
'Benar,' Harry berkata, 'Aku berubah pikiran. Aku akan
tinggal.'
Dia melempar dirinya ke meja dapur dan menghadap Dudley
dan Bibi Petunia. Keluarga Dursley kelihatan terkejut akan perubahan pikirannya
yang mendadak. Bibi Petunia melirik Paman Vernon dengan putus asa. Nadi di
pelipisnya yang ungu sedang berdenyut lebih parah dari yang pernah terjadi.
'Dari siapa burung-burung hantu sialan itu berasal?' dia
menggeram.
'Yang pertama dari Kementerian Sihir, mengeluarkan aku
dari sekolah,' kata Harry dengan tenang. Dia sedang menajamkan telinganya untuk
menangkap bunyi-bunyi di luar, kalau-kalau perwakilan Kementerian sedang
mendekat, dan lebih mudah dan lebih tenang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
Paman Vernon daripada membuatnya mulai marah-marah dan berteriak lagi. 'Yang
kedua dari ayah temanku Ron, yang bekerja di Kementerian.'
'Kementerian Sihir?' teriak Paman Vernon.
'Orang-orang sepertimu di pemerintahan? Oh, ini menjelaskan semuanya,
semuanya, tidak heran negeri ini jatuh ke tangan anjing-anjing.'
Ketika Harry tidak menanggapi, Paman Vernon membelalak
kepadanya, lalu bertanya, 'Dan kenapa kamu dikeluarkan?'
'Karena aku melakukan sihir.'
'AHA!' raung Paman Vernon, sambil menghantamkan kepalannya
ke puncak lemari es, yang terbuka; beberapa makanan ringan rendah lemak Dudley
berjatuhan ke lantai. 'Jadi kau mengakuinya! Apa yang kamu lakukan pada
Dudley?'
'Tidak ada,' kata Harry, sedikit kehilangan ketenangannya.
'Itu bukan aku --'
'Benar kau,' gumam Dudley tanpa diduga, dan Paman
Vernon dan Bibi Petunia segera membuat gerakan menggelepak pada Harry supaya dia
diam sementara keduanya membungkuk rendah kepada Dudley.
'Teruskan, nak,' kata Paman Vernon, 'apa yang dia
lakukan?'
'Beritahu kami, sayang,' bisik Bibi Petunia.
'Menunjukkan tongkatnya ke arahku,' Dudley mengomel.
'Yeah, memang, tapi aku tidak menggunakan --' Harry mulai
dengan marah, tetapi --
'DIAM!' raung Paman Vernon dan Bibi Petunia serentak.
'Teruskan, nak,' ulang Paman Vernon, dengan kumis
melambai-lambai dengan marah.
'Semua jadi gelap,' Dudley berkata dengan serak, sambil
gemetar. 'Semuanya gelap. Dan kemudian aku men-mendengar ... hal-hal. Di
dalam kepalaku.'
Paman Vernon dan Bibi Petunia saling berpandangan dengan
tatapan kengerian yang teramat sangat. Jika hal yang paling tidak mereka sukai
di dunia adalah sihir -- segera diikuti dengan para tetangga yang lebih banyak
menipu larangan pipa air daripada mereka -- orang-orang yang mendengar
suara-suara di kepala mereka pastilah berada di nomor sepuluh. Mereka jelas
berpikir Dudley telah kehilangan akal.
'Hal-hal seperti apa yang kamu dengar, Popkin?' sebut Bibi
Petunia, dengan wajah sangat putih dan air mata di matanya.
Tetapi Dudley kelihatannya tidak mampu berkata-kata.
Dia gemetaran lagi dan menggelengkan kepala pirangnya yang besar, dan walaupun
ada rasa takut dan mati rasa yang telah timbul pada diri Harry sejak kemunculan
burung hantu pertama, dia merasakan keingintahuan tertentu. Apa yang terpaksa
didengar oleh Dudley yang manja dan suka menggertak?
'Bagaiamana kamu sampai jatuh, nak?' kata Paman Vernon,
dengan suara yang tidak biasanya tenang, jenis suara yang mungkin dipakainya di
sisi ranjang orang yang sakit parah.
'Ter-tersandung,' kata Dudley gemetaran. 'Dan lalu --'
Dia menunjuk dadanya yang besar. Harry mengerti. Dudley
sedang mengingat rasa dingin lembab yang mengisi paru-paru ketika harapan dan
kebahagiaan dihisap keluar dari dirimu.
'Mengerikan,' Dudley berkata dengan parau. 'Dingin. Sangat
dingin.'
'OK,' kata Paman Vernon, dengan suara tenang yang
dipaksakan, sedangkan Bibi Petunia meletakkan tangan cemas ke dahi Dudley untuk
merasakan suhunya. 'Apa yang terjadi kemudian, Dudders?'
'Rasanya ... rasanya ... seperti ... seperti ...'
'Seperti kamu tidak akan pernah bahagia lagi,' Harry
melanjutkan tanpa semangat.
'Ya,' Dudley berbisik, masih gemetar.
'Jadi!' kata Paman Vernon, suaranya kembali ke volume
penuh sekali ketika dia bangkit. 'Kamu memberi mantera aneh pada anakku sehingga
dia mendengar suara-suara dan yakin bahwa dia -- dikutuk untuk menderita, atau
apapun, 'kan?
'Berapa kali harus kuberitahu kalian?' kata Harry, amarah
dan suaranya meningkat. 'Bukan aku! Tapi sepasang Dementor!'
'Sepasang -- omong kosong apa ini?'
'De -- men -- tor,' kata Harry dengan pelan dan jelas.
'Dua.'
'Dan apa itu Dementor?'
'Mereka menjaga penjara sihir, Azkaban,' kata Bibi
Petunia.
Dua detik keheningan mencekam menyusuli kata-kata ini
sebelum Bibi Petunia mengatupkan tangannya ke mulut seakan-akan dia telah salah
bicara kata-kata kotor yang menjijikkan. Paman Vernon sedang terpana menatapnya.
Otak Harry berputar. Mrs Figg adalah satu hal -- tapi Bibi Petunia?
'Bagaimana kau tahu itu?' dia bertanya kepadanya dengan
terkejut.
Bibi Petunia tampak sedikit terkejut pada dirinya sendiri.
Dia melirik Paman Vernon sekilas dengan pandangan menyesal takut-takut, lalu
menurunkan tangannya sedikit untuk memperlihatkan gigi-giginya yang mirip gigi
kuda.
'Aku dengar -- anak sialan itu -- memberitahu adikku
mengenai mereka -- bertahun-tahun yang lalu,' dia berkata sambil merengut.
'Jika maksud Bibi ibu dan ayahku, mengapa Bibi tidak
menggunakan nama-nama mereka?' kata Harry keras-keras, tetapi Bibi Petunia tidak
mengacuhkan dia. Dia tampak sangat bingung.
Harry terpana. Kecuali satu ledakan bertahun-tahun lalu,
ketika Bibi Petunia meneriakkan bahwa ibu Harry adalah orang aneh, dia belum
pernah mendengarnya menyebut-nyebut adiknya. Dia heran bahwa bibinya ingat
secarik informasi mengenai dunia sihir untuk waktu yang begitu lama, sementara
dia biasanya menghabiskan semua energinya berpura-pura dunia itu tidak ada.
Paman Vernon membuka mulutnya, menutupnya lagi, membukanya
sekali lagi, menutupnya, lalu, kelihatannya berjuang untuk mengingat cara
berbicara, membukanya untuk ketiga kali dan berkata dengan parau, 'Jadi -- jadi
-- mereka -- er -- mereka -- er -- benar-benar ada, mereka -- er --
Dementy-apa-itu?
Bibi Petunia mengangguk.
Paman Vernon memandang dari Bibi Petunia ke Dudley ke
Harry seakan-akan berharap seseorang akan berteriak, 'April Fool!' Ketika
tidak ada yang melakukannya, dia membuka mulutnya sekali lagi, tetapi
diselamatkan dari perjuangan menemukan lebih banyak kata oleh kedatangan burung
hantu ketiga pada malam itu. Burung itu meluncur melalui jendela yang masih
terbuka seperti sebuah bola meriam yang berbulu dan mendarat dengan berisik di
meja dapur, menyebabkan ketiga anggota keluarga Dursley melompat karena takut.
Harry menarik amplop kedua yang terlihat resmi dari paruh si burung hantu dan
merobeknya hingga terbuka selagi si burung hantu menukik kembali ke langit
malam.
'Sudah cukup -- burung hantu -- menyebalkan,' gumam
Paman Vernon dengan pikiran kacau, sambil mengentakkan kaki menuju jendela dan
membantingnya hingga tertutup lagi.
Yth Mr Potter,
Melanjutkan surat
kami kira-kira dua puluh dua menit yang lalu, Kementerian Sihir telah meninjau
kembali
keputusannya untuk
memusnahkan tongkat Anda seketika. Anda boleh menyimpan tongkat Anda hingga
sidang
dengar pendapat
kedisiplinan Anda pada tanggal dua belas Agustus, saat keputusan resmi akan
diambil.
Menyusul diskusi dengan Kepala Sekolah Sekolah Sihir Hogwarts, Kementerian telah
menyetujui bahwa masalah
pengeluaran Anda
dari sekolah juga akan diputuskan pada saat itu. Oleh karena itu Anda harus
menganggap diri
Anda diskors dari
sekolah sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Dengan harapan terbaik,
Salam,
Mafalda Hopkirk
Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya
Kementerian Sihir
Harry membaca surat ini tiga kali berturut-turut dengan cepat. Simpul
yang menyakitkan di dadanya sedikit mengendur karena lega mengetahui bahwa dia
belum pasti dikeluarkan, walaupun rasa takutnya masih belum hilang. Segalanya
tampak tergantung pada dengar pendapat pada tanggal dua belas Agustus ini.
'Well?' kata Paman Vernon, mengembalikan Harry ke
sekitarnya. 'Sekarang apa? Apakah mereka telah menghukummu? Apakah kelompokmu
punya hukuman mati?' dia menambahkan sebagai harapan yang timbul belakangan.
'Aku harus pergi ke dengar pendapat,' kata Harry.
'Dan mereka akan menvonismu di sana?'
'Kurasa begitu.'
'Aku tidak akan putus harapan, kalau begitu,' kata Paman
Vernon dengan kejam.
'Well, kalau itu saja,' kata Harry, bangkit
berdiri. Dia sangat ingin sendirian, untuk berpikir, mungkin untuk mengirim
sepucuk surat kepada Ron, Hermione atau Sirius.
'TIDAK, TIDAK HANYA ITU!' teriak Paman Vernon. 'DUDUK
KEMBALI!'
'Apa lagi sekarang?' kata Harry tidak sabaran.
'DUDLEY!' raung Paman Vernon. 'Aku ingin tahu persis apa
yang terjadi pada anakku!'
'BAIK!' teriak Harry, dan dalam kemarahannya, percikan
merah dan emas muncrat keluar dari ujung tongkatnya, yang masih digenggamnya.
Ketiga anggota keluarga Dursley semuanya berjengit, kelihatan takut.
'Dudley dan aku berada di gang antara Magnolia Crescent
dan Wisteria Walk,' kata Harry, berbicara cepat-cepat, berjuang mengendalikan
amarahnya. 'Dudley mengira dia akan sok pintar denganku, aku mengeluarkan
tongkatku tetapi tidak menggunakannya. Lalu dua Dementor muncul --'
'Tapi apa ITU Dementoid?' tanya Paman Vernon dengan geram.
'Apa yang mereka LAKUKAN?'
'Aku sudah bilang -- mereka mengisap kebahagiaan keluar
dari dirimu,' kata Harry, 'dan jika mereka punya kesempatan, mereka menciummu
--'
'Menciummu?' kata Paman Vernon, matanya sedikit melotot.
'Menciummu?'
'Begitulah sebutannya waktu mereka mengisap jiwamu keluar
dari mulut.'
Bibi Petunia mengeluarkan sebuah jeritan pelan.
'Jiwanya? Mereka tidak mengambil -- dia masih punya
--'
Dia mencengkeram bahu Dudley dan mengguncang-guncangnya,
seakan-akan menguji apakah dia bisa mendengar jiwanya berderak-derak di dalam
tubuhnya.
'Tentu saja mereka tidak mengambil jiwanya, kalau iya
kalian pasti sudah tahu,' kata Harry dengan putus asa.
'Berkelahi dengan mereka, ya 'kan, nak? kata Paman Vernon
keras-keras, dengan penampilan seorang lelaki yang berjuang mengalihkan
percakapan kembali ke bidang yang dimengertinya. 'Beri mereka satu-dua
pukulan,ya 'kan?'
'Paman tidak bisa memberi Dementor satu-dua pukulan,'
kata Harry melalui gigi yang dirapatkan.
'Kalau begitu, kenapa dia tidak apa-apa?' gertak Paman
Vernon. 'Mengapa dia tidak jadi kosong?'
'Karena aku menggunakan Patronus --'
WHOOSH. Dengan suara berisik, deru sayap dan rontoknya
sedikit debu, burung hantu keempat meluncur keluar dari perapian dapur.
'DEMI TUHAN!' raung Paman Vernon, sambil menarik segumpal
besar rambut dari kumisnya, sesuatau yang sudah lama tidak dia lakukan.
'AKU TIDAK TERIMA ADA BURUNG HANTU DI SINI, AKU TIDAK AKAN MENTOLERANSINYA,
KUBERITAHU KAU!'
Tapi Harry sudah menarik sebuah gulungan perkamen dari
kaki burung hantu itu. Dia sangat yakin bahwa surat ini pasti dari Dumbledore,
menjelaskan semuanya -- Dementor, Mrs Figg, apa yang sedang diperbuat
Kementerian, bagaimana dia, Dumbledore, bermaksud mengatasi semuanya -- sehingga
untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia merasa kecewa melihat tulisan tangan
Sirius. Sambil mengabaikan omelan Paman Vernon yang berkepanjangan mengenai
burung hantu, dan menyipitkan matanya terhadap awan debu kedua ketika burung
hantu terakhir itu lepas landas balik ke cerobong asap, Harry membaca pesan
Sirius.
Arthur baru saja memberitahu kami apa yang telah
terjadi. Jangan meninggalkan rumah lagi, apapun yang kau lakukan.
Harry merasa ini merupakan tanggapan yang sangat tidak
memadai terhadap segala yang telah terjadi malam ini sehingga dia membalikkan
potongan perkamen itu, mencari sisa suratnya, tetapi tidak ada lagi yang lain.
Dan sekarang amarahnya menaik lagi. Tidakkah ada seorangpun
yang akan mengatakan 'bagus' karena menghalau dua Dementor seorang diri? Baik Mr
Weasley maupun Sirius bertingkah seolah-olah dia berlaku tidak pantas, dan
menyimpan petuah-petuah mereka sampai mereka bisa meyakini seberapa banyak
kerusakan yang telah diperbuatnya.
'... patukan, maksudku, pasukan burung hantu meluncur
keluar masuk rumahku. Aku tidak terima, nak, aku tidak akan --'
'Aku tidak bisa menghentikan burung-burung itu datang,'
Harry membalas, melumat surat Sirius dalam kepalannya.
'Aku ingin yang sebenarnya mengenai apa yang terjadi malam
ini!' hardik Paman Vernon. 'Jika Demender yang melukai Dudley, kenapa kau sampai
dikeluarkan? Kau melakukan kau-tahu-apa, akui saja!'
Harry mengambil napas panjang menenangkan. Kepalanya mulai
sakit lagi. Dia ingin keluar dari dapur lebih dari apapun juga, dan jauh dari
keluarga Dursley.
'Aku menyihir Mantera Patronus untuk menghalau Dementor,'
dia berkata sambil memaksa dirinya tetap tenang. 'Itu satu-satunya cara yang
manjur mengatasi mereka.'
'Tapi apa yang dilakukan Dementoid di Little
Whinging?' kata Paman Vernon dengan nada sangat marah.
'Tidak bisa bilang,' kata Harry dengan letih. 'Tak punya
gambaran.'
Kepalanya sekarang berdenyut-denyut dalam cahaya lampu
yang menyilaukan. Amarahnya telah surut. Dia merasa terkuras, kelelahan.
Keluarga Dursley semuanya menatap dia.
'Kamu penyebabnya,' kata Paman Vernon penuh semangat.
'Pasti ada hubungannya dengan kamu, nak, aku tahu itu. Kenapa lagi mereka muncul
di sini? Kenapa lagi mereka ada di gang itu? Kamu pastilah satu-satunya --
satu-satunya --' Tampak jelas dia tidak mampu menguasai diri untuk menyebutkan
kata 'penyihir'. 'Satu-satunya kau-tahu-apa sejauh bermil-mil.'
'Aku tidak tahu kenapa mereka di sini.'
Tetapi mendengar kata-kata Paman Vernon, otak Harry yang
kelelahan beraksi lagi. Kenapa Dementor datang ke Little Whinging?
Bagaimana bisa kebetulan mereka tiba di gang tempat Harry berada? Apakah
mereka dikirim? Apakah Kementerian Sihir sudah kehilangan kendali atas Dementor?
Apakah mereka telah meninggalkan Azkaban dan bergabung dengan Voldermort,
seperti yang telah diramalkan Dumbledore?
'Demember ini menjaga penjara aneh?' tanya Paman Vernon,
susah payah menyela rentetan pikiran Harry.
'Ya,' kata Harry.
Kalau saja kepalanya bisa berhenti berdenyut, kalau saja
dia bisa meninggalkan dapur dan masuk ke kamar tidurnya yang gelap dan berpikir
...
'Oho! Mereka datang untuk menangkapmu!' kata Paman Vernon,
dengan hawa kemenangan seseorang yang mencapai kesimpulan tak terbantah. 'Begitu
'kan, nak? Kau buron dari hukum!'
'Tentu saja tidak,' kata Harry, menggelengkan kepalanya
seolah-olah untuk menakuti lalat, pikirannya sekarang berpacu.
'Lalu kenapa --'
'Dia pasti yang mengirim mereka,' kata Harry pelan, lebih
kepada dirinya sendiri daripada kepada Paman Vernon.
'Apa itu? Siapa yang pasti mengirim mereka?'
'Lord Voldermort,' kata Harry.
Dia mencatat dengan suram betapa anehnya bahwa keluarga
Dursley, yang berjengit, berkedip dan berkuak kalau mereka mendengar kata-kata
seperti 'penyihir', 'sihir' atau 'tongkat sihir', bisa mendengar nama penyihir
terjahat sepanjang masa tanpa rasa takut sedikitpun.
'Lord -- tunggu dulu,' kata Paman Vernon, wajahnya
tegang, timbul pandangan pengertian ke dalam mata babinya. 'Aku sudah pernah
mendengar nama itu ... dia yang ...'
'Membunuh orang tuaku, ya,' kata Harry tanpa minat.
'Tapi dia sudah hilang,' kata Paman Vernon tidak sabar,
tanpa tanda terkecilpun bahwa pembunuhan orang tua Harry bisa jadi topik yang
menyakitkan. 'Si raksasan itu yang bilang. Dia hilang.'
'Dia sudah kembali,' kata Harry dengan berat.
Terasa sangat aneh berdiri di sini di dalam dapur Bibi
Petunia yang sebersih ruang operasi, di samping kulkas paling berkelas dan
televisi layar lebar, berbicara dengan tenang mengenai Lord Voldermort kepada
Paman Vernon. Kedatangan Dementor ke Little Whinging tampaknya telah melanggar
dinding besar yang tidak tampak yang membagi dunia non-sihir Privet Drive dan
dunia di luarnya. Kedua hidup Harry entah bagaimana telah menyatu dan segalanya
telah dibuat terbalik; keluarga Dursley sedang meminta detil mengenai dunia
sihir, dan Mrs Figg kenal Albus Dumbledore; Dementor melayang di sekitar Little
Whinging, dan dia mungkin tidak akan pernah kembali ke Hogwarts. Kepala Harry
berdenyut dengan lebih menyakitkan.
'Kembali?' bisik Bibi Petunia.
Dia sedang memandang Harry seolah-olah dia belum pernah
berjumpa dengannya sebelumnya. Dan tiba-tiba, untuk pertama kalinya dalam
hidupnya, Harry benar-benar menyadari bahwa Bibi Petunia adalah kakak ibunya.
Dia tidak dapat menjelaskan mengapa ini menghantamnya dengan begitu kuat pada
saat ini. Yang dia tahu hanyalah bahwa dia bukan satu-satunya orang di ruangan
itu yang punya firasat apa artinya dengan kembalinya Lord Voldermort. Bibi
Petunia seumur hidup belum pernah memandangnya seperti itu sebelumnya. Matanya
yang pucat dan besar (begitu lain dengan mata adiknya) tidak menyipit oleh
ketidaksukaan atau amarah, mereka terbuka lebar dan tampak takut. Kepura-puraan
hebat yang telah dipertahankan Bibi Petunia seumur hidup Harry -- bahwa sihir
itu tidak ada dan tidak ada dunia lain selain dunia yang ditinggalinya bersama
Paman Vernon -- kelihatannya telah hilang.
'Ya,' Harry berkata, berbicara langsung kepada Bibi
Petunia sekarang. 'Dia kembali sebulan lalu. Aku melihatnya.'
Tangannya menemukan bahu Dudley yang besar yang berbalut
kulit dan mencengkeramnya.
'Tunggu dulu,' kata Paman Vernon, melihat dari istrinya ke
Harry dan balik lagi, tampak linglung dan dibingungkan oleh pengertian yang tak
disangka yang kelihatannya telah timbul di antara mereka. 'Tunggu dulu. Lord
Voldything ini sudah kembali, katamu.'
'Ya.'
'Yang membunuh orang tuamu itu.'
'Ya.'
'Dan sekarang dia mengirimkan Demember untuk mengejarmu?'
'Kelihatannya begitu,' kata Harry.
'Aku mengerti,' kata Paman Vernon, memandang dari istrinya
yang berwajah pucat pasi ke Harry dan menarik celananya. Dia terlihat
menggelembung, wajahnya yang ungu dan besar terentang di depan mata Harry. 'Well,
beres sudah,' dis berkata, bagian depan kemejanya merenggang ketika dia
menggembungkan tubuhnya, 'kau bisa pergi dari rumah ini, nak!'
'Apa?' kata Harry.
'Kau dengar aku -- KELUAR!' Paman Vernon berteriak, dan
bahkan Bibi Petunia dan Dudley terlompat. 'KELUAR! KELUAR! Aku seharusnya sudah
melakukan ini bertahun-tahun yang lalu! Burung-burung hantu memperlakukan tempat
ini ssperti rumah singgah, puding-puding meledak, setengah ruang duduk hancur,
ekor Dudley, Marge menggelembung di sekitar langit-langit dan Ford Anglia
terbang itu -- KELUAR! KELUAR! Sudah cukup! Kau tinggal sejarah! Kau tidak akan
tinggal di sini jika ada orang sinting yang mengejar-ngejarmu, kau tidak akan
membahayakan istri dan anakku, kau tidak akan membawa masalah pada kami. Kalau
kau akan mengambil jalan yang sama dengan orang tuamu yang tidak berguna, aku
sudah muak! KELUAR!'
Harry berdiri terpancang di tempat. Surat-surat dari
Kementerian, Mr Weasley dan SIrius semuanya terlumat di tangan kirinya. Jangan
tinggalkan rumah lagi, apapun yang kamu lakukan. JANGAN TINGGALKAN RUMAH
BIBI DAN PAMANMU.
'Kau dengar aku!' kata Paman Vernon, membungkuk ke depan
sekarang, wajah ungunya yang besar begitu dekat dengan wajah Harry sehingga dia
bahkan merasakan semburan ludah mengenai wajahnya. 'Ayo pergi! Kau sangat ingin
pergi setengah jam yang lalu! Aku mendukungmu! Keluar dan jangan pernah lagi
menginjak ambang pintu rumah kami! Kenapa kami merawatmu sejak awal, aku tidak
tahu, Marge benar, seharusnya panti asuhan saja. Kami terlalu berhati lembut
demi kebaikan kami sendiri, berpikir kami bisa menekannya keluar dari dirimu,
berpikir kami bisa membuatmu normal, tapi kami sudah busuk dari awal dan aku
sudah muak -- burung hantu!'
Burung hantu kelima meluncur turun dari cerobong asap
demikian cepatnya ia sampai menghantam lantai sebelum meluncur ke udara lagi
dengan pekik keras. Harry mengangkat tangannya untuk meraih surat, yang berada
dalam amplop merah, tetapi burung itu menukik langsung melewati kepalanya,
terbang lurus ke arah Bibi Petunia, yang mengeluarkan jeritan dan menunduk,
lengannya menutupi wajah. Burung hantu itu menjatuhkan amplop merah itu ke
kepalanya, berbalik, dan terbang lurus naik ke cerobong.
Harry berlari cepat ke depan untuk memungut surat itu,
tetapi Bibi Petunia mengalahkannya.
'Bibi bisa membukanya kalau Bibi mau,' kata Harry, 'tapi
bagaimanapun aku akan mendengar apa isinya. Itu sebuah Howler.'
'Lepaskan benda itu, Petunia!' raung Paman Vernon. 'Jangan
menyentuhnya, mungkin berbahaya!'
'Dialamatkan kepadaku,' kata Bibi Petunia dengan suara
bergetar. 'Dialamatkan kepadaku, Vernon, lihat! Mrs Petunia Dursley,
Dapur, Nomor Empat, Privet Drive --'
Dia bernapas cepat, ketakutan. Amplop merah itu sudah
mulai berasap.
'Bukalah!' Harry mendorongnya. 'Hadapi saja! Lagipula
pasti terjadi.'
'Jangan.'
Tangan Bibi Petunia gemetaran. Dia melihat dengan
sembarangan ke sekitar dapur seakan-akan sedang mencari jalan keluar, tapi
terlambat -- amplop itu menyala. Bibi Petunia menjerit dan menjatuhkannya.
Sebuah suara yang mengerikan memenuhi dapur, menggema di
ruang tertutup itu, berasal dari surat yang sedang terbakar di atas meja.
'Ingat yang terakhir dariku, Petunia.'
Bibi Petunia terlihat seolah-olah dia akan pingsan. Dia
terhenyak ke kursi di sebelah Dudley , wajahnya ditutupi tangan. Sisa-sisa
amplop terbakar jadi abu dalam keheningan.
'Apa ini?' kata Paman Vernon dengan parau. 'Apa -- aku
tidak -- Petunia?
Bibi Petunia tidak berkata apa-apa. Dudley sedang menatap
ibunya dengan tolol, mulutnya terbuka. Keheningan berpilin dengan mengerikan.
Harry sedang mengamati bibinya, benar-benar bingung, kepalanya berdenyut-denyut
seperti akan meledak.
'Petunia, sayang?' kata Paman Vernon takut-takut.
'P-Petunia?'
Bibinya mengangkat kepalanya. Dia masih gemetar. Dia
menelan ludah.
'Anak itu -- anak itu harus tinggal, Vernon,' dia berkata
dengan lemah.
'A-apa?'
'Dia tinggal,' katanya. Dia tidak memandang Harry. Dia
berdiri lagi.
'Dia ... tapi Petunia ...'
'Kalau kita mengusirnya, para tetangga akan menggosipkan,'
katanya. Dia telah mendapatkan kembali gayanya yang biasa dingin dan tajam
dengan cepat, walaupun dia masih sangat pucat. 'Mereka akan menanyakan
pertanyaan-pertanyaan yang janggal, mereka pasti ingin tahu ke mana dia pergi.
Kita harus menahannya.'
Paman Vernon sedang mengempiskan badan seperti sebuah ban
lama.
'Tapi Petunia, sayang --'
Bibi Petunia tidak mengacuhkannya. Dia berpaling kepada
Harry.
'Kamu harus tinggal di kamarmu,' katanya. 'Kamu tidak
boleh meninggalkan rumah. Sekarang pergi tidur.'
Harry tidak bergerak.
'Dari siapa Howler tadi berasal?'
'Jangan tanya-tanya,' Bibi Petunia berkata tajam.
'Apakah Bibi berhubungan dengan para penyihir?'
'Kubilang pergi tidur!'
'Apa artinya itu? Ingat apa yang terakhir?'
'Pergi tidur!'
'Kenapa --'
'KAU DENGAR BIBIMU, SEKARANG NAIK KE TEMPAT TIDUR!' -- BAB TIGA -- Pengawal Perpindahan Aku baru saja diserang Dementor dan aku mungkin
dikeluarkan dari Hogwarts. Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi dan kapan aku
akan pergi dari sini.
Harry menyalin kata-kata ini ke atas tiga potong perkamen
sesampainya dia pada meja tulisnya di kamar tidurnya yang gelap. Dia
mengalamatkan yang pertama kepada Sirius, yang kedua kepada Ron dan yang ketiga
kepada Hermione. Burung hantunya, Hedwig, sedang pergi berburu; sangkarnya
tergeletak kosong di atas meja tulis. Harry berjalan bolak-balik di dalam
ruangan itu, otaknya terlalu sibuk untuk tidur walaupun matanya menyengat dan
gatal karena lelah. Punggungnya sakit akibat menyeret Dudley pulang, dan kedua
benjolan di kepalanya yang terhantam jendela dan Dudley berdenyut-denyut dengan
menyakitkan.
Dia berjalan bolak-balik, termakan oleh rasa marah dan
frustrasi, sambil menggertakan gigi-giginya dan mengepalkan tinjunya,
mengalihkan pandangan-pandangan marah ke langit bertabur bintang yang kosong
setiap kali dia melewati jendela. Dementor dikirim untuk menyerangnya, Mrs Figg
dan Mundungus Fletcher mengikutinya secara rahasia, lalu penskorsan dari
Hogwarts dan sebuah sidang dengar pendapat di Kementerian Sihir -- dan masih
belum ada orang yang memberitahunya apa yang sedang terjadi
Dan apa, apa, arti Howler tadi? Suara siapa yang
telah menggema dengan begitu mengerikan, mengancam, ke seluruh dapur?
Mengapa dia masih terperangkap di sini tanpa informasi?
Mengapa semua orang memperlakukannya seperti anak nakal saja? Jangan menyihir
lagi, tetaplah di dalam rumah ...
Dia menendang koper sekolahnya ketika melewatinya, tetapi
jauh dari meredakan amarahnya dia merasa lebih buruk, karena sekarang dia punya
rasa sakit menusuk pada jari kakinya untuk diatasi sebagai tambahan kepada rasa
sakit di sekujur tubuhnya yang tersisa.
Persis ketika dia terpincang-pincang melewati jendela,
Hedwig membumbung melaluinya dengan kepakan sayap lembut seperti hantu kecil.
'Sudah waktunya!' Harry membentak, ketika dia mendarat
dengan ringan ke puncak sangkarnya. 'Kamu bisa meletakkan itu, aku punya tugas
bagimu!'
Mata Hedwig yang besar, bundar, kekuningan menatapnya
dengan mencela melewati kodok mati yang terjepit di paruhnya.
'Kemarilah,' kata Harry, sambil memungut ketiga gulungan
kecil perkamen dan sebuah tali kulit dan mengikatkan gulungan-gulungan itu ke
kakinya yang bersisik. 'Bawa ini langsung ke Sirius, Ron dan Hermione dan jangan
pulang ke sini tanpa jawaban yang panjang dan bagus. Terus patuk mereka sampai
mereka sudah menuliskan jawaban-jawaban yang panjangnya layak kalau harus.
Mengerti?'
Hedwig mengeluarkan suara uhu teredam, paruhnya masih
penuh kodok.
'Kalau begitu, berangkatlah,' kata Harry.
Dia langsung lepas landas.Saat dia pergi, Harry
melemparkan dirinya ke tempat tidur tanpa berganti pakaian dan menatap
langit-langit yang gelap. Sebagai tambahan kepada semua perasaan tidak keruan
lainnya, dia sekarang merasa bersalah dia telah marah-marah kepada Hedwig; dia
satu-satunya teman yang dimilikinya di nomor empat, Privet Drive. Tetapi dia
akan berbaikan dengannya pada saat dia kembali dengan jawaban-jawaban dari
Sirius, Ron dan Hermione.
Mereka pasti menulis balik dengan cepat; mereka tidak akan
mungkin mengabaikan serangan Dementor. Dia mungkin akan terbangun besok
menemukan tiga surat tebal yang penuh dengan simpati dan rencana-rencana
pemindahannya dengan segera ke The Burrow. Dan dengan ide menentramkan itu,
tidur meliputinya, melumpuhkan pikiran lebih lanjut.
*
Tapi Hedwig tidak kembali keesokan harinya. Harry menghabiskan sepanjang hari
di kamar tidurnya, hanya meninggalkannya untuk pergi ke kamar mandi. Tiga kali
pada hari itu Bibi Petunia mendorong makanan ke dalam kamarnya melalui pintu
kucing yang telah dipasang Paman Vernon tiga musim panas lalu. Setiap kali Harry
mendengarnya mendekat dia mencoba menanyainya mengenai Howler itu, tetapi
sekalian saja dia menginterogasi kenop pintu untuk mendapatkan semua jawaban
yang diperolehnya. Di lain itu, keluarga Dursley menghindari kamar tidurnya.
Harry tidak melihat keuntungan memaksakan kehadirannya ke tengah-tengah mereka;
keributan lain tidak akan mencapai apapun kecuali mungkin membuatnya begitu
marah sehingga dia akan melakukan lebih banyak sihir ilegal.
Begitulah yang terjadi selama tiga hari penuh. Harry
bergantian dipenuhi dengan energi tak kenal lelah yang membuatnya tidak dapat
diam, selama waktu itu dia berjalan bolak-balik di kamarnya, merasa sangat marah
kepada mereka semua karena meninggalkan dirinya untuk bersusah hati dalam
kekacauan ini; dan dengan kelesuan yang sangat sempurna sehingga dia bisa
berbaring di atas tempat tidurnya selama satu jam setiap kali, sambil menatap
ruang kosong dengan bingung, sakit akibat rasa takut saat memikirkan tentang
dengar pendapat Kementerian.
Bagaimana kalau mereka membuat keputusan melawannya?
Bagaimana kalau dia memang dikeluarkan dan tongkatnya dipatahkan menjadi
dua? Apa yang akan dia lakukan, di mana dia akan pergi? Dia tidak bisa kembali
tinggal penuh-waktu dengan keluarga Dursley, tidak sekarang setelah dia mengenal
dunia yang lain. Mungkin dia bisa pindah ke rumah Sirius, seperti yang telah
disarankan Sirius setahun yang lalu, sebelum dia terpaksa kabur dari
Kementerian? Apakah Harry akan diizinkan tinggal di sana sendiri, mengingat dia
masih di bawah umur? Atau apakah masalah ke mana dia akan pergi seterusnya
ditentukan baginya? Apakah pelanggaran Undang-Undang Kerahasiaan Internasional
olehnya cukup parah untuk mendaratkannya ke sebuah sel di Azkaban? Kapanpun
pikiran ini muncul, Harry tanpa kecuali meluncur turun dari tempat tidurnya dan
mulai berjalan bolah-balik lagi.
Pada malam keempat setelah kepergian Hedwig Harry sedang
berbaring dalam salah satu fase tidak acuhnya, sambil menatap langit-langit,
pikirannya yang kelelahan agak kosong, ketika pamannya memasuki kamar tidurnya.
Harry melihat pelan-pelan ke arahnya. Paman Vernon sedang mengenakan setelan
terbaiknya dan sebuah ekspresi sangat puas diri.
'Kami akan keluar,' katanya.
'Maaf?'
'Kami -- maksudnya, bibimu, Dudley dan aku -- akan
keluar.'
'Baik,' kata Harry tanpa minat, sambil menatap balik ke
langit-langit.
'Kau tidak boleh meninggalkan kamar tidurmu selagi kami
pergi.'
'OK.'
'Kau tidak boleh menyentuh televisi, stereo, atau milik
kami yang mana saja.'
'Benar.'
'Kau tidak boleh mencuri makanan dari kulkas.'
'OK.'
'Aku akan mengunci pintumu.'
'Lakukanlah.'
Paman Vernon melotot kepada Harry, jelas curiga akan
kurangnya argumen ini, lalu mengentakkan kaki keluar ruangan dan menutup pintu
di belakangnya. Harry mendengar kunci diputar dan langkah-langkah kaki Paman
Vernon berjalan dengan berat menuruni tangga. Beberapa menit kemudian dia
mendengar pintu-pintu mobil dibanting, deru mesin, dan tak salah lagi suara
mobil bergerak keluar jalan mobil.
Harry tidak punya perasaan khusus mengenai kepergian
keluarga Dursley. Tidak membuat perbedaan baginya apakah mereka ada di rumah
atau tidak. Dia bahkan tidak bisa mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan
menyalakan lampu kamar tidurnya. Ruangan itu semakin gelap di sekitarnya
sementara dia berbaring sambil mendengarkan suara-suara malam melalui jendela
yang dibiarkannya terbuka sepanjang waktu, menunggu saat menyenangkan ketika
Hedwig kembali.
Rumah kosong itu berdenyit di sekitarnya. Pipa-pipa
menggelegak. Harry berbaring di ssana dalam keadaan seperti pingsan, tidak
memikirkan apapun, terbenam dalam kesengsaraan.
Lalu, dengan cukup jelas, dia mendengar sebuah tabrakan di
dapur di bawah.
Dia terduduk tegak, mendengarkan lekat-lekat. Keluarga
Dursley tidak mungkin sudah kembali, terlalu cepat, dan kalaupun begitu dia
tidak mendengar mobil mereka.
Ada keheningan selama beberapa detik, lalu suara-suara.
Perampok, pikirnya, sambil meluncur turun dari
tempat tidur ke atas kakinya -- tetapi sepersekian detik berikutnya terpikir
olehnya bahwa perampok akan merendahkan suaranya, dan siapapun yang sedang
bergerak di sekitar dapur jelas tidak repot-repot melakukan hal itu.
Dia menyambar tongkatnya dari meja di samping tempat tidur
dan berdiri menghadap pintu kamar tidurnya, sambil mendengarkan sekuat yang dia
mampu. Saat berikutnya, dia terlompat ketika kunci mengeluarkan bunyi klik keras
dan pintunya mengayun terbuka.
Harry berdiri tidak bergerak, menatap melalui ambang pintu
yang terbuka ke kegelapan di bordes atas, sambil menegangkan telinganya untuk
mencari bunyi-bunyi lain, tetapi tidak ada yang datang. Dia bimbang sejenak,
lalu bergerak dengan cepat dan diam-diam keluar dari kamarnya menuju kepala
tangga.
Jantungnya melonjak ke atas ke tenggorokannya. Ada
orang-orang yang sedang berdiri di aula seperti bayangan di bawah, membentuk
siluet terhadap lampu jalan yang terpancar melalui pintu kaca; delapan atau
sembilan orang, semuanya, sejauh yang dapat dilihatnya, sedang melihat
kepadanya.
'Turunkan tongkatmu, nak, sebelum kamu menyodok mata
seseorang,' kata sebuah suara rendah menggeram.
Jantung Harry berdebar tanpa terkendali. Dia mengenal
suara itu, tetapi dia tidak menurunkan tongkatnya.
'Profesor Moody?' dia berkata dengan tidak yakin.
'Aku tidak tahu banyak tentang "Profesor"' geram
suara itu, 'belum pernah mengajar banyak, ya 'kan? Turun ke sini, kami ingin
melihatmu dengan jelas.'
Harry menurunkan tongkatnya sedikit tetapi tidak
mengendurkan pegangannya, juga dia tidak bergerak. Dia punya alasan yang sangat
bagus untuk merasa curiga. Dia baru-baru ini menghabiskan sembilan bulan bersama
Moody hanya untuk mendapati bahwa itu sama sekali bukan Moody, tetapi seorang
peniru; terlebih lagi, seorang peniru yang telah mencoba membunuh Harry sebelum
kedoknya terbuka. Tetapi sebelum dia bisa memutuskan apa yang akan dilakukannya,
sebuah suara kedua yang agak serak melayang naik.
'Tidak apa-apa, Harry. Kami telah datang untuk membawamu
pergi.'
Jantung Harry melonjak. Dia juga mengenal suara itu,
walaupun dia sudah tidak mendengarnya selama lebih dari setahun.
'P-Profesor Lupin?' dia berkata dengan tidak percaya.
'Andakah itu?'
'Mengapa kita semua berdiri dalam kegelapan?' kata suara
ketiga, yang satu ini benar-benar tidak dikenal, suara seorang wanita. 'Lumos.'
Ujung sebuah tongkat menyala, menerangi aula itu dengan
cahaya sihir. Harry berkedip. Orang-orang di bawah berkerumun di sekitar kaki
tangga, menatap kepadanya lekat-lekat, beberapa menjulurkan kepala-kepala mereka
untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik.
Remus Lupin berdiri paling dekat dengannya. Walaupun masih
lumayan muda, Lupin terlihat lelah dan agak sakit; dia punya lebih banyak rambut
kelabu daripada ketika Harry mengucapkan selamat berpisah kepadanya terakhir
kali dan jubahnya lebih banyak tambalan dan lebih kusam daripada dulu. Walaupun
begitu, dia tersenyum lebar kepada Harry, yang mencoba tersenyum balik walau
sedang dalam keadaan terguncang.
'Oooh, dia terlihat persis seperti yang kuduga,' kata
penyihir wanita yang sedang memegang tongkatnya yang menyala tinggi-tinggi. Dia
terlihat yang paling muda di sana; dia memiliki wajah pucat berbentuk hati, mata
gelap bersinar, dan rambut jigrak pendek yang berwarna violet berat. 'Pakabar,
Harry!'
'Yeah, aku tahu maksudmu, Remus,' kata seorang penyihir
hitam botak yang berdiri paling belakang -- dia memiliki suara dalam yang pelan
dan mengenakan sebuah anting emas tunggal di telinganya -- 'dia tampak persis
seperti James.'
'Kecuali matanya,' kata seorang penyihir pria berambut
perak dengan suara mencicit di belakang. 'Mata Lily.'
Mad-Eye Moody, yang mempunyai rambut kelabu beruban yang
panjang dan sepotong daging yang hilang dari hidungnya, sedang mengedipkan mata
dengan curiga kepada Harry melalui matanya yang tidak sepadan. Salah satu
matanya kecil, gelap dan seperti manik-manik, mata yang lain besar, bundar dan
berwarna biru elektrik -- mata ajaib yang bisa menembus dinding, pintu dan
bagian belakang kepala Moody sendiri.
'Apakah kamu cukup yakin itu dia, Lupin?' dia menggeram.
'Pasti jadi pengintai yang bagus kalau kita membawa pulang Pelahap Maut yang
menyamar sebagai dia. Kita harus menanyainya sesuatu yang hanya akan diketahui
Potter asli. Kecuali ada yang bawa Veritaserum?'
'Harry, bentuk apa yang diambil Patronusmu?' Lupin
bertanya.
'Seekor kijang jantan,' kata Harry dengan gugup.
'Itu dia, Mad-Eye,' kata Lupin.
Sangat sadar bahwa semua orang masih menatapnya, Harry
menuruni tangga sambil menyimpan tongkatnya di kantong belakang celana jinsnya
ketika dia tiba.
'Jangan taruh tongkatmu di sana, nak!' raung Moody.
'Bagaimana kalau menyala? Penyihir yang lebih baik darimu sudah kehilangan
pantat, kau tahu!'
'Siapa yang kamu kenal yang sudah kehilangan pantat?'
wanita berambut violet itu bertanya kepada Moody dengan tertarik.
'Tidak usah tahu, kau cukup jauhkan tongkatmu dari kantong
belakangmu!' geram Mad-Eye. 'Keamanan tongkat tingkat dasar, tidak ada lagi yang
mau repot mematuhinya.' Dia tertatih menuju dapur. 'Dan aku melihat itu,' dia
menambahkan dengan agak marah, ketika wanita itu menggulirkan matanya ke
langit-langit.
Lupin mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Harry.
'Bagaimana kabarmu?' dia bertanya sambil melihat Harry
dengan seksama.
'B-baik ...'
Harry hampir tidak dapat mempercayai bahwa ini nyata.
Empat minggu tanpa apapun, tidak secuilpun petunjuk mengenai rencana memindahkan
dia dari Privet Drive, dan tiba-tiba sekelompok besar penyihir berdiri
bukan khayalan di rumah itu seoleh-olah ini adalah pengaturan yang telah lama
disepakati. Dia melirik sekilas kepada orang-orang yang mengelilingi Lupin;
mereka masih menatapnya dengan tertarik. Dia merasa sangat sadar akan fakta
bahwa dia belum menyisir rambut selama empat hari.
'Aku -- kalian sangat beruntung keluarga Dursley sedang
keluar ...' dia bergumam.
'Beruntung, ha!' kata wanita berambut violet. 'Aku yang
memikat mereka agar tidak jadi penghalang. Mengirim sepucuk surat dengan pos
Muggle memberitahu mereka telah diikutkan dalam Kompetisi Halaman Suburban Yang
Terawat Paling Rapi Seluruh Inggris. Mereka sedang menuju ke acara pemberian
hadiah sekarang ... atau itu yang mereka pikir.'
Harry mendapat bayangan sekilas dari wajah Paman Vernon
ketika dia menyadari tidak ada Kompetisi Halaman Suburban Yang Terawat Paling
Rapi Seluruh Inggris.
'Kita akan berangkat, bukan?' dia bertanya. 'Segera?'
'Hampir seketika,' kata Lupin, 'kita hanya menunggu tanda
aman.'
'Ke mana kita akan pergi? The Burrow?' Harry bertanya
dengan penuh harapan.
'Bukan The Burrow, bukan,' kata Lupin, sambil memberi
isyarat kepada Harry menuju dapur; kelompok kecil penyihir itu mengikuti,
semuanya masih memandang Harry dengan rasa ingin tahu. 'Terlalu beresiko. Kami
sudah mendirikan Markas Besar di suatu tempat yang tidak terdeteksi. Sudah
beberapa lama ...'
Mad-Eye Moody sekarang sedang duduk di meja dapur sambil
minum dari botolnya, mata sihirnya berputar ke segala arah, mengamati banyak
peralatan penghemat tenaga keluarga Dursley.
'Ini Alastor Moody, Harry,' Lupin melanjutkan, sambil
menunjuk kepada Moody.
'Yeah, aku tahu,' kata Harry tidak nyaman. Rasanya aneh
diperkenalkan kepada seseorang yang dikiranya sudah dikenalnya selama setahun.
'Dan ini Nymphadora --'
'Jangan panggil aku Nymphadora, Remus,' kata
penyihir wanita muda itu dengan rasa jijik, 'namaku Tonks.'
'Nymphadora Tonks, yang lebih suka dikenal dengan nama
keluarganya saja,' Lupin menyudahi.
'Kau juga akan begitu kalau ibumu yang bodoh memberimu
nama Nymphadora,' gumam Tonks.
'Dan ini Kingsley Shacklebolt,' Dia menunjuk kepada
penyihir pria tinggi hitam, yang membungkuk. 'Elphias Doge.' Penyihir pria
bersuara mencicit mengangguk. 'Dedalus Diggle --'
'Kita sudah pernah berjumpa,' ciut Diggle yang
bersemangat, sambil menjatuhkan topinya yang berwarna violet.
'Emmeline Vance.' Seorang peyihir wanita yang tampak agung
dengan syal hijau jamrud mencondongkan kepalanya. 'Sturgis Podmore.' Seorang
penyihir pria berahang persegi dengan rambut tebal berwarna jerami mengedipkan
matanya. 'Dan Hestia Jones.' Seorang penyihir wanita berpipi merah dan berambut
hitam melambai dari sebelah pemanggang roti.
Harry mencondongkan kepalanya dengan canggung kepada
setiap orang ketika mereka sedang diperkenalkan. Dia berharap mereka bisa
melihat ke benda lain selain dirinya; rasanya seolah dia mendadak dibawa ke atas
panggung. Dia juga bertanya-tanya mengapa mereka begitu banyak yang berada di
sini.
'Sejumlah orang dalam jumlah mengejutkan mengajukan diri
untuk datang dan menjemputmu,' kata Lupin, seoleh-oleh dia telah membaca pikiran
Harry; sudut mulutnya berkedut sedikit.
'Yeah, well, semakin banyak semakin baik,' kata
Moody dengan suram. 'Kami adalah pengawalmu, Potter.'
'Kita hanya menunggu pertanda untuk memberitahu kita sudah
aman untuk berangkat,' kata Lupin sambil melirik ke luar jendela dapur. 'Kita
punya waktu sekitar lima belas menit.'
'Sangat bersih, para Muggle ini, bukan begitu?'
kata penyihir wanita yang dipanggil Tonks, yang sedang melihat-lihat sekeliling
dapur dengan minat besar. 'Ayahku seorang yang terlahir dari Muggle dan dia
sangat pemalas. Kukira mereka bermacam-macam juga seperti penyihir?'
'Er -- yeah,' kata Harry. 'Lihat --' dia berpaling kembali
kepada Lupin, 'apa yang sedang terjadi, aku belum mendengar apapun dari
siapapun, apa yang Vol--?'
Beberapa penyihir membuat bunyi mendesis aneh; Dedalus
Diggle menjatuhkan topinya lagi dan Moody menggeram, 'Diam!'
'Apa?' kata Harry.
'Kita tidak akan membahas apapun di sini, terlalu
beresiko,' kata Moody, sambil memalingkan mata normalnya kepada Harry. Mata
sihirnya tetap berfokus ke langit-langit. 'Sialan,' dia menambahkan
dengan marah, sambil meletakkan sebuah tangan ke tangan mata sihirnya, 'terus
macet -- sejak dipakai bajingan itu.'
Dan dengan suara mengisap mengerikan seperti alat penyedot
yang ditarik dari bak cuci, dia menarik keluar matanya.
'Mad-Eye, kamu tahu itu menjijikan, 'kan?' kata Tonks
memulai percakapan.
'Ambilkan aku segelas air, maukah kau, Harry,' pinta
Moody.
Harry menyeberang ke alat pencuci piring, mengeluarkan
sebuah gelas bersih dan mengisinya dengan air di bak cuci, masih dipandangi
dengan penuh minat oleh kelompok penyihir itu. Pandangan mereka yang tidak
berhenti mulai membuatnya jengkel.
'Sulang,' kata Moody, ketika Harry mengulurkan kepadanya
gelas itu. Dia menjatuhkan bola mata sihir itu ke dalam air dan mendorongnya
naik turun; mata ini berputar-putar, menatap mereka bergantian. 'Aku mau daya
pandang tiga ratus enam puluh derajat pada perjalanan pulang.'
'Bagaimana kita akan pergi -- kemanapun kita akan pergi?'
Harry bertanya.
'Dengan sapu,' kata Lupin. 'Satu-satunya cara. Kau terlalu
muda untuk ber-Apparate, mereka akan mengawasi Jaringan Floo dan lebih dari
nilai hidup kita untuk merangkai Portkey tidak sah.'
'Remus bilang kau penerbang yang andal,' kata Kingsley
Shaklebolt dengan suara dalamnya.
'Dia sangat pandai,' kata Lupin, yang sedang memeriksa jam
tangannya. 'Walau begitu, kamu sebaiknya pergi dan berkemas, Harry, kita ingin
siap pergi ketika tandanya sampai.'
'Aku akan ikut dan membantumu,' kata Tonks dengan riang.
Dia mengikuti Harry kembali ke aula dan naik tangga,
melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu dan minat yang besar.
'Tempat aneh,' katanya. 'Agak terlalu bersih, kau
tahu maksudku? Agak kurang alami. Oh, ini lebih baik,' dia menambahkan, ketika
mereka memasuki kamar tidur Harry dan dia menyalakan lampunya.
Kamarnya jelas jauh lebih berantakan daripada bagian rumah
yang lain. Terkurung di dalamnya selama empat hari dengan perasaan murung, Harry
tidak repot merapikan tempat itu. Kebanyakan buku yang dimilikinya terserak di
lantai di tempat dia mencoba mengalihkan perhatian dengan cara membacanya
bergantian dan melemparnya ke samping; sangkar Hedwig perlu dibersihkan dan
mulai berbau; dan kopernya tergeletak terbuka, menyingkapkan gabungan baju
Muggle dan jubah penyihir yang campur aduk yang telah berjatuhan ke lantai di
sekitarnya.
Harry mulai memunguti buku-buku dan melemparkannya dengan
terburu-buru ke dalam kopernya. Tonks berhenti sejenak di depan lemari
pakaiannya yang terbuka untuk melihat pantulannya pada kaca di bagian dalam
pintu secara kritis.
'Kau tahu, aku tidak merasa violet warna yang cocok
denganku,' dia berkata sambil termenung, sambil menarik-narik seikat rambut
jigraknya. 'Apa menurutmu ini membuatku terlihat agak bertanduk?'
'Er --' kata Harry, sambil menatapnya dari balik Tim-Tim
Quidditch Britania dan Irlandia.
'Yeah, benar,' kata Tonks memutuskan. Dia
menegangkan matanya dengan ekspresi dipaksakan seakan-akan dia sedang berjuang
mengingat sesuatu. Sedetik kemudian, rambutnya berubah menjadi merah muda permen
karet.
'Bagaimana caramu melakukan itu?' kata Harry, sambil
menganga kepadanya ketika dia membuka mata lagi.
'Aku seorang Metamorphmagus,' katanya sambil melihat balik
ke bayangannya dan memalingkan kepalanya sehingga dia bisa melihat rambutnya
dari segala arah. Maksudnya aku bisa mengubah penampilanku sekehendak hati,' dia
menambahkan, ketika melihat ekspresi kebingungan Harry pada cermin di
belakangnya. 'Aku terlahir begitu. Aku mendapat nilai tertinggi dalam
Persembunyian dan Penyamaran selama pelatihan Auror tanpa belajar sama sekali,
hebat sekali.'
'Kau seorang Auror?' kata Harry, terkesan. Menjadi
penangkap Penyihir Gelap adalah satu-satunya karir yang pernah
dipertimbangkannya setelah Hogwarts.
'Yeah,' kata Tonks, terlihat bangga. 'Kingsley juga, walau
dia sedikit lebih tinggi dariku. Aku baru memenuhi syarat setahun yang lalu.
Hampir gagal di Masuk Diam-Diam dan Mencari Jejak. Aku sangat kagok, apakah kau
mendengarku memecahkan piring itu ketika kami tiba di bawah?'
'Dapatkah kau belajar jadi seorang Metamorphmagus?' Harry
bertanya kepadanya, sambil meluruskan diri, sepenuhnya lupa berkemas.
Tonks tertawa kecil.
'Aku bertaruh kamu pasti tidak keberatan menyembunyikan
bekas luka itu kadang-kadang, eh?'
Matanya menemukan bekas luka berbentuk kilat di dahi
Harry.
'Tidak, aku takkan keberatan,' Harry bergumam, sambil
memalingkan muka. Dia tidak suka orang-orang menatap bekas lukanya.
'Well, kutakut kamu harus belajar cara yang susah,'
kata Tonks. 'Para Metamorphmagus sangat langka, mereka terlahir begitu, bukan
dibuat. Kebanyakan penyihir menggunakan tongkat, atau ramuan, untuk mengubah
penampilan mereka. Tetapi kita harus bergegas, Harry, kita seharusnya berkemas,'
dia menambahkan dengan rasa bersalah, sambil melihat berkeliling pada semua
kekacauan di lantai.
'Oh -- yeah,' kata Harry sambil mengambil beberapa buku
lagi.
'Jangan bodoh, jauh lebih cepat kalau aku yang -- berkemas!'
teriak Tonks, sambil melambaikan tongkatnya dengan gerakan menyapu yang panjang
ke lantai.
Buku-buku, pakaian, teleskop dan timbangan semuanya
membumbung ke udara dan terbang kacau balau ke dalam koper.
'Tidak terlalu rapi,' kata Tonks sambil berjalan ke koper
dan melihat ke tumpukan di dalamnya. 'Ibuku punya ketangkasan untuk membuat
benda-benda masuk dengan rapi -- dia bahkan membuat kaus kaki terlipat sendiri
-- tapi aku belum menguasai bagaimana dia melakukannya -- mirip jentikan seperti
ini --' Dia menjentikkan tongkatnya dengan penuh harapan.
Salah satu kaus kaki Harry bergeliut dengan lemah dan
tergeletak kembali ke puncak tumpukan kacau di dalam koper.
'Ah, well,' kata Tonks, sambil membanting tutup
koper hingga tertutup, 'setidaknya semua sudah masuk. Itu juga perlu sedikit
pembersihan.' Dia menunjukkan tongkatnya ke sangkar Hedwig. 'Scurgify.'
Beberapa bulu dan kotoran menghilang. 'Well, itu agak lebih baik
-- aku tidak pernah benar-benar bisa semua mantera jenis pekerjaan rumah ini.
Benar -- sudah semuanya? Kuali? Sapu? Wow! -- Sebuah Firebolt?'
Matanya melebar ketika memandang sapu terbang di tangan
kanan Harry. Itu adalah kebanggaan dan kesayangannya, sebuah kado dari Sirius,
sebuah sapu terbang berstandar internasional.
'Dan aku masih naik Komet Dua Enam Puluh,' kata Tonks
dengan iri. 'Ah well ... tongkatmu masih di celana jinsmu? Kedua pantat
masih ada? OK, ayo pergi. Locomotor koper.'
Koper Harry naik beberapa inci ke udara. Sambil memegang
tongkatnya seperti tongkat dirigen, Tonks membuat koper itu melayang
menyeberangi ruangan dan keluar dari pintu di hadapan mereka, dengan sangkar
Hedwig di tangan kirinya. Harry mengikutinya menuruni tangga sambil membawa sapu
terbangnya.
Kembali ke dapur Moody telah memakai kembali matanya, yang
sedang berputar dengan amat cepat setelah pembersihannya sehingga membuat Harry
merasa mual melihatnya. Kingsley Shacklebolt dan Sturgis Podmore sedang
memeriksa microwave dan Hestia Jones sedang menertawakan pengiris kulit
kentang yang dijumpainya ketika menggeledah laci-laci. Lupin sedang menyegel
amplop yang dialamatkan kepada keluarga Dursley.
'Bagus sekali,' kata Lupin, sambil melihat ke atas ketika
Tonks dan Harry masuk. 'Kita punya sekitar satu menit, kukira. Kita mungkin
harus keluar ke kebun sehingga kita akan siap. Harry, aku telah meninggalkan
sepucuk surat yang memberitahu bibi dan pamanmu agar tidak khawatir --'
'Mereka tidak akan,' kata Harry.
'-- bahwa kamu aman --'
'Itu hanya akan membuat mereka tertekan.'
'-- dan kamu akan bertemu mereka lagi musim panas
mendatang.'
'Apakah aku harus?'
Lupin tersenyum tetapi tidak menjawab.
'Kemarilah, nak,' kata Moody dengan keras sambil memberi
isyarat kepada Harry dengan tongkatnya. 'Aku perlu memberimu Penghilang-Ilusi.'
'Anda perlu apa?' kata Harry dengan gugup.
'Mantera Penghilang Ilusi,' kata Moody sambil mengangkat
tongkatnya. 'Lupin bilang kamu punya Jubah Gaib, tapi itu tidak akan bertahan
sewaktu kita terbang; ini akan menyamarkanmu lebih baik. Ini dia --'
Dia mengetuk-ngetuknya dengan keras di bagian puncak
kepala dan Harry merasakan sebuah sensasi aneh seakan-akan Moody baru saja
membanting sebuah telur di sana; tetesan-tetesan dingin terasa mengalir menuruni
tubuhnya dari titik yang tersentuh tongkat.
'Bagus, Mad-Eye,' kata Tonks penuh penghargaan, sambil
menatap pada bagian tengah tubuh Harry.
Harry melihat ke bawah ke tubuhnya, atau lebih tepatnya,
apa yang dulu tubuhnya, karena sama sekali tidak terlihat mirip tubuhnya lagi.
Tubuh itu tidak kasat mata; hanya mengambil warna dan tekstur yang persis dengan
unit dapur di belakangnya. Dia tampaknya sudah menjadi bunglon manusia.
'Ayolah,' kata Moody sambil membuka kunci pintu belakang
dengan tongkatnya.
Mereka semua melangkah keluar ke halaman Paman Vernon yang
terawat indah.
'Malam yang cerah,' gerutu Moody, mata sihirnya memindai
langit. 'Lebih baik kalau ada sedikit awan. Benar, kau,' dia menghardik pada
Harry, 'kita akan terbang dengan formasi berdekatan. Tonks akan berada tepat di
depanmu, terus ikuti dari dekat. Lupin akan melindungimu dari bawah. Aku akan
berada di belakangmu. Yang lain akan mengelilingi kita. Kita tidak berpisah dari
barisan demi apapun, mengerti? Kalau salah satu dari kami terbunuh --'
'Apakah itu mungkin?' kata Harry khawatir, tetapi Moody
mengabaikan dia.
'-- yang lain akan tetap terbang, jangan berhenti, jangan
berpisah dari barisan. Kalau mereka menghabisi kami semua dan kau selamat,
Harry, pengawal garis belakang telah bersiap sedia untuk mengambil alih; terus
terbang ke timur dan mereka akan bergabung denganmu.'
'Berhenti bersikap begitu ceria, Mad-Eye, dia akan mengira
kita tidak menganggap ini serius,' kata Tonks selagi dia mengikatkan koper Harry
dan sangkar Hedwig ke pelana yang bergantung dari sapunya.
'Aku hanya memberitahu anak itu rencananya,' geram Moody.
'Tugas kita adalah mengantarkan dia dengan selamat ke Markas Besar dan kalau
kita mati dalam usaha --'
'Tidak ada yang akan mati,' kata Kingsley Shacklebolt
dengan suaranya yang dalam dan menenangkan.
'Naiki sapumu, itu tanda pertama!' kata Lupin dengan
tajam, sambil menunjuk ke langit.
Jauh, jauh di atas mereka, hujan bunga api merah terang
telah menyala di antara bintang-bintang. Harry mengenalinya seketika sebagai
bunga api tongkat. Dia mengayunkan kaki kanannya melewati Fireboltnya,
menggenggam pegangannya erat-erat dan merasakannya bergetar sedikit, seakan-akan
sama inginnya dengan dirinya untuk naik ke udara sekali lagi.
'Tanda kedua, ayo pergi!' kata Lupin dengan keras ketika
lebih banyak lagi bunga api, kali ini hijau, meledak jauh di atas mereka.
Harry menjejak keras ke tanah. Udara malam yang sejuk
menderu melalui rambutnya ketika petak-petak kebun rapi di Privet Drive
tertinggal jauh, mengerut dengan cepat menjadi potongan-potongan hijau tua dan
hitam, dan semua pikiran tentang dengar pendapat Kementerian tersapu daari
pikirannya seolah-olah deru udara itu telah meniupnya keluar dari kepalanya. Dia
merasa seakan-akan jantungnya akan meledak karena senang; dia terbang lagi,
terbang menjauh dari Privet Drive seperti yang telah diimpikannya sepanjang
musim panas, dia akan pulang ... selama beberapa saat yang menyenangkan, semua
masalahnya sepertinya menyusut menjadi hilang, tidak penting lagi di dalam
langit luas yang berbintang.
'Kiri jauh, kiri jauh, ada Muggle yang melihat ke atas!'
teriak Moody dari belakangnya. Tonks membelok dan Harry mengikutinya dambil
memperhatikan kopernya berayun dengan liar di bawah sapunya. 'Kita perlu
ketinggian lebih ... beri lagi seperempat mil!'
Mata Harry berair karena kedinginan ketika mereka
membumbung ke atas; dia tidak bisa melihat apapun di bawah sekarang
kecuali titik-titik kecil cahaya yang mungkin berasal dari mobil Paman Vernon
... keluarga Dursley pastsi sedang menuju kembali ke rumah mereka yang kosong
sekarang, penuh amarah mengenai Kompetisi Halaman yang tak pernah ada ... dan
Harry tertawa keras-keras ketika memikirkannya, walaupun suaranya ditenggelamkan
oleh kibasan jubah-jubah yang lainnya, keriut pelana yang menggantung kopernya
dan sangkar itu, dan suara deru angin di telinga mereka selagi mereka menambah
kecepatan di udara. Dia belum merasa sehidup ini dalam sebulan, atau sesenang
ini.
'Belok ke selatan!' teriak Mad-Eye. 'Ada kota di depan!'
Mereka membumbung ke kanan untuk menghindari lewat
langsung di atas jaring cahaya yang berkilauan di bawah.
'Belok ke tenggara dan terus mendaki, ada awan rendah di
depan yang bisa menutupi kita!' seru Moody.
'Kita tidak akan lewat di dalam awan!' teriak Tonks dengan
marah, 'kita akan basah kuyup, Mad-Eye!'
Harry lega mendengarnya berkata demikian; tangannya sudah
mulai mati rasa pada pegangan Firebolt. Dia berharap dia telah berpikir untuk
memakai mantel; dia sudah mulai gemetar.
Mereka mengganti arah mereka beberapa waktu sekali
menuruti perintah-perintah Mad-Eye. Mata Harry tegang melawan serbuan angin yang
sedingin es yang mulai membuat telinganya sakit. Dia hanya bisa mengingat sekali
saja kedinginan seperti ini di atas sapu, selama pertandingan Quidditch melawan
Hufflepuff pada tahun ketiganya, yang terjadi pada saat badai. Para pengawal di
sekitarnya sedang berkeliling terus-menerus seperti burung-burung pemangsa
raksasa. Harry lupa waktu. Dia ingin tahu sudah berapa lama mereka terbang,
terasa setidaknya sudah satu jam.
'Membelok ke barat daya!' teriak Moody 'Kita mau
menghindari jalur kereta bermotor!"
Harry sekarang sangat kedinginan sehingga dia memikirkan
dengan penuh pengharapan bagian dalam yang nyaman dan kering dari mobil-mobil
yang mengalir di bawah, lalu, bahkan lebih mengharapkan, bepergian dengan bubuk
Floo; mungkin rasanya tidak nyaman berputar-putar di dalam perapian tetapi
setidaknya di dalam nyala api terasa hangat ... Kingsley Shacklebolt
melewatinya, kepalanya yang botak dan antingnya berkilau sedikit dalam cahaya
bulan ... sekarang Emmeline Vance berada di sisi kanannya, dengan tongkat di
luar, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan ... lalu dia juga melewatinya, untuk
digantikan oleh Sturgis Podmore ...
'Kita harus berbalik sedikit, hanya untuk memastikan kita
tidak diikuti!' Moody berteriak.
'APAKAH KAMU SINTING, MAD-EYE?' Tonks berteriak dari
depan. 'Kita semua membeku pada sapu kita! Kalau kita terus melenceng dari jalur
kita tidak akan tiba di sana sampai minggu depan! Selain itu, kita sudah hampir
sampai!'
'Waktunya mulai menurun!' datang suara Lupin. 'Ikuti
Tonks, Harry!'
Harry mengikuti Tonks menukik. Mereka sedang menuju
kumpulan lampu terbesar yang pernah dilihatnya, kumpulan yang besar dan malang
melintang, berkilauan membentuk garis dan kisi, saling berselang-seling dengan
potongan-potongan hitam paling kelam. Mereka terbang semakin rendah, sampai
Harry dapat melihat satu-satu lampu besar dan lampu jalan, cerobong asap dan
antena televisi. Dia sangat ingin mencapai tanah, walaupun dia merasa yakin
seseorang akan harus melelehkannya dari sapunya.
'Ayo kita mulai!' seru Tonks, dan beberapa detik kemudian
dia telah mendarat.
Harry mendarat tepat di belakangnya dan turun ke sepotong
rumput tak terawat di tengah sebuah alun-alun kecil. Tonks sudah melepaskan
koper Harry. Sambil gemetar, Harry melihat berkeliling. Bagian depan yang suram
dari rumah-rumah yang ada di sekitar tidak menunjukkan penyambutan; beberapa di
antaranya memiliki jendela yang pecah, berkilau suram dalam cahaya lampu jalan,
cat mulai mengelupas dari banyak pintu dan tumpukan sampah tergeletak di luar
beberapa tangga depan.
'Di mana kita?' Harry bertanya, tetapi Lupin berkata
dengan pelan, 'Sebentar.'
Moody sedang menggeledah mantelnya, tangannya yang
berbonggol-bonggol kagok karena kedinginan.
'Dapat,' gumamnya, sambil mengangkat apa yang tampak
seperti sebuah pemantik rokok perak ke udara dan menjentikkannya.
Lampu jalan terdekat padam dengan bunyi pop. Dia
menjentikkan pemadam itu lagi; lampu berikutnya padam; dia terus menjentik
sampai semua lampu di alun-alun itu padam dan cahaya yang tersisa hanya berasal
dari jendela-jendela bergorden dan bulan sabit di atas.
'Pinjam dari Dumbledore,' geram Moody sambil mengantongi
Pemadam-Lampu. 'Itu akan mengatasi Muggle-Muggle manapun yang melongok keluar
dari jendela, ngerti kan? Sekarang ayo, cepat.'
Dia memegang lengan Harry dan menuntunnya dari potongan
rumput tadi, menyeberangi jalan dan naik ke trotoar; Lupin dan Tonks mengikuti
sambil membawa koper Harry bersama-sama, para pengawal yang lain mengapit
mereka, semuanya dengan tongkat di luar.
Suara hentakan teredam dari sebuah stereo datang dari
sebuah jendela atas rumah terdekat. Bau tajam dari sampah yang membusuk datang
dari tumpukan kantong sampah yang menggembung persis di dalam pagar yang
terbuka.
'Di sini,' Moody menggumam, sambil menyodorkan sepotong
perkamen ke tangan Harry yang terkena Penghilang-Ilusi dan memegang tongkatnya
yang menyala dekat ke perkamen itu, untuk menerangi tulisannya. 'Bacalah
cepat-cepat dan hafalkan.'
Harry melihat ke potongan kertas itu. Tulisan tangan
rapat-rapat itu samar-samar tampak dikenalnya. Isinya:
Markas Besar Order of the Phoenix bisa dijumpai di
nomor dua belas, Grimmauld Place, London. -- BAB EMPAT -- Grimmauld Place,
Nomor Dua Belas 'Apa itu Order --?' Harry mulai.
'Tidak di sini, nak!' gertak Moody. 'Tunggu sampai kita di
dalam!'
Dia menarik potongan perkamen itu dari tangan Harry dan
membakarnya dengan ujung tongkatnya. Ketika pesan itu menggulung dalam nyala api
dan melayang ke tanah, Harry melihat ke sekitar ke rumah-rumah itu lagi. Mereka
sedang berdiri di luar nomor sebelas; dia memandang ke sebelah kiri dan melihat
nomor sepuluh; akan tetapi, ke sebelah kanan adalah nomor tiga belas.
'Tapi di mana --?'
'Pikirkan apa yang baru saja kau hapalkan,' kata Lupin
pelan.
Harry berpikir, dan begitu dia mencapai bagian mengenai
nomor dua belas, Grimmauld Place, sebuah pintu penuh luka muncul entah dari mana
di antara nomor sebelas dan tiga belas, diikuti dengan cepat oleh
dinding-dinding kotor dan jendela-jendela suram. Seakan-akan sebuah rumah
tambahan telah menggembung, mendorong rumah-rumah di kedua sisinya menjauh.
Harry terpana melihatnya. Stereo di nomor sebelas terus bergedebuk. Tampaknya
para Muggle di dalamnya tidak merasakan apapun.
'Ayo, bergegaslah,' geram Moody, sambil menusuk Harry di
punggung.
Harry berjalan menaiki tangga-tangga batu yang sudah lama,
sambil menatap pintu yang baru muncul. Cat hitamnya kusam dan penuh goresan.
Pengetuk pintu perak berbentuk ular yang membelit. Tidak ada lubang kunci maupun
kotak surat.
Lupin menarik keluar tongkatnya dan mengetuk pintu sekali.
Harry mendengar banyak suara klik logam yang keras dan apa yang terdengar
seperti gemerincing rantai. Pintu berkeriut terbuka.
'Cepat masuk, Harry,' Lupin berbisik, 'tetapi jangan masuk
jauh-jauh ke dalam dan jangan menyentuh apapun.'
Harry melangkahi ambang pintu ke dalam aula yang hampir
gelap total. Dia bisa mencium kelembaban, debu dan bau pembusukan yang agak
manis; tempat itu punya rasa seperti sebuah bangunan yang ditinggalkan. Dia
memandang melalui bahunya dan melihat yang lain masuk setelahnya, Lupin dan
Tonks sambil membawa kopernya dan sangkar Hedwig. Moody sedang berdiri di anak
tangga puncak sambil melepaskan bola-bola cahaya yang telah dicuri Pemadam-Lampu
dari lampu-lampu jalan; mereka terbang kembali ke bola lampu mereka dan
alun-alun itu berkilau sejenak dengan cahaya jingga sebelum Moody melompat ke
dalam dan menutup pintu depan, sehingga kegelapan di aula itu menjadi lengkap.
'Di sini --'
Dia mengetuk Harry dengan keras di kepala dengan
tongkatnya. Harry merasa seakan-akan sesuatu yang panas menetes menuruni
punggungnya kali ini dan tahu bahwa Mantera Penghilang-Ilusi itu pastilah telah
terangkat.
'Sekarang jangan bergerak, semuanya, sementara aku memberi
kita sedikit cahaya di sini,' Moody berbisik.
Suara-suara teredam yang lainnya memberi Harry perasaan
aneh seperti pertanda; seakan-akan mereka baru saja memasuki rumah seseorang
yang sedang sekarat. Dia mendengar bunyi desis pelan dan lalu lampu minyak model
kuno berbunyi dan hidup di sepanjang dinding, sambil memberi nyala redup yang
berkelap-kelip pada kertas dinding yang mulai mengelupas dan karpet yang mulai
menipis di gang panjang yang suram, di mana sebuah kandil penuh sarang laba-laba
berkilauan di atas kepala dan potret-potret yagn menghitam karena usia
tergantung miring di dinding. Harry mendengar sesuatu berlari tergesa-gesa di
belakang papan pelapis dinding. Baik kandil maupun tempat lilin di atas meja
reyot di dekatnya berbentuk seperti ular.
Ada langkah-langkah kaki bergegas dan ibu Ron, Mrs
Weasley, muncul dari sebuah pintu di sisi jauh aula itu. Dia tersenyum menyambut
ketika bergegas menuju mereka, walaupun Harry memperhatikan bahwa dia agak
kurusan dan lebih pucat daripada terakhir kali mereka berjumpa.
'Oh, Harry, senang berjumpa denganmu!' dia berbisik,
sambil menariknya ke dalam pelukan erat sebelum memegangnya sejauh satu lengan
dan memeriksanya dengan kritis. 'Kau tampak pucat; kau perlu diberi makan
banyak-banyak, tapi kutakut kau harus menunggu sebentar untuk makan malam.'
Dia berpaling kepada kelompok penyihir di belakangnya dan
berbisik mendesak, 'Dia baru saja tiba, rapat sudah mulai.'
Para penyihir di belakang Harry semua membuat suara
tertarik dan bersemangat dan mulai melewatinya menuju pintu tempat Mrs Weasley
datang tadi. Harry akan mengikuti Lupin, tetapi Mrs Weasley menahannya.
'Tidak, Harry, rapatnya hanya untuk anggota Order. Ron dan
Hermione ada di atas, kau bisa menunggu bersama mereka sampai rapat usai, lalu
kita akan makan malam. Dan rendahkan suaramu di aula,' dia menambahkan dalam
bisikan mendesak.
'Kenapa?'
'Aku tidak ingin ada yang terbangun.'
'Apa yang Anda --?'
'Akan kujelaskan nanti, aku harus bergegas, aku seharusnya
ada di rapat -- akan kuperlihatkan di mana kau akan tidur.'
Sambil menekankan jarinya ke bibir, dia menuntunnya
berjingkat melewati sepasang gorden yang panjang dan termakan ngengat, di
belakangnya Harry yakin pastilah ada pintu lain, dan setelah melewati sebuah
tempat payung yang tampak seolah-olah terbuat dari kaki troll yang dipotong
mereka menaiki tangga gelap, melewati sebaris kepala mengerut yang dipajang pada
piagam di dinding. Pemeriksaan lebih dekat menunjukkan kepada Harry bahwa
kepala-kepala itu milik peri-peri rumah. Semuanya memiliki hidung yang agak
mirip moncong.
Kebingungan Harry semakin dalam dengan setiap langkah yang
diambilnya. Apa yang sedang mereka lakukan di dalam sebuah rumah yang terlihat
seakan-akan dimiliki oleh penyihir Tergelap?
'Mrs Weasley, mengapa --?'
'Ron dan Hermione akan menjelaskan semuanya, sayang, aku
benar-benar harus pergi,' Mrs Weasley berbisik dengan kacau. 'Di sana --' mereka
telah mencapai lantai kedua, '-- kau ke pintu di sebelah kanan. Akan kupanggil
kalian ketika sudah usai.'
Dan dia bergegas turun ke bawah lagi.
Harry menyeberangi lantai yang kumal itu, memutar kenop
pintu kamar tidur, yang berbentuk kepala ular, dan membuka pintu.
Dia menangkap sekilas langit-langit tinggi yang suram,
kamar bertempat tidur ganda; lalu ada bunyi cicit keras, yang diikuti dengan
jeritan yang bahkan lebih keras, dan pandangannya terhalang oleh sejumlah besar
rambut yang sangat tebal. Hermione telah melemparkan diri kepadanya ke dalam
pelukan yang hampir menjatuhkannya, sementara burung hantu mungil Ron,
Pigwidgeon, meluncur dengan bersemangat mengitari kepala mereka.
'HARRY! Ron, dia di sini, Harry ada di sini! Kami tidak
mendengarmu tiba! Oh, bagaimana kabarmu? Apakah kau baik-baik saja?
Apakah kau marah kepada kami? Kuyakin benar, aku tahu surat-surat kami tidak
berguna -- tapi kami tidak bisa memberitahumu apa-apa, Dumbledore menyuruh kami
bersumpah kami tidak akan, oh, kami punya begitu banyak hal untuk diceritakan
kepadamu, dan kau punya hal-hal untuk diceritakan kepada kami -- para Dementor!
Sewaktu kami dengar -- dan dengar pendapat Kementerian itu -- benar-benar
keterlaluan, aku sudah memeriksanya, mereka tidak bisa mengeluarkanmu, mereka
tidak bisa saja, ada ketentuan dalam Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi
Penggunaan Sihir di Bawah Umur untuk penggunaan sihir dalam situasi yang
mengancam nyawa --'
'Biarkan dia bernapas, Hermione,' kata Ron sambil
menyeringai ketika dia menutup pintu di belakang Harry. Dia tampak telah tumbuh
beberapa inci lagi selama satu bulan mereka berpisah, membuatnya lebih tinggi
dan tampak lebih menakutkan dari dulu, walaupun hidung panjang, rambut merah
terang dan bintik-bintiknya masih sama.
Masih tersenyum, Hermione melepaskan Harry, tetapi sebelum
dia bisa berkata lagi ada suara kibasan lembut dan sesuatu yang putih membumbung
dari puncak lemari gelap dan mendarat dengan lemah lembut di bahu Harry.
'Hedwig!'
Burung hantu seputih salju itu mengatupkan paruhnya dan
menggigit telinganya dengan penuh sayang ketika Harry membelai bulunya.
'Dia dalam keadaan aneh,' kata Ron. 'Mematuk kami hingga
setengah mati ketika dia membawakan suratmu yang terakhir, lihat ini --'
Dia memperlihatkan kepada Harry jari telunjuk tangan
kanannya, yang memiliki luka potong hampir sembuh tetapi jelas dalam.
'Oh, yeah,' Harry berkata. 'Maaf tentang itu, tapi aku mau
jawaban, kalian tahu --'
'Kami ingin memberimu jawaban, sobat,' kata Ron. 'Hermione
mulai melunak, dia terus berkata kamu akan melakukansesuatu yang bodoh kalau
kamu terperangkap sendirian tanpa berita, tapi Dumbledore menyuruh kami --'
'-- bersumpah tidak akan memberitahu aku,' kata Harry.
'Yeah, Hermione sudah bilang.'
Pijar hangat yang telah menyala di dalam dirinya ketika
melihat dua orang sahabat terbaiknya padam ketika sesuatu sedingin es membanjiri
dasar perutnya. Mendadak -- setelah sangat ingin bertemu mereka selama satu
bulan penuh -- dia merasa dia lebih suka Ron dan Hermione meninggalkannya
sendirian.
Ada keheningan tegang selama Harry membelai Hedwig secara
otomatis, tanpa melihat kepada yang lain.
'Dia tampaknya berpikir itu yang terbaik,' kata Hermione
agak terengah-engah. 'Dumbledore, maksudku.'
'Benar,' kata Harry. Dia memperhatikan bahwa tangannya
juga memiliki tanda dari paruh Hedwig dan merasa bahwa dia sama sekali tidak
menyesal.
'Kukira dia berpikir kau paling aman bersama para Muggle
--' Ron memulai.
'Yeah?' kata Harry sambil menaikkan alisnya. 'Apakah salah
satu dari kalian telah diserang Dementor musim panas ini?'
'Well -- tidak -- tapi itulah mengapa dia menyuruh
orang-orang dari Order of Phoenix untuk mengikutimu sepanjang waktu --'
Harry merasakan hentakan dalam isi perutnya seakan-akan
dia telah kelupaan satu anak tangga sewaktu menuruni tangga. Jadi semua orang
tahu dia sedang diikuti, kecuali dirinya.
'Tak berjalan sebaik itu, bukan?' kata Harry, berusaha
sekeras mungkin untuk menjaga suaranya tetap tenang. 'Harus menjaga diriku
sendiri, bukan?'
'Dia sangat marah,' kata Hermione, dalam suara yang hampir
terpesona, 'Dumbledore. Kami melihatnya. Ketika dia mengetahui Mundungus pergi
sebelum waktu jaganya berakhir. Dia menakutkan.'
'Well, aku senang dia pergi,' Harry berkata dengan
dingin. 'Kalau tidak, aku tidak akan menyihir dan Dumbledore mungkin
meninggalkanku di Privet Drive sepanjang musim panas.'
'Tidakkah kau ... tidakkah kau cemas akan dengar pendapat
Kementerian?' kata Hermione dengan pelan.
'Tidak,' Harry berbohong dengan menantang. Dia berjalan
menjauh dari mereka, sambil melihat sekeliling, dengan Hedwig yang puas di
bahunya, tapi kamar ini tidak tampak menaikkan semangatnya. Kamar itu lembab dan
gelap. Bidang kanvas yang kosong adalah satu-satunya yang menghilangkan
kekosongan dinding yang mulai mengelupas, dan ketika Harry melewatinya dia
mengira dia mendengar seseorang, yang sedang bersembunyi di luar pandangan,
terkikik.
'Jadi, mengapa Dumbledore sangat ingin membiarkanku dalam
kegelapan?' Harry bertanya, masih mencoba keras untuk menjaga suaranya tetap
biasa. 'Apakah kalian -- er -- repot-repot bertanya kepadanya?'
Dia melirik sekilas tepat waktu untuk melihat mereka
saling memandang dengan tatapan yang memberitahu dia bahwa dia bertingkah laku
persis seperti yang mereka takutkan. Itu tidak memiliki andil apapun dalam
perbaikan perasaan marahnya.
'Kami memberitahu Dumbledore bahwa kami ingin
memberitahumu apa yang sedang terjadi,' kata Ron. 'Benar, sobat. Tapi dia sangat
sibuk sekarang, kami baru berjumpa dengannya dua kali sejak kami datang ke sini
dan dia tidak punya banyak waktu, dia hanya menyuruh kami bersumpah tidak akan
memberitahumu hal-hal yang penting ketika kami menulis surat, katanya burung
hantu bisa dicegat.'
'Dia masih bisa memberiku informasi kalau dia mau,' Harry
berkata pendek. 'Kalian tidak akan memberitahuku bahwa dia tidak tahu cara-cara
berkirim pesan tanpa burung hantu.'
Hermione melirik kepada Ron dan lalu berkata, 'Kupikirkan
itu juga. Tapi dia tidak ingin kau tahu apapun.'
'Mungkin dia mengira aku tidak bisa dipercaya,' kata Harry
sambil mengamati ekspresi mereka.
'Jangan tolol,' kata Ron, terlihat sangat terganggu.
'Atau bahwa aku tidak bisa menjaga diri.'
'Tentu saja dia tidak berpikir begitu!' kata Hermione
dengan cemas.
'Jadi bagaimana bisa aku harus tinggal bersama keluarga
Dursley sementara kalian berdua bisa bergabung dengan semua yang sedang terjadi
di sini?' kata Harry, kata-katanya berjatuhan dengan cepat, suaranya semakin
keras dengan setiap kata. 'Bagaimana bisa kalian berdua boleh tahu semua yang
sedang terjadi?'
'Kami tidak begitu!' Ron menyela. 'Mum tidak membiarkan
kami dekat-dekat rapat, dia bilang kami terlalu muda --'
Tapi sebelum dia menyadarinya, Harry telah berteriak.
'JADI KALIAN TIDAK IKUT RAPAT, MASALAH BESAR! KALIAN MASIH
ADA DI SINI, BUKAN? AKU, AKU TERKURUNG BERSAMA KELUARGA DURSLEY SELAMA SEBULAN!
DAN AKU TELAH MENGATASI LEBIH BANYAK HAL DARI YANG PERNAH KALIAN BERDUA HADAPI
DAN DUMBLEDORE TAHU ITU -- SIAPA YANG MENYELAMATKAN BATU BERTUAH? SIAPA YANG
MENGENYAHKAN RIDDLE? SIAPA YANG MENYELAMATKAN HIDUP KALIAN BERDUA DARI
DEMENTOR?'
Setiap pikiran getir dan marah yang Harry miliki pada
bulan lalu mengalir keluar dari dirinya: rasa frustrasinya karena kurangnya
berita, rasa sakit bahwa mereka semua telah berkumpul tanpa dirinya,
kemarahannya karena diikuti dan tidak diberitahu mengenai hal itu -- semua
perasaan yang setengah malu dimilikinya akhirnya meledak lewat batasan. Hedwig
takut akan keributan itu dan membumbung ke puncak lemari baju lagi; Pigwidgeon
mencicit ketakutan dan meluncur lebih cepat dari sebelumnya di sekitar kepala
mereka.
'SIAPA YANG HARUS MELEWATI NAGA-NAGA DAN SPHINX DAN SEMUA
BENDA MENGERIKAN LAIN TAHUN LALU? SIAPA YANG MENYAKSIKANNYA KEMBALI?
SIAPA YANG TELAH LOLOS DARINYA? AKU!'
Ron sedang berdiri di sana dengan mulut setengah terbuka,
jelas terpana dan kehilangan kata-kata, sementara Hermione kelihatan akan
menangis.
'TAPI KENAPA AKU HARUS TAHU APA YANG SEDANG TERJADI?
KENAPA HARUS ADA SESEORANG YANG REPOT-REPOT MEMBERITAHUKU APA YANG SEDANG
BERLANGSUNG?'
'Harry, kami ingin memberitahumu, benar --' Hermione
mulai.
'TIDAK MUNGKIN SANGAT INGIN, BUKAN BEGITU, ATAU KALIAN
AKAN MENGIRIMKU BURUNG HANTU, TAPI DUMBLEDORE MENYURUH KALIAN BERSUMPAH
--'
'Well, dia memang --'
'EMPAT MINGGU AKU TERKURUNG DI PRIVET DRIVE, MEMUNGUTI
KORAN DARI TONG SAMPAH UNTUK MENCOBA MENCARI TAHU APA YANG SEDANG TERJADI --'
'Kami ingin --'
'KURASA KALIAN TELAH TERTAWA PUAS, BUKAN BEGITU, SEMUANYA
BERKUMPUL DI SINI BERSAMA --'
'Tidak, jujur saja --'
'Harry, kami sangat menyesal!' kata Hermione dengan putus
asa, matanya sekarang berkilat-kilat dengan air mata. 'Kau sepenuhnya benar,
Harry -- kalau aku pasti akan marah besar!'
Harry melotot kepadanya, masih bernapas dalam-dalam, lalu
berpaling dari mereka dari, berjalan bolak-balik. Hedwig berteriak dengan murung
dari puncak lemari baju. Ada jeda panjang, yang hanya disela oleh keriut muram
papan lantai di bawah kaki Harry.
'Omong-omong, tempat apa ini?' dia bertanya pada Ron dan
Hermione.
'Markas Besar Order of Phoenix,' kata Ron seketika.
'Apakah ada yang mau repot memberitahuku apa Order of
Phoenix --?'
'Itu adalah perkumpulan rahasia,' kata Hermione cepat.
'Dumbledore yang bertanggung jawab, dia mendirikannya. Isinya orang-orang yang
berperang melawan Kau-Tahu-Siapa terakhir kali.'
'Siapa yang ada di dalam?' kata Harry, berhenti dengan
tangan di sakunya.
'Cukup banyak orang --'
'Kami telah berjumpa dengan sekitar dua puluh dari
mereka,' kata Ron, 'tapi kami kira masih ada lebih banyak lagi.'
Harry melotot kepada mereka.
'Well?' dia menuntut, sambil memandang dari satu ke
yang lain.
'Er,' kata Ron. 'Apa?'
'Voldemort!' kata Harry dengan marah, dan baik Ron
maupun Hermione berjengit. 'Apa yang sedang terjadi? Apa yang sedang
dilakukannya? Di mana dia? Apa yang sedang kita lakukan untuk menghentikan dia?'
'Kami sudah memberitahumu, Order tidak membolehkan
kami dalam rapat-rapat mereka,' kata Hermione dengan gugup. 'Jadi kami tidak
tahu detilnya -- tapi kami punya gambaran umumnya,' dia menambahkan dengan
terburu-buru ketika melihat tampang Harry.
'Fred dan George telah menciptakan Telinga
Yang-Dapat-Dipanjangkan,' kata Ron. 'Mereka benar-benar berguna.'
'Telinga --?'
'Yang-Dapat-Dipanjangkan, yeah. Hanya saja kami harus
berhenti menggunakannya akhir-akhir ini karena Mum tehu dan jadi mengamuk. Tapi
kami telah menggunakan mereka dengan baik sebelum Mum menyadari apa yang sedang
terjadi. Kami tahu beberapa anggota Order sedang mengikuti para Pelahap Maut
yang telah dikenali, mencari tahu kegiatan mereka, kau tahu --'
'Beberapa dari mereka sedang bekerja merekrut lebih banyak
orang ke dalam Order --' kata Hermione.
'Dan beberapa dari mereka sedang menjaga sesuatu,' kata
Ron. 'Mereka selalu berbicara tentang tugas menjaga.'
'Tidak mungkin aku, 'kan?' kata Harry dengan sarkastis.
'Oh, yeah,' kata Ron dengan tampang mulai memahami.
Harry mendengus. Dia berjalan mengelilingi kamar lagi,
melihat ke semua arah kecuali pada Ron dan Hermione. 'Jadi, apa yang telah
kalian berdua lakukan, kalau kalian tidak diizinkan dalam rapat-rapat?' dia
menuntut. 'Kalian bilang kalian sibuk.'
'Memang,' kata Hermione dengan cepat. 'Kami sedang
menyuci-hamakan rumah ini, yang telah kosong selama bertahun-tahun dan berbagai
hal telah berkembang biak di sini. Kami berhasil membersihkan dapur, kebanyakan
kamar tidur dan kukira kami akan mengerjakan ruang duduk be-- AARGH!'
Dengan dua letusan keras, Fred dan George, kakak-kakak
kembar Ron, muncul dari udara kosong di tengah ruangan. Pigwidgeon bercicit
lebih liar dari sebelumnya dan meluncur untuk bergabung dengan Hedwig di atas
lemari baju.
'Berhenti melakukan itu!' Hermione berkata dengan
lemah kepada si kembar, yang berambut merah terang seperti Ron, walaupun lebih
berisi dan sedikit lebih pendek.
'Halo, Harry,' kata George, sambil tersenyum kepadanya.
'Kami kira kami mendengar nada suaramu yang indah.'
'Kau tidak mau membotolkan kemarahanmu seperti itu, Harry,
lepaskan semuanya,' kata Fred, juga sambil tersenyum. 'Mungkin ada beberapa
orang sejauh lima puluh mil yang belum mendengarmu.'
'Jadi, kalian berdua lulus ujian Apparasi kalian?' tanya
Harry dengan galak.
'Dengan nilai cemerlang,' kata Fred, yang sedang memegang
sesuatu yang terlihat seperti sepotong benang berwarna daging yang amat panjang.
'Kalian cuma butuh sekitar tiga puluh detik lebih lama
untuk berjalan menuruni tangga,' kata Ron.
'Waktu adalah Galleon, adik kecil,' kata Fred. 'Lagipula,
Harry, kau menghalangi penerimaan. Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan,' dia
menambahkan sebagai tanggapan bagi alis Harry yang dinaikkan, dan mengangkat
benang yang sekarang Harry lihat sedang menjulur ke puncak tangga. 'Kami sedang
mencoba mendengar apa yang sedang terjadi di bawah.'
'Kalian harus berhati-hati,' kata Ron, sambil menatap
Telinga itu, 'kalau Mum melihat salah satu lagi ...'
'Cukup berharga, rapat yang sedang mereka adakan itu rapat
penting,' kata Fred.
Pintu terbuka dan tampaklah rambut merah panjang.
'Oh, halo, Harry!' kata adik perempuan terkecil Ron,
Ginny, dengan cerah. 'Kukira aku mendengar suaramu.
Sambil berpaling kepada Fred dan George, dia berkata,
'Tidak bisa menggunakan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan, dia menempatkan Mantera
Tidak Tertembus pada pintu dapur.'
'Bagaimana kamu bisa tahu?' kata George, terlihat kecewa.
'Tonks memberitahuku cara mengetahuinya,' kata Ginny.
'Lempar saja benda ke pintu dan kalau tidak bisa membuat kontak berarti pintu
telah Tak-Tertembus. Aku telah melempari Bom Kotoran ke pintu itu dari atas
tangga dan mereka cuma membumbung menjauhinya, jadi tidak mungkin Telinga
Yang-Dapat-Dipanjangkan bisa masuk lewat celah pintu.'
Fred mengeluarkan helaan napas panjang.
'Sayang. Aku benar-benar ingin tahu apa yang sedang
dikerjakan si Snape tua.'
'Snape!' kata Harry dengan cepat. 'Dia ada di sini?'
'Yeah,' kata George, sambil menutup pintu dengan hati-hati
dan duduk di atas salah satu ranjang; Fred dan Ginny mengikuti. 'Memberi
laporan. Rahasia top.'
'Berengsek,' kata Fred dengan malas.
'Dia ada di sisi kita sekarang,' kata Hermione memarahi.
Ron mendengus. 'Tidak menghentikannya jadi orang
berengsek. Caranya memandang kita ketika dia bertemu dengan kita.'
'Bill juga tidak menyukainya,' kata Ginny, seakan-akan itu
menyelesaikan masalahnya.
Harry tidak yakin apakah amarahnya sudah mereda; tapi rasa
hausnya akan informasi sekarang menguasai desakan untuk tetap berteriak. Dia
terbenam ke atas ranjang di seberang yang lainnya.
'Apakah Bill ada di sini?' dia bertanya. 'Kupikir dia
sedang bekerja di Mesir?'
'Dia melamar pekerjaan di belakang meja sehingga dia bisa
pulang ke rumah dan bekerja bagi Order,' kata Fred. 'Dia bilang dia sangat
merindukan makam-makam, tapi,' dia tersenyum menyeringai, 'ada kompesasi.'
'Apa maksudmu?'
'Ingat Fleur Delacour?' kata George. 'Dia dapat pekerjaan
di Gringotts untuk perbaiki ba'asa Inggrisnya --'
'Dan Bill telah memberinya banyak pelajaran privat,' Fred
terkikik.
'Charlie ada dalam Order juga,' kata George, 'tapi dia
masih di Rumania. Dumbledore mau sebanyak mungkin penyihir asing dibawa masuk,
jadi Charlie berusaha membuat kontak pada hari liburnya.'
'Tidak bisakah Percy melakukan itu?' Harry bertanya.
Terakhir kali didengarnya, anak ketiga keluarga Weasley itu sedang bekerja di
Departemen Kerja Sama Sihir Internasional di Kementerian Sihir.
Saat mendengar kata-kata Harry, semua anggota keluarga
Weasley dan Hermione saling bertukar pandangan pengertian yang kelam.
'Apapun yang kau lakukan, jangan sebut-sebut Percy di
depan Mum dan Dad,' Ron memberitahu Harry dengan suara tegang.
'Mengapa tidak?'
'Karena setuap kali nama Percy disebut, Dad memecahkan
apapun yang sedang dipegangnya dan Mum mulai menangis,' kata Fred.
'Sangat mengerikan,' kata Ginny dengan sedih.
'Kukira kita lebih baik tanpa dia,' kata George, dengan
tampang jelek yang tidak seperti biasanya.
'Apa yang terjadi?' Harry berkata.
'Percy dan Dad bertengkar,' kata Fred. 'Aku belum pernah
melihat Dad bertengkar dengan siapapun seperti itu. Biasanya Mum yang
berteriak.'
'Terjadinya saat minggu pertama setelah sekolah berakhir,'
kata Ron. 'Kami akan datang dan bergabung dengan Order. Percy pulang ke rumah
dan memberitahu kami dia telah dipromosikan.'
'Kau bercanda?' kata Harry.
Walaupun dia tahu benar bahwa Percy sangat ambisius, kesan
Harry adalah bahwa Percy belum berhasil dengan baik pada pekerjaan pertamanya di
Kementerian Sihir. Percy telah melakukan kelalaian yang cukup besar karena gagal
memperhatikan bahwa atasannya sedang dikendalikan oleh Lord Voldemort (bukannya
Kementerian mempercayai hal itu -- mereka semua mengira Mr Crouch telah jadi
gila).
'Yeah, kami semua terkejut,' kata George, 'karena Percy
dapat banyak masalah mengenai Crouch, ada penyelidikan dan semuanya. Mereka
bilang Percy seharusnya menyadari bahwa Crouch sudah tidak waras dan memberitahu
orang-orang di atas. Tapi kamu kenal Percy, Crouch membiarkannya bertanggung
jawab penuh, dia tidak akan mengeluh.'
'Jadi bagaimana bisa mereka mempromosikan dia?'
'Itulah persis yang membuat kami bertanya-tanya,' kata
Ron, yang terlihat sangat ingin menjaga berlangsungnya percakapan normal karena
sekarang Harry telah berhenti berteriak. 'Dia pulang ke rumah sangat senang pada
dirinya sendiri -- bahkan lebih senang dari biasanya -- dan memberitahu Dad
bahwa dia telah ditawari posisi di kantor Fudge sendiri. Posisi yang sangat
bagus bagi seseorang yang baru setahun keluar dari Hogwarts: Asisten Junior bagi
Menteri. Kukira dia berharap Dad akan terkesan.'
'Hanya saja Dad tidak terkesan,' kata Fred dengan muram.
'Kenapa tidak?' kata Harry.
'Well, tampaknya Fudge telah marah-marah di sekitar
Kementerian sambil memeriksa bahwa tak seorangpun melakukan kontak dengan
Dumbledore,' kata George.
'Kau lihat, nama Dumbledore seperti lumpur bagi
Kementerian saat-saat ini,' kata Fred. 'Mereka semua berpikir dia hanya membuat
masalah dengan mengatakan Kau-Tahu-Siapa kembali.'
'Dad bilang Fudge telah membuat jelas bahwa siapapun yang
bersekutu dengan Dumbledore bisa mengosongkan mejanya,' kata George.
'Masalahnya, Fudge mencurigai Dad, dia tahu Dad berteman
dengan Dumbledore, dan dia selalu berpikir Dad sedikit aneh karena obsesi
Mugglenya,'
'Tapi apa hubungannya itu dengan Percy?' tanya Harry,
bingung.
'Aku baru akan ke sana. Dad menganggap Fudge hanya
menginginkan Percy di kantornya karena dia ingin menggunakannya untuk
memata-matai keluarga -- dan Dumbledore.'
Harry mengeluarkan siulan rendah.
'Pasti Percy suka itu.'
Ron tertawa kosong.
'Dia benar-benar mengamuk. Dia bilang -- well, dia
bilang banyak hal yang mengerikan. Dia bilang dia telah bertarung melawan
reputasi jelek Dad semenjak dia bergabung dengan Kementerian dan bahwa Dad tidak
punya ambisi dan itulah sebabnya kami selalu -- kau tahu -- tidak punya banyak
uang, maksudku --'
'Apa?' kata Harry tidak percaya, ketika Ginny
membuat suara seperti seekor kucing marah.
'Aku tahu,' kata Ron dengan suara rendah. 'Dan semakin
buruk. Dia bilang Dad idiot karena mengikuti Dumbledore, bahwa Dumbledore menuju
masalah besar dan Dad akan jatuh bersamanya, dan bahwa dia -- Percy -- tahu di
mana kesetiaannya berada yaitu bersama Kementerian. Dan kalau Mum dan Dad akan
menjadi pengkhianat bagi Kementerian dia akan memastikan bahwa semua orang tahu
dia tidak bersama keluarga kami lagi. Dan dia mengemas tas-tasnya malam itu juga
dan pergi. Dia sekarang tinggal di sini di London.'
Harry menyumpah tanpa suara. Dia selalu kurang menyukai
Percy dibanding saudara-saudara Percy yang lain, tapi dia belum pernah
membayangkan dia akan mengatakan hal-hal seperti itu kepada Mr Weasley.
'Mum terus saja dalam keadaan itu,' kata Ron tanpa minat.
'Kau tahu -- menangis dan sebagainya. Dia datang ke London untuk mencoba
berbicara kepada Percy tetapi dia membanting pintu di depannya. Aku tak tahu apa
yang dilakukannya kalau jumpa Dad di tempat kerja -- mengabaikannya, kurasa.'
'Tapi Percy pasti tahu Voldemort kembali,' kata
Harry dengan pelan. 'Dia tidak bodoh, dia pasti tahu ibu dan ayahmu tidak akan
meresikokan semuanya tanpa bukti.'
'Yeah, well, namamu terseret ke dalam pertengkaran
itu,' kata Ron, memberi Harry tatapan sembunyi-sembunyi. 'Percy bilang
satu-satunya bukti adalah kata-katamu dan ... aku tak tahu ... dia tidak mengira
hal itu cukup baik.'
'Percy membaca Daily Prophet dengan serius,' kata
Hermione dengan masam, dan yang lainnya semua mengangguk.
'Apa yang sedang kalian bicarakan?' Harry bertanya, sambil
melihat sekeliling kepada mereka semua. Mereka semua sedang memandangnya dengan
waspada.
'Apakah -- apakah kamu tidak berlangganan Daily Prophet?'
Hermione bertanya dengan gugup.
'Yeah, aku langganan!' kata Harry.
'Sudahkah kau -- er-- membacanya dengan seksama?' Hermione
berkata, lebih cemas lagi.
'Tidak semuanya,' kata Harry membela diri. 'Kalau mereka
akan melaporkan apapun mengenai Voldemort pastilah akan jadi berita utama, benar
'kan?'
Yang lain berjengit mendengar nama itu. Hermione bergegas,
'Well, kau perlu membaca semuanya untuk mengetahuinya, tapi mereka -- um
-- mereka menyebutmu beberapa kali dalam seminggu.'
'Tapi aku belum pernah mellihat --'
'Tidak kalau kau hanya membaca halaman depan, kau pasti
tidak akan,' kata Hermione sambil menggelengkan kepalanya. 'Aku tidak
membicarakan artikel besar. Mereka cuma menyisipkanmu, seolah-olah kau adalah
lelocon.'
'Apa yang kau --?'
'Cukup kejam, sebenarnya,' kata Hermione dengan suara
tenang yang dipaksakan. 'Mereka cuma menambah-nambah pada benda-benda Rita.'
'Tapi dia 'kan tidak menulis untuk mereka lagi?'
'Oh, tidak, dia menepati janjinya -- bukannya dia punya
pilihan lain,' Hermione menambahkan dengan rasa puas. 'Tapi dia membangun
fondasi untuk apa yang sedang mereka lakukan sekarang.'
'Apa itu?' kata Harry dengan tidak sabar.
'OK, kau tahu dia menulis bahwa kau pingsan di semua
tempat dan berkata bahwa bekas lukamu sakit dan semua itu?'
'Yeah,' kata Harry, yang tidak cepat melupakan
cerita-cerita Rita Skeeter mengenai dirinya.
'Well, mereka menulis mengenaimu seakan-akan kau
itu penipu yang mencari perhatian yang mengira dirinya seorang pahlawan tragis
atau apapun,' kata Hermione, sangat cepat, seolah-olah akan kurang tidak
menyenangkan bagi Harry untuk mendengar fakta-fakta ini dengan cepat. 'Mereka
teus menyelipkan komentar-komentar menyindir mengenaimu. Kalau muncul cerita
yang dibuat-buat, mereka berkata sesuatu seperti, "Sebuah kisah yang pantas
bagi Harry Potter", dan kalau ada yang mendapat kecelakaan aneh atau apapun
maka, "Mari berharap dia tidak punya bekas luka di dahinya atau kita akan
diminta memuja dia berikutnya" --'
'Aku tidak mau siapapun memuja --' Harry mulai dengan
marah.
'Aku tahu kau tidak mau,' kata Hermione dengan cepat,
terlihat takut. 'Aku tahu, Harry. Tapi kau lihat apa yang sedang mereka
lakukan? Mereka ingin mengubahmu menjadi seseorang yang tidak akan dipercayai
siapapun. Fudge ada di belakangnya, aku akan bertaruh apapun. Mereka mau para
penyihir di jalan-jalan mengira kau hanya anak bodoh yang agak mirip lelucon,
yang menceritakan cerita-cerita bohong yang menggelikan karena dia senang jadi
terkenal dan ingin terus begitu.'
'Aku tidak minta -- aku tidak mau -- Voldemort membunuh
orang tuaku!' Harry merepet. 'Aku jadi terkenal karena dia membunuh
keluargaku tapi tidak bisa membunuhku! Siapa yang mau jadi terkenal karena itu?
Tidakkah mereka berpikir aku lebih suka itu tidak pernah --'
'Kami tahu, Harry,' kata Ginny dengan
bersungguh-sungguh.
'Dan tentu saja, mereka tidak melaporkan sepatah katapun
mengenai Dementor yang menyerangmu,' kata Hermione. 'Seseorang menyuruh mereka
mendiamkannya. Itu pastilah jadi cerita yang sangat besar, Dementor di luar
kendali. Mereka bahkan belum melaporkan bahwa kau melanggar Undang-Undang
Kerahasiaan Internasional. Kami mengira mereka akan melakukannya, akan sangat
cocok dengan citramu sebagai tukang pamer bodoh. Kami kira mereka mengulur waktu
sampai kau dikeluarkan, lalu mereka akan bertindak tanpa hambatan -- maksudku, kalau
kau dikeluarkan, tentu saja,' dia meneruskan dengan terburu-buru. 'Kau
seharusnya tidak dikeluarkan, tidak kalau mereka mematuhi hukum mereka sendiri,
tidak ada kasus melawanmu.'
Mereka kembali ke dengar pendapat itu dan Harry tidak
ingin memikirkan itu. Dia memandang sekitarnya untuk perubahan topik yang lain,
tapi diselamatkan dari perlunya menemukan topik baru oleh suara langkah-langkah
kaki yang menaiki tangga.
'Uh oh.'
Fred menarik kuat-kuat Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan;
ada letusan keras lain dan dia dan George menghilang. Beberapa detik kemudian,
Mrs Weasley muncul di ambang kamar tidur.
'Rapat sudah usai, kalian bisa turun dan makan malam
sekarang. Semua orang sangat ingin bertemu denganmu, Harry. Dan siapa yang
meninggalkan semua Bom Kotoran itu di luar pintu dapur?'
'Crookshanks,' kata Ginny tanpa merona. 'Dia sangat suka
bermain dengan mereka.'
'Oh,' kata Mrs Weasley, 'kukira mungkin Kreacher, dia
terus melakukan hal-hal aneh seperti itu. Sekarang jangan lupa menjaga suara
kalian tetap rendah di aula. Ginny, tanganmu kotor, apa yang telah kau lakukan?
Tolong pergi dan cuci mereka sebelum makan malam.'
Ginny meringis kepada yang lain dan mengikuti ibunya
keluar dari kamar itu, meninggalkan Harry sendiri dengan Ron dan Hermione.
Keduanya sedang mengawasinya dengan gelisah, seakan-akan mereka takut dia akan
mulai berteriak lagi karena sekarang semua orang sudah pergi. Melihat mereka
tampak begitu gugup membuatnya merasa sedikit malu.
'Dengar ...' dia bergumam, tapi Ron menggelengkan
kepalanya, dan Hermione berkata dengan pelan, 'Kami tahu kamu akan marah, Harry,
kami benar-benar tidak menyalahkanmu, tapi kau harus mengerti, kami memang
mencoba membujuk Dumbledore --'
'Yeah, aku tahu,' kata Harry pendek.
Dia memandang berkeliling mencari topik yang tidak
melibatkan kepala sekolahnya, karena memikirkan Dumbledore saja membuat tubuh
bagian dalam Harry terbakar oleh amarah lagi.
'Siapa Kreacher?' dia bertanya.
'Peri-rumah yang tinggal di sini,' kata Ron. 'Sinting.
Belum pernah jumpa yang seperti dia.'
Hermione merengut kepada Ron.
'Dia tidak sinting, Ron.'
'Ambisi hidupnya adalah supaya kepalanya dipotong dan
dipajang di sebuah piagam seperti ibunya,' kata Ron dengan jengkel. 'Apakah itu
normal, Hermione?'
'Well -- well, kalau dia sedikit aneh, itu
bukan salahnya.'
Ron menggulirkan matanya kepada Harry.
'Hermione masih belum menyerah tentang SPEW.'
'Itu bukan SPEW!' kata Hermione panas. 'Itu Perkumpulan
untuk Mempromosikan Kesejahteraan Peri-Rumah. Dan bukan cuma aku, Dumbledore
juga bilang kita harus baik kepada Kreacher.'
'Yeah, yeah,' kata Ron. 'Ayo, aku lapar berat.'
Dia memimpin jalan keluar pintu dan ke puncak tangga,
tetapi sebelum mereka bisa menuruni tangga --
'Tunggu dulu!' Ron bernapas, sambil merentangkan sebuah
lengan untuk menghentikan Harry dan Hermione berjalan lebih jauh. 'Mereka masih
di aula, kita mungkin bisa mendengar sesuatu.'
Ketiganya melihat dengan waspada melewati pegangan tangga.
Gang suram di bawah dipenuhi para penyihir wanita dan pria, termasuk semua
pengawal Harry. Mereka sedang berbisik-bisik dengan bersemangat satu sama lain.
Di bagian paling tengah dari kelompok itu Harry melihat kepala berambut hitam
berminyak dan hidung menonjol milik guru yang paling tidak disukainya di
Hogwarts, Profesor Snape. Harry mencondongkan badan lebih ke jauh melewati
pegangan tangga. Dia sangat tertarik akan apa yang sedang Snape lakukan bagi
Order of Phoenix.
Sepotong benang tipis berwarna daging turun di depan mata
Harry. Ketika memandang ke atas, dia melihat Fred dan Geoge di puncak tangga di
atasnya, dengan waspada menurunkan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan menuju
kumpulan gelap orang-orang di bawah. Akan tetapi, sejenak kemudian mereka semua
mulai bergerak menuju pintu depan dan menghilang dari pandangan.
'Sialan,' Harry mendengar Fred berbisik, selagi dia
menaikkan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan ke atas lagi.
Mereka mendengar pintu depan terbuka, lalu menutup.
'Snape tidak pernah makan di sini,' Ron memberitahu Harry
dengan pelan. 'Syukurlah. Ayo.'
'Dan jangan lupa jaga suaramu tetap rendah di aula,
Harry,' Hermione berbisik.
Ketika mereka melewati barisan kepala peri-rumah di
dinding, mereka melihat Lupin, Mrs Weasley dan Tonks di pintu depan, sedang
mengunci banyak kunci dan gemboknya dengan sihir di belakang orang-orang yang
baru saja pergi.
'Kita makan di dapur,' Mrs Weasley berbisik, sambil
menyambut mereka di bawah tangga. 'Harry sayang, kalau kau bisa berjingkat
menyeberangi aula melalui pintu di sini --'
CRASH.
'Tonks!' teriak Mrs Weasley dengan putus asa,
sambil berbalik untuk melihat ke belakangnya.
'Maafkan aku!' ratap Tonks, yang sedang berbaring rata di
lantai. 'Gara-gara tempat payung bodoh itu, kedua kalinya aku tersandung --'
Tapi kata-katanya yang lain ditenggelamkan oleh sebuah
pekikan mengerikan yang memekakan telinga dan membekukan darah.
Tirai-tirai beludru yang termakan ngengat yang telah
dilewati Harry telah terbuka, tapi tidak ada pintu di belakang mereka. Selama
sepersekian detik, Harry mengira dia sedang melihat ke sebuah jendela, jendela
yang dibelakangnya ada seorang wanita tua bertopi hitam sedang menjerit dan
menjerit seakan-akan dia sedang disiksa -- lalu dia menyadari bahwa dia hanya
potret seukuran badan, tapi yang paling realistis, dan paling tidak
menyenangkan, yang pernah dilihatnya seumur hidup.
Wanita tua itu berliur, matanya bergulir, kulit wajahnya
yang mulai menguning teregang ketika dia menjerit; dan sepanjang aula di mereka,
potret-potret lain terbangun dan mulai berteriak-teriak juga, sehingga Harry
benar-benar menegangkan matanya akibat keributan itu dan menutup telinganya
dengan tangan.
Lupin dan Mrs Weasley berlari maju dan mencoba menarik
tirai menutupi wanita tua itu, tapi tirai-tirai itu tidak mau menutup dan dia
memekik lebih keras lagi, sambil mengacungkan tangan-tangan yang mencakar-cakar
seakan-akan mencoba merobek muka mereka.
'Kotoran! Sampah! Hasil sampingan debu dan kejelekan!
Keturunan campuran, mutan, orang aneh, pergi dari tempat ini! Berani-beraninya
kalian mengotori rumah leluhurku --'
Tonks meminta maaf terus menerus, sambil menyeret kaki
troll yang besar dan berat itu kembali ke lantai; Mrs Weasley menyerah atas
usaha menutup tirai dan bergegas ke sana ke mari di aula, Membius semua potret
lain dengan tongkatnya; dan seorang lelaki dengan rambut hitam panjang datang
menyerbu dari sebuah pintu yang menghadap Harry.
'Diamlah, kau wanita tua jelek yang mengerikan, DIAM!' dia
meraung, sambil meraih tirai yang telah ditinggalkan Mrs Weasley.
Wajah wanita tua itu memucat.
'Kaaaau!' dia melolong, matanya melolot ketika
melihat lelaki itu. 'Pengkhianat keluarga, yang paling dibenci, darah
dagingku yang membuat malu!'
'Kubilang -- DIAM!' raung lelaki itu, dan dengan usaha
menakjubkan dia dan Lupin berhasil memaksa tirai itu tertutup lagi.
Pekikan wanita tua itu menghilang dan timbul keheningan
yang menggema.
Sambil sedikit terengah-engah dan mengusapkan rambut gelap
panjangnya keluar dari mata, ayah angkat Harry Sirius berpaling menatapnya.
'Halo, Harry,' dia berkata dengan muram, 'kulihat kau
sudah bertemu ibuku.'
-- BAB LIMA -- Order of the Phoenix
'Kau --?' 'Ibuku tua tersayang, yeah,' kata Sirius. 'Kami telah mencoba
menurunkannya selama sebulan tapi kami mengira dia menempatkan Mantera Lekat
Permanen di bagian belakang kanvas. Ayo turun kek bawah, cepatlah, sebelum
mereka semua terbangun lagi.' 'Tapi apa yang dilakukan potret ibumu di sini?' Harry bertanya,
bingung, ketika mereka melalui pintu ke aula dan memimpin jalan menuruni tangga
batu sempit, yang lain persis di belakang mereka. 'Belum adakah yang memberitahumu? Ini rumah orang tuaku,' kata
Sirius. 'Tapi aku Black terakhir yang tersisa, jadi milikku sekarang. Aku
menawarkannya kepada Dumbledore untuk dijadikan Markas Besar -- kira-kira
satu-satunya hal berguna yang telah dapat kulakukan.' Harry, yang telah mengharapkan penyambutan yang lebih baik,
mencatat betapa getir kedengarannya suara Sirius. Dia mengikuti ayah angkatnya
ke dasar tangga dan melalui sebuah pintu yang menuju ke dapur bawah tanah. Dapur itu hampir sama suramnya dengan aula di atas, sebuah
ruangan besar dengan dinding-dinding batu yang kasar. Sebagian besar cahaya
datang dari api besar di sisi jauh ruangan itu. Seberkas asap pipa menggantung
di udara seperti asap-asap pertempuran, melalui asap itu tampak bentuk-bentuk
menakutkan pot dan panci besi berat yang bergantungan dari langit-langit yang
gelap. Banyak kursi telah dijejalkan ke dalam ruangan untuk rapat dan sebuah
meja kayu berdiri di tengah-tengah mereka, diseraki dengan gulungan-gulungan
perkamen, piala-piala, botol-botol anggur kosong, dan sebuah tumpukan yang
tampak seperti kain rombengan. Mr Weasley dan putra tertuanya Bill sedang
berbicara dengan pelan dengan kepala mereka berdekatan di ujung meja. Mrs Weasley berdehem.Suaminya, seorang lelaki kurus
berambut merah yang mulai botak yang mengenakan kacamata bertanduk, melihat
sekeliling dan melompat berdiri. 'Harry!' Mr Weasley berkata, sambil bergegas maju
menyalaminya, dan menjabat tangannya dengan bersemangat. 'Senang berjumpa
denganmu!' Melalui bahunya Harry melihat Bill, yang masih berambut
gondrong diikat, buru-buru menggulung perkamen panjang yang tertinggal di meja. 'Perjalananmu menyenangkan, Harry?' Bill berseru, sambil
mencoba mengumpulkan dua belas perkamen seketika. 'Kalau begitu Mad-Eye tidak
membuatmu datang melalui Greenland?' 'Dia mencoba,' kata Tonks sambil berjalan ke arahnya untuk
membantu Bill dan segera menjatuhkan sebuah lilin ke potongan perkamen terakhir.
'Oh tidak -- sori --' 'Ini, sayang,' kata Mrs Weasley, terdengar putus asa, dan
dia memperbaiki perkamen itu dengan sebuah lambaian tongkat. Dalam kilatan
cahaya yang disebabkan oleh mantera Mrs Weasley Harry menangkap sekilas apa yang
tampak seperti denah bangunan. Mrs Weasley telah melihatnya memperhatikan. Dia merenggut
denah itu dari meja dan menjejalkannyay ke lengan Bill yang telah penuh beban. 'Benda-benda seperti ini seharusnya langsung dibersihkan
pada akhir rapat,' dia berkata dengan pedas, sebelum berjalan menuju sebuah
lemari kuno tempat dia mengeluarkan piring-piring makan malam. Bill mengeluarkan tongkatnya, bergumam, 'Evanesco!'
dan gulungan-gulungan itu menghilang. 'Duduklah, Harry,' kata Sirius. 'Kau sudah pernah bertemu
Mundungus, 'kan?' Benda yang dikira Harry tumpukan kain rombeng mengeluarkan
dengkuran panjang lalu tersentak bangun. 'Ses'orang panggil namaku?' Mundungus bergumam dengan
mengantuk. 'Aku s'tuju dengan Sirius ...' Dia mengangkat sebuah tangan yang
sangat berbonggol ke udara seolah-olah sedang memberi suara, matanya yang
terkulai dan merah tidak terfokus. Ginny cekikian. 'Rapatnya sudah selesai, Dung,' kata Sirius, ketika mereka
duduk di sekitarnya di meja. 'Harry sudah sampai.' 'Eh?' kata Mundungus sambil memandani Harry dengan
menakutkan melalui rambut merah kekuningannya yang kusut. 'Ya ampun, 'emang
benar. Yeah ... kau baik-baik saja, 'Arry?' 'Yeah,' kata Harry. Mundungus meraba-raba dengan gelisah ke dalam kantongnya,
masih menatap Harry, dan menarik keluar sebuah pipa hitam kusam. Dia
memasukkannya ke dalam mulutnya, menyalakan ujungnya dengan tongkatnya dan
mengisapnya dalam-dalam. Awan besar dari asap kehijauan yang mengepul
mengaburkannya dalam beberapa detik. 'Utang pe'mohonan maaf padamu,' gerutu sebuah suara dari
tengah awan bau itu. 'Untuk terakhir kalinya, Mundungus,' seru Mrs Weasley,
'bisakah kamu tolong jangan merokok benda itu di dapur, terutama tidak
ketika kami sedang bersiap-siap untuk makan!' 'Ah,' kata Mundungus. 'Benar. Maaf, Molly.' Awan asap itu menghilang ketika Mundungus memasukkan
pipanya kembali ke dalam kantongnya, tetapi bau tajam kaus kaki terbakar tetap
ada. 'Dan kalau kalian mau makan malam sebelum tengah malam aku
akan butuh bantuan,' Mrs Weasley berkata kepada orang-orang dalam ruangan.
'Tidak, kau bisa tinggal di tempatmu, Harry, kau telah melewati perjalanan
panjang.' 'Apa yang bisa kulakukan, Molly?' kata Tonks dengan
antusias, sambil melompat maju. 'Er -- tidak, tidak usah, Tonks, kamu juga
beristirahatlah, kamu sudah cukup membantu hari ini.' 'Tidak, tidak, aku mau membantu!' kata Tonks dengan cerah,
sambil menjatuhkan sebuah kursi ketika dia bergegas menuju lemari, dari mana
Ginny sedang mengumpulkan alat-alat makan. Segera, serangkaian pisau berat memotong-motong daging dan
sayuran dengan sendirinya, diawasi oleh Mr Weasley, sementara Mrs Weasley
mengaduk sebuah kuali yang bergantung di atas api dan yang lain mengeluarkan
piring-piring, lebih banyak piala lagi dan makanan dari ruang penyimpanan. Harry
ditinggal di meja dengan Sirius dan Mundungus, yang masih berkedip kepadanya
dengan muram. 'Sudah bertemu Figg tua sejak itu?' tanyanya. 'Tidak,' kata Harry. 'Aku belum bertemu siapapun.' 'Lihat, aku sebenarnya tak mau pergi,' kata Mundungus,
sambil mencondongkan badan ke depan, dengan nada memohon dalam suaranya, 'tapi
aku punya peluang bisnis --' Harry merasakan sesuatu menyentuh lututnya dan terkejut,
tetapi itu hanya Crookshanks, kucing Hermione yang berkaki bengkok, yang
melingkarkan dirinya seketika di sekitar kaki Harry, lalu melompat ke
pangkuan Sirius dan bergulung. Sirius menggaruknya dengan melamun di belakang
telinga selagi dia berpaling, masih bermuka suram, kepada Harry. 'Musim panasmu menyenangkan sejauh ini?' 'Tidak, malah menyebalkan,' kata Harry. Untuk pertama kalinya, sesuatu mirip seringai berkelebat
di wajah Sirius. 'Tidak tahu apa yang kau keluhkan, aku ini.' 'Apa?' kata Harry dengan tidak percaya. 'Secara pribadi, aku akan menyambut serangan Dementor.
Pergumulan maut demi jiwaku pastilah akan menghilangkan suasana monoton dengan
baik. Kau kira kau kesusahan, setidaknya kau masih bisa keluar dan ke sekitar,
merenggangkan kakimu, berkelahi sedikit ... aku telah tersangkut di dalam selama
sebulan.' 'Bagaimana bisa?' tanya Harry sambil merengut. 'Karena Kementerian Sihir masih mengejarku, dan Voldermort
sekarang pasti sudah tahu semua tentang aku jadi Animagus, Wormtail pasti sudah
memberitahunya, jadi samaran besarku tidak berguna. Tak banyak yang bisa
kulakukan untuk Order of Phoenix ... atau begitulah yang dirasakan Dumbledore.' Ada sesuatu mengenai nada yang sedikit datar dalam suara
Sirius ketika mengutarakan nama Dumbledore yang memberitahu dirinya bahwa Sirius
juga tidak terlalu senang kepada Kepala Sekolah itu. Harry merasakan aliran
kasih sayang mendadak untuk ayah angkatnya. 'Setidaknya kau tahu apa yang sedang terjadi,' dia berkata
dengan tertahan. 'Oh yeah,' kata Sirius dengan sarkastis. 'Mendengarkan
laporan-laporan Snape, harus menerima semua petunjuk sindirannya bahwa dia di
luar sana mempertaruhkan hidupnya sementara aku duduk bersandar di sini melewati
waktu yang menyenangkan ... bertanya kepadaku bagaimana kelanjutan pembersihan
--' 'Pembersihan apa?' tanya Harry. 'Mencoba menjadikan tempat ini cocok untuk tempat tinggal
manusia,' kata Sirius, sambil melambaikan sebuah tangan ke sekeliling dapur yang
muram itu. 'Tak ada yang tinggal di sini selama sepuluh tahun, tidak sejak ibuku
meninggal, kecuali kau menghitung peri-rumahnya yang tua, dan dia sudah jadi
sinting -- belum pernah membersihkan apapun untuk waktu yang sangat lama.' 'Sirius,' kata Mundungus, yang tampaknya tidak
memperhatikan percakapan itu sedikitpun, tetapi telah memeriksa dengan seksama
sebuah piala kosong. 'Ini perak padat, sobat?' 'Ya,' kata Sirius, sambil mengamatinya dengan tidak suka.
'Perak ukiran goblin abad kelima belas yang terbaik, diberi cap dengan lambang
keluarga Black.' 'Itu 'dah mengemupas,' gumam Mundungus, sambil
menggosoknya dengan lengan bajunya. 'Fred -- George -- JANGAN, BAWA SAJA!' Mrs Weasley
menjerit. Harry, Sirius dan Mundungus memandang berkeliling dan,
dalam sepersekian detik, mereka telah menukik menjauh dari meja. Fred dan George
telah menyihir sekuali besar masakan sup rebusan, sebuah teko besi Butterbeer
dan sebuah papan pemotong roti kayu yang berat, lengkap dengan pisau, meluncur
di udara menuju mereka. Sup rebusan itu tergelincir sepanjang meja dan berhenti
persis sebelum ujung meja, meninggalkan bekas bakar hitam yang panjang di
permukaan kayu; teko Butterbeer jatuh dengan suara keras, menumpahkan isinya ke
mana-mana; pisau roti jatuh dari papan dan mendarat, dengan ujung yang tajam di
bawah dan bergetar tidak menyenangkan, persis di tempat tangan kanan Sirius
berada beberapa detik sebelumnya. 'DEMI TUHAN!' teriak Mrs Weasley. 'TIDAK PERLU ITU -- AKU
SUDAH MUAK -- HANYA KARENA KALIAN DIIZINKAN MENGGUNAKAN SIHIR SEKARANG, KALIAN
TIDAK HARUS MENGELUARKAN TONGKAT KALIAN UNTUK SETIAP HAL KECIL!' 'Kami hanya mencoba menghemat waktu!' kata Fred sambil
bergegas maju untuk mengungkit pisau roti itu dari meja. 'Sori, Sirius, sobat --
tidak bermaksud --' Harry dan Sirius keduanya tertawa; Mundungus, yang telah
terhenyak ke belakang kursinya, sedang meyumpah-nyumpah ketika dia berdiri;
Crookshanks mengeluarkan desisan marah dan lari ke bawah lemari, dari mana mata
kuningnya yang besar bersinar di kegelapan. 'Anak-anak,' Mr Weasley berkata, sambil mengangkat sup
rebusan itu kembali ke tengah meja, 'ibu kalian benar, kalian seharusnya
memperlihatkan rasa tanggung jawab setelah kalian cukup umur sekarang ini --' 'Tidak satupun dari kakak-kakak kalian yang menyebabkan
masalah seperti ini!' Mrs Weasley marah-marah kepada si kembar selagi dia
membanting teko baru Butterbeer ke atas meja. 'Bill tidak merasa perlu
ber-Apparate tiap beberapa kaki! Charlie tidak menyihir semua benda yang dia
jumpai! Percy --' Dia terdiam, sambil terengah-engah dengan tatapan takut
kepada suaminya, yang ekspresinya mendadak kaku. 'Mari makan,' kata Bill dengan cepat. 'Tampaknya lezat, Molly,' kata Lupin, sambil menyendokkan
sup rebusan ke sebuah piring untuknya dan menyerahkannya ke seberang meja. Selama beberapa menit ada keheningan kecuali dentingan
piring-piring dan alat-alat makan dan suara pergeseran kursi selagi semua orang
duduk menghadap makanan mereka. Lalu Mrs Weasley berpaling kepada Sirius. 'Aku telah ingin memberitahumu, Sirius, ada sesuatu yang
terperangkap di dalam meja tulis di ruang duduk, terus saja berderak dan
bergetar. Tentu saja, mungkin cuma sebuah Boggart, tetapi kupikir kita harus
meminta Alastor untuk mengeceknya sebelum kita mengeluarkan benda itu.' 'Apapun yang kau mau,' kata Sirius tanpa minat. 'Gorden-gorden juga penuh dengan Doxy,' Mrs Weasley
meneruskan. 'Kukira kita bisa mencoba dan menangkap mereka besok.' 'Aku sangat menantikannya,' kata Sirius. Harry mendengar
sindiran tajam dalam suaranya, tetapi dia tidak yakin yang lain juga
mendengarnya. Di seberang Harry, Tonks sedang menghibur Hermione dan
Ginny dengan mengubah-ubah hidungnya di antara suapan makanan. Sambil
menegangkan matanya setiap kali dengan ekspresi sakit yang sama dengan yang
telah dilakukannya di kamar tidur Harry dulu, hidungnya membengkak menjadi
tonjolan seperti paruh yang menyerupai hidung Snape, mengerut ke ukuran sebuah
jamur kancing dan lalu tumbuh banyak rambut dari masing-masing lubang hidung.
Tampaknya ini adalah hiburan waktu makan yang biasa, karena Hermione dan Ginny
segera meminta hidung-hidung favorit mereka. 'Lakukan yang satu itu yang seperti moncong babi, Tonks.' Tonks menurut, dan Harry, sewaktu melihat ke atas,
mendapat kesan sekilas bahwa seorang Dudley wanita sedang menyeringai kepadanya
dari seberang meja. Mr Weasley, Bill dan Lupin sedang mebahas goblin dengan
bersemangat. 'Mereka belum akan menyerahkan apa-apa,' kata Bill. 'Aku
masih belum bisa tahu apakah mereka percaya dia sudah kembali atau tidak. Tentu
saja, mereka mungkin lebih suka tidak memihak sama sekali. Menjauh dari
semuanya.' 'Aku yakin mereka tidak akan pernah menyeberang ke
Kau-Tahu-Siapa,' kata Mr Weasley sambil menggelengkan kepalanya. 'Mereka juga
telah kehilangan banyak; ingat keluarga goblin yang dibunuhnya terakhir kali, di
suatu tempat dekat Nottingham?' 'Kukira tergantung apa yang ditawarkan kepada mereka,'
kata Lupin. 'Dan aku tidak berbicara tentang emas. Kalau mereka ditawarkan
kebebasan yang telah kita sangkalkan untuk mereka selama berabad-abad mereka
akan tergoda. Apakah kamu masih belum beruntung dengan Ragnok, Bill?' 'Saat ini dia merasa anti-penyihir,' kata Bill, 'dia masih
belum berhenti marah-marah mengenai urusan Bagman, dia menganggap Kementerian
menutup-nutupi, goblin-goblin itu tidak pernah menerima emas mereka darinya, kau
tahu.' Tawa terbahak-bahak dari tengah meja menenggelamkan
kata-kata Bill yang lainnya. Fred, George, Ron dan Mundungus sedang
berguling-guling di tempat duduk mereka. '... dan kemudian,' Mundungus terbatuk-batuk, air mata
mengalir menuruni wajahnya, 'dan kemudian, kalau kalian percaya, dia berkata
kepadaku, katanya, "Ini, Dung, dari mana kaudapat semua katak itu? Kar'na
sejumlah anak Bludger datang dan mencuri semua milikku!" Dan aku berkata,
"Curi semua katakmu, Will, berikutnya apa? Jadi kalau begitu kau mau
beberapa lagi?" Dan kalau kalian percaya padaku, nak, gargoyle tolol itu
beli semua kataknya sendiri dariku lebih mahal dari yang dibayarnya pertama kali
--' 'Kukira kami tidak perlu mendengar urusan bisnismu
lagi, terima kasih banyak, Mundungus,' kata Mrs Weasley dengan tajam, ketika Ron
merosot maju ke meja, sambil tertawa melolong. 'Maaf, Molly,' kata Mundungus seketika, sambil menyeka
matanya dan berkedip kepada Harry. 'Tapi, kau tahu, awalnya Will mencurinya dari
Warty Harris jadi aku sebenarnya tidak melakukan apa-apa yang salah.' 'Aku tidak tahu di mana kamu belajar mengenai benar dan
salah, Mundungus, tapi kelihatannya kau tidak mengikuti beberapa pelajaran
penting,' kata Mrs Weasley dengan dingin. Fred dan George menyembunyikan wajah mereka dalam piala
Butterbeer mereka; George sambil berdeguk. Untuk alasan tertentu, Mrs Weasley
melayangkan pandangan kejam kepada Sirius sebelum berdiri dan pergi mengambil
onggokan besar puding. Harry memandang berkeliling kepada ayah angkatnya. 'Molly tidak suka pada Mundungus,' kata Sirius dengan
suara rendah. 'Kenapa dia ada dalam Order?' Harry berkata dengan sangat
pelan. 'Dia berguna,' Sirius bergumam. 'Kenal semua bajingan -- well,
pastilah, dia 'kan bajingan juga. Tapi dia juga sangat setia kepada Dumbledore,
yang telah sekali membantunya keluar dari kesulitan. Berguna juga punya orang
seperti Dung di sekitar kita, dia mendengar hal-hal yang tidak kita dengar. Tapi
Molly berpikir mengundangnya makan malam sudah terlalu jauh. Dia belum memaafkan
dia karena berkelit dari tugas ketika dia seharusnya mengekorimu.' Tiga kali tambah puding setelah itu, ban pinggang pada
celana jins Harry sudah terasa ketat dan tidak nyaman lagi (yang menyatakan
sesuatu karena celana jins itu dulunya milik Dudley). Ketika dia meletakkan
sendoknya ada ketenangan percakapan umum: Mr Weasley sedang bersandar di
kursinya, terlihat kenyang dan santai; Tonks sedang menguap lebar-lebar,
hidungnya sekarang sudah kembali ke normal; dan Ginny, yang telah memikat
Crookshanks keluar dari bawah lemari, sedang duduk bersila di atas lantai,
sambil menggulirkan gabus-gabus Butterbeer untuk dikejarnya. 'Hampir waktunya tidur, kukira,' kata Mrs Weasley sambil
menguap. 'Belum lagi, Molly,' kata Sirius sambil mendorong piring
kosongnya dan berpaling kepada Harry. 'Kau tahu, aku terkejut padamu. Kukira hal
pertama yang akan kau lakukan ketika kau sampai di sini adalah mulai menanyakan
pertanyaan-pertanyaan tentang Voldemort.' Suasana dalam ruangan itu berubah dengan kecepatan yang
dipersamakan Harry dengan kedatangan Dementor. Beberapa detik sebelumnya,
suasananya santai mengantuk, sekarang waspada, bahkan tegang. Ketegangan
emosional mengelilingi meja dengan penyebutan nama Voldemort. Lupin, yang baru
saja akan menyesap anggur, menurunkan pialanya dengan pelan dan terlihat
waspada. 'Aku melakukannya!' kata Harry marah. 'Aku bertanya kepada
Ron dan Hermione tetapi mereka berkata bahwa kami tidak diperbolehkan berada
dalam Order jadi --' 'Dan mereka benar juga,' kata Mrs Weasley. 'Kalian terlalu
muda.' Dia sedang duduk tegak dalam kursinya, kepalan tangannya
tercengkeram pada lengan kursinya, semua jejak mengantuk telah hilang. 'Sejak kapan seseorang harus berada dalam Order of Phoenix
untuk bertanya?' tanya Sirius. 'Harry telah terkurung dalam rumah Muggle itu
selama sebulan. Dia punya hak untuk tahu apa yang telah terjadi --' 'Tunggu dulu!' kata George dengan keras. 'Kenapa Harry mendapat jawaban atas pertanyaannya?' kata
Fred dengan marah. 'Kami telah mencoba mengorek hal-hal darimu selama
sebulan dan kami belum memberitahu kami satu hal menyebalkan sekalipun!' kata
George. '"Kalian terlalu muda, kalian tidak ada dalam
Order,"' kata Fred, dengan suara melengking yang terdengar luar biasa
mirip suara ibunya. 'Harry bahkan belum cukup umur!' 'Bukan salahku kalian belum diberitahu apa yang sedang
dikerjakan Order!' kata Sirius dengan tenang, 'itu adalah keputusan orang tua
kalian. Harry, di sisi lain --' 'Bukan kamu yang harus memutuskan apa yang baik untuk
Harry!' kata Mrs Weasley dengan tajam. 'Kukira kamu belum lupa apa yang
dikatakan Dumbledore?' 'Bagian yang mana?' Sirius bertanya dengan sopan, tapi
dengan suasana seorang pria yang bersiap-siap untuk berkelahi. 'Bagian mengenai tidak memberitahu Harry lebih dari yang perlu
diketahui dia,' kata Mrs Weasley sambil menempatkan tekanan berat pada tiga
kata terakhir. Kepala Ron, Hermione, Fred dan George berayun-ayun dari
Sirius ke Mrs Weasley seolah-olah mereka sedang mengikuti pukulan tenis
bertubi-tubi. Ginny sedang berlutut di antara tumpukan gabus Butterbeer yang
terabaikan, sambil menyaksikan percakapan itu dengan mulutnya sedikit terbuka.
Mata Lupin terpaku pada Sirius. 'Aku tidak bermaksud memberitahu dia lebih dari yang
perlu diketahuinya, Molly,' kata Sirius. 'Tapi karena dialah yang
menyaksikan kembalinya Voldemort' (lagi-lagi, apa perasaan ngeri berkelompok
mengelilingi meja dengan penyebutan nama itu) 'dia punya hak lebih dari
kebanyakan --' 'Dia bukan anggota Order of Phoenix!' kata Mrs Weasley.
'Dia baru berumur lima belas tahun dan --' 'Dan dia telah mengatasi sebanyak yang dihadapi sebagian
besar anggota Order,' kata Sirius, 'dan lebih banyak dari beberapa anggota.' 'Tak ada yang menyangkal apa yang telah dia lakukan!' kata
Mrs Weasley, suaranya naik, kepalan tangannya bergetar pada lengan kursinya.
'Tapi dia masih --' 'Dia bukan anak kecil!' kata Sirius dengan tidak sabar. 'Dia juga bukan orang dewasa!' kata Mrs Weasley dengan
pipi merona. 'Dia bukan James, Sirius!' 'Aku tahu dengan jelas siapa dia, terima kasih, Molly,'
kata Sirius dengan dingin. 'Aku tidak yakin kau tahu!' kata Mrs Weasley. 'Terkadang,
caramu berbicara dengannya, seakan-akan kau berpikir kau mendapatkan kembali
teman baikmu!' 'Apa salahnya dengan itu?' kata Harry. 'Apa yang salah, Harry, adalah bahwa kamu bukan
ayahmu, bagaimanapun miripnya kamu dengannya!' kata Mrs Weasley, matanya masih
menatap mata Sirius dalam-dalam. 'Kamu masih sekolah dan orang-orang dewasa yang
bertanggung jawab atas dirimu seharusnya tidak melupakan hal itu!' 'Artinya aku ayah angkat yang tidak bertanggung jawab?'
tuntut Sirius, suaranya naik. 'Artinya kamu telah dikenal bertindak dengan gegabah,
Sirius, yang menyebabkan Dumbledore terus mengingatkanmu untuk tetap di rumah
dan --' 'Kita akan membiarkan instruksiku dari Dumbledore keluar
dari ini, kalau kau berkenan!' kata Sirius dengan keras. 'Arthur!' kata Mrs Weasley sambil berputar kepada
suaminya. 'Arthur, dukung aku!' Mr Weasley tidak segera berbicara. Dia melepaskan
kacamatanya dan membersihkan mereka pelan-pelan pada jubahnya, tanpa memandang
istrinya. Ketika dia memakaikan kembali dengan hati-hati ke hidungnya barulah
dia menjawab. 'Dumbledore tahu kedudukannya telah berubah, Molly. Dia
menerima bahwa Harry pasti harus diberitahu, sampai batas tertentu, sekarang dia
telah tinggal di Markas Besar.' 'Ya, tapi ada perbedaan antara itu dan mengundangnya
bertanya apapun yang disukainya!' 'Secara pribadi,' kata Lupin dengan tenang, sambil
akhirnya membuang muka dari Sirius, selagi Mrs Weasley berpaling kepadanya
dengan cepat, berharap akhirnya dia akan mendapat sekutu, 'kukira lebih baik
Harry mendapatkan fakta-faktanya -- tidak semua fakta, Molly, tapi gambaran
umumnya -- dari kita, daripada versi terputar-balik dari ... yang lain' Ekspresinya tenang, tetapi Harry merasa yakin bahwa Lupin,
setidaknya, tahu bahwa beberapa Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan selamat dari
penyitaan Mrs Weasley. 'Well,' kata Mrs Weasley, sambil bernapas
dalam-dalam dan melihat sekeliling meja untuk mendapat dukungan yang ternyata
tidak datang, 'well ... dapat kulihat pendapatku ditolak. Aku hanya akan
mengatakan ini: Dumbledore pasti punya alasan-alasannya tidak menginginkan Harry
tahu terlalu banyak, dan berbicara sebagai seseorang yang memikirkan kepentingan
terbaik Harry --' 'Dia bukan anakmu,' kata Sirius dengan pelan. 'Dia sudah kuanggap anakku,' kata Mrs Weasley dengan
ganas. 'Siapa lagi yang dimilikinya?' 'Dia punya aku!' 'Ya,' kata Mrs Weasley, bibirnya melengkung, 'masalahnya,
pastilah sulit bagimu menjaganya selama kau terkurung di Azkaban, bukan begitu?' Sirius mulai bangkit dari kursinya. 'Molly, kamu bukan satu-satunya orang di meja ini yang
peduli pada Harry,' kata Lupin dengan tajam. 'Sirius, duduklah.' Bibir bawah Mrs Weasley bergetar. Sirius terbenam kembali
pelan-pelan ke dalam kursinya, wajahnya putih. 'Kukira Harry harus dimintai pendapat mengenai hal ini,'
Lupin melanjutkan, 'dia sudah cukup tua untuk memutuskan bagi dirinya sendiri.' 'Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi,' Harry berkata
seketika. Dia tidak memandang Mrs Weasley. Dia telah tersentuh
dengan apa yang dikatakannya tentang dirinya dianggap anak, tapi dia juga tidak
sabar dengan sikapnya yang terlalu memanjakan. Sirius benar, dia bukan
anak kecil. 'Baiklah,' kata Mrs Weasley, suaranya meletus. 'Ginny --
Ron -- Hermione -- Fred -- George -- aku mau kalian keluar dari dapur ini,
sekarang.' Ada kegaduhan seketika. 'Kami sudah cukup umur!' Fred dan George berteriak
bersama. 'Kalau Harry diizinkan, kenapa aku tidak?' teriak Ron. 'Mum, aku mau dengar!' raung Ginny. 'TIDAK!' teriak Mrs Weasley sambil berdiri, matanya
berkilat-kilat. 'Aku sepenuhnya melarang --' 'Molly, kau tidak bisa menghentikan Fred dan George,' kata
Mr Weasley dengan letih. 'Mereka memang sudah cukup umur.' 'Mereka masih bersekolah.' 'Tapi mereka sekarang secara hukum orang dewasa,' kata Mr
Weasley, dengan suara letih yang sama. Mrs Weasley sekarang wajahnya merah tua. 'Aku -- oh, kalau begitu baiklah, Fred dan George bisa
tinggal, tapi Ron --' 'Lagipula Harry akan memberitahu aku dan Hermione semua
yang kalian katakan!' kata Ron dengan panas. 'Tidak -- tidakkah begitu?' dia
menambahkan dengan tidak yakin, sambil menatap mata Harry. Selama sepersekian detik, Harry berpikir untuk memberitahu
Ron bahwa dia tidak akan memberitahunya satu patah katapun, bahwa dia bisa
mencoba merasakan dikucilkan dan melihat bagaimana dia menyukainya. Tapi
dorongan kejam itu menghilang ketika mereka saling berpandangan. 'Tentu saja aku akan,' kata Harry. Ron dan Hermione tersenyum. 'Baik!' teriak Mrs Weasley. 'Baik! Ginny -- TIDUR!' Ginny tidak pergi dengan tenang. Mereka bisa mendengarnya
marah-marah dan mengamuk kepada ibunya sepanjang perjalanan naik, dan ketika dia
mencapai aula teriakan memekakkan telinga Mrs Black ditambahkan pada hiruk-pikuk
itu. Lupin bergegas ke potret itu untuk mengembalikan ketenangan. Baru setelah
dia kembali, sambil menutup pintu dapur di belakangnya dan mengambil tempat
duduknya di meja lagi, Sirius berbicara. 'OK, Harry .. apa yang ingin kau ketahui?' Harry mengambil napas dalam-dalam dan menanyakan
pertanyaan yang telah membuatnya terobsesi selama satu bulan terakhir ini. 'Di mana Voldemort?' dia berkata, sambil mengabaikan
kengerian dan kerenyitan saat penyebutan nama itu. 'Apa yang sedang dia lakukan?
Aku telah berusaha menonton berita Muggle, dan belum ada apapun yang tampak
seperti dia, tak ada kematian yang aneh atau apapun.' 'Itu karena memang belum ada kematian yang aneh,' kata
Sirius, 'tidak sejauh yang kami tahu, bagaimanapun ... dan kami tahu cukup
banyak.' 'Labih dari yang dia kira kami tahu,' kata Lupin. 'Mengapa dia berhenti membunuhi orang-orang?' Harry
bertanya. Dia tahu Voldemort telah membunuh lebih dari sekali pada tahun lalu
saja. 'Karena dia tidak ingin menarik perhatian pada dirinya,'
kata Sirius. 'Akan berbahaya baginya. Kembalinya dia tidak berjalan seperti yang
diinginkannya, kau tahu. Dia mengacaukannya.' 'Atau lebih tepatnya, kau mengacaukan baginya,' kata Lupin
dengan senyum puas. 'Bagaimana?' Harry bertanya, bingung. 'Kau tidak seharusnya selamat!' kata Sirius. 'Seharusnya
tak seorangpun kecuali para Pelahap Mautnya tahu bahwa dia telah kembali. Tapi
kau selamat untuk menjadi saksi.' 'Dan orang terakhir yang ingin dibuatnya siap siaga atas
kembalinya pada saat dia kembali adalah Dumbledore,' kata Lupin. 'Dan kau
meyakinkan bahwa Dumbledore tahu seketika.' 'Bagaimana hal itu bisa membantu?' Harry bertanya. 'Apakah kau bercanda?' kata Bill dengan tidak percaya.
'Dumbledore adalah satu-satunya orang yang pernah ditakuti Kau-Tahu-Siapa!' 'Berkat dirimu, Dumbledore bisa memanggil kembali Order of
Phoenix sekitar satu jam setelah Voldemort kembali,' kata Sirius. 'Jadi, apa yang sedang dikerjakan Order?' kata Harry,
sambil melihat sekeliling kepada mereka semua. 'Bekerja sekeras yang kami bisa untuk meyakinkan bahwa
Voldemort tidak bisa menjalankan rencana-rencananya,' kata Sirius. 'Bagaimana kalian tahu apa rencana-rencananya?' Harry
bertanya dengan cepat. 'Dumbledore punya ide cerdas,' kata Lupin, 'dan ide-ide
cerdas Dumbledore biasanya terbukti akurat.' 'Jadi apa yang dikira Dumbledore sedang dia rencanakan?' 'Well, pertama-tama, dia ingin membangun laskarnya
lagi,' kata Sirius. 'Dulu dia punya sejumlah besar yang menuruti perintahnya:
para penyihir wanita dan pria yang telah diancamnya atau disihirnya untuk
mengikuti dia, para Pelahap Mautnya yang setia, beraneka ragam makhluk Hitam.
Kau mendengar dia merencanakan untuk merekrut para raksasa; well, mereka
hanya salah satu kelompok yang dia kejar. Dia jelas tidak akan mencoba
menghabisi Menteri Sihir hanya dengan selusin Pelahap Maut.' 'Jadi kalian mencoba menghentikannya mendapat lebih banyak
pengikut?' 'Kami mencoba sebaik mungkin,' kata Lupin. 'Bagaimana caranya?' 'Well, yang terutama adalah mencoba meyakinkan
sebanyak orang mungkin bahwa Kau-Tahu-Siapa benar-benar telah kembali, untuk
membuat mereka berjaga-jaga,' kata Bill. 'Walau terbukti sangat sulit.' 'Mengapa?' 'Karena sikap Kementerian,' kata Tonks. 'Kau bertemu
Cornelius Fudge setelah Kau-Tahu-Siapa kembali, Harry. Well, dia belum
mengubah posisinya sama sekali. Dia benar-benar menolak untuk percaya hal itu
terjadi.' 'Tapi mengapa?' kata Harry dengan putus asa. 'Mengapa dia
begitu bodoh? Kalau Dumbledore --' 'Ah, well, kau telah menunjuk ke masalahnya,' kata
Mr Weasley dengan senyum masam. 'Dumbledore.' 'Fudge takut pada dirinya, kau tahu,' kata Tonks dengan
sedih. 'Takut kepada Dumbledore?' kata Harry tidak percaya. 'Takut apa yang sedang dilakukannya,' kata Mr Weasley.
'Fudge mengira Dumbledore sedang membuat rencana untuk menjatuhkannya. Dia
mengira Dumbledore ingin menjadi Menteri Sihir.' 'Tapi Dumbledore tidak ingin --' 'Tentu saja tidak,' kata Mr Weasley. 'Dia tidak pernah mau
pekerjaan Menteri itu, walaupun banyak orang menginginkan dia mengambilnya
ketika Millicent Bagnold pensiun. Alih-alih, Fudge yang mendapat kekuasaan, tapi
dia tidak pernah benar-benar lupa betapa banyak dukungan publik yang dimiliki
Dumbledore, walaupun Dumbledore tidak pernah melamar pekerjaan itu.' 'Jauh di lubuk hatinya, Fudge tahu Dumbledore jauh lebih
pandai darinya, penyihir yang jauh lebih kuat, dan pada masa-masa awalnya di
Kementerian dia selalu bertanya kepada Dumbledore untuk mendapat bantuan dan
nasehat,' kata Lupin. 'Tapi kelihatannya dia telah mabuk kekuasaan, dan jauh
lebih percaya diri. Dia suka menjadi Menteri Sihir dan dia mampu meyakinkan
dirinya sendiri bahwa dialah yang pandai dan Dumbledore hanya membuat masalah.' 'Bagaimana dia bisa berpikir begitu?' kata Harry dengan
marah. 'Bagaimana dia bisa mengira Dumbledore hanya mengada-ada -- bahwa aku
mengada-ada?' 'Karena menerima bahwa Voldemort telah kembali akan
berarti masalah yang belum pernah dihadapi Kementerian selama hampir empat belas
tahun,' kata Sirius dengan getir. 'Fudge hanya tidak bisa membuat dirinya
menghadapi hal itu. Jauh lebih nyaman meyakinkan diri sendiri bahwa Dumbledore
sedang berbohong untuk membuatnya goyah.' 'Kau lihat masalahnya,' kata Lupin. 'Selagi Kementerian
bersikeras bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dari Voldemort sulit meyakinkan
orang-orang bahwa dia telah kembali, terutama karena mereka sejak awal tidak
ingin mempercayainya. Terlebih lagi, Kementerian sangat mengandalkan Daily
Prophet untuk melaporkan apa yang mereka sebut jual-rumor oleh Dumbledore,
jadi kebanyakan komunitas penyihir sepenuhnya tidak menyadari apapun yang sedang
terjadi, dan itu membuat mereka jadi target mudah bagi para Pelahap Maut kalau
mereka menggunakan Kutukan Imperius.' 'Tapi kalian sedang memberitahu orang-orang, bukan?' kata
Harry sambil melihat berkeliling kepada Mr Weasley, Sirius, Bill, Mundungus,
Lupin dan Tonks. 'Kalian membiarkan orang-orang tahu dia sudah kembali?' Mereka semua tersenyum tanpa merasa lucu. 'Well, karena semua orang mengira aku pembunuh
masal gila dan Kementerian memberi harga sepuluh ribu Galleon untuk kepalaku,
aku hampir tidak bisa berjalan menyusuri jalan dan mulai membagi-bagikan
selebaran, benar 'kan?'
'Dan aku bukan tamu makan malam yang sangat populer dengan kebanyakan komunitas penyihir,' kata Lupin. 'Sudah resiko pekerjaan menjadi seorang manusia serigala.'
'Tonks dan Arthur akan kehilangan pekerjaan mereka di Kementerian kalau mereka mulai berbicara yang bukan-bukan,' kata Sirius, 'dan penting sekali bagi kami untuk punya mata-mata di Kementerian, karena kau bisa bertaruh Voldemort pasti punya.'
'Walau begitu, kami berhasil meyakinkan beberapa orang,' kata Mr Weasley. 'Tonks di sini ini -- contohnya -- dia terlalu muda untuk berada dalam Order of Phoenix yang dulu, dan memiliki Auror di sisi kita adalah keuntungan besar -- Kingsley Shacklebolt juga telah menjadi aset nyata; dia bertanggung jawab atas perburuan Sirius, jadi dia telah memberikan Kementerian informasi bahwa Sirius ada di Tibet.'
'Tapi kalau tidak satupun dari kalian menyebarkan berita bahwa Voldemort sudah kembali --' Harry mulai.
'Siapa bilang tidak satupun dari kami menyebarkan berita?' kata Sirius. 'Kaukira mengapa Dumbledore terlibat masalah?'
'Apa maksudmu?' Harry bertanya.
'Mereka mencoba mendiskreditkan dia,' kata Lupin. 'Tidakkah kau baca Daily Prophet minggu lalu? Mereka melaporkan bahwa dia telah dikeluarkan dari Ketua Konfederaasi Penyihir Internasional karena dia mulai tua dan kehilangan kendali, tapi itu tidak benar; dia dikeluarkan oleh para penyihir Kementerian setelah dia berpidato mengumumkan kembalinya Voldemort. Mereka menurunkannya dari Kepala Penyihir di Wizengamot -- itu Mahkamah Tinggi Penyihir -- dan mereka mengatakan juga akan mengambil Order of Merlin, Kelas Pertamanya.'
'Tapi Dumbledore berkata dia tidak peduli apa yang mereka lakukan selama mereka tidak mengenyahkannya dari Kartu-Kartu Cokelat Kodok,' kata Bill sambil menyeringai.
'Itu bukan hal untuk ditertawakan,' kata Mr Weasley dengan tajam. 'Kalau dia terus melawan Kementerian seperti ini dia bisa berakhir di Azkaban, dan hal terakhir yang kita mau adalah Dumbleldore terkurung. Selagi Kau-Tahu-Siapa tahu Dumbledore ada di luar sana dan tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya dia akan terus hati-hati. Kalau Dumbledore tak lagi jadi penghalang -- well, Kau-Tahu-Siapa akan punya jalan yang bebas rintangan.'
'Tapi kalau Voldemort sedang berusaha merekrut lebih banyak Pelahap Maut pasti akan bocor kalau dia sudah kembali, bukankah begitu?' tanya Harry dengan putus asa.
'Voldemort tidak berbaris ke rumah-rumah orang dan menggedor-gedor pintu depan mereka, Harry,' kata Sirius. 'Dia menggunakan tipuan, kutukan dan pemerasan pada mereka. Dia sangat terlatih untuk beroperasi secara rahasia. Lagipula, mengumpulkan pengikut hanya salah satu hal yang diminatinya. Dia juga punya rencana-rencana lain, rencana-rencana yang dapat dijalankannya dengan sangat diam-diam, dan dia sedang berkonsentrasi pada hal itu pada saat ini.'
'Apa yang sedang dia kejar selain para pengikut?' Harry bertanya dengan cepat. Dia mengira melihat Sirius dan Lupin saling berpandangan sekilas sebelum Sirius menjawab.
'Benda yang hanya bisa dia peroleh secara sembunyi-sembunyi.'
Ketika Harry masih tampak bingung, Sirius berkata, 'Seperti sebuah senjata. Sesuatu yang tidak dimilikinya dulu.'
'Sewaktu dia berkuasa dulu?'
'Ya.'
'Seperti sejenis senjata?' kata Harry. 'Sesuatu yang lebih buruk dari Avada Kedavra --?'
'Sudah cukup!'
Mrs Weasley berbicara melalui bayangan di samping pintu. Harry tidak memperhatikan kembalinya dia dari membawa Ginny naik. Lengannya bersilang dan dia tampak marah besar.
'Aku mau kalian ke tempat tidur sekarang. Kalian semua,' dia menambahkan sambil melihat berkeliling kepada Fred, George, Ron dan Hermione.
'Ibu tidak bisa menyuruh-nyuruh kami --' Fred mulai.
'Lihat saja,' gertak Mrs Weasley. Dia sedikit gemetaran ketika dia memandang Sirius. 'Kau telah memberi Harry banyak informasi. Lebih banyak lagi dan kau sekalian saja langsung memasukkannya ke dalam Order.'
'Kenapa tidak?' kata Harry dengan cepat. 'Aku akan bergabung, aku ingin bergabung, aku mau bertarung.'
'Tidak.'
Bukan Mrs Weasley yang berkata kali ini, tetapi Lupin.
'Order hanya terdiri atas penyihir-penyihir yang sudah cukup umur,' katanya. 'Penyihir-penyihir yang telah meninggalkan sekolah,' dia menambahkan, ketika Fred dan George membuka mulut mereka. 'Ada bahaya-bahaya yang dilibatkan yang tidak akan pernah kalian pikirkan, satupun dari kalian ... kukira Molly benar, Sirius. Kita telah berkata cukup.'
Sirius setengah mengangkat bahu tetapi tidak berdebat. Mrs Weasley memberi isyarat dengan memerintah kepada anak-anaknya dan Hermione. Satu per satu dari mereka berdir dan Harry, mengenali kekalahannya, mengikuti mereka.
-- BAB ENAM --
Rumah Black yang Mulia dan Paling Kuno
Mrs Weasley mengikuti mereka ke atas sambil terlihat
muram.
'Aku mau kalian semua langung tidur, tak ada
bincang-bincang,' dia berkata ketika mereka mencapai puncak tangga yang
pertama,'kita punya hari yang sibuk besok. Kurasa Ginny sedang tertidur,' dia
menambahkan kepada Hermione, 'jadi cobalah tidak membangunkannya.'
'Tertidur, yeah, benar,' kata Fred dengan nada rendah,
setelah Hermione memberi mereka selamat malam dan mereka sedang naik ke lantai
berikutnya. 'Kalau Ginny tidak sedang terbaring bangun sambil menunggu Hermione
menceritakan kepadanya semuau yang mereka katakan di bawah maka aku seekor
Flobberworm ...'
'Baiklah, Ron, Harry,' kata Mrs Weasley di puncak tangga
kedua, sambil menunjukkan mereka ke kamar tidur mereka. 'Tidurlah kalian
berdua.'
'Malam,' Harry dan Ron berkata kepada si kembar.
'Tidur yang nyenyak,' kata Fred sambil mengedip.
Mrs Weasley menutup pintu di belakang Harry dengan bunyi
keras. Kamar itu terlihat, kalaupun bisa, bahkan lebih lembab dan lebih suram
daripada pandangan pertama tadi. Lukisan kosong di dinding sekarang sedang
bernapas pelan-pelan dan dalam-dalam, seakan-akan penghuninya yang tidak tampak
sedang tertidur. Harry memakai piyamanya, melepaskan kacamatanya dan memanjat ke
atas tempat tidurnya yang dingin sementara Ron melemparkan Owl Treat ke
puncak lemari pakaian untuk menenangkan Hedwig dan Pigwidgeon, yang sedang
bergerak ke sana ke mari dengan berisik dan mengibas-ngibaskan sayap mereka
dengan gelisah.
'Kita tidak bisa membiarkan mereka keluar berburu setiap
malam,' Ron menjelaskan selagi dia memakai piyama merah marunnya. 'Dumbledore
tidak ingin terlalu banyak burung hantu berkeliaran di sekitar alun-alun ini,
dipikirnya itu akan terlihat mencurigakan. Oh yeah ... aku lupa ...'
Dia menyeberangi ruangan dan menguncinya.
'Kenapa kau lakukan itu?'
'Kreacher,' kata Ron sambil memadamkan lampu. 'Malam
pertama aku di sini dia datang keluyuran ke sini pukul tiga pagi. Percayalah,
kau takkan mau terbangun dan menemukannya berkeliaran di dalam kamarmu. Lagipula
...' dia naik ke tempat tidurnya, masuk ke bawah selimutnya dan berpaling kepada
Harry dalam kegelapan; Harry bisa melihat garis tubuhnya dalam cahaya bulan yang
merembes masuk dari jendela yang kusam, 'bagaimana menurutmu?'
Harry tidak perlu bertanya apa yang dimaksud Ron.
'Well, mereka tidak memberitahu kita banyak yang
belum kita tebak, bukan begitu?' dia berkata sambil memikirkan semua yang telah
diperbincangkan di bawah. 'Maksudku, semua yang mereka katakan hanyalah bahwa
Order sedang mencoba menghentikan orang-orang bergabung dengan Vol--'
Ada suara napas tajam dari Ron.
'--demort,' kata Harry dengan tegas. 'Kapan kau
akan mulai menggunakan namanya? Sirius dan Lupin begitu.'
Ron mengabaikan komentar terakhir itu.
'Yeah, kau benar,' katanya, 'kita sudah tahu hampir semua
yang mereka beritahukan kepada kita, dari penggunaan Telinga
Yang-Dapat-Dipanjangkan. Satu-satunya yang baru adalah --'
Crack.
'ADUH!'
'Rendahkan suaramu, Ron, atau Mum akan kembali ke sini.'
'Kalian berdua baru saja ber-Apparate ke atas lututku!'
'Yeah, well, lebih sulit melakukannya dalam gelap.'
Harry melihat garis samar Fred dan George melompat turun
dari tempat tidur Ron. Ada deritan per tempat tidur dan kasur Harry turun
beberapa inci ketika George duduk dekat kakinya.
'Jadi, sudah sampai di sana?' kata George dengan
bersemangat.
'Senjata yang disebut Sirius?' kata Harry.
'Lebih tepatnya, tercetus,' kata Fred dengan seenak
hatinya, sekarang dia duduk di sebelah Ron. 'Kami tidak mendengar mengenai itu
pada Telinga, benar 'kan?'
'Menurut kalian apa itu?' kata Harry.
'Bisa apapun,' kata Fred.
'Tapi tidak ada yang lebih buruk daripada Kutukan Avada
Kedavra, benar 'kan?' kata Ron. 'Apa yang lebih buruk dari kematian?'
'Mungkin sesuatu yang dapat membunuh banyak orang
seketika,' usul George.
'Mungkin suatu cara membunuh orang yang benar-benar
menyakitkan,' kata Ron dengan takut.
'Dia punya Kutukan Cruciatus untuk menimbulkan rasa
sakit,' kata Harry, 'dia tidak butuh apapun yang lebih efisien daripada itu.'
Ada keheningan sejenak dan Harry tahu bahwa yang lainnya,
seperti dirinya, sedang mengira-ngira kengerian apa yang dapat disebabkan oleh
senjata ini.
'Jadi, menurutmu siapa yang memilikinya sekarang?' tanya
George.
'Kuharap dari sisi kita,' kata Ron, terdengar sedikit
gugup.
'Kalau benar, Dumbledore mungkin sedang menyimpannya,'
kata Fred.
'Di mana?' kata Ron dengan cepat. 'Hogwarts?'
'Pasti di sana!' kata George. 'Di sanalah dia
menyembunyikan Batu Bertuah.'
'Akan tetapi, sebuah senjata akan jauh lebih besar
daripada Batu itu!' kata Ron.
'Belum tentu!' kata Fred.
'Yeah, ukuran bukan jaminan kekuatan,' kata George. 'Lihat
saja Ginny.'
'Apa maksudmu?' kata Harry.
'Kau belum pernah menerima salah satu Guna-Guna Hantu
Kelelawarnya, 'kan?'
'Shhh!' kataFred, setengah bangkit dari tempat
tidur. 'Dengar!'
Mereka terdiam. Langkah-langkah kaki datang menaiki
tangga.
'Mum,' kata George dan tanpa penundaan lagi ada suara crack
keras dan Harry merasakan berat menghilang dari ujung tempat tidurnya. Beberapa
detik kemudian, mereka mendengar papan lantai menderit di luar pintu mereka; Mrs
Weasley jelas sedang mendengarkan untuk memeriksa apakah mereka sedang
berbicara.
Hedwig dan Pigwidgeon beruhu dengan muram. Papan lantai
berderit lagi dan mereka mendengarnya menuju lantai atas untuk mengecek Fred dan
George.
'Dia tidak mempercayai kami semua, kau tahu,' kata Ron
dengan menyesal.
Harry yakin dia tidak akan bisa tertidur; malam itu begitu
penuh hal-hal untuk dipikirkan sehingga dia sepenuhnya berharap akan terbaring
bangun selama beberapa jam sambil memikirkan semuanya. Dia ingin terus
berbincang dengan Ron, tapi Mrs Weasley sekarang sedang berderit ke bawah lagi,
dan segera setelah dia pergi Harry mendengar dengan jelas yang lainnya sedang
menuju ke atas ... bahkan, makhluk berkaki banyak sedang berlari dengan lembut
ke atas dan ke bawah di luar pintu kamar tidur, dan Hagrid si guru Pemeliharaan
Satwa Gaib sedang berkata, 'Mereka indah, bukankah begitu, eh, Harry? Kita
akan mempelajari senjata-senjata pada semester ini ...' dan Harry melihat
bahwa makhluk-makhluk itu berkepala meriam dan sedang berputar untuk
menghadapnya ... dia menunduk ...
Hal berikutnya yang dia tahu, dia tergulung menjadi bola
hangat di bawah pakaian tidurnya dan suara keras George mengisi kamar itu.
'Mum bilang bangun, sarapan kalian ada di dapur dan
kemudian dia perlu kalian di ruang duduk, ada lebih banyak Doxy daripada yang
dikiranya dan dia menemukan sarang Puffskein mati di bawah sofa.'
Setengah jam kemudian Harry dan Ron, yang telah berpakaian
dan makan pagi dengan cepat, memasuki ruang duduk, sebuah ruangan panjang
berlangit-langit tinggi di lantai pertama dengan dinding-dinding hijau zaitun
yang ditutupi permadani-permadani dinding yang kotor. Karpet mengeluarkan awan
debu kecil setiap kali seseorang menaruh kaki di atasnya dan tirai-tirai beludru
panjang berwarna hijau lumut berdengung seakan-akan dipenuhi lebah-lebah yang
tidak tampak. Di sekitar tirai-tirai inilah Mrs Weasley, Hermione, Ginny, Fred
dan George berkumpul, semuanya tampak aneh karena memakai sepotong kain yang
diikatkan menutupi hidung dan mulut mereka. Masing-masing sedang memegang sebuah
botol besar dengan mulut pipa di ujungnya yang berisi cairan hitam.
'Tutupi wajah kalian dan ambil penyemprot,' Mrs Weasley
berkata kepada Harry dan Ron saat dia melihat mereka, sambil menunjuk kepada dua
lagi botol cairan hitam yang terletak di sebuah meja berkaki kurus panjang. 'Itu
Doxycide. Aku belum pernah melihat hama separah ini -- apa yang telah
dilakukan peri-rumah itu selama sepuluh tahun belakangan ini --'
Wajah Hermione setengah tertutupi oleh sebuah tudung teh
tetapi Harry dengan jelas melihatnya memberi Mrs Weasley pandangan mencela.
'Kreacher sangat tua, dia mungkin tidak bisa --'
'Kau akan terkejut apa yang bisa dilakukan Kreacher kalau
dia mau, Hermione,' kata Sirius, yang baru saja memasuki ruangan itu sambil
membawa sebuah kantong bernoda darah yang tampaknya berisi tikus-tikus mati.
'Aku baru saja memberi makan Buckbeak,' dia menambahkan, sebagai jawaban atas
pandangan bertanya Harry. 'Aku memeliharanya di atas di kamar tidur ibuku.
Bagaimanapun ... meja tulis ini ...'
Dia menjatuhkan kantong berisi tikus itu ke sebuah kursi
berlengan, lalu membungkuk untuk memeriksa lemari terkunsi yang, Harry sekarang
memperhatikan untuk pertama kalinya, sedang bergetar sedikit.
'Well, Molly, aku cukup yakin ini Boggart,' kata
Sirius, sambil mengintip lewat lubang kunci, 'tapi mungkin kita harus membiarkan
Mad-Eye memeriksanya sejenak sebelum kita mengeluarkannya -- kalau kenal ibuku,
bisa saja sesuatu yang jauh lebih buruk.'
'Benar katamu, Sirius,' kata Mrs Weasley.
Mereka berdua berbicara dengan suara sopan dan ringan yang
memberitahu Harry dengan jelas bahwa keduanya belum melupakan perseteruan malam
sebelumnya.
Sebuah suara deringan yang keras datang dari bawah,
diikuti segera oleh hiruk pikuk jeritan dan raungan yang dipicu malam sebelumnya
oleh Tonks yang menjatuhkan tempat payung.
'Aku terus memberitahu mereka jangan membunyikan bel
pintu!' kata Sirius dengan putus asa, sambil bergegas keluar ruangan. Mereka
mendengarnya berderap menuruni tangga selagi pekikan Mrs Black menggema ke
seluruh rumah sekali lagi:
'Noda-noda aib, keturunan campuran yang kotor,
pengkhianat darah, anak-anak sampah ...'
'Tolong tutup pintunya, Harry,' kata Mrs Weasley.
Harry mengambil waktu selama yang dia bisa untuk menutup
pintu ruang duduk itu; dia ingin mendengar apa yang sedang berlangsung di bawah.
Sirius jelas telah berhasil menutup tirai menutupi potret ibunya karena dia
telah berhenti menjerit. Dia mendengar Sirius berjalan sepanjang aula, lalu
gemerincing rantai di pintu depan, dan kemudian sebuah suara dalam yang dia
kenali sebagai Kingsley Shacklebolt yang sedang berkata, 'Hestia baru saja
menggantikanku, jadi dia pegang Jubah Moody sekarang, kukira aku akan
meninggalkan laporan untuk Dumbledore ...'
Merasakan mata Mrs Weasley di belakang kepalanya, Harry
menutup pintu ruang duduk dengan perasaan menyesal dan bergabung kembali ke
pesta Doxy.
Mrs Weasley sedang membungkuk untuk memeriksa halaman
mengenai Doxy dalam Penuntun Hama Rumah Tangga Gilderoy Lockhart, yang
tergeletak terbuka di sofa.
'Benar, kalian semua, kalian harus berhati-hati, karena
Doxy menggigit dan gigi-gigi mereka beracun. Aku punya sebotol penawar di sini,
tapi aku lebih suka kalau tidak ada yang membutuhkannya.'
Dia bangkit, menempatkan dirinya di depan gorden dan
memberi isyarat kepada mereka untuk maju.
'Sewaktu kusuruh, segera mulai menyemprot,' katanya.
'Mereka akan terbang mendatangi kita, kukira, tapi di penyemprot ini dikatakan
satu percikan yang jitu akan melumpuhkan mereka. Ketika mereka lumpuh, lemparkan
saja ke dalam ember ini.'
Dia melangkah dengan hati-hati keluar dari garis
penembakan mereka, dan mengangkat alat penyemprotnya sendiri.
'Baiklah -- semprot!'
Harry baru saja menyemprot selama beberapa detik ketika
seekor Doxy dewasa datang membumbung keluar dari lipatan bahan, sayapnya yang
berkilat seperti kumbang berdesing, gigi-gigi kecil yang setajam jarum tampak
jelas, tubuhnya yang seperti peri ditutupi oleh rambut hitam tebal dan keempat
tinjunya yang kecil mengepal karena marah. Harry mengenainya di bagian muka
dengan Doxycide. Dia membeku di udara dan terjatuh, dengan suara thunk
yang keras, ke karpet usang di bawah. Harry memungutnya dan melemparkannya ke
dalam ember.
'Fred, apa yang kau lakukan?' kata Mrs Weasley dengan
tajam. 'Semprot seketika dan buang itu!'
Harry memandang ke sekitar. Fred sedang memegang seekor
Doxy yang melawan di antara jari telunjuk dan jempolnya.
'Baiklah,' Fred berkata dengan cerah, sambil menyemprot
Doxy itu dengan cepat di bagian muka sehingga dia pingsan, tetapi begitu
punggung Mrs Weasley dibalikkan dia mengantonginya dengan sebuah kedipan.
'Kami ingin bereksperimen dengan bisa Doxy untuk Kotak
Makanan Pembolos kami,' George memberitahu Harry dengan suara rendah.
Sambil menyemprot dua Doxy dengan sekali semprot ketika
mereka membumbung langsung ke hidungnya, Harry bergerak lebih dekat ke George
dan bergumam dari sudut mulutnya, 'Apa itu Kotak Makanan Pembolos?'
'Pilihan permen untuk membuatmu sakit,' George berbisik,
sambil memandang punggung Mrs Weasley dengan waspada. 'Bukan benar-benar sakit,
tahu, hanya cukup sakit untuk keluar dari kelas kalau kau mau. Fred dan aku
telah mengembangkannya sepanjang musim panas ini. Permen-permen itu berujung
ganda, diberi kode warna dan bisa dikunyah. Kalau kau makan bagian yang jingga
dari Pastilles Muntah, kau akan muntah. Saat kau telah didorong keluar dari
pelajaran ke sayap rumah sakit, kau telan bagian yang ungu --'
'"-- yang memulihkan kesehatanmu, memungkinkanmu
mengejar kegiatan luang pilihanmu sendiri selama satu jam yang seharusnya
terbuang untuk kebosanan yang tidak menguntungkan." Itu yang kami taruh di
iklannya.' bisik Fred, yang telah menepi dari pandangan Mrs Weasley dan sekarang
sedang menyapu beberapa Doxy dari lantai dan menambahkan mereka ke dalam
kantongnya. 'Tapi mereka masih perlu sedikit kerja. Saat ini para penguji kami
masih mengalami kesulitan menghentikan diri mereka muntah cukup lama untuk
menelan ujung ungu.'
'Para penguji?'
'Kami sendiri,' kata Fred. 'Kami memakainya bergantian.
George makan Manisan Pingsan -- kami berdua mencoba Gula-Gula Mimisan --'
'Mum mengira kami habis berduel,' kata George.
'Kalau begitu, toko leluconnya masih jalan?' Harry
bergumam, sambil berpura-pura menyesuaikan ujung penyemprot pada semprotannya.
'Well, kami masih belum berkesempatan untuk
mendapatkan tempat usaha,' kata Fred, sambil menurunkan suaranya lebih rendah
lagi ketika Mrs Weasley menyeka alis dengan scarfnya sebelum melanjutkan
penyerangan, 'jadi saat ini kami menjalankannya sebagai usaha pesanan lewat pos.
Kami menaruh iklan di Daily Prophet minggu lalu.'
'Semuanya berkat kau, sobat,' kata George. 'Tapi jangan
kuatir ... Mum tidak tahu sedikitpun. Dia tidak membaca Daily Prophet
lagi, kar'na menceritakan berita-berita bohong mengenaimu dan Dumbledore.'
Harry nyengir. Dia telah memaksa si kembar Weasley
mengambil hadiah uang seribu Galleon yang telah dimenangkannya dalam Turnamen
Triwizard untuk membantu mereka mewujudkan ambisi mereka untuk membuka sebuah
toko lelucon, tetapi dia masih senang mengetahui bahwa bagiannya dalam memajukan
rencana mereka belum diketahui oleh Mrs Weasley. Dia tidak berpikir menjalankan
sebuah toko lelucon merupakan karir yang pantas bagi dua anaknya.
Penghilangan Doxy dari tirai-tirai berlangsung sepanjang
pagi itu. Sudah lewat tengah hari ketika Mrs Weasley akhirnya melepaskan scarf
pelindungnya, terhenyak ke kursi berlengan dan melompat bangkit lagi dengan
jeritan jijik, karena telah menduduki sekantong tikus mati. Tirai-tirai tidak
lagi berdesing; mereka bergantung lemas dan lembab dari penyemprotan
habis-habisan. Di kaki mereka terletak Doxy-Doxy tidak sadar yang terjejal di
dalam ember di samping semangkok telur hitam mereka, yang sedang diendusi
Crookshanks dan Fred dan George sedang saling memandang dengan pandangan tamak.
'Kukira kita akan mengerjakan yang itu sehabis
makan siang,' Mrs Weasley menunjuk kepada lemari-lemari berpintu kaca yang
berdebu yang terletak di kedua sisi rak perapian. Lemari-lemari itu penuh dengan
aneka benda aneh; pilihan belati berkarat, cakar, kulit ular yang bergulung,
sejumlah kotak perak pudar yang diberi tulisan dalam bahasa yang tidak dapat
dimengerti Harry dan, yang paling tidak menyenangkan dari semuanya, sebuah botol
kristal berhias dengan sebuah batu opal besar yang ditempatkan pada penutupnya,
penuh dengan apa yang Harry yakini sebagai darah.
Bel pintu yang berkelontang berbunyi lagi. Semua orang
memandang kepada Mrs Weasley.
'Tetap di sini,' dia berkata dengan tegas, sambil
menyambar kantong tikus itu selagi pekikan Mrs Black mulai lagi di bawah. 'Aku
akan membawakan beberapa roti isi.'
Dia meninggalkan ruangan, menutup pintu dengan hati-hati
di belakangnya. Seketika, semua orang menyerbu ke jendela untuk melihat ke bawah
ke ambang pintu. Mereka bisa melihat puncak dari sebuah kepala merah kekuningan
yang tidak terurus dan setumpuk kuali yang keseimbangannya sangat genting.
'Mundungus!' kata Hermione. 'Untuk apa dia membawa
kuali-kuali itu?'
'Mungkin mencari tempat yang aman untuk menyimpannya,'
kata Harry. 'Bukankah itu yang dia lakukan pada malam dia seharusnya
mengekoriku? Mengambil kuali-kuali itu?'
'Yeah, kau benar!' kata Fred, ketika pintu depan terbuka;
Mundungus menyeret kuali-kualinya melalui pintu dan menghilang dari pandangan.
'Ya ampun, Mum tidak akan menyukainya ...'
Dia dan George menyeberang ke pintu dan berdiri di
sampingnya, sambil mendengarkan dengan seksama. Jeritan Mrs Black telah
berhenti.
'Mundungus sedang berbicara dengan Sirius dan Kingsley,'
Fred bergumam, sambil merengut penuh konsntrasi. 'Tidak bisa dengar dengan jelas
... menurutmu kita bisa mengambil resiko dengan Telinga
Yang-Dapat-Dipanjangkan?'
'Mungkin berharga,' kata George. 'Aku bisa menyelinap ke
atas dan mengambil sepasang --'
Tetapi pada saat itu juga ada suara ledakan dari bawah
yang membuat Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan tidak diperlukan lagi. Mereka semua
dapat mendengar dengan jelas apa yang sedang diteriakkan Mrs Weasley pada puncak
suaranya.
'KITA TIDAK MENJALANKAN RUMAH PERSEMBUNYIAN UNTUK
BARANG-BARANG CURIAN!'
'Aku suka mendengar Mum berteriak kepada orang lain,' kata
Fred, dengan senyum kepuasan di wajahnya ketika dia membuka pintu sekitar satu
inci untuk membiarkan suara Mrs Weasley memasuki ruangan itu dengan lebih baik,
'benar-benar perubahan yang sangat baik.'
'-- BENAR-BENAR TIDAK BERTANGGUNG JAWAB, SEAKAN-AKAN KITA
BELUM PUNYA CUKUP MASALAH UNTUK DIKHAWATIRKAN TANPA KAMU MENYERET KUALI-KUALI
CURIAN KE DALAM RUMAH --'
'Para idiot itu membiarkannya berlarut-larut,' kata
George, sambil menggelengkan kepalanya. 'Kau harus mengalihkannya dari awal
kalau tidak dia akan menambah kekuatan dan berteriak terus selama berjam-jam.
Dan dia sudah sangat ingin memarahi Mundungus sejak dia menyelinap pergi sewaktu
seharusnya mengikutimu, Harry -- dan ibunya Sirius mulai lagi --'
Suara Mrs Weasley tertelan oleh jeritan dan pekikan baru
yang datang dari potret-potret di aula.
George bergerak menutup pintu untuk menenggelamkan
keributan itu, tetapi sebelum dia bisa melakukannya, seorang peri-rumah memasuki
ruangan itu.
Kecuali kain rombengan kotor yang diikat seperti cawat di
sekitar bagian tengahnya, dia benar-benar telanjang. Kelihatannya sangat tua.
Kulitnya terlihat beberapa kali lebih besar bagi dirinya dan, walaupun dia botak
seperti semua peri-rumah, ada sejumlah rambut putih yang tumbuh mencuat dari
telinga besarnya yang seperti telinga kelelawar. Matanya yang berwarna kelabu
berair dan pembuluh darahnya tampak dan hidungnya yang penuh daging besaar dan
mirip moncong.
Peri itu sama sekali tidak memperhatikan Harry dan yang
lain. Bertindak seakan-akan dia tidak bisa melihat mereka, dia bergerak dengan
bungkuk, pelan-pelan dan pasti, menuju ujung jauh dari ruangan itu, sambil
bergumam pelan dalam suara serak dan dalam seperti katak.
'... baunya seperti selokan dan seorang kriminal untuk
ditendang, tapi yang wanita juga tidak lebih baik, si pengkhianat darah yang
menjijikan dengan anak-anak nakalnya mengotori rumah nyonyaku, oh, nyonyaku yang
malang, kalau saja dia tahu, kalau dia tahu sampah yang telah mereka masukkan ke
dalam rumahnya, apa yang akan dikatakannya kepada Kreacher tua ini, oh, betapa
malunya, Darah-lumpur dan manusia serigala dan pengkhianat dan pencuri, Kreacher
tua yang malang, apa yang bisa dilakukannya ...'
'Halo, Kreacher,' kata Fred dengan sangat keras, sambil
menutup pintu dengan sekali banting.
Peri-rumah itu membeku di tempat, berhenti bergumam, dan
mengeluarkan suara terkejut yang sangat dibuat-buat dan sangat tidak meyakinkan.
'Kreacher tidak melihat tuan muda,' katanya, sambil
berpaling dan membungkuk kepada Fred. Masih menghadap karpet, dia menambahkan,
jelas terdengar, 'Anak nakal menjijikan dari seorang pengkhianat darah.'
'Maaf?' kata George. 'Tidak dengar yang terakhir itu.'
'Kreacher tidak berkata apa-apa,' kata si peri-rumah,
dengan membungkuk kedua kali kepada George, sambil menambahkan dengan suara
rendah yang jelas, 'dan itu kembarannya, bangsat-bangsat kecil tidak alami
mereka itu.'
Harry tidak tahu apakah harus tertawa atau tidak.
Peri-rumah itu meluruskan dirinya sambil mengintai mereka semua dengan bengis,
dan tampaknya yakin bahwa mereka tidak bisa mendengarnya ketika dia terus
bergumam.
'... dan itu si Darah-lumpur, berdiri di sana sehebat
kuningan, oh, kalau nyonyaku tahu, oh, bagaimana dia akan menangis, dan ada anak
baru, Kreacher tidak tahu namanya. Apa yang sedang dia lakukan di sini? Kreacher
tidak tahu ...'
'Ini Harry, Kreacher,' kata Hermione. 'Harry Potter.'
Mata pucat Kreacher melebar dan dia bergumam lebih cepat
dan lebih marah dari sebelumnya.
'Si Darah-lumpur berbicara kepada Kreacher seolah-olah dia
temanku, kalau nyonya Kreacher melihatnya bersama orang seperti itu, oh, apa
yang akan dikatakannya --'
'Jangan sebut dia Darah-lumpur!' kata Ron dan Ginny
bersama-sama, dengan sangat marah.
'Tidak masalah,' Hermione berbisik, 'dia tidak dalam
pikiran sehatnya, dia tidak tahu apa yang dia --'
'Jangan bodohi dirimu, Hermione, dia tahu persis
apa yang dia katakan,' kata Fred, sambil memandang Kreacher dengan rasa tidak
suka.
Kreacher masih bergumam, matanya memandang Harry.
'Benarkah itu? Benar Harry Potter? Kreacher bisa melihat
bekas lukanya, pastilah benar, itu anak yang menghentikan Pangeran Kegelapan,
Kreacher bertanya-tanya bagaiamana dia melakukannya --'
'Bukankah kita semua begitu, Kreacher,' kata Fred.
'Apa yang kau inginkan?' George bertanya.
Mata besar Kreacher beralih kepada George.
'Kreacher sedang bersih-bersih,' dia berkata mengelak.
'Cerita yang mungkin sekali,' kata sebuah suara di
belakang Harry.
Sirius telah kembali; dia sedang menatap tajam kepada peri
itu dari ambang pintu. Keributan di aula telah reda; mungkin Mrs Weasley dan
Mundungus telah memindahkan perseteruan mereka ke bawah ke dapur. Ketika melihat
Sirius, Kreacher membungkukkan dirinya rendah sekali sehingga hidungnya yang
mirip moncong rata ke lantai.
'Berdiri tegak,' kata Sirius dengan tidak sabar.
'Sekarang, apa yang sedang kau rencanakan?'
'Kreacher sedang bersih-bersih,' peri-rumah itu
mengulangi. 'Kreacher hidup untuk melayani Rumah Black yang Mulia --'
'Dan semakin kelam saja setiap harinya, sehingga jadi
sangat kotor,' kata Sirius.
'Tuan selalu suka lelocon kecilnya,' kata Kreacher sambil
membungkuk lagi, dan meneruskan dengan suara rendah, 'Tuan adalah babi tidak
tahu berterima kasih yang menjijikan yang meremukkan hati ibunya --'
'Ibuku tidak punya hati, Kreacher,' sambar Sirius. 'Dia
bertahan hidup semata-mata dengan rasa dengki.'
Kreacher membungkuk lagi ketika dia berkata.
'Apapun yang Tuan katakan,' dia bergumam dengan marah.
'Tuan tidak pantas menyeka lendir dari sepatu bot ibunya, oh, nyonyaku yang
malang, apa yang akan dikatakannya kalau dia melihat Kreacher melayaninya,
bagaimana dia membencinya, betapa mengecewakannya dirinya --'
'Kutanya kau apa yang sedang kau rencanakan,' kata Sirius
dengan dingin. 'Tiap kali kau muncul sambil berpura-pura bersih-bersih, kau
menyelinapkan sesuatu ke kamarmu sehingga kami tidak bisa membuangnya.'
'Kreacher tidak akan memindahkan apapun dari tempat yang
seharusnya dalam rumah Tuan,' kata peri-rumah itu, lalu bergumam dengan amat
cepat, 'Nyonya tidak akan pernah memaafkan Kreacher kalau permadani dinding itu
dibuang, sudah berada dalam keluarga selama tujuh abad, Kreacher harus
menyelamatkannya, Kreacher tidak akan membiarkan Tuan dan para pengkhianat darah
dan anak-anak nakal itu menghancurkannya --'
'Kukira juga mungkin itu,' kata Sirius, sambil memberi
pandangan menghina pada dinding di seberang. 'Dia pasti telah menempatkan
Mantera Lekat Permanen lagi ke bagian belakangnya, aku tidak ragu, tetapi kalau
bisa kuhilangkan pasti akan kulakukan. Sekarang pergilah, Kreacher.'
Tampaknya Kreacher tidak berani tidak mematuhi perintah
langsung, walaupun begitu, pandangan yang diberikannya kepada Sirius ketika dia
bergerak melewatinya penuh dengan kebencian yang amat sangat dan dia bergumam
sepanjang jalan keluar dari ruangan itu.
'-- pulang dari Azkaban sambil menyuruh-nyuruh Kreacher,
oh, nyonyaku yang malang, apa yang akan dikatakannya kalau dia melihat rumah ini
sekarang, sampah tinggal di dalamnya, barang-barang berharganya dibuang, nyonya
bersumpah dia bukan anaknya dan dia sudah kembali, mereka juga bilang dia
pembunuh --'
'Terus menggerutu dan aku akan jadi pembunuh!' kata Sirius
dengan jengkel selagi dia membanting pintu menutup.
'Sirius, dia tidak menyadari perbuatannya,' Hermione
memohon, 'kukira dia tidak sadar bahwa kita mendengarnya.'
'Dia sudah sendirian terlalu lama,' kata Sirius, 'menuruti
perintah gila dari potret ibuku dan berbicara kepada dirinya sendiri, tapi dia
dari dulu memang seorang bajingan kecil --'
'Kalau saja kau membebaskannya,' kata Hermione penuh
harap, 'mungkin --'
'Kita tidak bisa membebaskannya, dia tahu terlalu banyak
tentang Order,' kata Sirius dengan masam. 'Dan lagipula, rasa terguncang akan
membunuhnya. Kau sarankan dia meninggalkan rumah ini, lihat bagaimana
tanggapannya.'
Sirius berjalan menyeberangi ruangan ke tempat permadani
dinding yang Kreacher coba lindungi yang bergantung sepanjang dinding. Harry dan
yang lain mengikuti.
Permadani dinding itu tampak sangat tua; warnanya sudah
pudar dan terlihat seakan-akan sudah digerogoti Doxy di banyak tempat. Walau
begitu, benang keemasan yang membordirnya masih berkilau cukup cemerlang untuk
memperlihatkan kepada mereka pohon keluarga yang membentang yang bertanggal
(sejauh yang dapat dilihat Harry) dari Abad Pertengahan. Huruf-huruf besar di
bagian paling atas permadani dinding itu bertuliskan:
Rumah Black yang Mulia dan Paling Kuno
'Toujours pur'
(Selalu Murni)
'Kau tidak ada di sini!' kata Harry, setelah mengamati bagian bawah pohon itu
dengan seksama.
'Aku dulu ada di sana,' kata Sirius sambil menunjuk ke
sebuah lubang kecil bulat bekas terbakar di permadani, yang mirip sundutan
rokok. 'Ibuku tersayang meledakkanku setelah aku lari dari rumah -- Kreacher
sangat suka menggumamkan cerita itu.'
'Kau lari dari rumah?'
'Sewaktu aku berusia sekitar enam belas tahun,' kata
Sirius. 'Aku sudah muak.'
'Ke mana kau pergi?' tanya Harry sambil menatapnya.
'Tempat ayahmu,' kata Sirius. 'Kakek-nenekmu sangat baik;
mereka seperti mengangkatku sebagai anak kedua. Yeah, aku berkemah di luar rumah
ayahmu saat liburan sekolah, dan ketika aku berumur tujuh belas aku mempunyai
tempat sendiri. Pamanku Alphard meninggalkanku sejumlah emas -- dia juga telah
dihapus dari sini, mungkin itu sebabnya -- lagipula, setelah itu aku menjaga
diriku sendiri. Namun, aku selalu diterima di rumah keluarga Potter untuk makan
siang Minggu.'
'Tapi ... kenapa kau ...?'
'Pergi?' Sirius tersenyum getir dan menyisir rambut
panjangnya yang tak terawat dengan jari-jarinya. 'Karena aku benci mereka semua;
orang tuaku, dengan mania darah-murni mereka, yakin bahwa menjadi seorang Black
membuatmu berdarah biru ... adikku yang idiot, cukup lembek untuk mempercayai
mereka ... itu dia.'
Sirius menusukkan sebuah jari ke bagian paling bawah dari
pohon itu, pada nama 'Regulus Black'. Sebuah tanggal kematian (sekitar lima
belas tahun sebelumnya) mengikuti tanggal kelahiran.
'Dia lebih muda dariku,' kata Sirius, 'dan merupakan anak
yang lebih baik, seperti yang selalu diingatkan kepadaku.'
'Tapi dia meninggal,' kata Harry.,
'Yeah,' kata Sirius. 'Idiot bodoh ... dia bergabung dengan
para Pelahap Maut.'
'Kau bercanda!'
'Ayolah, Harry, bukankah kau sudah lihat cukup banyak dari
rumah ini untuk mengetahui penyihir macam apa keluargaku itu?' kata Sirius
dengan tidak sabar.
'Apakah -- apakah orang tuamu juga Pelahap Maut?'
'Tidak, tidak, tapi percayalah kepadaku, mereka berpikir
Voldemort memiliki gagasan yang benar, mereka mendukung pemurnian ras penyihir,
mengenyahkan para kelahiran Muggle dan memberi kekuasaan kepada darah-murni.
Mereka juga tidak sendirian, ada sejumlah orang, sebelum Voldemort menunjukkan
wajah aslinya, yang berpikir bahwa dia punya gagasan yang benar mengenai banyak
hal ... namun, mereka jadi pengecut ketika mereka melihat dia bersiap-siap
mengambil kekuasaan. Tapi aku yakin orang tuaku mengira Regulus adalah pahlawan
kecil karena bergabung sejak awal.'
'Apakah dia dibunuh oleh Auror?' Harry bertanya.
'Oh, tidak,' kata Sirius. 'Tidak, dia dibunuh oleh
Voldemort. Atau atas perintah Voldemort, lebih tepatnya; aku ragu Regulus pernah
cukup penting untuk dibunuh sendiri oleh Voldemort. Dari apa yang kuketahui
setelah dia mati, dia masuk cukup jauh, lalu panik mengenai apa yang harus
dikerjakannya dan mencoba mundur. Well, kau tidak bisa menyerahkan surat
pengunduran diri begitu saja kepada Voldemort. Pilihannya pelayanan seumur hidup
atau kematian.'
'Makan siang,' kata suara Mrs Weasley.
Dia sedang mengangkat tongkat tinggi-tinggi di depannya,
sambil menyeimbangkan sebuah nampan besar yang penuh berisi roti isi dan kue
dengan ujung tongkat. Wajahnya sangat merah dan terlihat masih marah. Yang lain
berpindah mendekatinya, ingin mendapatkan makanan, tapi Harry tetap bersama
Sirius, yang telah membungkuk lebih dekat ke permadani.
'Aku belum melihat ini selama bertahun-tahun. Itu Phinneas
Nigellus ... kakek buyutku, lihat? ... Kepala Sekolah paling tidak populer yang
pernah dimiliki Hogwarts ... dan Araminta Meliflua ... sepupu ibuku ... mencoba
memaksakan Undang-Undang Kementerian untuk melegalkan perburuan Muggle ... dan
Bibi Elladora sayang ... dia memulai tradisi keluarga memenggal kepala
peri-rumah ketika mereka terlalu tua untuk membawa nampan teh ... tentu saja,
tiap kali keluarga menghasilkan seseorang yang kurang pantas mereka tidak
diakui. Kulihat Tonks tidak ada di sini. Mungkin itu sebabnya Kreacher tidak mau
menerima perintah darinya -- dia seharusnya melakukan apapun yang diminat siapa
saja dalam keluarga --'
'Kau dan Tonks berkerabat?' Harry bertanya, terkejut.
'Oh, yeah, ibunya Andromeda adalah sepupu yang paling
kusukai,' kata Sirius, sambil memeriksa permadani dinding itu dengan seksama.
'Tidak, Andromeda juga tidak di sini, lihat --'
Dia menunjuk ke tanda hangus bulat kecil di antara dua
nama, Bellatrix dan Narcissa.
'Saudara-saudara perempuan Andromeda masih di sini karena
mereka menikah secara terhormat dengan darah-murni, tapi Andromeda menikahi
seorang kelahiran Muggle, Ted Tonks, jadi --'
Sirius memperagakan meledakkan permadani itu dengan sebuah
tongkat dan tertawa masam. Akan tetapi, Harry tidak tertawa; dia terlalu sibuk
menatap ke nama-nama di sebelah kanan tanda hangus Andromeda. Sebuah garis ganda
bordir emas menghubungkan Narcissa Black dengan Lucius Malfoy dan sebuah
garis tunggal vertikal dari nama-nama mereka menuntun ke nama Draco.
'Kau berkerabat dengan keluarga Malfoy!'
'Keluarga-keluarga berdarah-murni semuanya saling
berhubungan,' kata Sirius. 'Kalau kau hanya akan membolehkan anak lelaki dan
perempuanmu menikahi darah-murni pilihanmu sangat terbatas; hampir tidak ada
lagi dari kami yang tersisa. Molly dan aku bersepupu karena pernikahan dan
Arthur semacam sepupu dari sepupuku. Tapi tidak ada gunanya mencari mereka di
sini -- kalau ada keluarga yang merupakan sekumpulan pengkhianat darah itulah
keluarga Weasley.'
Tapi Harry sekarang sedang melihat ke nama-nama di sebelah
kiri tanda hangus Andromeda: Bellatrix Black, yang dihubungkan dengan garis
ganda ke Rodolphus Lestrange.
'Lestrange ...' Harry berkata dengan keras. Nama itu telah
menggerakkan sesuatu dalam ingatannya; dia tahu nama itu dari suatu tempat, tapi
selama beberapa saat dia tidak bisa berpikir di mana, walaupun memberinya
sensasi aneh yang menjalar di dasar perutnya.
'Mereka ada di Azkaban,' kata Sirius singkat.
Harry menatapnya dengan rasa ingin tahu.
'Bellatrix dan suaminya Rodolphus masuk bersama Barty
Crouch junior,' kata Sirius, dengan nada kasar yang sama. 'Saudara lelaki
Rodolphus, Rabastan ada bersama mereka juga.'
Lalu Harry teringat. Dia telah melihat Bellatrix Lestrange
di dalam Pensieve Dumbledore, alat aneh yang dapat menyimpan pikiran dan
ingatan: seorang wanita jangkung berkulit gelap dengan mata berkelopak tebal,
yang telah berdiri di persidangannya dan menyatakan kesetiaanya yang
terus-menerus kepada Lord Voldemort, rasa bangganya karena dia terus berusaha
menemukannya setelah kejatuhannya dan keyakinannya bahwa suatu hari dia akan
diberi ganjaran atas kesetiaannya.
'Kau tidak pernah bilang dia --'
'Apakah ada pengaruhnya kalau dia sepupuku?' sambar
Sirius. 'Sejauh menyangkut diriku, mereka bukan keluargaku. Dia jelas
bukan keluargaku. Aku belum melihatnya sejak aku seumurmu, kecuali kau hitung
sekilas waktu dia masuk Azkaban. Apa menurutmu aku bangga punya kerabat seperti
dia?'
'Maaf,' kata Harry dengan cepat, 'aku tidak bermaksud --
aku hanya terkejut, itu saja --'
'Tidak mengapa, jangan minta maaf,' Sirius bergumam. Dia
berpaling dari permadani dinding itu, tangannya dijejalkan ke dalam kantongnya.
'Aku tidak suka kembali ke sini,' katanya sambil menatap ke seberang ruang
duduk. 'Aku tidak pernah mengira akan terperangkap di dalam rumah ini lagi.'
Harry mengerti sepenuhnya. Dia tahu bagaimana dia akan
merasa, ketika dia sudah dewasa dan berpikir dirinya bebas dari tempat itu untuk
selamanya, harus kembali dan tinggal di Privet Drive nomor empat.
'Tentu saja ideal untuk Markas Besar,' Sirius berkata.
'Ayahku menempatkan semua alat pengamanan yang dikenal oleh kelompok penyihir
sewaktu dia tinggal di sini. Tidak tampak di peta, jadi para Muggle tidak akan
pernah datang dan berkunjung -- seakan-akan mereka mau -- dan sekarang
Dumbledore sudah menambahkan perlindungannya, kau akan sulit mencari rumah yang
lebih aman di tempat lain. Dumbledore adalah Penjaga Rahasia Order, kau tahu --
tak seorangpun bisa menemukan Markas Besar kecuali dia memberitahu mereka secara
pribadi di mana letaknya -- catatan yang diperlihatkan Moody kepadamu tadi
malam, itu dari Dumbledore ...' Sirius tertawa pendek mirip gonggongan. 'Kalau
saja orang tuaku bisa melihat kegunaan rumah mereka sekarang ... well,
potret ibuku pasti sudah memberimu sejumlah ide ...'
Dia merengut sebentar, lalu menghela napas.
'Aku tidak akan keberatan kalau aku bisa keluar
kadang-kadang dan melakukan sesuatu yang berguna. Aku sudah bertanya kepada
Dumbledore apakah aku bisa mengawalmu ke dengar pendapatmu -- sebagai Snuffles,
tentu saja -- sehingga aku bisa memberimu sedikit dukungan moral, bagaimana
menurutmu?'
Harry merasa seakan-akan perutnya telah tenggelam ke
karpet berdebu. Dia belum memikirkan dengar pendapat itu sekalipun sejak makan
malam kemarin; dalam semangatnya kembali bersama orang-orang yang paling
disenanginya, dan mendengar semua yang sedang berlangsung, dengar pendapat itu
telah benar-benar keluar dari kepalanya. Namun, mendengar kata-kata Sirius, rasa
takut yang mencekam kembali timbul dalam dirinya. Dia menatap ke Hermione dan
keluarga Weasley, semuanya sedang makan roti isi, dan berpikir bagaimana
perasaannya kalau mereka kembali ke Hogwarts tanpa dirinya.
'Jangan khawatir,' Sirius berkata. Harry melihat ke atas
dan menyadari bahwa Sirius telah mengamati dirinya. 'Aku yakin mereka akan
melepaskanmu, pasti ada sesuatu dalam Undang-Undang Kerahasiaan Internasional
mengenai izin menggunakan sihir untuk menyelamatkan hidupmu.'
'Tapi kalau mereka mengeluarkanku,' Harry berkata dengan
pelan, 'bolehkah aku kembali ke sini dan tinggal bersamamu?'
Sirius tersenyum sedih.
'Kita lihat nanti.'
'Aku akan merasa jauh lebih baik mengenai dengar pendapat
itu kalau aku tahu aku tidak perlu kembali ke keluarga Dursley,' Harry
menekannya.
'Mereka pastilah tidak menyenangkan kalau kau memilih
tempat ini,' kata Sirius dengan suram.
'Cepatlah, kalian berdua, atau tidak akan ada makanan yang
tersisa,' Mrs Weasley memanggil.
Sirius menghela napas sekali lagi, menatap permadani
dinding itu dengan pandangan tidak suka, lalu dia dan Harry pergi bergabung
dengan yang lain.
Harry mencoba sebaik mungkin tidak memikirkan dengar
pendapat ketika mereka mengosongkan lemari-lemari berpintu kaca sore itu. Untung
saja, itu merupakan pekerjaan yang membutuhkan banyak konsentrasi, banyak dari
benda-benda yang ada di dalam sana yang terlihat enggan meninggalkan rak-rak
berdebu mereka. Sirius mengalami luka gigitan parah dari sebuah kotak tembakau
perak; dalam beberapa detik tangannya yang tergigit telah tumbuh kulit tebal
yang tidak menyenangkan seperti memakai sarung tangan keras warna coklat.
'Tidak apa-apa,' katanya sambil memeriksa tangannya dengan
penuh minat sebelum mengetuknya dengan ringan dengan tongkatnya dan
mengembalikan kulitnya ke keadaan normal, 'pastilah di dalam itu bubuk Wartcap.'
Dia melemparkan kotak itu ke samping ke dalam kantong
tempat mengumpulkan puing-puing dari lemari-lemari itu; Harry melihat George
membelit tangannya dengan kain secara hati-hati beberapa saat kemudian dan
menyelinapkan kotak itu ke dalam kantongnya yang telah dipenuhi dengan Doxy.
Mereka menemukan sebuah instrumen perak yang tampak tidak
menyenangkan, sesuatu yang mitip pasangan penjepit berkaki banyak, yang berlari
menaiki lengan Harry seperti laba-laba ketika dia memungutnya, dan mencoba
menusuk kulitnya. Sirius menyambarnya dan menghancurkannya dengan sebuah buku
tebal yang berjudul Kemuliaan Alam: Sebuah Silsilah Penyihir. Ada sebuah
kotak musik yang mengeluarkan nada berdenting agak seram ketika diputar, dan
mereka semua merasa menjadi lemah dan mengantuk, sampai Ginny sadar dan
membanting tutupnya; sebuah liontin berat yang tidak bisa mereka buka; sejumlah
cap kuno; dan dalam kotak berdebu, sebuah Order of Merlin, Kelas Pertama, yang
telah diserahkan kepada kakek Sirius untuk 'jasa-jasa bagi Kementerian'.
'Maksudnya dia memberi mereka banyak emas,' kata Sirius
dengan menghina sambil melemparkan medali itu ke dalam kantong sampah.
Beberapa kali Kreacher memasuki ruangan dan mencoba
menyeludupkan barang-barang di bawah cawatnya, sambil menggumamkan
kutukan-kutukan mengerikan setiap kali mereka menangkap basahnya. Ketika Sirius
merebut sebuah cincin keemasan besar yang memiliki lambang keluarga Black dari
pegangannya, Kreacher bahkan menangis marah dan meninggalkan ruangan
terseduu-sedu dan memanggil Sirius dengan nama-nama yang belum pernah didengar
Harry.
'Itu milik ayahku,' kata Sirius sambil melempar cincin itu
ke dalam kantong. 'Kreacher tidak begitu setia kepadanya seperti kepada
ibuku, tapi aku masih saja menangkapnya sedang mencuri sepotong celana tua
ayahku minggu lalu.'
*
Mrs Weasley menyibukkan mereka semua selama beberapa hari berikutnya. Ruang
duduk perlu tiga hari untuk disucihamakan. Akhirnya, satu-satunya benda tidak
diinginkan yang tertinggal di dalamnya adalah permadani dinding, yang bertahan
daari semua usaha mereka untuk melepaskannya dari dinding, dan meja tulis yang
berderak itu. Moody belum mampir ke Markas Besar, jadi mereka tidak bisa yakin
apa yang ada di dalam.
Mereka pindah dari ruang duduk ke sebuah ruang makan di
lantai dasar di mana mereka menemukan laba-laba sebesar tatakan cangkir yang
bersembunyi di dalam lemari (Ron meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa untuk
membuat secangkir teh dan tidak kembali selama satu setengah jam). Barang-barang
pecah belahnya, yang memiliki lambang keluarga dan motto Black, semuanya dibuang
ke dalam kantong oleh Sirius, dan nasib yang sama menimpa serangkaian foto-foto
tua dalam bingkai-bingkai perak ternoda, yang semua penghuninya mendengking
dengan nyaring ketika kaca-kaca yang menutupi mereka pecah.
Snape mungkin menyebut pekerjaan mereka 'membersihkan',
tapi menurut pendapat Harry mereka sebenarnya sedang berperang melawan rumah
itu, yang memberikan perlawanan yang cukup hebat, dibantu dan disekutui oleh
Kreacher. Peri-rumah itu terus di manapun mereka berkelompok, gerutuannya
menjadi semakin menghina selagi dia berusaha memindahkan apapun yang bisa
dilakukannya dari tempat sampah. Sirius bahkan sampai mengancamnya dengan
pakaian, tapi Kreacher memberinya tatapan berair dan berkata, 'Tuan harus
melakukan yang Tuan inginkan,' sebelum berpaling dan menggerutu dengan sangat
keras, 'tapi Tuan tidak akan mengenyahkan Kreacher, tidak, karena Kreacher tahu
apa yang sedang mereka rencanakan, oh ya, dia sedang membuat rencana melawan
Pangeran Kegelapan, ya, dengan para Darah-lumpur ini dan pengkhianat dan sampah
...'
Mendengar itu Sirius, sambil mengabaikan protes Hermione,
menyambar Kreacher di bagian belakang cawatnya dan melemparkannya keluar dari
ruangan itu.
Bel pintu berbunyi beberapa kali dalam sehari, yang
merupakan petunjuk bagi ibu Sirius untuk mulai memekik lagi, dan bagi Harry dan
yang lain untuk mencoba mencuri dengar para pengunjung, walaupun mereka
mengumpulkan sangat sedikit keterangan dari kilasan dan potongan singkat
percakapan yang bisa mereka kuping sebelum Mrs Weasley menyuruh mereka kembali
ke tugas mereka. Snape keluar-masuk rumah itu beberapa kali lagi, walaupun yang
membuat Harry lega mereka belum pernah bertatap muka; Harry juga melihat guru
Transfigurasinya Professor McGonagall, terlihat sangat aneh dalam baju dan
mantel Muggle, dan dia juga terlihat terlalu sibuk untuk berlama-lama. Akan
tetapi, kadang-kadang para pengunjung tinggal untuk membantu. Tonks bergabung
dengan mereka dalam sebuah sore yang penuh kenangan di mana mereka menemukan
hantu tua pembunuh yang bersembunyi di toilet atas, dan Lupin, yang tinggal di
rumah itu bersama Sirius tapi meninggalkannya untuk waktu yang lama untuk
melakukan pekerjaan misterius bagi Order, membantu mereka memperbaiki sebuah jam
berdiri yang memiliki kebiasaan tidka menyenangkan yaitu menembakkan baut-baut
berat ke orang-orang yang melewatinya. Mundungus menebus dirinya sedikit dalam
mata Mrs Weasley dengan menyelamatkan Ron dari satu stel jubah ungu kuno yang
mencoba mencekiknya ketika dia memindahkannya dari lemari.
Walaupun dia masih susah tidur, masih bermimpi mengenai
koridor-koridor dan pintu-pintu terkunci yang membuat bekas lukanya perih, Harry
berhasil bersenang-senang untuk pertama kalinya sepanjang musim panas itu.
Selama dia sibuk dia gembira; namun ketika aksinya mereda, kapanpun dia kurang
waspada, atau berbaring kelelahan di tempat tidur sambil mengamati
bayangan-bayangan kabur yang bergerak di langit-langit, pikiran mengenai dengar
pendapat Kementerian yang membayang kembali kepada dirinya. Rasa takut menerkam
bagian dalam tubuhnya seperti jarum ketika dia bertanya-tanya apa yang akan
terjadi kepada dirinya kalau dia dikeluarkan. Gagasan itu begitu mengerikan
sehingga dia tidak berani mengucapkannya keras-keras, bahkan tidak kepada Ron
dan Hermione, yang, walaupun dia sering melihat mereka berbisik satu sama lain
dan memandang ke arahnya dengan cemas, mengikuti petunjukkan dengan tidak
menyebut hal itu. Kadang-kadang, dia tidak bisa menghalangi imajinasinya
memperlihatkan kepada dirinya seorang pejabat Kementerian yang tidak berwajah
yang sedang mematahkan tongkatnya menjadi dua dan memerintahkannya kembali ke
keluarga Dursley ... tapi dia tidak mau pergi. Dia sudah menetapkan hati dalam
hal itu. Dia akan kembali ke sini ke Grimmauld Place dan tinggal bersama Sirius.
Dia merasa seolah-olah sebuah batu bata telah jatuh ke
dalam perutnya ketika Mrs Weasley berpaling kepadanya sewaktu makan malam pada
Rabu malam dan berkata dengan pelan, 'Aku telah menyetrika baju terbaikmu untuk
besok pagi, Harry, dan aku juga mau kau mencuci rambut malam ini. Kesan pertama
yang baik bisa membuat keajaiban.'
Ron, Hermione, Fred, George dan Ginny semuanya berhenti
berbicara dan melihat kepadanya. Harry mengangguk dan mencoba tetap makan, tapi
mulutnya telah menjadi begitu kering sehingga dia tidak bisa mengunyah.
'Bagaimana aku akan pergi ke sana?' dia bertanya kepada
Mrs Weasley, sambil mencoba terdengar tidak khawatir.
'Arthur akan membawamu ke tempat kerja bersamanya,' kata
Mrs Weasley dengan lembut.
Mr Weasley tersenyum menguatkan kepada Harry dari seberang
meja.
'Kau bisa menunggu di kantorku sampai waktunya untuk
dengar pendapat,' katanya.
Harry memandang Sirius, tetapi sebelum dia bisa bertanya,
Mrs Weasley telah menjawabnya.
'Professor Dumbledore mengira bukan ide yang bagus bagi
Sirius untuk pergi bersamamu, dan harus kubilang aku --'
'-- mengira dia benar,' kata Sirius melalui
gigi-gigi yang dikatupkan.
Mrs Weasley mengerutkan bibirnya.
'Kapan Dumbledore memberitahumu hal itu?' Harry berkata,
sambil menatap Sirius.
'Dia datang tadi malam, ketika kau masih tidur,' kata Mrs
Weasley.
Sirius menusuk kentangnya dengan murung. Harry menurunkan
pandangannya ke piringnya sendiri. Pikiran bahwa Dumbledore telah berada dalam
rumah ini pada malam sebelum dengar pendapatnya dan tidak meminta untuk bertemu
dengannya membuat dia merasa, kalau mungkin, bahkan lebih buruk lagi.
-- BAB TUJUH --
Kementerian Sihir
Harry terbangun pukul setengah enam pagi berikutnya
dengan kasar seakan-akan seseorang telah berteriak di telinganya. Selama
beberapa saat dia berbaring tidak bergerak selagi prospek dengar pendapat itu
memenuhi setiap partikel kecil dari otaknya, lalu, tidak mampu lagi menahannya,
dia melompat dari tempat tidur dan memakai kacamatanya. Mrs Weasley telah
meletakkan celana jins dan baju kausnya yang baru dicuci di kaki tempat
tidurnya. Harry memakainya. Lukisan kosong di dinding mencibir.
Ron terbaring telentang dengan mulut terbuka, tertidur
nyenyak. Dia tidak bergerak ketika Harry menyeberangi ruangan, melangkah ke
puncak tangga dan menutup pintu pelan-pelan. Mencoba tidak memikirkan kali
berikutnya dia akan berjumpa dengan Ron, ketika mereka mungkin bukan teman
sekolah di Hogwarts lagi, Harry berjalan dengan pelan menuruni tangga, melewati
kepala-kepala nenek moyang Kreacher, dan turun ke dapur.
Dia telah mengharapkan dapur itu kosong, tapi ketika dia
mencapai pintu dia mendengar suara-suara pelan di sisi lain. Dia mendorong pintu
itu hingga terbuka dan melihat Mr dan Mrs Weasley, Sirius, Lupin dan Tonks duduk
di sana hampir seolah-olah mereka sedang menunggunya. Semuanya berpakaian
lengkap kecuali Mrs Weasley yang mengenakan sebuah gaun longgar berwarna ungu.
Dia melompat bangkit saat Harry masuk.
'Makan pagi,' katanya selagi dia menarik keluar tongkatnya
dan bergegas ke api.
'P -- p -- pagi, Harry,' Tonks menguap. Rambutnya pirang
dan keriting pagi ini. 'Tidur nyenyak?'
'Yeah,' kata Harry.
'Aku t -- t -- telah terjaga semalaman,' katanyan dengan
kuapan menggetarkan lagi. 'Kemari dan duduklah ...'
Dia menarik keluar sebuah kursi, menjatuhkan satu lagi di
sampingnya sewaktu melakukannya.
'Apa yang kau mau, Harry?' Mrs Weasley memanggil. 'Bubur?
Muffin? Ikan asap? Daging dan telur? Roti panggang?'
'Cukup -- cukup roti panggang saja,' kata Harry.
Lupin memandang Harry sekilas, lalu berkata kepada Tonks,
'Apa yang kau katakan mengenai Scrimgeour?'
'Oh ... yeah ... well, kita perlu lebih
berhati-hati, dia telah menanyakan pertanyaan-pertanyaan aneh kepada Kingsley
dan aku ...'
Harry merasa agak berterima kasih karena dia tidak perlu
bergabung dalam percakapan. Bagian dalam tubuhnya menggeliat. Mrs Weasley
menempatkan sejumlah roti panggang dan selai jeruk di depannya; dia mencoba
makan, tapi rasanya seperti mengunyah karpet. Mrs Weasley duduk di sisinya yang
lain dan mulai mengurusi kaosnya, memasukkan labelnya dan merapikan
lipatan-lipatan di bahunya. Dia berharap hal itu tidak dilakukannya.
'... dan aku akan harus memberitahu Dumbledore bahwa tidak
bisa melakukan tugas malam besok, aku hanya terlalu letih,' Tonks menyelesaikan
sambil menguap lebar-lebar lagi.
'Aku akan menggantikanmu,' kata Mr Weasley. 'Aku baik-baik
saja, lagipula aku punya laporan yang harus diselesaikan ...'
Mr Weasley tidak memakai jubah penyihir melainkan sepasang
celana panjang bergaris-garis dan sebuah jaket penerbang tua. Dia berpaling dari
Tonks kepada Harry.
'Bagaimana perasaanmu?'
Harry mengangkat bahu.
'Segalanya akan segera berakhir,' Mr Weasley berkata untuk
menguatkan. 'Dalam beberapa jam kau akan dilepaskan.'
Harry tidak berkata apa-apa.
'Dengar pendapatnya ada di lantaiku, dalam kantor Amelia
Bones. Dia Kepala Departemen Penegakan Hukum Sihir, dan merupakan orang yang
akan menanyaimu.'
Harry menganguk, masih tidak mampu memikirkan apapun untuk
dikatakan.
'Jangan kehilangan kendali,' kata Sirius dengan mendadak.
'Bersikap sopan dan tetap pada fakta.'
Harry mengangguk lagi.
'Hukum ada di pihakmu,' kata Lupin dengan pelan. 'Bahkan
penyihir di bawah umur dibolehkan menggunakan sihir dalam situasi yang mengancam
nyawa.'
Sesuatu yang sangat dingin mengucur di balik leher Harry,
sejenak dia mengira seseorang menempatkan Mantera Penghilang-Ilusi kepada
dirinya, lalu dia menyadari bahwa Mrs Weasley sedang menyerang rambutnya dengan
sebuah sisir basah. Dia menekan keras ke puncak kepalanya.
'Tidak pernahkah rambutmu jadi rata?' dia berkata dengan
putus asa.
Harry menggelengkan kepalanya.
Mr Weasley memeriksa jam tangannya dan memandang kepada
Harry.
'Kukira kita harus pergi sekarang,' katanya. 'Kita
agak kepagian, tapi kukira kau lebih baik di Kementerian daripada berkeliaran di
sini.'
'OK,' kata Harry dengan otomatis, sambil meletakkan roti
panggangnya dan bangkit.
'Kau akan baik-baik saja, Harry,' kata Tonks, sambil
menepuk lengannya.
'Semoga berhasil,' kata Lupin. 'Aku yakin semuanya akan
baik-baik saja.'
'Dan kalau tidak,' kata Sirius dengan suram, 'akan kutemui
Amelia Bones untukmu ...'
Harry tersenyum lemah. Mrs Weasley memeluknya.
'Kami semua menyilangkan jari kami,' katanya.
'Benar,' kata Harry. 'Well ... kalau begitu sampai
jumpa nanti.'
Dia mengikuti Mr Weasley ke atas dan menyusuri aula. Dia
bisa mendengar dengkuran ibu Sirius dalam tidurnya di belakang tirainya. Mr
Weasley membuka pintu dan mereka melangkah ke fajar yang dingin dan kelabu.
'Anda tidak biasanya berjalan ke tempat kerja, 'kan?'
Harry menanyainya ketika mereka berjalan dengan cepat mengelilingi alun-alun.
'Tidak, aku biasanya ber-Apparate,' kata Mr Weasley, 'tapi
tentu saja kamu tidak bisa, dan kukira yang terbaik adalah kita tiba dengan cara
yang benar-benar non-magis ... memberi kesan yang lebih baik, mengingat untuk
apa kau didisiplinkan ...'
Mr Weasley menyimpan tangannya di dalam jaketnya selagi
mereka berjalan. Harry tahu tangan itu menggenggam erat tongkatnya. Jalan-jalan
yang sering dilalui itu hampir lengang, tapi ketika mereka tiba di stasiun bawah
tanah yang menyedihkan mereka menemukannya sudah penuh akan orang-orang yang
akan berangkat kerja di pagi hari. Seperti biasanya ketika dia berada dalam
jarak dekat dengan para Muggle yang melaksanakan urusan sehari-hari mereka, Mr
Weasley sulit mengekang rasa antusiasnya.
'Benar-benar hebat,' dia berbisik, sambil menunjuk
mesin-mesin tiket otomatis. 'Luar biasa cemerlang.'
'Mesin-mesin itu rusak,' kata Harry sambil menunjuk ke
tandanya.
'Ya, tapi walaupun begitu ...' kata Mr Weasley, sambil
tersenyum kepada mereka dengan senang.
Mereka membeli tiket dari seorang penjaga yang tampak
mengantuk (Harry menangani transaksi itu, karena Mr Weasley tidak begitu pandai
dalam hal uang Muggle) dan lima menit kemudian mereka telah menaiki sebuah
kereta bawah tanah yang berderak membawa mereka menuju pusat kota London. Mr
Weasley terus memeriksa dan memeriksa ulang Peta Bawah Tanah di atas jendela
dengan cemas.
'Empat pemberhentian lagi, Harry ... Tiga pemberhentian
lagi sekarang ... Tinggal dua pemberhentian, Harry ...'
Mereka turun di sebuah stasiun di jantung kota London, dan
tersapu dari kereta api itu dalam luapan pria dan wanita bersetelan jas yang
membawa tas kantor. Mereka menaiki eskalator, melalui penghalang tiket (Mr
Weasley senang melihat cara alat itu menelan tiketnya), dan muncul ke sebuah
jalan lebar yang dibarisi gedung-gedung yang tampak sesak dan sudah penuh dengan
lalu lintas.
'Di mana kita?' kata Mr Weasley dengan hampa, dan selama
beberapa saat yang mendebarkan Harry mengira mereka turun di stasiun yang salah
walaupun Mr Weasley terus memperhatikan peta; tapi sedetik kemudian dia berkata,
'Ah ya ... lewat sini, Harry,' dan menuntunnya menyusuri satu sisi jalan.
'Maaf,' katanya, 'tapi aku belum pernah datang lewat
kereta api dan kelihatannya agak berbeda dari sudut pandang Mugglel. Bahkan
kenyataannya, aku belum pernah menggunakan pintu masuk tamu sebelumnya.'
Semakin jauh mereka berjalan, semakin kecil dan kurang
sesak gedung-gedungnya, sampai akhirnya mereka mencapai sebuah jalan yang
mengandung beberapa kantor yang tampak agak kusam, sebuah pub dan sebuah tong
sampah yang kepenuhan. Harry telah mengharapkan lokasi yang lebih
mengesankan untuk Kementerian Sihir.
'Di sinilah kita,' kata Mr Weasley dengan ceria, sambil
menunjuk ke sebuah kotak telepon tua berwarna merah yang kehilangan beberapa
panel kaca dan berdiri di sebelah sebuah dinding yang penuh coretan. 'Setelah
kau, Harry.'
Dia membuka pintu kotak telepon itu.
Harry melangkah ke dalam, sambil bertanya-tanya apa
maksudnya ini. Mr Weasley melipat dirinya ke samping Harry dan menutup pintu.
Tempatnya sangat pas; Harry terdesak ke alat penelepon, yang bergantung miring
dari dinding seakan-akan seorang perusak telah mencoba menariknya lepas. Mr
Weasley menjangkau alat penerima melewati Harry.
'Mr Weasley, kukira yang ini mungkin rusak juga,' Harry
berkata.
'Tidak, tidak, aku yakin baik-baik saja,' kata Mr Weasley
sambil memegang alat penerima di atas kepalanya dan menatap pemutarnya. 'Mari
lihat ... enam ...' dia memutar angka itu, 'dua ... empat ... dan empat lagi ...
dan dua lagi ...'
Ketika pemutar ini berdesing balik ke tempatnya, sebuah
suara wanita yang tenang terdengar di dalam kotak telepon itu, bukan dari alat
penerima di tangan Mr Weasley, tetapi keras dan jelas seakan-akan seorang wanita
yang tidak tampak sedang berdiri tepat di samping mereka.
'Selamat datang di Kementerian Sihir. Tolong sebutkan nama
dan urusan Anda.'
'Er ...' kata Mr Weasley, jelas tidak yakin apakah harus
berbicara ke dalam alat penerima. Dia memutuskan dengan memegang corong ke
telinganya, 'Arthur Weasley, Kantor Penyalahgunaan Benda-Benda Muggle, ke sini
untuk mengawal Harry Potter, yang telah diminta untuk menghadiri sidang dengar
pendapat kedisiplinan ...'
'Terima kasih,' kata suara wanita yang tenang itu.
'Pengunjung, harap mengambil lencana dan menyematkannya ke bagian depan jubah
Anda.'
Ada suara klik dan derak, dan Harry melihat sesuatu
meluncur keluar dari luncuran logam tempat koin-koin kembalian biasanya muncul.
Dia memungutnya: itu adalah sebuah lencana perak persegi dengan tulisan Harry
Potter, Dengar Pendapat Kedisiplinan di atasnya. Dia menyematkannya ke
bagian depan kaosnya ketika suara wanita itu berbicara lagi.
'Pengunjung Kementerian, Anda diharuskan melalui
pemeriksaan dan menyerahkan tongkat Anda untuk diregistrasi di meja keamanan,
yang terletak di ujung jauh dari Atrium.'
Lantai kotak telepon bergetar. Mereka tenggelam
pelan-pelan ke bawah tanah. Harry mengamati dengan gelisah selagi trotoar tampak
naik melewati jendela-jendela kaca dari kotak telepon hingga kegelapan menutupi
kepala mereka. Lalu dia tidak bisa melihat apa-apa sama sekali; dia hanya bisa
mendengar suara menggilas yang membosankan ketika kotak telepon itu semakin
turun ke dalam bumi. Setelah sekitar satu menit, walaupun terasa jauh lebih lama
bagi Harry, seberkas cahaya keemasan menerangi kakinya dan, semakin melebar,
menaiki tubuhnya, sampai menghantamnya di wajah dan dia harus berkedip untuk
menghentikan matanya berair.
'Kementerian Sihir mengharapkan Anda melalui hari yang
menyenangkan,' kata suara wanita itu.
Pintu kotak telepon mendadak terbuka dan Mr Weasley
melangkah keluar, diikuti oleh Harry, yang mulutnya telah terbuka.
Mereka sedang berdiri di salah satu ujung dari sebuah aula
yang sangat panjang dan bagus dengan lantai kayu gelap yang digosok mengkilap.
Langit-langit biru merak bertatahkan simbol-simbol keemasan yang berkilauan yang
terus bergerak dan berubah-ubah seperti papan penujuk yang sangat besar.
Dinding-dindig di kedua sisi diberi panel kayu gelap mengkilat dan memiliki
banyak perapian berbingkai yang ditempatkan padanya. Tiap beberapa detik seorang
penyihir wanita atau pria akan muncul dari salah satu perapian di sisi kiri
dengan bunyi whoosh lembut. Di sisi kanan, antrian-antrian pendek
terbentuk di depan masing-masing perapian, menunggu untuk berangkat.
Di tengah aula ada sebuah air mancur. Sekelompok patung
keemasan, berukuran lebih besar dari aslinya, berdiri di tengah sebuah kolam
melingkar. Yang tertinggi dari mereka semua adalah seorang penyihir pria yang
tampak mulai dengan tongkatnya yang menunjuk tegak ke udara. Berkelompok di
sekitarnya ada seorang penyihir wanita cantik, centaur, goblin dan peri-rumah.
Tiga yang terakhir sedang memandang ke atas dengan penuh pemujaan kepada si
penyihir wanita dan pria. Semburan air yang berkilauan terbang dari ujung-ujung
tongkat mereka, ujung anak panah si centaur, puncak topi si goblin dan dari
tiap-tiap telinga si peri-rumah, sehingga suara air jatuh yang berdenting
ditambahkan ke suara pop dan crack orang-orang yang ber-Apparate
dan suara bising langkah-langkah kaki ketika ratusan penyihir wanita dan pria,
kebanyakan memiliki tampang pagi yang murung, berjalan menuju serangkaian
gerbang keemasan di ujung jauh dari aula itu.
'Lewat sini,' kata Mr Weasley.
Mereka bergabung dengan gerombolan, mengambil jalan di
antara para pekerja Kementerian, beberapa di antaranya membawa tumpukan-tumpukan
perkamen, yang lain membawa tas-tas kerja yang penyok; yang lainnya lagi sedang
membaca Daily Prophet selagi berjalan. Ketika mereka melewati air mancur
itu Harry melihat Sickle-Sickle perak dan Knut-Knut tembaga berkilauan ke
arahnya dari dasar kolam. Tanda corengan kecil di sampingnya bertuliskan:
SEMUA PEMASUKAN DARI AIR MANCUR PERSAUDARAAN SIHIR AKAN
DIBERIKAN
KEPADA RUMAH SAKIT ST MUNGO UNTUK
PENYAKIT DAN LUKA SIHIR
Kalau aku tidak dikeluarkan dari Hogwarts, aku akan memasukkan sepuluh
Galleon, Harry menemukan dirinya berpikir dengan putus asa.
'Sebelah sini, Harry,' kata Mr Weasley, dan mereka melangkah
keluar dari aliran pegawai Kementerian yang menuju gerbang-gerbang keemasan itu.
Duduk di meja di sebelah kiri, di bawah tanda yang bertuliskan Keamanan,
seorang penyihir yang cukurannya jelek dalam jubah biru merak melihat ke atas
ketika mereka mendekat dan meletakkan Daily Prophetnya.
'Aku mengawal seorang tamu,' kata Mr Weasley sambil
memberi isyarat kepada Harry.
'Melangkahlah ke sini,' kata penyihir itu dengan suara
bosan.
Harry berjalan lebih dekat kepadanya dan penyihir itu
memegang sebuah tongkat keemasan panjang yang tipis dan luwes seperti antena
mobil, dan melewatkannya ke atas dan ke bawah bagian depan dan belakang tubuh
Harry.
'Tongkat,' gerutu penyihir keamanan kepada Harry sambil
meletakkan instrumen keemasan itu dan mengulurkan tangannya.
Harry mengeluarkan tongkatnya. Penyihir itu menjatuhkannya
ke sebuah instrumen kuningan aneh, yang tampak seperti satu set timbangan
dengan hanya satu piring. Instrumen itu mulai bergetar. Secarik perkamen panjang
keluar dengan cepat dari lubang di dasarnya. Penyihir itu mengoyaknya dan
membaca tulisan di atasnya.
'Sebelas inci, inti bulu phoenix, telah digunakan selama
empat tahun. Itu benar?'
'Ya,' kata Harry dengan gugup.
'Akan kusimpan ini,' kata penyihir itu, sambil menusukkan
perkamen itu ke sebuah paku besar kuningan. 'Kau mendapatkan ini kembali,'
tambahnya sambil mendesakkan tongkat itu kepada Harry.
'Terima kasih.'
'Tunggu dulu ...' kata si penyihir pelan-pelan.
Matanya telah beralih dari lencana pengunjung perak di
dada Harry ke dahinya.
'Terima kasih, Eric,' kata Mr Weasley dengan tegas, dan
sambil mencengkeram bahu Harry dia menuntunnya menjauh dari meja itu dan kembali
ke aliran penyihir pria dan wanita yang sedang berjalan melalui gerbang-gerbang
keemasan.
Agak terdesak oleh kerumunan, Harry mengikuti Mr Weasley
melalui gerbang-gerbang itu ke dalam aula yang lebih kecil di belakangnya, di
mana setidaknya dua puluh lift berdiri di belakang jeruji-jeruji keemasan yang
ditempa. Di dekatnya, berdiri seorang penyihir besar berjanggut yang memegang
sebuah kotak karton besar yang mengeluarkan suara-suara parau.
'Baik-baik saja, Arthur?' kata si penyihir, sambil
mengangguk kepada Mr Weasley.
'Apa yang kau punya di sana, Bob?' tanya Mr Weasley,
sambil melihat ke kotak itu.
'Kami tidak yakin,' kata penyihir itu dengan serius. 'Kami
kira ayam kampung standar sampai dia mulai mengeluarkan napas api. Bagiku
kelihatannya seperti penyimpangan serius dari Larangan Pembiakan Eksperimental.'
Dengan suara gemerincing dan berisik sebuah lift turun ke
depan mereka; jeruji keemasannya bergeser membuka dan Harry dan Mr Weasley
melangkah masuk ke dalam lift dengan sisa kerumunan dan Harry menemukan dirinya
terdesak di dinding belakang. Beberapa penyihir wanita dan pria sedang
memandanginya dengan rasa ingin tahu; dia menatap kakinya untuk menghindari
pandangan siapapun, sambil meratakan poninya. Jeruji-jeruji bergeser tertutup
dengan suara benturan dan lift itu naik pelan-pelan, rantai-rantai berderak,
sementara suara wanita tenang yang sama seperti yang didengar Harry dalam kotak
telepon terdengar lagi.
'Tingkat Tujuh, Departemen Permainan dan Olahraga Sihir,
tergabung dengan Markas Besar Liga Quidditch Inggris dan Irlandia, Klub
Gobstones Resmi dan Kantor Paten Menggelikan.'
Pintu-pintu lift membuka. Harry melihat sekilas sebuah
koridor yang tampak tidak rapi, dengan berbagai poster tim-tim Quidditch yang
dipakukan miring di dinding. Salah satu penyihir di lift, yang sedang membawa
satu lengan penuh sapu, keluar dengan susah payah dan menghilang ke koridor.
Pintu menutup, lift berguncang naik lagi dan suara wanita tersebut mengumumkan.
'Tingkat enam, Departemen Transportasi Sihir, tergabung
dengan Kekuasaan Jaringan Floo, Pengendalian Peraturan Sapu, Kantor Portkey dan
Pusat Pengujian Aparrasi.'
Sekali lagi pintu-pintu lift terbuka dan empat atau lima
orang penyihir wanita dan pria keluar; pada saat yang sama, beberapa pesawat
terbang kertas meluncur masuk ke dalam lift. Harry memandangi mereka ketika
mereka mengepak-ngepak pelan di atas kepalanya; berwarna violet pucat dan dia
bisa melihat Kementerian Sihir dicapkan di tepi sayap-sayap mereka.
'Cuma memo antar-departemen,' Mr Weasley bergumam
kepadanya. 'Kami dulu menggunakan burung hantu, tapi kotornya tidak tanggung ...
kotoran binatang di semua meja ...'
Ketika mereka berdentang naik lagi memo-memo itu berkepak
di sekitas lampu yang berayun dari langit-langit lift.
'Tingkat lima, Departemen Kerja-Sama Sihir Internasional,
tergabung dengan Badan Standar Perdagangan Sihir Internasional, Kantor Hukum
Sihir Internasional dan Konfederasi Penyihir Internasional, Kedudukan Inggris.'
Ketika pintu terbuka, dua di antara memo-memo tersebut
meluncur keluar bersama beberapa penyihir wanita dan pria, tapi beberapa memo
meluncur masuk, sehingga cahaya lampu berkelap-kelip di atas kepala ketika
memo-memo itu terbang di sekitarnya.
'Tingkat Empat, Departemen Peraturan dan Pengendalian
Makhluk Sihir, tergabung dengan Divisi Makhluk Buas, Jejadian dan Roh, Kantor
Hubungan Goblin dan Biro Penasihat Hama.'
'P'misi,' kata penyihir pria yang membawa ayam yang
mengeluarkan napas api dan dia meninggalkan lift sambil dikejar oleh sekelompok
kecil memo. Pintu-pintu berdentang menutup lagi.
'Tingkat Tiga, Departemen Kecelakaan dan Bencana Sihir,
termasuk Regu Pembalik Kecelakaan Sihir, Markas Besar Pengubah Memori dan Komite
Pembuat Alasan Muggle.'
Semua orang meninggalkan lift pada lantai ini kecuali Mr
Weasley, Harry dan seorang penyihir wnaita yang sedang membaca sepotong perkamen
yang luar biasa panjangnya sehingga sampai menjulur ke lantai. Memo-memo yang
tersisa terus membumbung di sekitar lampu selagi lift berguncang naik lagi, lalu
pintu-pintu membuka dan suara itu mengeluarkan pengumuman.
'Tingkat dua, Departemen Penegakan Hukum Sihir, termasuk
Kantor Penggunaan Sihir yang Tidak Pantas, Markas Besar Auror dan Jasa
Administrasi Wizengamot.'
'Di sinilah kita, Harry,' kata Mr Weasley, dan mereka
mengikuti penyihir wanita itu keluar lift ke sebuah koridor yang dibarisi dengan
pintu-pintu. 'Kantorku ada di sisi lain dari lantai ini.'
'Mr Weasley,' kata Harry ketika mereka melewati sebuah
jendela yang dipancari oleh sinar matahari, 'bukankah kita masih berada di bawah
tanah?'
'Ya, memang,' kata Mr Weasley. 'Itu adalah jendela-jendela
yang disihir. Bagian Pemeliharaan Sihir memutuskan cuaca apa yang akan kami
dapatkan setiap hari. Kami dapat dua bulan badai topan terakhir kali sewaktu
mereka sedang menuntut kenaikan gaji ... Putar di sini, Harry.'
Mereka memutar di sudut, berjalan melalui sepasang pintu
kayu ek yang berat dan muncul di sebuah daerah terbuka yang kacay yang dibagi ke
dalam ruang-ruang kecil, yang berdengung dengan suara percakapan dan tawa.
Memo-memo meluncur keluar-masuk ruang-ruang kecil itu seperti roket-roket kecil.
Sebuah tanda miring di ruang kecil terdekat bertuliskan: Markas Besar Auror.
Harry mencuri-curi pandang melalui ambang pintu ketika
mereka lewat. Para Auror telah menutupi dinding-dinding ruang kecil mereka
dengan semua benda dari gambar-gambar para penyihir yang buron dan foto-foto
keluarga mereka, hingga poster-poster tim Quidditch favorit mereka dan
artikel-artikel dari Daily Prophet. Seorang lelaki berjubah merah tua
dengan ekor rambut yang lebih panjang dari milik Bill sedang duduk dengan sepatu
botnya di atas mejanya, sambil mendiktekan sebuah laporan kepada pena bulunya.
Sedikit jauh lagi, seorang penyihir wanita dengan penutup di salah satu matanya
sedang berbincang-bincang melalui bagian atas ruang kecilnya kepada Kingsley
Shacklebolt.
'Pagi, Weasley,' kata Kingsley dengan serampangan, ketika
mereka mendekat. 'Aku telah ingin berbicara kepadamu, apakah kau punya waktu
sedetik?'
'Ya, kalau benar hanya sedetik,' kata Mr Weasley, 'Aku
agak terburu-buru.'
Mereka berbicara seakan-akan hampir tidak mengenal satu
sama lain dan ketika Harry membuka mulut untuk mengatakan halo kepada Kingsley,
Mr Weasley menginjak kakinya. Mereka mengikuti Kingsley sepankang barisan itu
dan ke dalam ruang kecil yang terakhir.
Harry agak terkejut; dari segala arah tampak wajah Sirius
berkedip-kedip kepadanya. Potongan-potongan surat kabar dan foto-foto tua --
bahwa foto di mana Sirius menjadi pendamping pengantin di pernikahan keluarga
Potter -- melapisi dinding-dinding. Satu-satunya ruang yang bebas-Sirius
hanyalah sebuah peta dunia dengan jarum-jarum merah kecil yang berkilau seperti
permata.
'Ini,' kata Kingsley dengan kasar kepada Mr Weasley,
sambil menyodorkan secarik perkamen ke dalam tangannya. 'Aku perlu informasi
sebanyak mungkin tentang kendaraan-kendaraan Muggle terbang yang terlihat dalam
dua belas bulan belakangan ini. Kami telah menerima informasi bahwa Black
mungkin masih menggunakan sepeda motor tuanya.'
Kingsley memberi Harry kedipan besar dan menambahkan,
dengan berbisik, 'Berikan kepadanya majalah itu, dia mungkin menganggapnya
menarik.' Lalu dengan nada normal, 'Dan jangan terlalu lama, Weasley, penundaan
pada laporan kaki api itu menahan penyelidikan kami hingga sebulan.'
'Kalau kau telah membaca laporanku, kau akan tahu bahwa
istilahnya adalah senjata api,' kata Mr Weasley dengan dingin. 'Dan
kutakut kau harus menunggu demi informasi sepeda motor itu; saat ini kami sangat
sibuk.' Dia menurunkan suaranya dan berkata, 'Kalau kau bisa pergi sebelum jam
tujuh, Molly membuat bakso.'
Dia memberi isyarat kepada Harry dan menuntunnya keluar
dari ruang kecil Kingsley, melalui pintu kayu ek yang kedua, ke gang lain, belok
kiri, berderap sepanjang koridor lain, dan akhirnya mencapai jalan buntu, di
mana terdapat sebuah pintu yang terbuka sedikit, memperlihatkan sebuah lemari
sapu, dan sebuah pintu di sebelah kanan yang memiliki plakat kuningan pudar yang
bertuliskan: Penyalahgunaan Benda-Benda Muggle.
Kantor Mr Weasley yang suram kelihatannya sedikit lebih
kecil daripada lemari sapu itu. Dua meja tulis telah dijejalkan ke dalamnya dan
hampir tidak ada ruang untuk bergerak di sekitar meja-meja itu karena adanya
semua lemari-lemari arsip kepenuhan yang berbaris di dinding, di puncak
lemari-lemari itu berceceran tumpukan-tumpukan arsip. Ruang kecil yang tersedia
di dinding menjadi saksi obsesi Mr Weasley: beberapa poster mobil,
termasuk satu poster mesin yang dibongkar; dua ilustrasi kotak pos yang
kelihatannya dipotong dari buku cerita anak-anak Muggle; dan sebuah diagram yang
memperlihatkan bagaimana memasang kabel pada steker.
Di atas nampan pesan masuk Mr Weasley yang kepenuhan
terdapat sebuah alat pemanggang roti yang sedang berdeguk dengan sedih dan
sepasang sarung tangan kosong yang sedang memutar-mutarkan jempolnya. Sebuah
foto keluarga Weasley berada di sebelah nampan pesan masuk itu. Harry
memperhatikan bahwa Percy tampak telah keluar dari foto itu.
'Kami tidak punya jendela,' kata Mr Weasley meminta maaf,
sambil melepaskan jaket penerbangnya dan menempatkannya di belakang kursinya.
'Kami sudah minta, tapi mereka tampaknya mengira kami tidak perlu satu.
Duduklah, Harry, kelihatannya Perkins belum tiba.'
Harry menyelipkan dirinya ke dalam kursi di belakang meja
tulis Perkins sementara Mr Weasley mencari-cari dengan seksama pada carikan
perkamen yang telah diberikan Kingsley kepadanya.
'Ah,' katanya sambil nyengir, ketika dia mengeluarkan
sebuah salinan majalah yang berjudul The Quibbler dari tengahnya, 'ya
...' Dia membalik-baliknya, 'Ya, dia benar, aku yakin Sirius akan menganggapnya
sangat lucu -- oh, apa ini sekarang?'
Sebuah memo baru saja meluncur masuk melalui pintu yang
terbuka dan berkibar sampai terdiam di atas alat pemanggang roti yang berdeguk
itu. Mr Weasley membuka lipatannya dan membacanya kuat-kuat.
'"Toilet umum muntah yang ketiga dilaporkan di
Bethnal Green, harap segera diselidiki." Ini mulai edan ...'
'Toilet muntah?'
'Olok-olok anti-Muggle,' kata Mr Weasley sambil merengut.
'Kami dapat dua minggu lalu, satu di Wimbledon, satu di Elephant and Castle.
Para Muggle menarik tuas penyiramnya dan bukannya semua menghilang -- well,
kau bisa membayangkan. Orang-orang malang itu terus memanggil para -- tukang
deleng, kukira itu sebutan mereka -- kau tahu, yang memperbaiki pipa dan
segalanya.'
'Tukang ledeng?'
'Tepat, ya, tapi tentu saja mereka kewalahan. Aku hanya
berharap kami dapat menangkap siapapun yang melakukannya.'
'Apakah para Auror yang akan menangkap mereka?'
'Oh bukan, itu terlalu sepele bagi para Auror, haruslah
Patroli Penegakan Hukum Sihir -- ah Harry, ini Perkins.'
Seorang penyihir tua yang bungkuk dan tampak malu-malu
dengan rambut putih halus baru saja memasuki ruangan sambil terengah-engah.
'Oh, Arthur!' dia berkata dengan putus asa, tanpa melihat
kepada Harry. 'Syukurlah, aku tidak tahu apa yang terbaik untuk dilakukan,
apakah harus menunggu kamu di sini atau tidak. Aku baru saja mengirim burung
hantu ke rumahmu tapi jelas saja kau tidak menerimanya -- sebuah pesan penting
masuk sepuluh menit yang lalu --'
'Aku tahu mengenai toilet muntah itu,' kata Mr Weasley.
'Bukan, bukan, bukan toilet itu, tapi dengar pendapat
bocah Potter itu -- mereka telah mengubah waktu dan tempatnya -- mulainya jam
delapan sekarang dan bertempat di bawah di Ruang Sidang Sepuluh yang lama --'
'Di bawah di -- tapi mereka bilang padaku -- jenggot
Merlin!'
Mr Weasley memandang jam tangannya, mengeluarkan pekik
terkejut dan melompat dari kursinya.
'Cepat, Harry, kita seharusnya berada di sana lima menit
yang lalu!'
Perkins meratakan dirinya pada lemari arsip ketika Mr
Weasley meninggalkan kantor itu dengan berlari, Harry mengikutinya dari dekat.
'Mengapa mereka mengubah waktunya?' Harry berkata dengan
terengah-engah, selagi mereka berlari melewati ruang-ruang kecil Auror;
orang-orang menjulurkan kepala dan menatapi mereka selagi mereka melaju lewat.
Harry merasa seolah-olah dia telah meninggalkan semua isi tubuhnya di meja tulis
Perkins.
'Aku tak punya gambaran, tapi untunglah kita tiba demikian
pagi, kalau kau ketinggalan dengar pendapat itu, pastilah jadi bencana!'
Mr Weasley berhenti di samping lift dan menekan-nekan
tombol 'turun' dengan tidak sabar.
'Ayolah!'
Lift berdentang masuk ke penglihatan dan mereka bergegas
masuk. Setiap kali lift itu berhenti Mr Weasley menyumpah dengan marah dan
meninju tombol sembilan --'
'Ruang-ruang sidang itu belum pernah digunakan selama
bertahun-tahun,' kata Mr Weasley dengan marah. 'Aku tidak bisa berpikir kenapa
mereka mengadakannya di bawah sana -- kecuali -- tapi tidak --'
Seorang penyihir wanita agak gemuk yang membawa sebuah
piala berasap memasuki lift pada saat itu, dan Mr Weasley tidak melanjutkan.
'Atrium,' kata suara wanita tenang itu dan jeruji-jeruji
keemasan bergeser membuka, memperlihatkan kepada Harry kilasan dari jauh
patung-patung keemasan di air mancur. Penyihir wanita agak gemuk itu keluar dan
seorang penyihir pria berkulit pucat dengan wajah amat murung masuk.
'Pagi, Arthur,' dia berkata dengan suara muram ketika lift
mulai menurun. 'Tidak sering melihatmu di bawah sini.'
'Urusan penting, Bode,' kata Mr Weasley, yang sedang
menghentak-hentakkan kakinya dan melemparkan pandangan cemas kepada Harry.
'Ah, ya,' kata Bode, sambil mengamati Harry tanpa
berkedip. 'Tentu saja.'
Harry hampir tidak punya perasaan yang tersisa bagi Bode,
tapi tatapannya yang terus-menerus tidak membuatnya lebih nyaman.
'Departemen Misteri,' kata suara wanita tenang itu, dan
berhenti di situ.
'Cepat, Harry,' kata Mr Weasley ketika pintu lift berderak
terbuka, dan mereka melaju sepanjang sebuah koridor yang sangat berbeda dari
yang di atas. Dinding-dindingnya tidak berhias; tidak ada jendela dan tidak ada
pintu selain sebuah pintu hitam polos di bagian paling ujung koridor itu. Harry
mengira mereka akan melalui pintu itu, tapi Mr Weasley menyambar lengannya dan
menariknya ke sebelah kiri, di mana terdapat pembukaan ke serangkaian anak
tangga.
'Di bawah sini, di bawah sini,' Mr Weasley terengah-engah
sambil menuruni dua anak tangga sekaligus. 'Lift bahkan tidak turun sejauh ini
... kenapa mereka mengadakannya di bawah sana aku ...'
Mereka mencapai dasar tangga dan berlari sepanjang sebuah
koridor lagi, yang sangat mirip dengan koridor yang mengarah ke ruang bawah
tanah Snape di Hogwarts, dengan dinding-dinding batu kasar dan obor-obor dalam
penyangganya. Pintu-pintu yang mereka lewati terbuat dari kayu berat dengan
gembok-gembok dan lubang-lubang kunci dari besi.
'Ruang Sidang ... Sepuluh ... kukira .... kita hampir ...
ya.'
Mr Weasley berhenti di luar sebuah pintu gelap suram
dengan gembok besi yang sangat besar dan merosot ke dinding sambil memegang
jahitan di dadanya.
'Teruslah,' dia terengah-engah, sambil menunjukkan
jempolnya ke pintu. 'Masuk ke dalam.'
'Tidakkah -- tidakkah Anda ikut dengan --?'
'Tidak, tidak, aku tidak boleh. Semoga berhasil!'
Jantung Harry serasa berdetak hebat di bagian jakunnya.
Dia menelan ludah, memutarkan pegangan pintu dari besi yang berat dan melangkah
ke dalam ruang sidang.
-- BAB DELAPAN --
Dengar Pendapat
Harry terkesiap, dia tidak bisa menahan diri. Ruang
bawah tanah besar yang dimasukinya tampak sudah dikenalnya. Dia bukan hanya
pernah melihatnya, dia sudah perbah berada di sini sebelumnya. Ini adalah
tempat di mana dia telah menyaksikan keluarga Lestrange divonis hukuman seumur
hidup di Azkaban.
Dinding-dindingnya terbuat dari batu gelap yang diterangi
oleh obor-obor. Bangku-bangku kosong berada di kedua sisinya, tetapi di depan,
di bangku-bangku tertinggi, ada banyak figur-figur berbayang. Mereka berbicara
dengan suara rendah, tetapi ketika pintu berat itu mengayun tertutup di belakang
Harry timbul keheningan yang tidak menyenangkan.
Sebuah suara pria yang dingin berdering menyeberangi ruang
sidang.
'Kamu terlambat.'
'Sori,' kata Harry dengan gugup. 'Aku -- aku tidak tahu
waktunya sudah diganti.'
'Itu bukan kesalahan Wizwngamot,' kata suara itu. 'Seekor
burung hantu telah dikirim ke tempatmu pagi ini. Duduklah.'
Harry melayangkan pandangan ke kursi di tengah ruangan,
yang lengan-lengannya ditutupi rantai-rantai. Dia sudah pernah melihat mereka
menjadi hidup dan mengikat siapapun yang duduk di antara mereka. Langkah-langkah
kakinya menggema keras selagi dia berjalan menyeberangi lantai batu. Ketika dia
duduk dengan hati-hati di ujung kursi itu rantai-rantainya berdenting mengancam
tetapi tidak mengikatnya. Merasa agak sakit, dia melihat ke atas ke orang-orang
yang duduk di bangku-bangku di atas.
Adasekitar lima puluh dari mereka, semuanya, sejauh yang
bisa dilihatnya, mengenakan jubah-jubah berwarna plum dengan huruf perak 'W'
yang penuh hiasan di sisi kirii dada dan semuanya menatap ke bawah hidung mereka
kepadanya, bebrapa dengan ekspresi yang amat keras, yang lainnya tampang-tampang
keingintahuan yang jelas.
Di bagian paling tengah dari baris depan duduk Cornelius
Fudge, Menteri Sihir. Fudge adalah seorang pria yang gemuk yang sering memakai
sebuah topi bowler hijau-limau, walaupun hari ini dia tidak memakainya; dia juga
tidak memakai senyum ramah yang pernah digunakannya ketika berbicara kepada
Harry. Seorang penyihir wanita dengan rahang lebar dan persegi yang berambut
kelabu sangat pendek duduk di sebelah kiri Fudge; dia mengenakan kacamata
berlensa satu dan terlihat menakutkan. Di sisi kanan Fudge ada seorang penyihir
wanita lagi, tetapi dia duduk demikian jauh ke belakang sehingga wajahnya berada
dalam bayang-bayang.
'Baiklah,' kata Fudge. 'Tertuduh telah hadir -- akhirnya
-- mari kita mulai. Apakah kamu sudah siap?' dia memanggil ke ujung barisan.
'Ya, sir,' kata sebuah suara bersemangat yang dikenal Harry.
Kakak Ron Percy sedang duduk di bagian terujung bangku depan. Harry melihat
kepada Percy, mengharapkan beberapa tanda pengenalan darinya, tetapi tidak ada
yang datang. Mata Percy, di balik kacamata tanduknya, terpaku pada perkamennya,
dengan sebuah pena bulu berada di tangannya.
'Sidang dengar pendapat kedisiplinan pada tanggal dua
belas Agustus,' kata Fudge dengan suara berdering, dan Percy mulai
mencatat seketika, 'pada pelanggaran yang dilakukan terhadap Dekrit Pembatasan
Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di Bawah Umur dan Undang-Undang KErahasiaan
Internasional oleh Harry James Potter, penduduk di nomor empat, Privet Drive,
Little Whinging, Surrey.
'Para penginterogasi: Cornelius Oswald Fudge, Menteri
Sihir; Amelia Susan Bones, Kepala Departemen Penegakan Hukum Sihir; Dolores Jane
Umbridge, Menteri Muda Senior terhadap Menteri. Notulen sidang, Percy Ignatius
Weasley --'
'Saksi untuk pembelaan, Albus Percival Wulfric Brian
Dumbledore,' kata sebuah suara tenang dari belakang Harry, yang memalingkan
kepalanya begitu cepat sehingga lehernya jadi kaku.
Dumbledore sedang melangkah dengan tenang menyeberangi
ruangan mengenakan jubah biru-tengah malam yang panjang dan ekspresi benar-benar
tenang. Janggut dan rambut peraknya yang panjang berkilau dalam cahaya obor
ketika dia berada sejajar dengan Harry dan melihat kepada Fudge melalui kacamata
setengah-bulan yang terjepit di tengah hidungnya yang sangat bengkok.
Para anggota Wizengamot saling bergumam. Semua mata
sekarang tertuju pada Dumbledore. Beberapa terlihat jengkel, yang lain sedikit
ketakutan; namun dua penyihir wanita tua di baris belakang mengangkat tangan
mereka dan melambai menyambut.
Sebuah emosi yang kuat telah timbul di dada Harry saat
melihat Dumbledore, sebuah perasaan terlindung dan penuh harapan yang mirip
dengan yang diberikan nyanyian phoenix kepadanya. Dia ingin melihat ke mata
Dumbledore, tetapi Dumbledore tidak melihat ke arahnya; dia terus melihat ke
atas pada Fudge yang jelas terganggu.
'Ah,' kata Fudge, yang terlihat sangat bingung.
'Dumbledore. Ya. Kalau begitu, Anda -- mendapat -- er -- pesan kami bahwa
waktu dan -- er -- tempat sidang telah diubah?'
'Aku pasti ketinggalan pesan itu,' kata Dumbledore dengan
ceria. 'Namun karena kesalahan yang menguntungkan aku tiba di Kementerian tiga
jam lebih cepat, jadi tidak ada yang rugi.'
'Ya -- well -- kurasa kita akan butuh satu kursi
lagi -- aku -- Weasley, bisakah kamu --?
'Tidak usah khawatir, tidak usah khawatir,' kata
Dumbledore dengan menyenangkan; dia mengeluarkan tongkatnya, melambaikannya
sedikit, dan sebuah kursi berlengan empuk dari kain muncul entah darimana di
samping Harry. Dumbledore duduk, menggabungkan ujung-ujung jarinya yang panjang
dan mengamati Fudge melewati jarin-jarinya dengan ekspresi tertarik yang sopan.
Wizengamot masih bergumam dan bertingkah gelisah; hanya ketika Fudge berbicara
lagi barulah mereka tenang.
'Ya,' kata Fudge lagi, sambil mengocok catatan-catatannya.
'Well, kalau begitu. Jadi. Tuntutannya. Ya.'
Dia mengeluarkan sepotong perkamen dari tumpukan di
hadapannya, mengambil napad dalam-dalam, membacakan, 'Tuntutan melawan tertuduh
adalah sebagai berikut:
'Bahwa dia dengan sengaja dan sadar dan sepenuhnya
menyadari tindakannya bertentangan dengan hukum, setelah menerima peringatan
tertulis sebelumnya dari Kementerian Sihir atas tuduhan serupa, menghasilkan
Mantera Patronus di daerah tempat tinggal Muggle, dengan kehadiran seorang
Muggle, pada tanggal dua Agustus pukul sembilan lewat dua puluh tiga, yang
melanggar Paragraf C dari Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di
Bawah Umur, 1875, dan juga Seksi 13 dari Undang-Undang Kerahasiaan Konfederasi
Penyihir Internasional.
'Kamu adalah Harry James Potter, dari nomor empat, Privet
Drive, Little Whinging, Surrey?' Fudge berkata sambil melotot pada Harry dari
puncak perkamennya.
'Ya,' kata Harry.
'Kamu menerima sebuah peringatan resmi dari Kementerian
karena menggunakan sihir ilegal tiga tahun yang lalu, bukankah begitu?'
'Ya, tapi --'
'Dan kamu masih menghasilkan sebuah Patronus pada malam
dua Agustus?' kata Fudge.
'Ya,' kata Harry, 'tapi --'
'Tahu bahwa kamu tidak dibolehkan menggunakan sihir di
luar sekolah selagi kamu di bawah umur tujuh belas?'
'Ya, tapi --'
'Tahu bahwa kamu berada di daerah penuh Muggle?'
'Ya, tapi --'
'Sadar sepenuhnya bahwa kamu berada sangat dekat dengan
seorang Muggle pada saat itu?'
'Ya,' kata Harry dengan marah, 'tapi aku hanya
menggunakannya karena kami --'
Panyihir wanita berkacamata lensa satu menyelanya dengan
suara menggelegar.
'Kamu menghasilkan Patronus terlatih?'
'Ya,' kata Harry, 'karena --'
'Sebuah Patronus korporeal?'
'Sebuah -- apa?' kata Harry.
'Patronusmu punya bentuk yang tampak jelas? Maksudku,
lebih dari sekedar uap atau asap?'
'Ya,' kata Harry, merasa tidak sabar sekaligus sedikit
putus asa, 'bentuknya kijang jantan, selalu kijang jantan.'
'Selalu?' gelegar Madam Bones. 'Kamu sudah pernah
menghasilkan Patronus sebelum sekarang?'
'Ya,' kata Harry, 'aku sudah melakukannya selama lebih
dari setahun.'
'Dan kamu berumur lima belas tahun?'
'Ya, dan --'
'Kamu mempelajari hal ini di sekolah?'
'Ya, Profesor Lupin mengajari saya di tahun ketiga saya,
karena --'
'Mengesankan,' kata Madam Bones, sambil menatapnya,
'Patronus sejati pada usianya ... sangat mengesankan.'
Beberapa penyihir di sekitarnya bergumam lagi; sedikit
mengangguk, tetapi yang lain merengut dan menggelengkan kepala-kepala mereka.
'Bukan soal seberapa mengesankannya sihir itu,' kata Fudge
dengan suara tidak sabar. 'Bahkan menurutku semakin mengesankan semakin buruk
jadinya, mengingat bocah itu melakukannya dalam pandangan jelas seorang Muggle.'
'Aku melakukannya karena Dementor!' dia berkata dengan
keras, sebelum orang lain bisa menyelanya lagi.
Dia telah mengharapkan gumaman lagi, tetapi keheningan
yang timbul kelihatan jauh lebih pekat dari sebelumnya.
'Dementor?' kata Madam Bones setelah beberapa saat,
alisnya yang tebal menaik hingga kacamata berlensa satunya terlihat akan jatuh.
'Apa maksudmu, nak?'
'Maksudku ada dua Dementor di gang dan mereka menyerang
aku dan sepupuku!'
'Aha!' kata Fudge lagi, sambil menyeringai tidak
menyenangkan ketika dia memandang berkeliling pada Wizengamot, seakan-akan
mengajak mereka berbagi lelucon. 'Ya. Ya. Sudah kukira kita akan mendengar
sesuatu seperti ini.'
'Dementor di Little Whinging?' Madam Bones berkata, dengan
nada terkejut sekali. 'Aku tidak mengerti --'
'Tidakkah kau, Amelia?' kata Fudge, masih menyeringai.
'Mari kujelaskan. Dia telah memikirkannya terus dan memutuskan Dumbledore akan
membuat cerita pengantar yang sangat bagus, memang sangat bagus. Para Muggle
tidak bisa melihat Dementor, benar kan, nak? Sangat sesuai, sangat sesuai ...
jadi itu cuma perkataanmu dan tidak ada saksi ...'
'Aku tidak bohong!' kata Harry dengan keras, melawan
pecahnya gumaman lagi dari sidang. 'Ada dua, datangnya dari ujung-ujung gang
yang berlawanan, semua jadi gelap dan dingin dan sepupuku merasakan mereka dan
lari --'
'Cukup, cukup!' kata Fudge dengan tampang sangat congkak
di wajahnya. 'Aku menyesal harus menyela apa yang kuyakin pasti sebuah cerita
yang terlatih dengan baik --'
Dumbledore mengencerkan tenggorokannya. Wizengamot terdiam
lagi.
'Kenyataannya, kami memang punya seorang saksi akan
kehadiran Dementor di gang itu,' dia berkata, 'selain Dudley Dursley, maksudku.'
Wajah gemuk Fludge terlihat mengendur, seakan-akan
seseorang telah mengeluarkan udara darinya. Dia memandang ke Dumbledore sejenak
atau dua, dengan penampilan seorang lelaki yang menguatkan dirinya kembali,
berkata, 'Kutakutkan kita tidak punya waktu untuk mendengarkan kebohongan
lagi, Dumbledore, aku mau ini diatasi dengan cepat --'
'Aku mungkin salah,' kata Dumbledore dengan menyenangkan,
'tapi aku yakin bahwa di bawah Piagam Hak-Hak Wizengamot, tertuduh mempunyai hak
untuk menghadirkan saksi-saksi bagi kasusnya? Bukankah itu kebijakan Departemen
Penegakan Hukum Sihir, Madam Bones?' dia meneruskan sambil berbicara kepada
penyihir wanita yang memakai kacamata berlensa satu.
'Benar,' kata Madam Bones. 'Sangat benar.'
'Oh, baiklah, baiklah,' kata Fudge dengan tajam. 'Di mana
orang ini?'
'Aku membawanya bersamaku,' kata Dumbledore. 'Dia tepat di
luar pintu. Haruskah aku --'
'Tidak -- Weasley, kamu pergi,' Fudge menghardik Percy,
yang bangkit seketika, berlari menuruni tangga-tangga batu dari balkon hakim dan
bergegas melewati Dumbledore dan Harry tanpa melirik sekilaspun pada mereka.
Sejenak kemudian, Percy kembali, diikuti oleh Mrs Figg.
Dia tampak takut dan lebih sinting dari sebelumnya. Harry berharap dia berpikir
untuk mengganti selop karpetnya.
Dumbledore berdiri dan memberikan kursinya kepada Mrs
Figg, menyihir kursi kedua untuk dirinya sendiri.
'Nama lengkap?' kata Fudge dengan keras, ketika Mrs Figg
telah duduk dengan gugup di ujung kursi.
'Arabella Doreen Figg,' kata Mrs Figg dengan suara
bergetar.
'Dan siapa sebenarnya Anda?' kata Fudge dengan suara bosan
dan angkuh.
'Aku penduduk Little Whinging, dekat dengan tempat Harry
tinggal,' kata Mrs Figg.
'Kami tidak punya catatan adanya penyihir wanita ataupun
pria yang tinggal di Little Whinging, selain Harry Potter,' kata Madam Bones
seketika. 'Daerah itu selalu diawasi dengan ketat, mengingat ... mengingat
kejadian-kejadian di masa lalu.'
'Aku seorang Squib,' kata Mrs Figg. 'Jadi kalian tidak
akan mencatat aku, 'kan?'
'Seorang Squib, eh?' kata Fudge sambil mengamati dia
lekat-lekat. 'Kami akan mengecek hal itu. Anda harus meninggalkan detil-detil
keturunan Anda dengan asisten saya Weasley. Sehubungan dengan itu, bisakah Squib
melihat Dementor?' dia menambahkan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sepanjang
bangku itu.
'Ya, kami bisa!' kata Mrs Figg marah.
Fudge melihat kembali kepadanya dengan alis terangkat.
'Baiklah,' dia berkata dengan dingin. 'Apa ceritamu?'
'Aku pergi keluar untuk membeli makanan kucing dari toko
di sudut jalan di ujung Wisteria Walk, sekitar pukul sembilan, pada malam dua
Agustus,' Mrs Figg berkata cepat-cepat dengan kurang jelas dan seketika,
seakan-akan dia telah mempelajari dalam hati apa yang akan dikatakannya, 'ketika
aku mendengar keributan di gang antara Magnolia Crescent dan Wisteria Walk.
Sewaktu menghampiri mulut gang aku melihat Dementor berlari --'
'Berlari?' kata Madam Bones dengan tajam. 'Dementor tidak
berlari, mereka melayang.'
'Itu yang kumaksudkan,' kata Mrs Figg dengan cepat,
semburat merah muda timbul di pipinya yang keriput. 'Melayang menyusuri gang
menuju apa yang tampak seperti dua anak lelaki.'
'Bagaimana tampang mereka?' kata Madam Bones, menyipitkan
matanya sehingga tepi kacamatanya menghilang ke dagingnya.
'Well, yang satu sangat besar dan yang lain agak
kurus --'
'Bukan, bukan,' kata Madam Bones tidak sabar. 'Para
Dementor ... gambarkan mereka.'
'Oh,' kata Mrs Figg, rona merah mudanya telah menjalar ke
lehernya sekarang. 'Mereka besar. Besar dan memakai jubah,'
Harry merasakan depresi yang mengerikan di dasar perutnya.
Apapun yang mungkin dikatakan Mrs Figg, baginya terdengar seolah-olah hal
terjauh yang pernah dilakukannya dilihatnya adalah gambar Dementor, dan sebuah
gambar tidak akan mengungkapkan kebenaran mengenai seperti apa makhluk-makhluk
ini: cara mereka bergerak yang menakutkan, melayang-layang beberapa inci di atas
tanah; atau bau busuk mereka; atau suara berderak mengerikan yang dibuat ketika
mereka mengisap udara sekitar ...
Di baris kedua, seorang penyihir gemuk pendek dengan kumis
hitam besar bersandar mendekat untuk berbisik ke telinga tetangganya, seorang
penyihir wanita berambut ikal. Dia menyeringai dan mengangguk.
'Besar dan mengenakan jubah,' ulang Madam Bones dengan
dingin, sementara Fudge mendengus mengejek. 'Aku mengerti. Ada lagi yang lain?'
'Ya,' kata Mrs Figg. 'Aku merasakan mereka. Semua jadi
dingin, dan ini adalah malam musim panas yang sangat hangat, camkan itu. Dan aku
merasa ... seakan-akan semua kebahagiaan telah hilang dari dunia ini ... dan aku
ingat ... hal-hal yang mengerikan ...'
Suaranya bergetar dan diam.
Mata Madam Bones melebar sedikit. Harry bisa melihat
tanda-tanda merah di bawah alisnya di mana kacamatanya tertancap tadi.
'Apa yang dilakukan Dementor itu?' dia bertanya, dan Harry
merasakan serbuan harapan.
'Mereka mengejar anak-anak itu,' kata Mrs Figg, suaranya
lebih kuat dan lebih percaya diri sekarang, rona merah muda mulai menghilang
dari wajahnya. 'Salah satunya terjatuh. Yang lain sedang mundur, mencoba untuk
menghalau Dementor. Itu Harry. Dia mencoba dua kali dan hanya menghasilkan uap
perak. Pada percobaan ketiga, dia menghasilkan Patronus, yang menyerang Dementor
pertama dan kemudian, dengan dorongannya, mengejar Dementor kedua menjauh dari
sepupunya. Dan itulah ... itulah yang terjadi,' Mrs Figg menyelesaikan dengan
agak tertegun.
Madam Bones memandang Mrs Figg dalam keheningan. Fudge
sedang tidak melihat kepadanya sama sekali, tetapi sedang mengutak-atik
kertas-kertasnya. Akhirnya, dia menaikkan matanya dan berkata, dengan agak
agresif, 'Itu yang Anda lihat, bukan?'
'Itu yang terjadi,' Mrs Figg mengulangi.
'Baiklah,' kata Fudge. 'Anda boleh pergi.'
Mrs Figg memberi pandangan takut dari Fudge ke Dumbledore,
lalu bangkit dan berjalan dengan kaki terseret menuju pintu. Harry mendengarnya
berdebuk menutup di belakangnya.
'Bukan saksi yang amat meyakinkan,' kata Fudge dengan
angkuh.
'Oh, aku tidak tahu,' kata Madam Bones dengan suaranya
yang menggelegar. 'Dia benar-benar menggambarkan efek serangan Dementor dengan
sangat akurat. Aku tidak dapat membayangkan mengapa dia akan berkata mereka ada
di sana kalau memang tidak.'
'Tetapi Dementor berkeliaran ke kediaman Muggle dan hanya kebetulan
bertemu dengan seorang penyihir?' dengus Fudge. 'Kemungkinannya pastilah sangat,
sangat kecil. Bahkan Bagman sekalipun tidak akan bertaruh --'
'Oh, aku tidak mengira satupun dari kita percaya bahwa
Dementor itu ada di sana karena kebetulan,' kata Dumbledore dengan ringan.
Penyihir wanita yang duduk di sebelah kanan Fudge, dengan
wajah dalam bayang-bayang, bergerak sedikit tetapi semua orang lainnya tetap
diam dan tidak bersuara.
'Apa apa maksudmu itu?' Fudge bertanya dengan dingin.
'Maksudnya kukira mereka diperintahkan ke sana,' kata
Dumbledore.
'Aku kira kita pasti akan punya catatan kalau seseorang
menyuruh sepasang Dementor pergi berjalan-jalan ke Little Whinging!' hardik
Fudge.
'Tidak kalau Dementor-Dementor itu menuruti perintah dari
seseorang di luar Kementerian Sihir akhir-akhir ini,' kata Dumbledore dengan
tenang. 'Aku sudah memberimu pandanganku mengenai hal ini, Cornelius.'
'Ya, memang,' kata Fudge penuh tenaga, 'dan aku tidak
punya alasan untuk percaya bahwa pandangan-pandanganmu bukan omong kosong,
Dumbledore. Para Dementor tetap berada di Azkaban dan sedang melakukan segala
hal yang kita minta kepada mereka.'
'Kalau begitu,' kata Dumbledore dengan pelan tetapi jelas,
'kita harus bertanya kepada diri kita sendiri mengapa seseorang di dalam
Kementerian menyuruh sepasang Dementor ke gang itu pada tanggal dua Agustus.'
Dalam keheningan total yang menyambut kata-kata ini,
penyihir wanita di sisi kanan Fudge bersandar ke depan sehingga Harry melihatnya
untuk pertama kalinya.
Dia berpikir wanita itu tampak seperti seekor katak besar
yang pucat. Dia agak gemuk-pendek dengan wajah lebar dan kendur, lehernya sama
sedikitnya dengan Paman Vernon dan mulut yang sangat lebar dan kendur. Matanya
besar, bundar dan agak menonjol. Bahkan pita beludru hitam kecil yang bertengger
di bagian atas rambutnya yang keriting pendek mengingatkan pada seekor lalat
besar yang baru akan ditangkapnya dengan lidah panjang yang lengket.
'Ketua mengenali Dolores Jane Umbridge, Menteri Muda
Senior terhadap Menteri,' kata Fudge.
Penyihir wanita itu berbicara dengan suara gugup bernada
tinggi seperti anak perempuan yang membuat Harry terkesima; dia telah
mengharapkan bunyi kuak.
'Aku yakin aku telah salah mengerti Anda, Profesor
Dumbledore,' katanya, dengan sebuah senyum simpul tapi matanya yang besar dan
bundar masih sedingin sebelumnya. 'Bodohnya aku. Tapi sejenak
kedengarannya seolah-olah Anda menuduh Kementerian Sihir telah memerintahkan
penyerangan terhadap anak ini!'
Dia mengeluarkan tawa merdu yang membuat bulu roma Harry
bangkit. Beberapa anggota Wizengamot lainnya ikut tertawa. Tidak bisa lebih
jelas lagi bahwa tak seorangpun dari mereka benar-benar merasa lucu.
'Kalau benar bahwa Dementor hanya menuruti perintah dari
Kementerian Sihir, dan juga benar bahwa dua Dementor menyerang Harry dan
sepupunya seminggu yang lalu, maka secara logis seseorang di dalam Kementerian
telah memerintahkan penyerangan itu,' kata Dumbledore dengan sopan. 'Tentu saja,
Dementor yang dimaksud bisa saja berada di luar kendali Kementerian --'
'Tidak ada Dementir di luar kendali Kementerian!' sambar
Fudge, yang telah menjadi semerah bata.
Dumbledore mencondongkan kepalanya sedikit tertunduk.
'Maka tidak diragukan lagi Kementerian akan melakukan
penyelidikan menyeluruh mengapa dua Dementor berada sangat jauh dari Azkaban dan
mengapa mereka menyerang tanpa disuruh.'
'Bukan kamu yang harus menentukan apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan Kementerian, Dumbledore!' sambar Fudge, sekarang berwarna
magenta yang pasti membuat Paman Vernon bangga.
'Tentu saja bukan,' kata Dumbledore dengan enteng. 'Aku
hanya menyatakan keyakinanku bahwa masalah ini tidak akan berlanjut tanpa
diselidiki.'
Dia melirik Madam Bones, yang menyesuaikan letak
kacamatanya dan menatap balik kepadanya sambil sedikit merengut.
'Aku akan mengingatkan semua orang bahwa perilaku para
Dementor ini, kalau bukan potongan imajinasi anak ini, bukanlah subyek sidang
dengar pendapat ini!' kata Fudge. 'Kita berada di sini untuk memeriksa
pelanggaran Harry Potter terhadap Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan
Sihir di Bawah Umur!'
'Tentu saja,' kata Dumbledore, 'tetapi kehadiran Dementor
di gang itu sangat relevan. Pasal Tujuh dari Dekrit menyatakan bahwa sihir boleh
digunakan di hadapan Muggle pada keadaan-keadaan luar biasa, dan karena
keadaaan-keadaan luar biasa itu termasuk situasi yang mengancam nyama penyihir
pria atau wanita itu sendiri, atau penyihir atau Muggle manapun juga yang ada
pada saat --'
'Kami tahu betul isi Pasal Tujuh, terima kasih banyak!'
geram Fudge.
'Tentu saja,' kata Dumbledore penuh sopan santun. 'Kalau
begitu kita sepakat bahwa penggunaan Mantera Patronus oleh Harry dalam
keadaan-keadaan ini jatuh persis ke dalam kategori keadaan-keadaan luar
biasa yang digambarkan pasal tersebut?'
'Jika memang ada Dementor, yang kusangsikan.'
'Anda telah mendengarnya dari seorang saksi mata,'
Dumbledore menyela. 'Kalau Anda masih meragukan kejujurannya, panggil dia
kembali, tanyai dia lagi, aku yakin dia tidak akan keberatan.'
'Aku -- itu -- tidak --' gertak Fudge, sambil memainkan
kertas-kertas di hadapannya. 'Itu -- aku ingin ini semua selesai hari ini,
Dumbledore!'
'Tapi tentunya, Anda tidak akan peduli berapa kali Anda
mendengar dari saksi mata, kalau alternatifnya adalah kegagalan menjalankan
hukum yang serius,' kata Dumbledore.
'Kegagalan serius, topiku!' kata Fudge pada puncak
suaranya. 'Pernahkah kamu bersusah-payah menjumlahkan semua cerita omong kosong
yang telah dikeluarkan anak ini, Dumbledore, selagi mencoba menutup-nutupi
penyalahgunaan sihir di luar sekolah yang menyolok olehnya? Kukira kau telah
lupa Mantera Melayang yang digunakannya tiga tahun yang lalu --'
'Itu bukan aku, pelakunya peri-rumah!' kata Harry.
'KAU LIHAT?' raung Fudge, sambil memberi isyarat dengan
semarak ke arah Harry. 'Peri-rumah! Dalam rumah Muggle! Kutanya kau.'
'Peri-rumah yang dimaksud sekarang dipekerjakan di Sekolah
Hogwarts,' kata Dumbledore. 'Aku bisa memanggilnya ke sini dalam sekejap untuk
memberi kesaksian kalau Anda mau.'
'Aku -- bukan -- aku tidak punya waktu untuk mendengarkan
para peri-rumah! Lagipula, itu bukan satu-satunya -- dia menggelembungkan
bibinya, demi Tuhan!' Fudge berteriak, sambil menghantamkan kepalannya ke bangku
hakin dan membalikkan sebotol tinta.
'Dan Anda telah dengan sangat baik hati tidak mengajukan
tuntutan pada saat itu, kuanggap, sambil menerima bahwa bahkan penyihir-penyihir
terbaik sekalipun tidak dapat selalu mengendalikan emosi mereka.' kata
Dumbledore dengan tenang, sementara Fudge berusaha mengosok tinta dari
catatannya.
'Dan aku belum mulai lagi dengan apa yang dilakukannya di
sekolah.'
'Tetapi, karena Kementerian tidak memiliki kuasa untuk
menghukum murid-murid Hogwarts atas tingkah laku yang salah di sekolah, perilaku
Harry di sana tidaklah relevan dengan dengar pendapat ini,' kata Dumbledore,
masih sesopan tadi, tetapi sekarang ada rasa dingin di balik kata-katanya.
'Oho!' kata Fudge. 'Bukan urusan kami apa yang dia perbuat
di sekolah, eh? Menurutmu begitu?'
'Kementerian tidak punya kekuasaan untuk mengeluarkan
siswa-siswa Hogwarts, Cornelius, seperti yang kuingatkan kepadamu pada malam dua
Agustus,' kata Dumbledore. 'Juga tidak mempunyai hak untuk menyita tongkat sihir
hingga tuntutan telah dibuktikan dengan suksees; sekali lagi, seperti yang
kuingatkan kepadamu pada malam dua Agustus. Dalam ketergesaanmu yang pantas
dikagumi untuk memastikan hukum dijunjung tinggi, tampaknya kamu, kuyakin akibat
kurang hati-hati, telah melupakan beberapa hukum itu sendiri.'
'Hukum bisa diganti,' kata Fudge dengan buas.
'Tentu bisa,' kata Dumbledore sambil mencondongkan
kepalanya.'Dan jelas kamu telah banyak membuat perubahan, Cornelius. Mengapa,
dalam beberapa minggu singkat sejak aku diminta meninggalkan Wizengamot saja,
sudah menjadi prakteknya untuk mengadakan sidang kriminal penuh untuk mengatasi
masalah simpel seperti sihir di bawah umur!'
Beberapa penyihir di atas mereka bergerak dengan tidak
nyaman di tempat duduk mereka. Fudge sedikit berubah ke warna ungu kecoklatan
yang lebih dalam. Namun penyihir wanita mirip katak di sebelah kanannya hanya
menatap Dumbledore, wajahnya tidak berekspresi.
'Sejauh yang kutahu,' Dumbledore melanjutkan, 'belum ada
hukum yang mengatakan menjadi pekerjaan sidang ini untuk menghukum Harry demi
setiap sihir yang pernah dilakukannya. Dia telah dituntut untuk pelanggaran
tertentu dan dia telah memberikan pembelaannya. Semua yang bisa dilakukannya dan
aku hanyalah menanti keputusan kalian.'
Dumbledore menyatukan ujung-ujung jarinya lagi dan tidak
berkata apa-apa lagi. Flure melotot kepadanya, jelas sangat marah. Harry melirik
ke samping kepada Dumbledore, mencari penentraman; dia sama sekali tidak yakin
bahwa Dumbledore bertindak benar dalam memberitahu Wizengamot bahwa sudah
waktunya mereka mengambil keputusan. Namun, sekali lagi Dumbledore tampak tidak
menyadari usaha Harry melihat ke matanya. Dia terus melihat ke bangku-bangku di
mana keseluruhan Wizengamot telah mengadakan percakapan penting sambil
berbisik-bisik.
Harry melihat ke kakinya. Jantungnya, yang tampaknya telah
membengkak ke ukuran tidak alami, sedang berdebar dengan keras di balik tulang
iganya. Dia telah mengharapkan dengar pendapat berlangsung lebih lama dari ini.
Dia sama sekali tidak yakin dirinya telah memberi kesan yang baik. Dia
sebenarnya belum banyak berbicara. Dia seharusnya menjelaskan lebih lengkap
mengenai para Dementor, mengenai bagaimana dia jatuh, mengenai bagaimana dia dan
Dudley hampir dicium ...
Dua kali dia melihat kepada Fudge dan membuka mulutnya
untuk berbicara, tetapi jantungnya yang membengkak sekarang menekan jalan masuk
udaranya dan dua kali itu dia hanya mengambil napas dalam-dalam dan menatap
kembali pada sepatunya.
Lalu bisik-bisik itu terhenti. Harry ingin melihat kepada
para hakim, tetapi menemukan bahwa jauh lebih mudah tetap memeriksa sepatunya.
'Yang setuju membebaskan tertuduh dari semua tuntutan?'
kata suara menggelegar Madam Bones.
Kepala Harry tersentak naik. Ada banyak tangan di udara,
banyak ... lebih dari setengah! Sambil bernapas dengan sangat cepat, dia mencoba
menghitung, tetapi sebelum dia selesai, Madam Bones telah berkata, 'Dan yang
ingin menghukum?'
Fudge mengangkat tangannya; demikian pula setengah lusin
yang lainnya, termasuk penyihir wanita di samping kanannya dan penyihir pria
berkumis lebat dan penyihir wanita berambut ikal di baris kedua.
Fudge memandang mereka sekilas, terlihat seolah-olah ada
sesuatu yang besar tersangkut di kerongkongannya, lalu menurunkan tangannya
sendiri. Dia mengambil dua napas panjang dan berkata, 'Baiklah, baiklah ...
dibebaskan dari semua tuntutan.'
'Bagus sekali,' kata Dumbledore dengan cepat, sambil
melompat berdiri, menarik keluar tongkatnya dan menyebabkan kedua kursi
berlengan dari kain itu menghilang. 'Well, aku harus pergi. Selamat siang
kepada kalian semua.'
Dan tanpa melihat satu kalipun kepada Harry, dia berjalan
ke luar dari ruang bawah tanah itu.
-- BAB SEMBILAN --
Penderitaan Mrs Weasley
Kepergian Dumbledore yang mendadak benar-benar
mengejutkan Harry. Dia terus duduk di kursi berantai itu, sambil bergumul dengan
perasaan terguncang dan lega. Wizengamot semuanya sedang bangkit, sambil
berbincang-bincang, mengumpulkan kertas-kertas mereka dan mengemasinya. Harry
berdiri. Tak ada yang tampaknya memperhatikan dia sedikitpun, kecuali penyihir
wanita mirip katak di sebelah kanan Fudge, yang sekarang sedang memandanginya
bukannya memandangi Dumbledore. Sambil mengabaikan dia, Harry mencoba memandang
mata Fudge, atau Madam Bones, ingin bertanya apakah dia boleh pergi, tapi Fudge
tampaknya sangat berketetapan untuk tidak memperhatikan Harry, dan Madam Bones
sibuk dengan kopernya, jadi dia mengambil beberapa langkah coba-coba menuju
pintu keluar dan, ketika tak seorangpun memanggilnya kembali, berjalan dengan
cepat.
Dia berlari pada beberapa langkah terakhirnya, merenggut
pintu hingga terbuka dan hampir menubruk Mr Weasley, yang sedang berdiri tepat
di luar, terlihat pucar dan gelisah.
'Dumbledore tidak bilang --'
'Dibebaskan,' Harry berkata sambil menarik pintu menutup
di belakangnya, 'dari semua tuntutan.'
Sambil tersenyum, Mr Weasley memegang bahu Harry.
'Harry, itu bagus sekali! Well, tentu saja, mereka tidak akan bisa menetapkanmu bersalah, tidak dengan bukti, tapi walau begitu, aku tidak bisa berpura-pura aku tidak --'
Tapi Mr Weasley berhenti, karena pintu ruang sidang baru saja terbuka lagi. Para Wizengamot sedang keluar.
'Jenggot Merlin!' seru Mr Weasley dengan terkejut, sambil menarik Harry ke samping untuk membiarkan mereka semua lewat. 'Kau disidang oleh pengadilan lengkap?'
'Kukira begitu,' kata Harry dengan pelan.
Satu atau dua penyihir mengangguk kepada Harry ketika mereka lewat dan beberapa, termasuk Madam Bones, berkata, 'Pagi, Arthur,' kepada Mr Weasley, tetapi kebanyakan menghindari pandangannya. Cornelius Fudge dan penyihir wanita mirip katak itu hampir yang terakhir meninggalkan ruang bawah tanah itu. Fudge bertingkah seolah-olah Mr Weasley dan Harry merupakan bagian dari dinding, tetapi lagi-lagi, penyihir wanita itu melihat Harry hampir seperti sedang menilainya ketika dia lewat. Yang terakhir lewat adalah Percy. Seperti Fudge, dia sepenuhnya mengabaikan ayahnya dan Harry; dia berderap lewat sambil mengepit sebuah gulungan perkamen besar dan segenggam pena bulu cadangan, punggungnya kaku dan hidungnya diangkat tinggi-tinggi. Garis-garis di sekitar mulut Mr Weasley menegang sedikit, tetapi selain ini dia tidak memberi tanda apapun bahwa dia baru melihat anak ketiganya.
'Aku akan membawamu langsung pulang sehingga kau bisa memberitahu yang lain kabar baik ini,' katanya sambil memberi isyarat kepada Harry untuk maju ketika tumit Percy menghilang ke anak tangga menuju Tingkat Sembilan. 'Akan kuantar kau dalam perjalanan ke toilet di Bethnal Green. Ayolah ...'
'Jadi, apa yang harus Anda lakukan dengan toilet itu?' Harry bertanya sambil nyengir. Segalanya mendadak tampak lima kali lebih lucu daripada biasanya. Hal-hal mulai masuk: dia dibebaskan, dia akan kembali ke Hogwarts.
'Oh, cuma anti-kutukan yang sederhana,' kata Mr Weasley selagi mereka menaiki tangga, 'tapi bukan tentang memperbaiki kerusakan, melainkan lebih kepada sikap di belakang pengrusakan, Harry. Pengumpanan-Muggle mungkin dianggap lucu oleh beberapa penyihir, tetapi itu adalah ekspresi dari sesuatu yang jauh lebih dalam dan mengerikan, dan aku sendiri --'
Mr Weasley tidak melanjutkan kalimatnya. Mereka baru saja mencapai koridor tingkat sembilan dan Cornelius Fudge sedang berdiri beberapa kaki dari mereka, berbicara dengan pelan kepada seorang pria jangkung yang berambut pirang licin dan memiliki wajah tajam yang pucat.
Pria itu berpaling ketika mendengar suara langkah kaki mereka. Dia juga tidak melanjutkan perkataannya, mata kelabunya yang dingin menyipit dan menatap wajah Harry lekat-lekat.
'Well, well, well ... Patronus Potter,' kata Lucius Malfoy dengan dingin.
Harry merasa kehabisan napas, seakan-akan dia baru saja berjalan ke dalam sesuatu yang padat. Terakhir kali dia melihat mata kelabu yang dingin itu adalah melalui celah di kerudung Pelahap Maut, dan terakhir kali dia mendengar suara lelaki itu adalah ketika sedang mengejek di sebuah pekuburan gelap sementara Lord Voldemort menyiksanya. Harry tidak bisa percaya bahwa Lucius Malfoy berani menatapnya di wajah; dia tidak bisa percaya bahwa dia ada di sini, dalam Kementerian Sihir, atau bahwa Cornelius Fudge sedang berbicara kepadanya, padahal Harry telah memberitahu Fudge hanya beberapa minggu yang lalu bahwa Malfoy adalah seorang Pelahap Maut.
'Menteri baru saja memberitahuku mengenai kelolosanmu yang mujur, Potter,' Mr Malfoy berkata dengan suara dipanjang-panjangkan. 'Sangat mengejutkan, caramu terus berkelit keluar dari lubang-lubang yang amat sempit ... bahkan, mirip ular.'
Mr Weasley mencengkeram bahu Harry untuk memperingatkannya.
'Yeah,' kata Harry, 'yeah, aku pandai meloloskan diri.'
Lucius Malfoy menaikkan matanya ke wajah Mr Weasley.
'Dan Arthur Weasley juga! Apa yang sedang Anda lakukan di sini, Arthur?'
'Aku bekerja di sini,' kata Mr Weasley dengan masam.
'Bukan di sini, tentunya?' kata Mr Malfoy sambil menaikkan alisnya dan melihat sekilas ke pintu melalui bahu Mr Weasley. 'Kukira Anda ada di lantai kedua ... bukankah Anda melakukan sesuatu yang melibatkan penyeludupan benda-benda Muggle ke rumah dan menyihirnya?'
'Tidak,' sambar Mr Weasley, jari-jarinya sekarang mencengkeram kuat ke bahu Harry.
'Ngomong-ngomong, Apa yang Anda lakukan di sini?' Harry bertanya kepada Lucius Malfoy.
'Kukira urusan pribadi antara diriku sendiri dengan Menteri bukan urusanmu, Potter,' kata Molfoy sambil melicinkan bagian depan jubahnya. Harry mendengar dengan jelas dentingan lembut dari apa yang terdengar seperti sekantong penuh emas. 'Benar saja, hanya karena kau anak kesayangan Dumbledore, kau tidak boleh mengharapkan perlakuan yang sama dari kami semua ... kalau begitu, kita naik ke kantor Anda, Menteri?'
'Tentu saja,' kata Fudge sambil memalingkan badan dari Harry dan Mr Weasley. 'Lewat sini, Lucius.'
Mereka melangkah bersama sambil berbicara dengan suara rendah. Mr Weasley tidak melepaskan bahu Harry sampai mereka telah menghilang ke dalam lift.
'Mengapa dia tidak menunggu di luar kantor Fudge kalau mereka punya urusan untuk diselesaikan bersama?' Harry meledak marah. 'Apa yang dia lakukan di bawah sini?'
'Mencoba menyelinap ke dalam ruang sidang, kalau kau tanya aku,' kata Mr Weasley sambil terlihat sangat gelisah dan melihat melalui bahunya seolah-olah sedang memastikan mereka tidak dapat didengar. 'Mencoba mengetahui apakah kau telah dikeluarkan atau tidak. Akan kutinggalkan catatan untuk Dumbledore ketika aku mengantarmu, dia harus tahu Malfoy sudah berbicara kepada Fudge lagi.
'Lagipula, urusan pribadi apa yang mereka miliki?'
'Emas, kukira,' kata Mr Weasley dengan marah. 'Malfoy telah memberikan emas dengan murah hati untuk segala jenis hal selama bertahun-tahun ... membuatnya dekat dengan orang-orang yang tepat ... lalu dia bisa minta bantuan ... menunda hukum-hukum yang dia tidak ingin dilewatkan ... oh, dia punya koneksi yang luas, Lucius Malfoy.'
Lift tiba; kosong kecuali sekelompok memo yang berkepak di sekitar kepala Mr Weasley ketika dia menekan tombol Atrium dan pintu berdentang tertutup. Dengan kesal dia melambaikan memo-memo itu untuk pergi.
'Mr Weasley,' kata Harry pelan-pelan, 'kalau Fudge bertemu dengan para Pelahap Maut seperti Malfoy, kalau dia menemui mereka sendirian, bagaimana kita tahu bahwa mereka belum menempatkan Kutukan Imperius kepada dirinya?'
'Jangan kira itu belum terpikir oleh kami, Harry,' kata Mr Weasley dengan pelan. 'Tapi Dumbledore pikir Fudge bertindak atas keputusannya sendiri saat ini -- yang, menurut Dumbledore, bukanlah penghiburan. Hal terbaik adalah tidak membicarakannya lebih banyak lagi sekarang ini, Harry.'
Pintu-pintu bergeser terbuka dan mereka melangkah ke luar ke Atrium yang sekarang hampir kosong. Eric si penyihir penjaga tersembunyi di balik Daily Prophetnya lagi. Mereka telah berjalan tepat melewati air mancur keemasan itu sebelum Harry teringat.
'Tunggu ...' dia memberitahu Mr Weasley, dan, sambil menarik kantong uangnya dari kantongnya, dia berpaling ke air mancur.
Dia memandang ke atas ke wajah penyihir pria tampan itu, tetapi dari dekat Harry berpikir dia tampak agak lemah dan bodoh. Si penyihir wanita sedang tersenyum lebar seperti kontestan kecantikan, dan dari yang Harry tahu tentang goblin-goblin dan centaur, mereka paling tidak mungkin terlihat sedang menatap penuh pemujaann kepada manusia dalam bentuk apapun. Hanya perilaku peri-rumah yang seperti budak terlihat meyakinkan. Dengan sengiran karena memikirkan apa yang akan dikatakan Hermionen kalau dia bisa melihat patung peri itu, Harry membalikkan kantong uangnya dan mengosongkan bukan hanya sepuluh Galleon, tetapi keseluruhan isinya ke dalam kolam.
*
'Aku tahu itu!' teriak Ron, sambil meninju ke udara. 'Kau selalu lolos dari semua hal!'
'Mereka harus membebaskanmu,' kata Hremione, yang terlihat akan pingsan karena cemas ketika Harry memasuki dapur dan sekarang meletakkan tangan yang bergetar menutupi matanya, 'tidak ada kasus melawanmu, tak ada sama sekali.'
'Walaupun begitu, semua orang terlihat sangat lega, mengingat kalian semua tahu aku akan lolos,' kata Harry sambil tersenyum.
Mrs Weasley sedang menyeka wajahnya dengan celemeknya, dan Fred, George dan Ginny melakukan semacam tarian perang sambil bernyanyi: 'Dia lolos, dia lolos, dia lolos ...'
'Sudah cukup! Tenanglah!' teriak Mr Weasley, walaupun dia juga tersenyum. 'Dengar, Sirius, Lucius Malfoy tadi ada di Kementerian --'
'Apa?' kata Sirius dengan tajam.
'Dia lolos, dia lolos, dia lolos ...'
'Diamlah, kalian bertiga! Ya, kami melihatnya berbicara dengan Fudge di Tingkat Sembilan, lalu mereka naik ke kantor Fudge bersama-sama. Dumbledore harus tahu.'
'Tentu saja,' kata Sirius. 'Kita akan memberitahu dia, jangan khawatir.'
'Well, sebaiknya aku pergi, ada toilet muntah yang menungguku di Bethnal Green. Molly, aku pulang terlambat, aku akan menggantikan Tonks, tapi Kingsley mungkin mampir untuk makan malam --'
'Dia lolos, dia lolos, dia lolos ...'
'Sudah cukup -- Fred -- George -- Ginny!' kata Mrs Weasley, ketika Mr Weasley meninggalkan dapur. 'Harry, sayang, kemari dan duduklah, makan siang, kau hampir tidak makan malam.'
Ron dan Hermione duduk di seberangnya, terlihat lebih gembira daripada sebelumnya sejak dia pertama tiba di Grimmauld Place, dan perasaan lega Harry, yang telah agak terusik oleh pertemuannya dengan Lucius Malfoy, membengkak lagi. Rumah yang suram itu kelihatan lebih hangat dan lebih menyambut secara mendadak; bahkan Kreacher tampak tidak begitu jelek ketika dia menampakkan hidungnya yang mirip moncong ke dapur untuk menyelidiki sumber semua keributan itu.
'Tentu saja, sekali Dumbledore muncul untuk membelamu, mereka tidak punya cara untuk menghukummu,' kata Ron dengan gembira, yang sekarang sedang menghidangkan tumpukan kentang tumbuk ke piring-piring semua orang.
'Yeah, dia mengatasinya untukku,' kata Harry. Dia merasa akan terdengar sangat tidak berterima kasih, belum lagi kekanak-kanakan, untuk berkata, 'Walaupun kuharap dia berbicara kepadaku. Atau bahkan melihat kepadaku.'
Dan selagi dia memikirkan hal ini, bekas luka di dahinya membara sangat parah sehingga dia menepukkan tangannya ke bekas luka itu.
'Ada apa?' kata Hermione, terlihat cemas.
'Bekas luka,' Harry bergumam. 'Tapi bukan apa-apa ... terjadi sepanjang waktu sekarang ...'
Tak seorangpun dari mereka memperhatikan apa-apa; semuanya sekarang sedang makan sementara menyukuri kelolosan Harry; Fred, George dan Ginny masih sedang bernyanyi. Hermione terlihat agak cemas, tapi sebelum dia bisa berkata apapun, Ron telah berkata dengan senang, 'Aku bertaruh Dumbledore muncul malam ini, untuk merayakan dengan kita, kau tahu.'
'Kukira dia tidak akan bisa, Ron,' kata Mrs Weasley sambil menempatkan sepiring besar ayam panggang ke depan Harry. 'Dia benar-benar sangat sibuk saat ini.'
'DIA LOLOS, DIA LOLOS, DIA LOLOS ...'
'DIAM!' raung Mrs Weasley.
*
Selama beberapa hari berikutnya Harry tidak bisa tidak memperhatikan bahwa ada seseorang dalam Grimmauld Place nomor dua belas yang terlihat tidak sepenuhnya kegirangan bahwa dia akan kembali ke Hogwarts. Sirius telah menampilkan kebahagiaan saat pertama kali mendengarnya, meremas-remas tangan Harry dan tersenyum seperti yang lain. Akan tetapi, segera saja dia semakin murung dan merengut daripada sebelumnya, lebih sedikit berbicara kepada siapapun, bahkan Harry, dan menghabiskan lebih banyak waktu terkurung dalam kamar ibunya bersama Buckbeak.
'Kau jangan merasa bersalah!' kata Hermione dengan tegas, setelah Harry menceritakan sebagian perasaannya kepada dia dan Ron selagi mereka menggosok sebuah lemari berjamur di lantai ketiga beberapa hari kemudian. 'Hogwarts adalah tempatmu berada dan Sirius tahu itu. Secara pribadi, kukira dia hanya bersikap egois.'
'Itu agak keras, Hermione,' kata Ron sambil merengut selagi dia mencoba melepaskan sedikit jamur yang telah melekat dengan kuat ke jarinya, 'kau tidak akan mau terperangkap di dalam rumah ini tanpa teman apapun.'
'Dia akan punya teman!' kata Hermione. 'Ini adalah Markas Besar Order of Phoenix, bukan begitu? Dia hanya mengharap terlalu tinggi bahwa Harry akan datang tinggal di sini bersamanya.'
'Kukira itu benar,' kata Harry sambil meremas pakaiannya. 'Dia tidak mau memberiku jawaban langsung ketika aku bertanya kepadanya apakah aku bisa.'
'Dia hanya tidak ingin berharap terlalu tinggi,' kata Hermione dengan bijaksana. 'Dan dia sendiri mungkin merasa sedikit bersalah, karena kukira sebagian dari dirinya sebenarnya berharap kau akan dikeluarkan. Dengan begitu kalian berdua akan jadi orang buangan bersama-sama.'
'Hentikan itu!' kata Harry dan Ron bersamaan, tetapi Hermione hanya mengangkat bahu.
'Terserah kalian. Tapi terkadang kupikir ibu Ron benar dan Sirius jadi bingung apakah kau itu kau atau ayahmu, Harry.'
'Jadi menurutmu dia agak kurang waras?' tanya Harry dengan panas.
'Tidak, aku hanya mengira dia telah sangat kesepian untuk waktu yang lama,' kata Hermione.
Pada saat ini, Mrs Weasley memasuki kamar tidur.
'Masih belum selesai?' katanya sambil menjulurkan kepala ke dalam lemari.
'Kukira Ibu datang ke sini untuk menyuruh kami beristirahat!' kata Ron dengan getir. 'Tahukah Ibu berapa banyak jamur yang telah kami enyahkan sejak kami tiba di sini?'
'Kau sangat ingin membantu Order,' kata Mrs Weasley, 'kau bisa melakukan bagianmu dengan membuat Markas Besar pantas ditinggali.'
'Aku merasa seperti peri-rumah,' gerutu Ron.
'Well, sekarang kau mengerti betapa mengerikannya hidup mereka, mungkin kau akan lebih aktif dalam SPEW!' kata Hermione penuh harapan, ketika Mrs Weasley meninggalkan mereka. 'Kau tahu, mungkin bukan ide buruk memperlihatkan kepada orang-orang betapa mengerikannya bersih-bersih sepanjang waktu -- kita bisa melakukan penggosokan tersponsor di ruang duduk Gryffindor setiap waktu, semua keuntungan untuk SPEW, akan meningkatkan kesadaran beserta dana.'
'Akan kusponsor kau untuk tutup mulut mengenai SPEW,' Ron bergumam dengan kesal, tapi hanya supaya Harry bisa mendengarnya.
*
Harry menemukan dirinya semakin sering melamun mengenai Hogwarts selagi akhir liburan mendekat; dia tidak sabar untuk bertemu Hagrid lagi, untuk bermain Quidditch, bahkan untuk berjalan di petak-petak sayuran di rumah-rumah kaca Herbologi; pasti sangat menyenangkan bisa meninggalkan rumah berjamur dan berdebu ini, yang setengah dari lemari-lemarinya masih terkunci rapat dan Kreacher mengeluarkan hinaan-hinaan dari balik bayangan ketika kau lewat, walaupun Harry berhati-hati tidak mengatakan semua ini dalam jarak pendengaran Sirius.
Kenyataannya adalah tinggal dalam Markas Besar pergerakan anti-Voldemort tidak semenarik atau memberi semangat seperti yang diharapkan Harry sebelum dia merasakannya. Walaupun para anggota Order of Phoenix datang pergi secara teratur, kadang-kadang tinggal untuk makan, terkadang hanya selama beberapa menit untuk bercakap-cakap secara berbisik, Mrs Weasley memastikan bahwa Harry dan yang lain berada di luar jangkauan pendengaran (baik telinga normal maupun Yang-Dapat-Dipanjangkakn) dan tak seorangpun, bahkan tidak juga Sirius, tampak merasa bahwa Harry perlu tahu apa-apa lebih dari yang telah didengarnya pada malam kedatangannya.
Pada hari terakhir dari liburan, Harry sedang menyapu kotoran Hedwig dari puncak lemari pakaian ketika Ron memasuki kamar tidur mereka sambil membawa dua buah amplop.
'Daftar buku sudah tiba,' katanya sambil melemparkan salah satu amplop kepada Harry, yang sedang berdiri di atas sebuah kursi. 'Sudah waktunya, kukira mereka sudah lupa, biasanya datang lebih cepat dari ini ...'
Harry menyapukan kotoran terakhir ke dalam kantong sampah dan melemparkan kantong itu melewati kepala Ron ke dalam keranjang sampah di sudut, yang menelannya dan bersendawa dengan keras. Dia lalu membuka suratnya. Isinya dua lembar perkamen: satu pengingat yang biasa bahwa semester dimulai pada satu September; yang lain memberitahunya buku-buku yang akan dibutuhkannya tahun ini.
'Hanya dua yang baru,' katanya sambil membaca daftar itu, 'Buku Mantera Standar, Tingkat 5, oleh Miranda Goshawk, dan Teori Sihir untuk Pertahanan, oleh Wilbert Slinkhard.'
Crack.
Fred dan George ber-Apparate tepat di samping Harry. Dia sudah begitu terbiasa dengan perbuatan mereka ini sekarang sehingga dia bahkan tidak jatuh dari kursinya.
'Kami hanya bertanya-tanya siapa yang menggunakan buku Slinkhard,' kata Fred memulai percakapan.
'Karena artinya Dumbledore sudah menemukan seorang guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang baru,' kata George.
'Dan sudah waktunya juga,' kata Fred.
'Apa maksudmu?' Harry bertanya sambil melompat turun ke sisi mereka.
'Well, kami mencuri dengar Mum dan Dad berbicara dengan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan beberapa minggu yang lalu,' Fred memberitahu Harry, 'dan dari apa yang mereka katakan, Dumbledore mengalami kesulitan besar untuk menemukan siapapun untuk pekerjaan itu tahun ini.'
'Tidak mengejutkan, bukan, kalau kau lihat apa yang terjadi pada empat guru yang terakhir?' kata George.
'Satu dipecat, satu mati, satu ingatannya hilang dan satu terkunci dalam sebuah koper selama sembilan bulan,' kata Harry sambil menghitung mereka dengan jari-jarinya. 'Yeah, aku tahu maksudmu.'
'Ada apa denganmu, Ron?' tanya Fred.
Ron tidak menjawab. Harry melihat berkeliling. Ron sedang berdiri tidka bergerak dengan mulut agak terbuka, menganga memandangi suratnya dari Hogwarts.
'Ada apa sih?' kata Fred dengan tidak sabar, sambil bergerak mengitari Ron untuk melihat perkamen itu melalui bahunya.
Mulut Fred juga jadi terbuka.
'Prefek?' katanya sambil menatap surat itu dengan tidak percaya. 'Prefek?'
George melompat maju, menyambar amplop dari tangan Ron yang lain dan membalikkannya. Harry melihat sesuatu yang berwarna merah tua dan emas jatuh ke telapak tangan George.
'Tidak mungkin,' kata George dengan suara kecil.
'Ada kesalahan,' kata Fred sambil menyambar surat itu dari genggaman Ron dan memegangnya ke lampu seolah-olah mencari tanda air. 'Tak seorangpun yang waras akan menjadikan Ron prefek.'
Kepala si kembar berpaling serempak dan keduanya menatap Harry.
'Kami pikir sudah pasti kau!' kata Fred, dengan nada yang menuduh Harry telah menipu mereka dengan suatu cara.
'Kami pikir Dumbledore pasti memilihmu!' kata George tidak percaya.
'Memenangkan Triwizard dan segalanya!' kata Fred.
'Kukita semua hal gila itu dihitung melawannya,' kata George kepada Fred.
'Yeah,' kata Fred pelan-pelan. 'Yeah, kau telah menyebabkan terlalu banyak masalah, sobat. Well, setidaknya salah satu dari kalian punya prioritas yang benar.'
Dia berjalan ke arah Harry dan menepuk punggungnya sementara memberi Ron pandangan tajam.
'Prefek ... ickle Ronnie si Prefek.'
'Ohh, Mum akan jadi memuakkan,' erang George, sambil mendorong lencana prefek balik kepada Ron seolah-olah benda itu bisa mencemarkannya.
Ron, yang masih belum berkata sepatah katapun, mengambil lencana itu, menatapnya sejenak, lalu mengulurkannya kepada Harry seakan-akan bertanya tanpa suara untuk meminta konfirmasi atas keasliannya. Harry mengambilnya. Sebuah huruf 'P' besar dilapiskan ke atas singa Gryffindor. Dia telah melihat lencana yang persis seperti ini di dada Percy pada hari pertamanya di Hogwarts.
Pintu terbanting membuka. Hermione masuk ke dalam kamar dengan cepat, pipinya merona dan rambutnya beterbangan. Ada amplop di tangannya.
'Apakah kau -- apakah kau mendapat --?'
Dia melihat lencana di tangan Harry dan mengeluarkan pekikan.
'Aku tahu itu!' katanya dengan bersemangat, sambil mengacungkan suratnya. 'Aku juga, Harry, aku juga!'
'Bukan,' kata Harry dengan cepat, sambil mendorong lencana itu kembali ke tangan Ron. 'Ron, bukan aku.'
'Apa?'
'Ron yang jadi prefek, bukan aku,' Harry berkata.
'Ron?' kata Hermione, rahangnya membuka. 'Tapi ... apakah kau yakin? Maksudku ...'
Dia berubah menjadi merah sementara Ron melihat ke arahnya dengan ekspresi menantang di wajahnya.
'Namaku ada dalam surat,' katanya.
'Aku ...' kata Hermione sambil terlihat benar-benar bingung. 'Aku ... well ... wow!' Bagus, Ron! Itu benar-benar --'
'Tidak terduga,' kata George sambil mengangguk.
'Bukan,' kata Hermione, lebih merona daripada sebelumnya, 'bukan begitu ... Ron telah melakukan banyak ... dia benar-benar ...'
Pintu di belakangnya terbuka sedikit lebih lebar dan Mrs Weasley masuk ke dalam kamar sambil membawa setumpukan jubah yang baru dicuci.
'Ginny bilang daftar buku sudah tiba akhirnya,' katanya, sambil melihat sekilas ke amplop-amplop itu ketika dia berjalan ke tempat tidur dan mulai menyortir jubah-jubah ke dalam dua tumpukan. 'Kalau kalian memberikan daftar-daftar itu kepadaku aku akan membawanya ke Diagon Alley sore ini dan mengambilkan buku-buku kalian selagi kalian berkemas. Ron, aku harusu membelikanmu piyama-piyama baru, yang ini setidaknya enam inci terlalu pendek, aku tidak percaya betapa cepatnya kau tumbuh ... warna apa yang kau suka?'
'Berikan dia yang berwarna merah dan emas agar serasi dengan lencananya,' kata George sambil tersenyum menyeringai.
'Serasi dengan apanya?' kata Mrs Weasley dengan linglung sambil menggulung sepasang kaus kaki merah marun dan menempatkannya ke tumpukan Ron.
'Lencananya,' kata Fred, dengan suasana ingin melewatkan hal terburuk secapatnya. 'Lencana prefek barunya yang bagus dan berkilat.'
Kata-kata Fred butuh waktu sejenak untuk dipahami Mrs Weasley yang sedang disibukkan oleh piyama.
'Tapi ... Ron, kau tidak ...?'
Ron mengacungkan lencananya.
Mrs Weasley mengeluarkan pekik seperti Hermione.
'Aku tidak percaya! Aku tidak percaya! Oh, Ron, betapa bagusnya! Seorang prefek! Jadinya semua orang dalam keluarga!'
'Apa Fred dan aku ini, tetangga sebelah rumah?' kata George dengan tidak senang, ketika ibunya mendorongnya ke samping dan menghempaskan lengannya melingkari putra bungsunya.
'Tunggu sampai ayah kalian dengar! Ron, aku sangat bangga padamu, betapa bagusnya berita ini, kau bisa berakhir jadi Ketua Murid seperti Bill dan Percy, ini langkah pertama! Oh, hal bagus yang terjadi di tengah semua kekuatiran ini, aku hanya senang sekali, oh, Ronnie --'
Fred dan George keduanya membuat suara muntah keras di balik punggung ibu mereka tetapi Mrs Weasley tidak memperhatikan; lengannya melingkari leher Ron dengan ketat, dia sedang menciumnya di seluruh wajah, yang telah berubah menjadi merah tua lebih terang daripada lencananya.
'Mum ... jangan ... Mum, kendalikan diri ...' gumamnya sambil mencoba mendorongnya menjauh.
Dia melepaskannya dan berkata dengan terengah-engah, 'Well, apa jadinya? Kami memberi Percy seekor burung hantu, tapi kau sudah punya satu, tentu saja.'
'A-apa maksud Ibu?' kata Ron, terlihat seolah-olah dia tidak berani mempercayai telinganya.
'Kau harus dapat hadiah untuk ini!' kata Mrs Weasley dengan sayang. 'Bagaimana kalau satu set jubah pesta baru?'
'Kami sudah membelikannya beberapa buah,' kata Fred dengan masam, yang terlihat seolah-olah dia menyesali kebaikan hati ini.
'Atau sebuah kuali baru, kuali tua Charlie sudah mulai berkarat, atau seekor tikus baru, kau selalu suka Scabbers --'
'Mum,' kata Ron penuh harap, 'bisakah aku punya sapu baru?'
Wajah Mrs Weasley agak berubah; sapu terbang harganya mahal.
'Bukan yang benar-benar bagus!' Ron cepat-cepat menambahkan. 'Hanya -- hanya yang baru untuk peralihan ...'
Mrs Weasley bimbang, lalu tersenyum.
'Tentu kau bisa ... well, aku sebaiknya cepat pergi kalau aku juga harus beli sapu. Akan kutemui kalian semua nanti ... Ronnie kecil, seorang prefek! Dan jangan lupa kemasi koper-koper kalian ... seorang prefek ... oh, aku sangat sibuk!'
Dia memberi Rin ciuman di pipi lagi, mengambil napas dengan keras, dan buru-buru keluar dari kamar.
Fred dan George saling berpandangan.
'Kau tidak keberatan kalau kami tidak menciummu, 'kan, Ron?' kata Fred dengan suara cemas yang palsu.
'Kami bisa memberi hormat, kalau kau mau,' kata George.
'Oh, diam,' kata Ron, sambil cemberut kepada mereka.
'Atau apa?' kata Fred, seringai jahat membentang di wajahnya. 'Akan memberi kami detensi?'
'Aku ingin melihatnya mencoba,' cibir George.
'Dia bisa kalau kalian tidak hati-hati!' kata Hermione dengan marah.
Fred dan George meledak tertawa, dan Ron bergumam, 'Sudahlah, Hermione.'
'Kita harus mejaga langkah kita, George,' kata Fred, berpura-pura gemetar, 'dengan dua orang ini mengawasi kita ...'
'Yeah, tampaknya hari-hari melawan hukum kita sudah berakhir,' kata George sambil menggelengkan kepalanya.
Dan dengan suara crack lagi, si kembar ber-Disapparate.
'Yang dua itu!' kata Hermione dengan marah, sambil menatap langit-langit, dari mana mereka bisa mendengar Fred dan George tertawa bergemuruh di kamar atas. 'Jangan perhatikan mereka, Ron, mereka cuma iri!'
'Aku kira mereka tidak begitu,' kata Ron dengan ragu, juga menatap langit-langit. 'Mereka selalu bilang hanya orang brengsek yang jadi prefek ... tetap saja,' dia menambahkan dengan nada lebih senang, 'mereka belum pernah punya sapu baru! Kuharap aku bisa pergi dengan Mum dan memilih ... dia tidak akan pernah bisa membeli Nimbus, tapi ada Sapu Bersih baru yang keluar, itu akan bagus sekali ... yeah, kukira aku akan pergi memberitahunya aku suka Sapu Bersih, hanya agar dia tahu ...'
Dia berlari keluar kamar, meninggalkan Harry dan Hermione sendiri.
Untuk alasan-alasan tertentu, Harry menemukan dirinya tidak mau memandang Hermione. Dia berpaling ke tempat tidurnya, memungut tumpukan jubah bersih yang telah diletakkan Mrs Weasley ke atasnya dan menyeberangi kamar menuju kopernya.
'Harry?' kata Hermione untuk melihat reaksinya.
'Bagus, Hermione,' kata Harry, dengan setengah hati sehingga sama sekali tidak terdengar seperti suaranya, dan, masih tidak memandangnya, 'brilian. Prefek. Bagus.'
'Trims,' kata Hermione. 'Erm -- Harry -- bolehkah aku pinjam Hedwig agar aku bisa memberitahu Mum dan Dad? Mereka akan sangat senang -- maksudku prefek adalah sesuatu yang bisa mereka mengerti.'
'Yeah, tak masalah,' kata Harry, masih dalam suara setengah hati yang mengerikan itu yang bukan suaranya. 'Ambil dia!'
Dia membungkuk ke kopernya, meletakkan jubah-jubah itu ke dasarnya dan berpura-pura menggeledah sesuatu sementara Hermione menyeberang ke lemari pakaian dan memanggil Hedwig turun. Beberapa saat lewat; Harry mendengar pintu menutup tetapi tetap membungkuk, sambil mendengarkan; satu-satunya suara yang dapat didengarnya adalah lukisan kosong di dinding yang mencibir lagi dan keranjang sampah di sudut yang memuncratkan kotoran burung hantu.
Dia meluruskan badan dan melihat ke belakangnya. Hermione dan Hedwig telah pergi. Harry bergegas menyeberangi kamar, menutup pintu, lalu kembali pelan-pelan ke ranjangnya dan merosot ke atasnya, sambil menatap kosong kaki lemari pakaian.
Dia telah sepenuhnya lupa tentang pemilihan para prefek di tahun kelima. Dia terlalu cemas akan kemungkinan dikeluarkan sehingga tidak menyisakan pikiran tentang fakta bahwa lencana-lencana itu pasti sedang dalam perjalanan menuju orang-orang tertentu. Tapi kalau dia ingat ... kalau dia memikirkan tentang hal itu ... apa yang akan diharapkannya?
Bukan ini, kata sebuah suara kecil yang jujur di dalam kepalanya.
Harry mengernyitkan wajahnya dan menutupnya dengan tangan. Dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri; kalau dia tahu lencana prefek sedang dalam perjalanan, dia akan mengahrapkannya datang kepada dirinya, bukan Ron. Apakah ini membuatnya searogan Draco Malfoy? Apakah dia mengira dirinya lebih hebat daripada orang lain? Apakah dia benar-benar percaya bahwa dia lebih baik daripada Ron?
Tidak, kata suara kecil itu dengan menantang.
Benarkah itu? Harry bertanya-tanya sambil menyelidiki perasaannya dengan cemas.
Aku lebih pandai dalam Quidditch, kata suara itu. Tapi aku tidak lebih baik dalam hal lain.
Itu sangat benar, Harry berpikir; dia tidak lebih baik daripada Ron dalam hal pelajaran. Tapi bagaimana dengan di luar pelajaran? Bagaimana dengan petualangan-petualangan yang dia, Ron dan Hermione alami bersama sejak masuk Hogwarts, seringkali mempertaruhkan hal yang jauh lebih buruk daripada pengeluaran dari sekolah?
Well, Ron dan Hermione ada bersamaku kebanyakan waktu, kata suara di kepala Harry.
Namun tidak sepanjang waktu, Harry membantah dirinya sendiri. Mereka tidak bertarung dengan Quirrel bersamaku. Mereka tidak melawan Riddle dan Basilisk. Mereka tidak mengenyahkan para Dementor itu di malam Sirius kabur. Mereka tidak ada di pekuburan itu bersamaku, di malam Voldemort kembali ...
Dan perasaan disalahgunakan yang dulu telah meliputi dirinya di malam dia tiba bangkit lagi. Aku jelas telah melakukan lebih banyak, pikir Harry marah. Aku telah melakukan lebih banyak daripada mereka!
Tapi mungkin, kata suara kecil itu dengan adil, mungkin Dumbledore tidak memilih prefek karena mereka melibatkan diri ke banyak situasi berbahaya ... mungkin dia memilih prefek karena alasan-alasan lain ... Ron pasti punya sesuatu yang tidak kau punya ...
Harry membuka matanya dan menatap melalui jari-jarinya ke kaki bercakar lemari pakaian, sambil mengingat apa yang telah dikatakan Fred: 'Tak seorangpun yang waras akan menjadikan Ron seorang prefek ...'
Harry mengeluarkan dengusan tawa. Sedetik kemudian dia merasa muak dengan dirinya sendiri.
Ron tidak meminta Dumbledore memberinya lencana prefek. Ini bukan salah Ron. Apakah dia, Harry, sahabat terbaik Ron di seluruh dunia, akan merajuk karena dia tidak memiliki lencana, tertawa bersama si kembar di belakang Ron, mengacaukan ini bagi Ron ketika, untuk pertama kalinya, dia telah mengalahkan Harry dalam sesuatu?
Sampai sini Harry mendengar langkah-langkah kaki Ron di tangga lagi. Dia berdiri, meluruskan kacamatanya, dan menyeringai ketika Ron masuk lewat pintu.
'Baru saja mengejarnya!' dia berkata dengan gembira. 'Dia bilang dia akan membelikan Sapu Bersih kalau dia bisa.'
'Keren,' Harry berkata, dan dia lega mendengar suaranya telah tidak terdengar setengah hati lagi. 'Dengar -- Ron -- selamat, sobat.'
Senyum memudar dari wajah Ron.
'Aku tak pernah mengira aku yang akan terpilih!' katanya sambil menggelengkan kepalanya. 'Kukira kau!'
'Tidak, aku sudah menyebabkan terlalu banyak masalah,' kata Harry meniru Fred.
'Yeah,' kata Ron, 'yeah, kurasa ... well, kita sebaiknya mengepak koper-koper kita, bukan begitu?'
Tampaknya ganjil bagaimana barang-barang milik mereka seolah berceceran sendiri sejak mereka tiba. Mereka butuh hampir sesorean untuk mengambil kembali buku-buku dan barang-barang dari segala tempat di rumah dan memuatkannya kembali ke dalam koper sekolah mereka. Harry memperhatikan bahwa Ron terus memindahkan lencana prefeknya ke sekitar, pertama menempatkannya di meja samping tempat tidur, lalu meletakkannya ke dalam kantong celana jinsnya, lalu mengeluarkannya dan meletakkannya di atas jubahnya yang terlipat, seolah-olah ingin melihat pengaruh warna merah pada warna hitam. Hanya setelah Fred dan George mampir dan menawarkan untuk melekatkannya ke dahinya dengan Mantera Lekat Permanen barulah dia membungkusnya dengan hati-hati dalam kaus kaki merah marunnya dan menguncinya di dalam kopernya.
Mrs Weasley kembali dari Diagon Alley sekitar jam enam, diberati oleh buku-buku dan membawa sebuah paket panjang yang dibungkus dengan kertas coklat tebal yang diambil Ron dengan erangan rasa ingin.
'Tidak usah membuka bungkusnya sekarang, orang-orang akan tiba untuk makan malam, aku mau kalian semua turun,' katanya, tapi saat dia menghilang dari pandangan Ron merobek kertas itu dengan gila-gilaan dan memeriksa setiap inci sapu barunya dengan ekspresi kegirangan di wajahnya.
Di ruang bawah tanah Mrs Weasley telah menggantungkan sebuah spanduk merah tua di atas meja yang penuh, yang bertuliskan:
SELAMAT
RON DAN HERMIONE
PREFEK - PREFEK BARU
Dia terlihat dalam keadaan jiwa yang lebih baik daripada yang pernah dilihat Harry selama liburan.
'Kukira kita akan mengadakan pesta kecil, bukan makan malam di meja,' dia memberitahu Harry, Ron, Hermione, Fred, George dan Ginny ketika mereka memasuki ruangan. 'Ayahmu dan Bill sedang dalam perjalanan, Ron. Aku sudah mengirim burung hantu kepada mereka berdua dan mereka sangat senang,' dia menambahkan sambil tersenyum.
Fred menggulirkan matanya.
Sirius, Lupin, Tonks dan Kingsley Shacklebolt telah berada di sana dan Mad-Eye Moody melangkah masuk segera setelah Harry memperoleh Butterbeer untuk dirinya sendiri.
'Oh, Alastor, aku senang kamu ada di sini,' kata Mrs Weasley dengan ceria, selagi Mad-Eye melepaskan mantel bepergiannya. 'Kami sudah lama ingin menanyaimu -- bisakah kamu melihat ke meja tulis di ruang duduk dan memberitahu kami apa yang ada di dalamnya? Kami belum mau membukanya kalau-kalau isinya sesuatu yang mengerikan.'
'Tidak masalah, Molly ...'
Mata biru elektrik Moody berputar ke atas dan menatap melalui langit-langit dapur.
'Ruang duduk ...' gerutunya, selagi pupil matanya mengerut. 'Meja tulis di sudut? Yeah, aku melihatnya ... yeah, sebuah Boggart ... ingin aku naik dan melenyapkannya, Molly?'
'Tidak, tidak, akan kulakukan sendiri nanti,' kata Mrs Weasley sambil tersenyum, 'kamu minumlah. Sebenarnya kami sedang mengadakan perayaan kecil-kecilan ...' Dia memberi tanda ke spanduk merah tua itu. 'Prefek keempat dalam keluarga!'
'Prefek, eh?' gerutu Moody, mata normalnya menatap Ron dan mata sihirnya berputar berkeliling dan memandang ke sisi kepalanya. Harry punya perasaan tak nyaman bahwa mata itu sedang melihatnya dan pindah mendekat kepada Sirius dan Lupin.
'Well, selamat,' kata Moody, masih melotot kepada Ron dengan mata normalnya, 'figur-figur dalam kekuasaan selalu menarik masalah, tapi kurasa Dumbledore mengira kamu bisa menahan kebanyakan kutukan utama atau dia tidak akan menunjukmu ...'
Ron terlihat agak terkejut atas sudut pandang ini tetapi diselamatkan dari keharusan untuk menjawab oleh kedatangan ayah dan kakak tertuanya. Mrs Weasley merasa sangat senang sehingga dia bahkan tidak mengeluh bahwa mereka membawa Mundungus bersama mereka; dia memakai jas luar panjang yang terlihat menggembung di tempat-tempat aneh dan menolak tawaran untuk melepaskannya dan meletakkannya bersama mantel bepergian Moody.
'Well, kukira kita harus bersulang,' kata Mr Weasley, ketika semua orang sudah minum. Dia mengangkat pialanya. 'Kepada Ron dan Hermione, para prefek baru Gryffindor!'
Ron dan Hermione tersenyum ketika semua orang minum untuk mereka, dan lalu bertepuk tangan.
'Aku sendiri tak pernah jadi prefek,' kata Tonks dengan ceria dari balik Harry ketika semua orang bergerak menuju meja untuk makan. Rambutnya merah tomat dan sepanjang pinggang hari ini; dia tampak seperti kakak perempuan Ginny. 'Kepala Asramaku mengatakan aku kurang sifat-sifat tertentu yang diperlukan.'
'Seperti apa?' kata Ginny, yang sedang memilih kentang panggang.
'Seperti kemampuan untuk menjaga tingkah lakuku,' kata Tonks.
Ginny tertawa; Hermione terlihat seakan-akan tidak tahu apakah harus tersenyum atau tidak dan memutuskan untuk minum Butterbeer banyak-banyak dan tersedak olehnya.
'Bagaimana denganmu, Sirius?' Ginny bertanya, sambil memukul-mukuk punggung Hermione.
Sirius, yang tepat di samping Harry, mengeluarkan tawa mirip gonggongan yang biasa.
'Tak seorangpun yang akan menjadikanku prefek, aku menghabiskan terlalu banyak waktu dalam detensi bersama James. Lupin anak yang baik, dia dapat lencana.'
'Kukira Dumbledore mungkin berharap aku akan bisa melakukan sedikit pengendalian terhadap sahabat-sahabat baikku,' kata Lupin. 'Aku hampir itidak perlu bilang bahwa aku gagal.'
Perasaaan Harry mendadak membaik. Ayahnya juga tidak jadi prefek. Seketika pesta itu tampak lebih menyenangkan; dia memenuhi piringnya, merasa dua kali lebih suka kepada semua orang dalam ruangan itu.
Ron sedang bercerita dengan gembira mengenai sapu barunya kepada siapapun yang mau mendengarkan.
'... nol ke tujuh puluh dalam sepuluh detik, tidak jelek, 'kan? Kalau kau pertimbangkan Komet Dua Sembilan Puluh hanya nol ke enam puluh dan itupun dengan angin buritan yang bagus menurut Sapu yang Mana?'
Hermione sedang berbincang-bincang dengan bersemangat kepada Lupin mengenai pandangannya terhadap hak-hak peri.
'Maksudku, itu omong kosong yang sejenis dengan pemisahan manusia serigala, bukan begitu? Semuanya berakar dari hal mengerikan yang dimiliki oleh para penyihir yaitu pemikiran bahwa mereka lebih baik daripada makhluk-makhluk lain ...'
Mrs Weasley dan Bill sedang berdebat seperti biasa mengenai rambut Bill.
'... sudah tak bisa diurus, dan kau begitu tampan, akan tampak lebih baik kalau lebih pendek, bukankah begitu, Harry?'
'Oh -- aku tak tahu --' kata Harry, agak terkejut dimintai pendapat, dia menyelinap menjauh dari mereka ke arah Fred dan George yang sedang berkerumun di sudut dengan Mundungus.
Mundungus berhenti berbicara ketika dia melihat Harry, tetapi Fred berkedip dan memberi isyarat kepada Harry untuk mendekat.
'Tidak apa-apa,' dia memberitahu Mundungus, 'kita bisa mempercayai Harry, dia pendukung finansial kami.'
'Lihat apa yang dibawa Dung untuk kami,' kata George, sambil mengulurkan tangannya kepada Harry. Tangan itu penuh dengan apa yang terlihat seperti kacang polong hitam yang mengkerut. Sebuah suara derak samar datang dari kacang-kacang itu, walaupun mereka benar-benar tidak bergerak.
'Biji-biji Tentakel Berbisa,' kata George. 'Kami butuh mereka untuk Kotak Makanan Pembolos tapi mereka adalahl Benda Tidak Diperdagangkan Kelas C jadi kami agak kesulitan mengdapatkannya.'
'Kalau begitu, sepuluh Galleon untuk semuanya, Dung?' kata Fred.
'D'gan semua masalah yang kulalui untuk mendapatkannya?' kata Mundungus, matanya yang merah darah dan kendor menregang lebih lebar lagi. 'Maaf, nak, tapi aku tak akan mengambil satu Knutpun di bawah dua puluh.'
'Dung suka lelucon kecilnya,' Fred berkata kepada Harry.
'Yeah, yang terbaik sejauh ini adalah enam Sickle untuk sekantong pena bulu Knarl,' kata George.
'Hari-hati,' Harry memperingatkan mereka dengan pelan.
'Apa?' kata Fred. 'Mum sibuk memuji Prefek Ron, kita tidak apa-apa.'
'Tapi Moody bisa memandang kalian dengan matanya,' Harry menunjukkan.
Mundungus memandang dengan gugup lewat bahunya.
'Poin yang bagus itu,' gerutunya. 'Baiklah, nak, sepuluh jadinya, kalau kalian mengambilnya dengan cepat.'
'Cheers, Harry!' kata Fred dengan senang, sewaktu Mundungus telah mengosongkan kantongnya ke tangan-tangan si kembar yang dijulurkan dan berjalan tergesa-gesa menuju makanan. 'Kita sebaiknya membawa ini ke atas ...'
Harry memperhatikan mereka pergi, sambil merasa agak kurang enak. Baru saja terpikir olehnya bahwa Mr dan Mrs Weasley akan mau tahu bagaimana Fred dan George membiayai bisnis toko lelucon mereka ketika, seperti yang tidak terhindarkan, mereka akhirnya mengetahui hal itu. Memberikan hasil kemenangan Triwizardnya kepada si kembar tampak hal yang sederhana untuk dilakukan pada saat itu, tetapi bagaimana kalau itu menuntun kepada pertengkaran keluarga lain dan kerenggangan seperti Percy? Apakah Mrs Weasley masih akan merasa bahwa Harry seperti anaknya sendiri kalau dia mengetahui bahwa dia yang memungkinkan Fred dan George memulai karir yang dianggapnya tidak sesuai?
Sambil berdiri di tempat si kembar meninggalkannya, hanya ditemani oleh perasaan bersalah yang memberati dasar perutnya, Harry mendengar namanya sendiri diucapkan. Suara dalam Kingsley Shacklebolt terdengar bahkan melewati obrolan di sekeliling.
'... kenapa Dumbledore tidak menjadikan Potter prefek?' kata Kingsley.
'Dia punya alasannya tersendiri,' jawab Lupin.
'Tapi akan memperlihatkan keyakinan pada dirinya. Itu yang akan kulakukan,' Kingsley bersikeras, 'terutama dengan Daily Prophet yang mengoloknya tiap beberapa hari sekali ...'
Harry tidak berpaling; dia tidak mau Lupin atau Kingsley mengetahui dia telah mendengarnya. Walaupun sama sekali tidak lapar, dia mengikuti Mundungus kembali menuju meja. Kesenangannya atas pesta itu telah menguap secepat datangnya; dia berharap dia ada di atas di tempat tidurnya.
Mad-Eye Moody sedang membaui sebuah paha ayam dengan apa yang tersisa dari hidungnya; jelas dia tidak bisa mendeteksi sisa-sisa racun apapun, karena dia lalu mengoyaknya dengan gigi.
'... pegangannya terbuat dari kayu ek Spanyol dengan pernis anti kutukan dan kendali getar terpasang --' Ron sedang berkata kepada Tonks.
Mrs Weasley menguap lebar-lebar.
'Well, kukira aku akan mengatasi Boggart itu sebelum tidur ... Arthur, aku tidak mau mereka terjaga terlalu malam, oke? Malam, Harry, sayang.'
'Kau baik-baik saja, Potter?' gerutu Moody.
'Yeah, baik,' dusta Harry.
Moody meneguk dari botol labunya, mata biru elektriknya menatap ke samping kepada Harry.
'Kemarilah, aku punya sesuatu yang mungkin menarik bagimu,' katanya.
Dari salah satu kantong dalam di jubahnya Moody menarik sebuah foto sihir tua yang sangat compang-camping.
'Order of Phoenix yang asli,' geram Moody. 'Akhirnya kutemukan tadi malam sewaktu aku sedang mencari Jubah Gaib cadanganku, karena Podmore tidak punya sopan santun untuk mengembalikan jubah terbaikku ... kukira orang-orang mungkin ingin melihatnya.'
Harry mengambil foto itu. Kerumunan kecil orang, beberapa melambai kepadanya, yang lain mengangkat kaca mata mereka, memandang balik kepadanya.
'Itu aku,' kata Moody sambil menunjuk kepada dirinya sendiri. Moody di gambar itu tidak bisa salah dikenali, walaupun rambutnya tidak begitu kelabu dan hidungnya utuh. 'Dan itu Dumbledore di sampingku, Dedalus Diggle di sisi lain ... itu Marlene McKinnon, dia terbunuh dua minggu setelah ini diambil, mereka membunuh semua keluarganya. Itu Frank dan Alice Longbottom --'
Perut Harry, yang telah tidak enak, mengejang ketika dia melihat kepada Alice Longbottom; dia mengenali wajah bulatnya yang bersahabat dengan baik, walaupun mereka belum pernah berjumpa, karena dia sangat mirip dengan anaknya, Neville.
'-- orang-orang malang,' geram Moody. 'Lebih baik mati daripada apa yang terjadi dengan mereka ... dan itu Emmeline Vance, kau sudah bertemu dengannya, dan di sana Lupin, tentu saja ... Benjy Fenwick, dia kena juga, kami hanya pernah menemukan potongan-potongan tubuhnya ... geser ke samping yang di sana,' tambahnya sambil menyodok gambar itu, dan orang-orang kecil di foto menepi ke samping, sehingga yang tertutup sebagian bisa pindah ke depan.
'Itu Edgar Bones ... kakak Amelia Bones, mereka bunuh dia dan keluarganya juga, dia adalah penyihir hebat ... Sturgis Podmore, astaga, dia tampak muda ... Caradoc Dearborn, menghilang enam bulan setelah ini, kami tidak pernah menemukan mayatnya ... Hagrid, tentu saja, terlihat persis sama ... Elphias Doge, kau sudah bertemu dengannya, aku lupa dia dulu suka memakai topi bodoh itu ... Gideon Prewett, butuh lima Pelahap Maut untuk membunuhnya dan saudaranya Fabian, mereka bertarung seperti pahlawan ... geser, geser ...'
Orang-orang kecil di foto itu saling mendesak satu sama lain dan yang tersembunyi tepat di belakang muncul di bagian depan gambar.
'Itu saudara lelaki Dumbledore, Aberfotrh, satu-satunya pertemuanku dengannya, lelaki aneh ... itu Dorcas Meadows, Voldemort membunuhnya sendiri ... Sirius, waktu dia masih berambut pendek ... dan ... itu dia, kukira itu akan membuatmu tertarik!'
Jantung Harry berbalik. Ibu dan ayahnya sedang tersenyum kepadanya, duduk di kedua sisi seorang lelaki kecil yang matanya berair yang dikenali Harry dengan seketika sebagai Wormtail, orang yang telah mengkhianati keberadaan orang tuanya kepada Voldemort dan dengan begitu membantu mendatangkan kematian mereka.
'Eh?' kata Moody.
Harry memandang wajah Moody yang penuh luka dan lubang. Jelas Moody mendapat kesan bahwa dia baru saja memberi Harry sesuatu yang menyenangkan.
'Yeah,' kata Harry, mencoba menyeringai sekali lagi. 'Er ... dengar, aku baru saja ingat, aku belum mengepak ...'
Dia bebas dari keharusan menciptakan benda yang belum dikemasnya. Sirius baru saja berkata, 'Apa yang kau punya di sana, Mad-Eye?' dan Moody berpaling kepadanya. Harry menyeberangi dapur, menyelinap melalui pintu dan naik tangga sebelum siapapun bisa memanggilnya kembali.
Dia tidak tahu mengapa jadi terguncang begitu; dia sudah pernah melihat gambar-gambar orang tuanya ... tapi mendapatkan mereka diberikan kepadanya seperti itu, ketika dia sama sekali tidak menduga ... tak ada yang suka itu, pikirnya dengan marah ...
Dan lalu, melihat mereka dikelilingi oleh semua wajah gembira lain ... Benjy Fenwick, yang telah ditemukan dalam bentuk potongan-potongan tubuh, dan Gideon Prewett, yang telah mati seperti pahlawan, dan keluarga Longbottom, yang telah disiksa hingga gila ... semua melambai dengan gembira dari foto itu untuk selamanya, tanpa tahu bahwa mereka sudah dikutuk ... well, Moody mungkin menganggap itu menarik ... dia, Harry, menganggapnya mengganggu ...
Harry berjingkat menaiki tangga di aula melewati kepala peri yang disumpal, senang berada sendirian lagi, tetapi ketika dia mendekati puncak tangga pertama dia mendengar suara-suara. Seseorang sedang tersedu-sedan di ruang duduk.
'Halo?' Harry berkata.
Tidak ada jawaban tetapi sedu sedan itu berlanjut terus. Dia menaiki sisa anak tangga dua-dua, berjalan menyeberangi puncak tangga dan membuka pintu ruang duduk.
Seseorang sedang gemetar ketakutan pada dinding yang gelap, dengan tongkat di tangannya, seluruh tubuhnya bergetar akibat tangisannya. Tergeletak di karpet tua berdebu dalam seberkas cahaya bulan, jelas-jelas sudah mati, adalah Ron.
Semua udara seakan menghilang dari paru-paru Harry; dia merasa seolah-olah dia sedang jatuh melalui lantai; otaknya menjadi sedingin es -- Ron mati, tidak, tidak mungkin --
Tapi tunggu sebentar, itu tidak mungkin -- Ron ada di bawah --
'Mrs Weasley?' Harry berkata dengan parau.
'R -- r -- riddikulus!' Mrs Weasley tersedu-sedu, sambil menunjukkan tongkatnya ke tubuh Ron.
Crack.
Tubuh Ron berubah menjadi tubuh Bill, telentang dengan tangan dan kaki terentang lebar, matanya terbuka lebar dan kosong. Mrs Weasley tersedu lebih keras dari sebelumnya.
'R -- riddikulus!' dia terisak lagi.
Crack.
Tubuh Mr Weasley menggantikan tubuh Bill, kacamatanya miring, aliran darah kecil mengalir menuruni wajahnya.
'Tidak!' Mrs Weasley mengerang. 'Tidak ... riddikulus! Riddikulus! RIDDIKULUS!'
Crack. Si kembar yang sudah mati. Crack. Percy yang sudah mati. Crack.. Harry yang sudah mati ...
'Mrs Weasley, keluarlah dari sini!' teriak Harry sambil menatap ke mayatnya sendiri di lantai. 'Biarkan orang lain --'
'Apa yang sedang terjadi?'
Lupin telah datang sambil berlari ke dalam ruangan itu, diikuti segera oleh Sirius, dengan Moody terseok-seok di belakang mereka. Lupin melihat dari Mrs Weasley ke mayat Harry di lantai dan terlihat mengerti dalam sekejap. Sambil menarik keluar tongkatnya sendiri, dia berkata dengan sangat tegas dan jelas:
'Riddikulus!'
Tubuh Harry menghilang. Sebuah bola keperakan tergantung di udara di atas titik di mana tubuh itu tadi terbaring. Lupin mengayunkan tongkatnya sekali lagi dan bola itu menghilang menjadi segumpal asap.
'Oh -- oh -- oh!' Mrs Weasley bernapas tertahan-tahan dan tangisannya pecah, dengan wajah tertutup tangannya.
'Molly,' kata Lupin dengan suram, sambil berjalan ke arahnya. 'Molly, jangan ...'
Detik berikutnya, dia menangis sepuas hati di bahu Lupin.
'Molly, itu hanya Boggart,' katanya menenangkan, sambil menepuk-nepuk kepalanya. 'Hanya Boggart bodoh ...'
'Aku melihat mereka m -- m -- mati setiap kali!' Mrs Weasley mengerang ke bahunya. 'Setiap k -- k -- kali! Aku b -- b -- bermimpi tentang hal itu ...'
Sirius sedang menatap potongan karpet tempat Boggart, yang berpura-pura sebagai mayat Harry, berada tadi. Moody sedang memandang Harry, yang menghindari tatapannya. Dia punya perasaan aneh bahwa mata sihir Moody telah mengikutinya sepanjang jalan dari dapur itu.
'J -- j -- jangan beritahu Arthur,' Mrs Weasley bernapas tertahan sekarang, sambil menyeka matanya dengan kalut dengan ujung lengan bajunya. 'Aku t -- t -- tak mau dia tahu ... bersikap tolol ...'
Lupin memberikan kepadanya sebuah sapu tangan dan dia meniup hidungnya.
'Harry, aku sangat menyesal. Apa yang pasti kaupikirkan tentang diriku?' dia berkata gemetaran. 'Bahkan tidak bisa mengenyahkan Boggart ...'
'Jangan bodoh,' kata Harry, sambil mencoba tersenyum.
'Aku hanya b -- b -- begitu khawatir,' katanya, air mata bercucuran dari matanya lagi. 'Setengah dari keluarga ada dalam Order, p -- p -- pastilah keajaiban kalau kami semua selamat melewati ini ... dan P -- P -- Percy tidak mau bicara dengan kami ... bagaimana kalau sesuatu yang m -- m -- mengerikan terjadi dan kami tidak akan pernah b -- b -- berbaikan dengannya? Dan apa yang akan terjadi kalau Arthur dan aku terbunuh, siapa yang akan menjaga Ron dan Ginny?'
'Molly, sudah cukup,' kata Lupin dengan tegas. 'Ini tidak seperti terakhir kali. Order sudah lebih siap, kita mulai duluan, kita tahu apa yang sedang direncanakan Voldemort --'
Mrs Weasley mengeluarkan cicit ketakutan kecil ketika mendengar nama itu.
'Oh, Molly, ayolah, sudah waktunya kamu terbiasa mendengar namanya -- lihat, aku tidak bisa menjanjikan bahwa tak seorangpun akan terluka, tidak ada yang bisa menjanjikan itu, tapi kita jauh lebih baik daripada terakhir kali. Kamu tidak ada dalam Order saat itu, kamu tidak mengerti. Terakhir kali kami kalah jumlah dua puluh lawan satu oleh para Pelahap Maut dan mereka mengerjai kami satu demi satu ...'
Harry memikirkan foto itu lagi, wajah-wajah orang tuanya yang tersenyum. Dia tahu Moody masih mengamatinya.
'Jangan khawatir tentang Percy,' kata Sirius dengan kasar. 'Dia akan sadar. Hanya masalah waktu sebelum Voldemort bergerak terang-terangan; sekali dia melakukan itu, seluruh Kementerian akan memohon kita untuk memaafkan mereka. Dan aku tidak yakin aku akan menerima permintaan maaf mereka,' dia menambahkan dengan getir.
'Dan mengenai siapa yang akan menjaga Ron dan Ginnya kalau kamu dan Arthur mati,' kata Lupin sambil tersenyum sedikit, 'apa yang kaukira akan kami lakukan, membiarkan mereka kelaparan?'
Mrs Weasley tersenyum dengan gemetar.
'Bersikap tolol,' dia bergumam lagi, sambil menyeka matanya.
Tetapi Harry, ketika menutup pintu kamar tidurnya sekitar sepuluh menit kemudian, tidak bisa berpikir bahwa Mrs Weasley tolol. Dia masih bisa melihat orang tuanya tersenyum kepadanya dari foto tua yang compang-camping itu, tidak menyadari bahwa hidup mereka, seperti begitu banyak orang yang mengelilingi mereka, sedang menuju akhirnya. Citra Boggart yang berlagak seperti mayat dari tiap-tiap anggota keluarga Weasley secara bergantian terus berkelebat di depan matanya.
Tanpa peringatan, bekas luka di dahinya membakar dengan menyakitkan lagi dan perutnya terkocok dengan mengerikan.
'Hentikan,' katanya dengan tegas, sambil menggosok bekas luka itu ketika rasa sakit mereda.
'Tanda kegilaan pertama, berbicara dengan kepalamu sendiri,' kata sebuah suara licik dari lukisan kosong di dinding.
Harry mengabaikannya. Dia merasa lebih tua daripada yang pernah dirasakannya seumur hidup dan tampaknya luar biasa bagi dirinya bahwa belum satu jam yang lalu dia mengkhawatirkan tentang sebuah toko lelucon dan siapa yang mendapatkan lencana prefek.
-- BAB SEPULUH --
Luna Lovegood
Harry mengalami tidur yang tidak lelap. Orang tuanya
keluar masuk dari mimpinya, tidak pernah berbicara; Mrs Weasley menangisi jasad
Kreacher, dipandangi Ron dan Hermione yang sedang memakai mahkota, dan sekali
lagi Harry menemukan dirinya berjalan menyusuri sebuah koridor yang berakhir
pada sebuah pintu terkunci. Dia terbangun tiba-tiba dengan bekas lukanya
menusuk-nusuk dan menemukan Ron telah selesai berpakaian dan sedang berbicara
kepadanya.
'... lebih baik bergegas, Mom akan marah-marah, dia bilang kita
akan ketinggalan kereta api ...'
Ada banyak keributan di dalam rumah. Dari apa yang didengarnya
sewaktu dia berpakaian secepat kilat, Harry mengetahui bahwa Fred dan George
telah menyihir koper-koper mereka untuk terbang menuruni tangga untuk
menghindari kerepotan membawanya, dengan hasil mereka meluncur lansung ke arah
Ginny dan menjatuhkannya dua tingkat anak tangga ke aula; Mrs Black dan Mrs
Weasley sama-sama berteriak sekuat-kuatnya.
'-- BISA SAJA MENYEBABKANNYA LUKA PARAH, KALIAN IDIOT --'
'-- TURUNAN-CAMPURAN KOTOR, MENODAI RUMAH NENEK MOYANGKU --'
Hermione bergegas masuk ke dalam ruangan tampak bingung, persis
ketika Harry sedang memakai celana olahraganya. Hedwig sedang berayun di
bahunya, dan dia menggendong Crookshanks yang menggeliat di lengannya.
'Mum dan Dad baru saja mengirim Hedwig balik.' Burung hantu itu
berkedip patuh dan bertengger di puncak sangkarnya, 'Sudah siap?'
'Hampir. Apakah Ginny baik-baik saja?' Harry bertanya, sambil
mendorong kacamatanya.
'Mrs Weasley sudah mengobatinya,' kata Hermione. 'Tapi sekarang
Mad-Eye mengeluh bahwa kita tidak bisa berangkat kecuali Sturgis Podmore ada di
sini, kalau tidak pengawalnya akan kurang satu.'
'Pengawal?' kata Harry. 'Kita harus pergi ke King's Cross dengan
seorang pengawal?'
'Kamu yang harus pergi ke King's Cross dengan seorang
pengawal,' Hermione mengkoreksinya.
'Kenapa?' kata Harry tidak senang. 'Kupikir Voldermort
seharusnya bersembunyi, atau apa kamu akan memberitahuku bahwa dia akan melompat
keluar dari belakang sebuah tong sampah untuk mencoba membunuhku?'
'Aku tidak tahu, itu cuma yang dibilang Mad-Eye,' kata Hermione
kacau, sambil melihat ke jam tangannya, 'tetapi kalau kita tidak segera
berangkat kita pasti akan ketinggalan kereta api ...'
'BISAKAH KALIAN SEMUA TURUN KE SINI SEKARANG JUGA!' Mrs Weasley
berteriak dan Hermione terlonjak seakan-akan terbakar dan bergegas ke luar
ruangan. Harry menyambar Hedwig, menjejalkannya tanpa basa-basi ke dalam
kandangnya, dan turun ke bawah mengejar Hermione, sambil menyeret kopernya.
Potret Mrs Black sedang melolong marah tetapi tak seorangpun
repot-repot menutup tirainya; semua keributan di aula pastilah akan
membangunkannya lagi.
'Harry, kamu ikut denganku dan Tonks,' teriak Mrs Weasley --
melawan pekikan yang diulang-ulang 'DARAH LUMPUR! SAMPAH! MAKHLUK-MAKHLUK
KOTOR!' -- 'Tinggalkan kopermu dan burung hantumu, Alastor akan mengurus barang
bawaan ... oh, demi Tuhan, Sirius, Dumbledore bilang jangan!'
Seekor anjing hitam yang mirip beruang telah muncul di sisi
Harry ketika dia sedang merangkak melewati berbagai koper yang berceceran di
aula untuk mencapai Mrs Weasley.
'Oh jujur saja ...' kata Mrs Weasley dengan putus asa. 'Well,
resikonya kepalamu sendiri!'
Dia merenggut pintu depan hingga terbuka dan melangkah keluar ke
sinar matahari lemah bulan September. Harry dan anjing itu mengikutinya. Pintu
terbanting di belakang mereka dan pekikan Mrs Black terhenti dengan segera.
'Di mana Tonks?' Harry berkata, melihat sekeliling sewaktu
mereka menuruni anak-anak tangga batu dari nomor dua belas, yang menghilang saat
mereka mencapai trotoar.
'Dia sedang menunggu kita di atas sana,' kata Mrs Weasley dengan
kaku, mengalihkan matanya dari anjing besar yang melompat-lompat di sisi Harry.
Seorang wanita tua memberi salam kepada mereka di sudut.
Dia memiliki rambut kelabu yang sangat keriting dan mengenakan sebuah topi ungu
yang berbentuk seperti pai babi.
'Pakabar, Harry,' dia berkata, sambil mengedip. 'Lebih baik
bergegas, bukan begitu, Molly?' tambahnya, sambil mengecek jam tangannya.
'Aku tahu, aku tahu,' erang Mrs Weasley, memperpanjang langkah
kakinya, 'tetapi Mad-Eye mau kami menunggu Sturgis ... kalau saja Arthur bisa
meminjamkan kita mobil dari Kementerian lagi ... tetapi akhir-akhir ini Fudge
bahkan tidak akan memperbolehkan dia meminjam sebuah botol tinta kosong ... bagaimana
Muggle bisa tahan bepergian tanpa sihir ...'
Tetapi anjing hitam besar itu mengonggong gembira dan
melompat-lompat riang di sekitar mereka, menggertak burung-burung merpati dan
mengejar ekornya sendiri. Harry tidak bisa menahan tawa. Sirius telah
terperangkap di dalam untuk waktu yang sangat lama. Mrs Weasley menutup mulutnya
dengan cara yang hampir seperti Bibi Petunia.
Mereka butuh dua puluh menit untuk mencapai King's Cross dengan
berjalan kaki dan tidak ada peristiwa menarik yang terjadi selain Sirius
menakut-nakuti sepasang kucing untuk menyenangkan Harry. Begitu berada di dalam
stasiun mereka berdiri sepintas lalu di samping penghalang antara peron sembilan
dan sepuluh sampai keadaan aman, lalu masing-masing bersandar padanya dan jatuh
dengan mudah ke peron tiga perempat, di mana Hogwarts Express berdiri
menyemburkan uap penuh jelaga ke peron yang dipenuhi murid-murid yang akan
berangkat dan keluarga-keluarga mereka. Harry menghirup bau yang akrab itu dan
merasakan semangatnya bangkit ... dia benar-benar akan kembali ...
'Kuharap yang lain tepat waktu,' kata Mrs Weasley dengan cemas,
sambil menatap ke belakangnya ke arah lengkungan besi cor yang membatasi peron
itu, darimana para pendatang baru akan muncul.
'Anjing yang bagus, Harry!' seru seorang bocah lelaki tinggi
yang rambutnya dikepang kecil-kecil.
'Trims, Lee,' kata Harry, nyengir, sementara Sirius mengibaskan
ekornya cepat-cepat.
'Oh bagus,' kata Mrs Weasley, terdengar lega, 'ini Alastor
dengan barang bawaan, lihatlah ...'
Mengenakan sebuah topi portir ditarik rendah menutupi matanya
yang tidak sepadan, Moody datang terpincang-pincang melalui lengkungan sambil
mendorong sebuah troli yang dibebani dengan koper-koper mereka.
'Semua OK,' dia bergumam kepada Mrs Weasley dan Tonks, 'kurasa
kita tidak diikuti ...'
Beberapa detik kemudian, Mr Weasley muncul di peron dengan Ron
dan Hermione. Mereka telah hampir selesai mengosongkan troli Moody ketika Fred,
George dan Ginny muncul dengan Lupin.
'Tak ada masalah?' geram Moody.
'Tidak ada apa-apa,' kata Lupin.
'Aku masih akan melaporkan Sturgis pada Dumbledore,' kata Moody,
'ini kedua kalinya dia tidak muncul dalam seminggu. Mulai tidak dapat diandalkan
seperti Mundungus.'
'Well, jaga diri kalian,' kata Lupin, sambil menyalami
semuanya. Dia menggapai Harry yang terakhir dan memberinya tepukan di bahu. 'Kau
juga, Harry. Hati-hati.'
'Yeah, tundukkan kepalamu dan buka matamu lebar-lebar,' kata
Moody, sambil menyalami tangan Harry juga. 'Dan jangan lupa, kalian semua --
hati-hati akan apa yang kalian tulis. Jika ragu, jangan tulis di dalam surat
sama sekali.'
'Senang berjumpa dengan kalian semua,' kata Tonks, sambil
memeluk Hermione dan Ginny. 'Kuharap kita akan segera bertemu lagi.'
Sebuah peluit peringatan dibunyikan; murid-murid yang masih
berada di peron mulai bergegas ke atas kereta api.
'Cepat, cepat,' kata Mrs Weasley dengan kacau, sambil memeluk
mereka secara acak dan menangkap Harry dua kali. 'Tulis surat ... jangan nakal
... jika kalian lupa sesuatu kami akan mengirimkannya ... ke atas kereta api,
sekarang, cepat ...'
Sejenak, anjing hitam besar itu berdiri di atas kaki belakangnya
dan menempatkan cakar-cakar depannya ke bahu Harry, tetapi Mrs Weasley
mendorong Harry ke pintu kereta, sambil mendesis, 'Demi Tuhan, berlakulah lebih
mirip seekor anjing, Sirius!'
'Sampai jumpa!' Harry berseru ke luar jendela ketika kereta api
mulai bergerak, sementara Ron, Hermione dan Ginny melambai di sampingnya.
Figur-figur Tonks, Lupin, Moody serta Mr dan Mrs Weasley mengerut dengan cepat
tetapi anjing hitam itu melompat sambil berlari di samping jendela, sambil
mengibaskan ekornya; orang-orang yang semakin kabur di peron tertawa melihatnya
mengejar kereta api, kemudian mereka membelok di tikungan, dan Sirius telah
pergi.
'Dia seharusnya tidak ikut bersama kita,' kata Hermione dengan
suara khawatir.
'Oh, santailah,' kata Ron, 'dia belum melihat siang hari selama
berbulan-bulan, pria malang.'
'Well,' kata Fred, sambil menepuk tanggannya, 'tak bisa
berdiri sambil ngobrol seharian, kami punya bisnis untuk dibahas dengan Lee.
Sampai jumpa nanti,' dan dia beserta George menghilang ke koridor di sebelah
kanan.
Kereta api itu menambah kecepatan, sehingga rumah-rumah di luar
jendela berkelebat lewat, dan mereka berayun di tempat mereka berdiri.
'Kalau begitu kita pergi mencari kompartemen?' Harry bertanya.
Ron dan Hermione saling berpandangan.
'Er,' kata Ron.
'Kami -- well -- Ron dan aku harus pergi ke gerbong
prefek,' Hermione berkata dengan canggung.
Ron tidak melihat kepada Harry; dia kelihatannya telah menjadi
sangat tertarik pada kuku-kuku tangan kirinya.
'Oh,' kata Harry. 'Benar. Baiklah.'
'Kukira kami tidak harus tinggal di sana sepanjang perjalanan,'
kata Hermione cepat-cepat. 'Surat-surat kami mengatakan kami hanya harus
menerima instruksi dari Kepala Murid Lelaki dan Perempuan dan kemudian
berpatroli di koridor dari waktu ke waktu.'
'Baik,' kata Harry lagi. 'Well, aku -- kalau begitu
ketemu lagi nanti.'
'Yeah, pasti,' kata Ron, memberi Harry pandangan cemas yang
berpindah-pindah, 'Harus pergi ke bawah sana itu menyebalkan,aku lebih suka --
tetapi kami harus -- maksudku, aku tidak menikmatinya, aku bukan Percy,' dia
mengakhiri dengan menantang.
'Aku tahu kamu bukan,' kata Harry dan dia menyengir. Tetapi
selagi Hermione dan Ron menyeret koper-koper mereka, Crookshanks dan Pigwidgeon
dalam sangkar menuju ujung mesin dari kereta api, Harry merasakan rasa
kehilangan yang ganjil. Dia belum pernah bepergian di atas Hogwarts Express
tanpa Ron.
'Ayo,' Ginny menyuruhnya, 'jika kita bergerak terus kita akan
dapat menyisakan tempat untuk mereka.'
'Benar,' kata Harry, sambil mengangkat sangkar Hedwig di satu
tangan dan pegangan kopernya di tangan yang lain. Mereka berjuang menyusuri
koridor, mengintai ke dalam pintu-pintu berpanel kaca ke dalam
kompartemen-kompartemen yang mereka lalui, yang sudah penuh. Harry tidak dapat
tidak memperhatikan bahwa banyak orang menatap balik kepadanya dengan minat yang
besar dan bahwa beberapa dari mereka menyikut tetangga mereka dan menunjuk dia.
Setelah dia menemui perilaku ini di lima gerbong berturut-turut dia teringat
bahwa DailyProphet telah memberitahu para pembacanya sepanjang musim
panas bahwa dia seorang tukang pamer pembohong. Dia bertanya-tanya dengan bosan
apakah orang-orang yang sekarang menatapinya dan berbisik-bisik mempercayai
cerita-cerita itu.
Di gerbong paling akhir mereka berjumpa dengan Neville
Longbottom, teman kelas lima Harry di Gryffindor, wajahnya yang bundar berkilat
karena usaha menarik kopernya dan mempertahankan pegangan satu tangan pada
kataknya yang meronta-ronta, Trevor.
'Hai, Harry,' dia terengah-engah. 'Hai, Ginny ... semua tempat
penuh ... aku tidak bisa menemukan tempat duduk ...'
'Apa yang kau bicarakan?' kata Ginny, yang telah menyelip
melewati Neville untuk mengintai ke dalam kompartemen di belakangnya. 'Ada
tempat di yang satu ini, hanya ada Loony Lovegood di sini --'
Neville menggumamkan sesuatu mengenai tidak ingin mengganggu
siapapun.
'Jangan bodoh,' kata Ginny sambil tertawa, 'dia baik kok.'
Dia menggeser pintu hingga terbuka dan menarik kopernya ke
dalam. Harry dan Neville mengikuti.
'Hai, Luna,' kata Ginny, 'bolehkah kami ambil tempat duduk ini?'
Anak perempuan di samping jendela melihat ke atas. Dia mempunyai
rambut pirang kotor sepanjang pinggang yang terurai, alis mata yang sangat pucat
dan mata menonjol yang memberinya penampilan terkejut yagn permanen. Harry
langsung tahu mengapa Neville memilih melewatkan kompartemen ini. Anak perempuan
itu mengeluarkan aura kebodohan yang tampak jelas. Mungkin fakta bahwa dia telah
menusukkan tongkatnya di belakang telinga kirinya supaya tidak hilang, atau
bahwa dia telah memilih untuk memakai kalung yang terbuat dari gabus-gabus
Butterbeer, atau bahwa dia sedang membaca sebuah majalah terbalik. Matanya
bergeser dari Neville dan berhenti pada Harry. Dia mengangguk.
'Trims,' kata Ginny, tersenyum kepadanya.
Harry dan Neville menyimpan ketiga koper dan sangkar Hedwig di
rak bagasi dan duduk. Luna memperhatikan mereka melewati majalahnya yang
terbalik, yang dinamakan The Quibbler. Dia tampaknya tidak perlu
berkedip sebanyak manusia normal. Dia menatap dan menatap terus pada Harry, yang
telah mengambil tempat duduk di seberangnya dan sekarang berharap tidak
melakukan hal itu.
'Musim panasmu menyenangkan, Luna? Ginny bertanya.
'Ya,' kata Luna sambil melamun, tanpa melepaskan pandangan dari
Harry. 'Ya, cukup menyenangkan, kau tahu. Kau Harry Potter,' dia
menambahkan.
'Aku tahu itu,' kata Harry.
Neville tertawa kecil. Luna memalingkan matanya yang pucat ke
arahnya.
'Dan aku tidak tahu siapa kamu.'
'Aku bukan siapa-siapa,' kata Neville cepat-cepat.
'Bukan,' kata Ginny tajam. 'Neville Longbottom -- Luna Lovegood.
Luna setingkat denganku, tetapi di Ravenclaw.'
'Kecerdasan melebihi ukuran adalah harta terbesar manusia,'
kata Luna dengan suara menyanyi.
Dia mengangkat majalahnya yang terbalik cukup tinggi untuk
menyembunyikan wajahnya dan terdiam. Harry dan Neville saling memandang dengan
alis terangkat. Ginny berusaha menahan tawa terkikik.
Kereta api terus berderak maju, semakin cepat membawa mereka ke
alam perdesaan bebas. Hari itu adalah hari yang aneh dan tidak menentu; satu
saat gerbong dipenuhi sinar matahari dan saat berikutnya mereka melewati
awan-awan yang gelap yang tidak menyenangkan.
'Tebak apa yang kudapat pada hari ulang tahunku?' kata Neville.
'Remembrall lagi?' kata Harry, teringat pada alat mirip kelereng
yang telah dikirimkan nenek Neville kepadanya dengan maksud memperbaiki
ingatannya yang parah.
'Bukan,' kata Neville. 'Walaupun aku memang butuh satu, aku
menghilangkan yang lama sudah lama sekali ... bukan, lihat ini ...'
Dia menyisipkan tangan yang tidak sedang mempertahankan
genggaman erat pada kataknya, Trevor ke dalam tas sekolahnya dan setelah sedikit
merogoh-rogoh menarik keluar apa yang tampak seperti sebuah kaktus kelabu kecil
dalam pot, kecuali ia ditutupi benda yang lebih mirip bisul daripada duri.
'Mimbulus mimbletonia,' katanya dengan bangga.
Harry menatap benda itu. Benda itu sedang bergetar sedikit,
memberinya penampilan yang seram seperti beberapa organ dalam.
'Benar-benar langka,' kata Neville sambil tersenyum. 'Aku tidak
tahu apakah ada satu saja di salah satu rumah kaca di Hogwarts. Aku tak sabar
untuk memperlihatkannya kepada Profesor Sprout. Kakek Algieku membelinya untukku
di Assyria. Aku akan mencoba membiakannya,'
Harry tahu bahwa mata pelajaran favorit Neville adalah Herbologi
tetapi demi hidupnya dia tidak bisa melihat apa yang diinginkannya dengan
tanaman kecil yang aneh itu.
'Apakah dia -- er -- melakukan sesuatu?' tanyanya.
'Banyak hal!' kata Neville dengan bangga. 'Dia punya mekanisme
pertahanan yang mengagumkan. SIni, pegang Trevor ...'
Dia membuang katak itu ke pangkuan Harry dan mengambil sebuah
pena bulu dari tas sekolahnya. Mata Luna Lovegood yang membelalak tampak lagi
dari bagian atas majalahnya yang terbalik, untuk menyaksikan apa yang sedang
dilakukan Neville. Neville memegang Mimbulus mimbletonia itu sejajar
dengan matanya, lidahnya berada di antara gigi-giginya, memilih satu titik, dan
memberi tanaman itu sebuah tusukan tajam dengan ujung pena bulunya.
Cairan bermuncratan dari setiap bisul pada tanaman itu;
pancaran yang deras, bau, berwarna hijau gelap. Cairan itu menghantam
langit-langit, jendela-jendela, dan memerciki majalah Luna Lovegood; Ginny, yang
telah mengatupkan lengannya ke depan wajahnya tepat waktu, hanya tampak seperti
mengenakan topi hijau berlumut, tetapi Harry, yang tangannya sibuk mencegah
Trevor kabur, menerima satu muka penuh cairan. Baunya seperti pupuk kandang yang
anyir.
Neville, yang muka dan badannya juga basah kuyup,
menggelengkan kepalanya untuk mengenyahkan yang terburuk dari matanya.
'S-sori,' dia megap-megap. 'Aku belum pernah mencobanya
... tidak sadar akan jadi begini ... jangan khawatir, Stinksap (Getah-Bau) tidak
beracun,' dia menambahkan dengan gugup, selagi Harry meludahkan satu mulut penuh
ke lantai.
Pada saat yang sama pintu kompartemen mereka bergeser
terbuka.
'Oh ... halo, Harry,' kata sebuah suara gugup. 'Um ...
waktu yang tidak tepat?'
Harry menyeka lensa kacamatanya dengan tangannya yang
bebas dari Trevor. Seorang gadis yang sangat cantik dengan rambut hitam berkilau
sedang berdiri di ambang pintu sambil tersenyum kepadanya: Cho Chang, Seeker tim
Quidditch Ravenclaw.
'Oh ... hai,' kata Harry dengan hampa.
'Um ...' kata Cho. 'Well ... hanya ingin mengatakan
halo ... kalau begitu sampai jumpa.'
Dengan wajah agak merona merah, dia menutup pintu dan
pergi. Harry merosot ke tempat duduknya dan mengerang. Dia ingin Cho
menemukannya sedang duduk dengan sekelompok orang-orang keren yang sedang
tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon yang baru dibuatnya; dia tidak akan
memilih duduk dengan Neville dan Loony Lovegood, sambil menggengam seekor katak
dan basah kuyub oleh Stinksap.
'Tidak mengapa,' kata Ginny dengan menguatkan diri.
'Lihat, kita bisa menghilangkan ini semua dengan mudah.' Dia menarik keluar
tongkatnya. 'Scourgify.'
Stinksap itu menghilang.
'Sori,' kata Neville lagi, dengan suara kecil.
Ron dan Hermione tidak muncul selama hampir satu jam, pada
saat itu troli makanan telah lewat. Harry, Ginny dan Neville telah menghabiskan
pai labu mereka dan sedang sibuk bertukar Kartu Cokelat Kodok ketika pintu
kompartemen bergeser terbuka dan mereka masuk, ditemani oleh Crookshanks dan
Pigwidgeon yang beruhu dengan nyaring dalam sangkarnya.
'Aku lapar berat,' kata Ron, menyimpan Pigwidgeon di
samping Hedwig, sambil meraih sebuah Cokelat Kodok dari Harry dan melemparkan
dirinya ke tempat duduk di sebelahnya. Dia merobek pembungkusnya, menggigit
kepala kodok itu hingga putus dan bersandar dengan mata tertutup seakan-akan dia
telah melewati pagi yang sangat melelahkan.
'Well, ada dua orang prefek kelas lima dari
masing-masing rumah,' kata Hermione, terlihat sangat tidak senang ketika dia
mengambil tempat duduk. 'Seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan.'
'Dan tebak siapa yang jadi prefek Slytherin?' kata Ron,
masih dengan mata tertutup.
'Malfoy,' jawab Harry seketika, yakin bahwa yang paling
ditakutkannya akan dibenarkan.
'Tentu saja,' kata Ron dengan getir, sambil menjejalkan
sisa Kodok ke dalam mulutnya dan mengambil yang lain.
'Dan si sapi Pansy Parkinson,' kata Hermione dengan
ganas. 'Bagaimana dia bisa jadi prefek padahal dia lebih tolol daripada troll
yang geger otak ...'
'Siapa dari Hufflepuff?' Harry bertanya.
'Ernie Macmillan dan Hannah Abbot,' kata Ron dengan cepat.
'Dan Anthony Goldstein dan Padma Patill dari Ravenclaw,'
kata Hermione.
'Kau pergi ke Pesta Dansa dengan Padma Patil,' kata sebuah
suara samar.
Semua orang menoleh untuk memandang Luna Lovegood, yang
sedang menatap Ron tanpa berkedip dari balik The Quibbler. Dia menelan
Kodok di mulutnya.
'Yeah, aku tahu itu,' dia berkata, terlihat agak terkejut.
'Dia tidak begitu menikmatinya,' Luna memberitahunya. 'Dia
berpikir kamu tidak memperlakukannya cukup baik, karena kamu tidak mau berdansa
dengannya. Kupikir aku tidak akan mempersoalkan hal itu,' dia menambahkan dengan
penuh pemikiran, 'aku tidak begitu suka berdansa.'
Dia menarik diri lagi ke balik The Quibbler. Ron
menatap sampulnya dengan mulut terbuka selama beberapa detik, kemudian berpaling
pada Ginny untuk mendapatkan penjelasan, tetapi Ginny telah menjejalkan
buku-buku jarinya ke dalam mulut untuk menghentikan dirinya tertawa
terkikik-kikik. Ron menggelengkan kepalanya, kaget, lalu mengecek jam tangannya.
'Kami harus berpatroli di koridor beberapa waktu sekali,'
dia memberitahu Harry dan Neville, 'dan kami bisa memberi hukuman jika
orang-orang bertingkah tidak pantas. Aku tidak sabar ingin menghukum Crabbe dan
Goyle karena sesuatu ...'
'Kamu tidak seharusnya menyalahgunakan kedudukanmu, Ron!'
kata Hermione dengan tajam.
'Yeah, benar, karena Malfoy sama sekali tidak akan
menyalahgunakannya,' kata Ron dengan kasar.
'Jadi kamu akan turun ke tingkatannya?'
'Tidak, aku hanya ingin memastikan aku menangkap
sobat-sobatnya sebelum dia menangkap sobat-sobatku.'
'Demi Tuhan, Ron --'
'Akan kubuat Goyle menulis, itu akan membunuhnya, dia
benci menulis,' kata Ron dengan gembira. Dia merendahkan suaranya menjadi
dengkuran rendah Goyle dan, sambil menegangkan wajahnya dengan tampang
konsentrasi yang menyakitkan, menirukan menulis di udara. 'Aku ... tidak ...
boleh ... terlihat ... seperti ... bokong ... babon. '
Semua orang tertawa, tetapi tidak ada yang tertawa lebih
keras daripada Luna Lovegood. Dia mengeluarkan jeritan kegembiraan yang
mengakibatkan Hedwig terbangun dan mengepak-ngepakkan sayapnya tidak senang dan
Crookshanks melompat ke rak bagasi sambil mendesis. Luna tertawa sangat keras
sehingga majalahnya tergelincir dari pegangannya, meluncur ke bawah kakinya dan
ke atas lantai.
'Itu lucu!'
Matanya yang menonjol penuh air mata ketika dia menarik
napas dengan terengah-engah, sambil menatap Ron. Sama sekali tidak menyangka,
Ron melihat sekeliling pada yang lain, yang sekarang sedang menertawakan
ekspresi di wajahnya dan tawa berkepanjangan Luna Lovegood yang menggelikan,
yang sedang bergoyang maju-mundur, sambil mencengkeram sisi tubuhnya.
'Apa kau mengolokku?' kata Ron sambil merengut kepadanya.
'Bokong ... babon!' dia tercekik sambil memegang tulang
iganya.
Yang lain semuanya sedang memperhatikan Luna tertawa,
tetapi Harry, sambil memandang sekilas majalah di lantai, memperhatikan sesuatu
yang membuatnya mengambilnya. Ketika terbalik sulit mengatakan gambar apa yang
ada di depan, tetapi Harry sekarang menyadari bahwa itu adalah kartun yang
lumayan buruk dari Cornelius Fudge; Harry hanya mengenalinya karena topi bowler
hijau limaunya. Salah satu tangan Fudge mememgang sekantong emas; tangan yang
lain sedang mencekik goblin. Kartun itu diberi judul: Seberapa Jauh Fudge
akan Bertindak untuk Mendapatkan Gringotts?
Di bawah ini ada daftar judul-judul artikel lain di dalam
majalah.
Korupsi di Liga Quidditch
Bagaimana Tornados
Mengambil Kendali
Rahasia Rune Kuno
Terungkap
Sirius Black:
Penjahat atau Korban?
'Boleh aku melihat ini?' Harry bertanya pada Luna dengan tidak sabar.
Dia mengangguk, masih menatap Ron, terengah-engah akibat
tertawa.
Harry membuka majalah itu dan membaca sepintas indeksnya.
Hingga saat ini dia telah benar-benar melupakan majalah yang telah diserahkan
Kingsley kepada Mr Weasley untuk diberikan kepada Sirius, tapi itu pastilah
edisi The Quibbler yang ini. Dia menemukan halaman itu, dan membalik-balik dengan
bergairah ke artikel itu. Ini juga diilustrasikan dengan sebuah kartun yang lumayan
jelek; bahkan, Harry tidak akan tahu itu seharusnya gambar Sirius kalau tidak
diberi judul. Sirius sedang berdiri di atas setumpuk tulang manusia dengan
tongkat di luar. Judul berita pada artikel itu menyatakan: SIRIUS -- SEHITAM
YANG DIGAMBARKAN? Pembunuh masal
yang terkenal jahatnya atau sensasi nyanyi yang tidak bersalah? Harry harus membaca kalimat pertama ini beberapa kali sebelum dia yakin bahwa
dia tidak salah mengerti. Sejak kapan Sirius jadi sensasi nyanyi? Selama
empat belas tahun Sirius Black telah diyakini bersalah atas pembunuhan masal dua
belas Muggle tidak bersalah dan seorang
penyihir. Pelolosan Black yang berani dari Azkaban dua tahun yang lalu telah
mengarah kepada perburuan manusia
terluas yang pernah dilakukan oleh Kementerian Sihir. Tidak satupun dari kita
pernah mempertanyakan apakah
dia pantas ditangkap kembali dan diserahkan kepada para Dementor.
TAPI APAKAH DIA PANTAS?
Bukti baru yang mengejutkan baru-baru ini telah dikemukakan bahwa Sirius Black
mungkin tidak melaksanakan kejahatan
yang menyebabkan dia dikirim kek Azkaban. Kenyataannya, kata Doris Purkiss, dari 18 Acanthia Way, Little
Norton, Black mungkin tidak berada di tempat pembunuhan.
'Apa yang tidak disadari orang-orang adalah bahwa Sirius Black adalah nama
palsu,' kata Mrs Purkiss. 'Lelaki yang diyakini
orang-orang sebagai Sirius Black sebenarnya adalah Stubby Boardman, penyanyi
utama dari kelompok nyanyi populer
The Hobgoblins, yang pensiun dari muka umum setelah terhantam di bagian telinga
dengan sebuah lobak pada sebuah
konser di Aula Gereja Little Norton hampir lima belas tahun yang lalu. Aku
langsung mengenali dia ketika
menyaksikan gambarnya di koran. Adapun Stubby tidak mungkin telah melakukan
kejahatan itu, karena pada hari
yang dipertanyakan dia kebetulan sedang menikmati makan malam romantis dengan
cahaya lilin bersamaku. Aku
telah menulis kepada Menteri Sihir dan sedang menantikan dia untuk memberi
Stubby, alias Sirius, pengampunan
penuh kapan saja saat ini. Harry selesai membaca dan menatap halaman itu dengan tidak percaya. Mungkin
itu lelucon, pikirnya, mungkin majalah itu sering mencetak berita lelucon. Dia
membalik-balik beberapa halaman dan menemukan berita tentang Fudge. Cornelius
Fudge, Menteri Sihir, menyangkal bahwa dia merencanakan untuk mengambil alih
pengelolaan Bank Penyihir,
Gringgots, ketika dia terpilih menjadi Menteri Sihir lima tahun yang lalu. Fudge
selalu bersikeras bahwa dia tidak
menginginkan lebih dari 'kerja sama damai' dengan para penjaga emas kita.
TAPI APAKAH MEMANG BEGITU?
Sumber-sumber yang dekat dengan Menteri baru-baru ini telah mengungkapkan bahwaa
ambisi Fudge yang paling berhahrga adalah
merampas kendali atas pasokan emas goblin dan bahwa dia tidak akan ragu-ragu
untuk menggunakan
kekuatan jika terpaksa.
'Juga takkan jadi yang pertama kalinya,' kata orang dalam Kementerian.
'Cornelius "Pelumat-Goblin" Fudge, itulah panggilan
teman-temannya. Jika Anda bisa mendengarnya ketika dia mengira tidak ada yang
sedang menguping, oh, dia
selalu berbicara tentang goblin-goblin yang sudah dihabisinya; dia
menenggelamkan mereka, dia menjatuhkan mereka
dari gedung-gedung, dia meracuni mereka, dia memasak mereka dalam pai ...' Harry tidak membaca lebih lanjut. Fudge mungkin memiliki banyak kesalahan
tapi Harry merasa sangat sukar membayangkannya memerintah para goblin untuk
dimasak dalam pai. Dia membalik-balik sisa majalah itu. Berhenti sejenak di tiap
halaman, dia membaca: sebuah tuduhan bahwa Tutshill Tornados menang Liga
Quidditch dengan gabungan pemerasan, utak-atik sapu yang ilegal dan penyiksaan;
sebuah wawancara dengan seorang penyihir yang mengklaim telah terbang ke bulan
dengan sebuah Sapu Bersih Enam dan membawa kembali sekantong kodok bulan untuk
membuktikannya; dan sebuah artikel tentang rune kuno yang setidaknya menjelaskan
mengapa Luna membca The Quibbler terbalik. Menurut majalah itu, kalau
kamu membalikkan rune-rune itu mereka menyingkapkan sebuah mantera untuk membuat
telinga musuhmu berubah menjadi jeruk. Bahkan, dibandingkan dengan
artikel-artikel lain dalam The Quibbler, saran bahwa Sirius mungkin
sebenarnya penyanyi utama dari The Hobgoblins agak masuk akal. 'Ada yang bagus di sana?' tanya Ron selagi Harry menutup
majalah itu. 'Tentu saja tidak,' kata Hermione dengan pedas, sebelum
Harry bisa menjawab. 'The Quibbler itu sampah, semua orang tahu itu.' 'Maaf,' kata Luna; suaranya mendadak kehilangan sifat
bermimpinya. 'Ayahku editornya.' 'Aku -- oh,' kata Hermione, terlihat malu. 'Well
... itu punya beberapa hal menarik ... maksudku, itu agak ...' 'Akan kuambil kembali, terima kasih,' kata Luna dengan
dingin, dan dengan mencondongkan badan ke depan dia merenggutnya dari tangan
Harry. Setelah membalik-baliknya ke halaman lima puluh tujuh, dia membalikkannya
lagi dengan tegas dan menghilang ke baliknya, persis ketika pintu kompartemen
terbukan untuk ketiga kalinya. Harry menoleh; dia telah mengharapkan hal ini, tetapi itu
tidak membuat penampakan Draco Malfoy menyeringai kepadanya diapit
kroni-kroninya Crabbe dan Goyle lebih menyenangkan. 'Apa?' dia berkata dengan agresif, sebelum Malfoy bisa
membuka mulutnya. 'Yang sopan, Potter, atau akan kuberi kau detensi,' Malfoy
berkata dengan nada panjang, rambutnya yang pirang rapi dan dagunya yang runcing
persis ayahnya. 'Kau lihat bahwa aku, tak seperti kamu, telah dijadikan prefek,
yang berarti bahwa aku, tak seperti kamu, punya kuasa untuk memberikan hukuman.' 'Yeah,' kata Harry, 'tapi kau, tak seperti aku, adalah
orang brengsek, jadi enyahlah dan tinggalkan kami sendiri.' Ron, Hermione, Ginny dan Neville tertawa. Bibir Malfoy
mencibir. 'Beritahu aku, bagaimana rasanya menjadi yang
terbaik-kedua terhadap Weasley, Potter?' dia bertanya. 'Diam, Malfoy,' kata Hermione dengan tajam. 'Tampaknya aku telah menyentuh daerah peka,' kata Malfoy
sambil menyeringai. 'Well, jaga dirimu saja, Potter, karena aku akan
mengikuti langkah kakimu seperti anjing kalau-kalau kamu keluar dari
garis.' 'Keluar!' kata Hermione sambil berdiri. Sambil terkikik-kikik, Malfoy memberi Harry pandangan
dengki terakhir dan pergi, dengan Crabbe dan Goyle berjalan dengan lamban
mengikutinya. Hermione membanting pintu kompartemen di belakang mereka dan
berbalik untuk memandang Harry, yang tahu seketika bahwa dia, seperti dirinya,
telah mengerti apa yang dikatakan Malfoy dan dibuat sama tidak tenangnya oleh
perkataan Malfoy. 'Beri kami Kodok lagi,' kata Ron, yang jelas tidak
memperhatikan apa-apa. Harry tidak bisa berbicara dengan bebas di depan Neville
dan Luna. Dia saling bertukar pandangan gelisah dengan Hermione sekali lagi,
lalu menatap keluar jendela. Dia telah berpikir kedatangan Sirius bersamanya ke stasiun
adalah sesuatu untuk ditertawakan, tapi mendadak hal itu tampak sembrono, kalau
bukan benar-benar berbahaya ... Hermione benar ... Sirius seharusnya tidak ikut.
Bagaimana kalau Mr Malfoy telah memperhatikan anjing hitam itu dan memberitahu
Draco? Bagaimana kalau dia telah menarik kesimpulan bahwa keluarga Weasley,
Lupin, Tonks dan Moody tahu di mana Sirius bersembunyi? Atau apakah Malfoy
menggunakan kata 'mengikuti seperti anjing' karena kebetulan? Cuaca tetap tidak menentu ketika mereka berjalan semakin
jauh dan semakin ke utara. Hujan memerciki jendela-jendela dengan setengah hati,
lalu matahari memberi kemunculan lemah sebelum awan menutupinya sekali lagi.
Ketika kegelapan tiba dan lampu-lampu masuk ke dalam gerbong, Luna menggulung The
Quibbler, memasukkannya dengan hati-hati ke dalam tasnya dan sebagai
gantinya menatapi setiap orang dalam kompartemen. Harry sedang duduk dengan dahinya ditekan terhadap jendela
kereta, mencoba mendapatkan pandangan sekilas pertama dari Hogwarts, tetapi
langit tidak berbulan dan jendela yang dikenai hujan tampak sangat kotor. 'Kita sebaiknya ganti pakaian,' kata Hermione akhirnya,
dan mereka semua membuka koper-koper mereka dengan susah payah dan memakai jubah
sekolah mereka. Dia dan Ron memasang lencana-lencana prefek mereka dengan
hati-hati di dada mereka. Harry melihat Ron memeriksa bayangannya di jendela
yang hitam. Akhirnya, kereta api mulai melambat dan mereka mendengar
kegaduhan yang biasa di mana-mana ketika semua orang berebut mengumpulkan
barang-barang bawaan dan binatang-binatang peliharaan mereka, bersiap untuk
turun. Karena Ron dan Hermione harus mengawasi semua ini, mereka menghilang dari
gerbong lagi, meninggalkan Harry dan yang lainnya untuk menjaga Crookshanks dan
Pigwidgeon. 'Aku akan membawa burung hantu itu, kalau kau mau,' kata
Luna kepada Harry sambil mengulurkan tangan pada Pigwidgeon selagi Neville
menyimpan Trevor dengan hati-hati ke kantong dalam. 'Oh -- er -- trims,' kata Harry sambil menyerahkan sangkar
kepadanya dan mengangkat Hedwig lebih kokoh ke lengannya. Mereka keluar dari kompartemen sambil merasakan sengatan
pertama udara malam di wajah-wajah mereka ketika mereka bergabung dengan
kerumunan di koridor. Pelan-pelan, mereka bergerak menuju pintu-pintu. Harry
dapat mencium pohon-pohon cemara yang berbaris di jalan turun ke danau. Dia
turun ke peron dan melihat sekeliling, untuk mendengarkan panggilan akrab 'kelas
satu ke sini ... kelas satu ...' Tetapi panggilan itu tidak datang. Alih-alih, sebuah suara
yang sangat berbeda, suara seorang wanita yang tegas, sedang memanggil, 'Kelas
satu berbaris di sini! Semua anak kelas satu datang kepadaku!' Sebuah lentera datang berayun-ayun menuju Harry dan dari
cahayanya dia melihat dagu menonjol dan potongan rambut sangat pendek Profesor
Grubbly-Plank, penyihir wanita yang telah mengambil alih pelajaran Pemeliharaan
Satwa Gaib Hagrid selama beberapa waktu tahun lalu. 'Di mana Hagrid?' dia berkata kuat-kuat. 'Aku tidak tahu,' kata Ginny, 'tapi kita sebaiknya
minggir, kita menghalangi pintu.' 'Oh, yeah ...' Harry dan Ginny menjadi terpisah ketika mereka bergerak
sepanjang peron dan keluar dari stasiun. Terdesak oleh kerumunan, Harry mengedip
melalui kegelapan untuk mencari kilasan Hagrid; dia pasti ada di sini, Harry
telah mengandalkan hal itu -- melihat Hagrid lagi adalah salah satu hal yang
paling dinantikannya. Tapi tidak ada tanda-tandanya. Dia tidak mungkin pergi, Harry memberitahu dirinya
sendiri selagi dia bergerak dengan pelan ke jalan di luar bersama sisa
kerumunan. Dia hanya masuk angin atau apapun ... Dia melihat sekitar untuk mencari Ron atau Hermione, ingin
tahu apa pikiran mereka tentang pemunculan kembali Profesor Grubby-Plank, tetapi
keduanya tidak ada di dekatnya, jadi dia membiarkan dirinya sendiri didorong
maju ke jalan gelap yang dibasahi hujan di luar Stasiun Hogsmeade. Di sini berdiri sekitar seratus kereta tanpa kuda yang
selalu membawa murid-murid di atas kelas satu ke kastil. Harry melihat sekilas
pada kereta-kereta itu, berpaling untuk mencari-cari Ron dan Hermione, kemudian
berpaling untuk melihat sekali lagi. Kereta-kereta itu tidak lagi tak berkuda. Ada
makhluk-makhlun yang berdiri di antara pasak kereta. Kalau dia harus memberi
mereka nama, dia merasa dia akan harus memanggil mereka kuda, walaupun juga ada
sesuatu yang seperti reptil pada mereka. Mereka sepenuhnya tidak berdaging,
mantel hitam mereka bergantung pada kerangka mereka, yang setiap tulangnya
tampak. Kepala mereka seperti naga, dan mata mereka yang tidak memiliki pupil
berwarna putih dan membelalak. Berdiri diam dan tenang dalam kumpulan yang
suram, makhluk-makhluk itu tampak mengerikan dan mengancam. Harry tidak mengerti
mengapa kereta-kereta itu ditarik oleh kuda-kuda mengerikan ini kalau cukup
mampu bergerak sendiri. 'Di mana Pig?' kata suara Ron, di belakang Harry. 'Cewek Luna itu membawanya,' kata Harry, berpaling dengan
cepat, sangat ingin menanyakan pendapat Ron mengenai Hagrid. 'Di mana menurutmu
--' '-- Hagrid berada? Aku tak tahu,' kata Ron, terdengar
khawatir. 'Dia sebaiknya tidak apa-apa ...' Tidak jauh dari mereka, Draco Malfoy, diikuti oleh
kelompok kecil kroni-kroninya termasuk Crabbe, Goyle dan Pansy Parkinson, sedang
mendorong beberapa anak kelas dua yang terlihat takut-takut dari jalannya
sehingga dia dan teman-temannya bisa mendapatkan kereta untuk diri mereka.
Beberapa detik kemudian, Hermione muncul terengah-engah dari kerumunan. 'Malfoy bersikap sangat jahat kepada seorang anak kelas
satu di belakang sana. Aku sumpah aku akan melaporkan dia, dia baru memiliki
lencananya tiga menit dan dia sudah menggunakannya untuk mengganggu orang-orang
lebih buruk dari yang pernah terjadi ... di mana Crookshanks?' 'Ginny membawanya,' kata Harry. 'Itu dia ...' Ginny baru saja muncul dari kerumunan, sambil mencengkeram
Crookshanks yang menggeliat. 'Trims,' kata Hermine, sambil membebaskan Ginny dari
kucing itu. 'Ayo, mari mengambil sebuah kereta bersama sebelum semuanya terisi
penuh ...' 'Aku belum dapat Pig!' Ron berkata, tetapi Hermione telah
menuju kereta terdekat yang belum terisi. Harry tetap di belakang dengan Ron. 'Menurutmu, benda-benda apa itu?' dia bertanya kepada Ron,
sambil mengangguk kepada kuda-kuda mengerikan itu selagi murid-murid lain
bergerak melewati mereka. 'Benda apa?' 'Kuda itu --' Luna muncul sambil memegang sangkar Pigwidgeon di
lengannya; burung hantu mungil itu sedang mencicit-cicit dengan bergairah
seperti biasa. 'Ini dia,' katanya. 'Dia burung hantu yang manis, benar
'kan?' 'Er ... yeah ... dia lumayan,' kata Ron dengan keras. 'Well,
kalau begitu ayo, mari masuk ... apa yang tadi kau katakan, Harry?' 'Aku tadi bilang, makhluk kuda itu apa?' Harry berkata
ketika dia, Ron dan Luna memasuki kereta di mana Hermione dan Ginny telah duduk. 'Makhluk kuda apa?' 'Makhluk kuda yang sedang menarik kereta-kereta!' kata
Harry dengan tidak sabar. Bagaimanapun, mereka berada sekitar tiga kaki dari
yang terdekat; makhluk itu sedang mengawasi mereka dengan mata putih yang
kosong. Namun Ron memberi Harry pandangan bingung. 'Apa yang sedang kau bicarakan?' 'Aku sedang membicarakan tentang -- lihat!' Harry menyambar lengan Ron dan menariknya sehingga dia
tepat berhadapan dengan kuda bersayap itu. Ron menatap langsung ke arahnya
selama sedetik, lalu melihat balik kepada Harry. 'Apa yang seharusnya sedang kulihat?' 'Di -- sana, antara pasak-pasak! Terkekang ke kereta! Ada
persis di sana di depan --' Tetapi Ron terus tampak melongo, sebuah pikiran aneh
timbul pada diri Harry. 'Tidakkah ... tidakkah kamu bisa melihat mereka?' 'Melihat apa?' 'Tidakkah kamu melihat apa yang sedang menarik
kereta-kereta?' Ron terlihat benar-benar khawatir sekarang. 'Apakah kamu merasa baik-baik saja, Harry?' 'Aku ... yeah ...' Harry merasa sangat bingung. Kuda itu ada di depannya,
berseri-seri dengan kuat dalam cahaya suram yang berasal dari jendela-jendela
stasiun di belakang mereka, uap membumbung dari lubang hidungnya dalam usara
malam yang dingin. Walau begitu, kecuali Ron berpura-pura -- dan jika benar itu
adalah lelucon yang garing -- Ron sama sekali tidak bisa melihatnya. 'Kalau begitu, apakah kita akan naik?' kata Ron tidak
pasti, sambil melihat kepada Harry seakan-akan mengkhawatirkan dirinya. 'Yeah,' kata Harry. 'Yeah, teruskan ...' 'Tidak apa-apa,' kata sebuah suara melamum dari samping
Harry ketika Ron menghilang ke dalam interior kereta yang gelap. 'Kamu tidak
gila atau apapun. Aku juga bisa melihat mereka.' 'Bisakah kamu?' kata Harry dengan putus asa, berpaling
kepada Luna. Dia bisa melihat kuda-kuda bersayap kelelawar itu terpantul pada
matanya yang lebar keperakan. 'Oh, ya,' kata Luna, 'aku sudah bisa melihat mereka sejak
hari pertamaku di sini. Mereka selalu menarik kereta. Jangan khawatir. Kamu sama
warasnya denganku.' Sambil tersenyum samar, dia memanjat ke dalam interior
kereta yang pengap setelah Ron. Tidak tenang sepenuhnya, Harry mengikuti
dia.