HARRY  POTTER

and the Order of  the Phoenix

 

 

-- BAB  SATU --

Dudley Diserang Dementor

 

Hari terpanas sejauh ini pada musim panas telah mulai berakhir dan keheningan yang membuat mengantuk melanda rumah-rumah besar berbentuk bujursangkar di Privet Drive. Mobil-mobil yang biasanya mengkilat diliputi debu di jalan-jalan masuk dan halaman-halaman yang dulunya hijau jamrud terbentang kering dan menguning -- karena penggunaan pipa air telah dilarang akibat kekeringan. Dirampas dari kebiasaan mencuci mobil dan memotong rumput halaman mereka, para penghuni Privet Drive telah mengundurkan diri ke dalam lindungan rumah-rumah mereka yang teduh, dengan jendela-jendela dibuka lebar-lebar untuk memancing masuknya angin sepoi-sepoi yang memang tidak ada. Satu-satunya orang yang berada di luar rumah adalah seorang remaja lelaki yang sedang berbaring telentang pada bedeng bunga di luar nomor empat.

   Dia adalah seorang anak laki-laki kurus, berambut hitam, dan berkacamata yang memiliki tampilan wajah kurus, agak kurang sehat seperti seseorang yang telah tumbuh begitu banyak dalam waktu singkat. Celana jinsnya robek dan kotor, baju kaosnya kedodoran dan sudah pudar, dan sol sepatu olahraganya terkelupas dari bagian atas sepatu. Penampilan Harry Potter tidak membuatnya disenangi para tetangga, yang merupakan jenis orang-orang yang  menganggap ketidakrapian seharusnya dapat dihukum dengan undang-undang, tetapi karena dia telah menyembunyikan dirinya di belakang sebuah semak hydrangea besar malam ini, dia cukup kasat mata bagi orang-orang yang lewat. Kenyataannya, satu-satunya cara dia dapat terlihat adalah bila Paman Vernon atau Bibi Petunianya menjulurkan kepala-kepala mereka keluar dari jendela ruang tamu dan melihat langsung ke bedeng bunga di bawahnya.

   Secara keseluruhan, Harry berpikir dia seharusnya diberi selamat atas idenya bersembunyi di sini. Mungkin dia tidak begitu nyaman berbaring di atas tanah yang panas dan keras tetapi, di sisi lain, tidak ada orang yang melotot kepadanya, menggertakkan gigi-gigi mereka demikian kerasnya sehingga dia tidak dapat mendengarkan warta berita, atau menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menyenangkan kepadanya, seperti yang telah terjadi setiap kali dia mencoba duduk di ruang tamu untuk menonotn televisi dengan paman dan bibinya.

   Hampir seperti pikiran ini melayang melalui jendela yang terbuka, Vernon Dursley, paman Harry, tiba-tiba berkata.

   'Senang melihat bocah itu sudah berhenti mengganggu. Ngomong-ngomong, di mana dia?'

   'Tidak tahu,' kata Bibi Petunia, tidak khawatir. 'Tidak di dalam rumah.'

   Paman Vernon menggerutu.

   'Menonton warta berita ...' dia berkata dengan pedas. 'Aku ingin tahu apa maksud dia yang sebenarnya. Seperti anak normal peduli saja apa yang ada di warta berita -- Dudley sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi;  aku ragu dia tahu siap yang menjadi Perdana Menteri! Lagipula, bukannya akan ada apapun mengenai kelompokknya di berita kita --'

   'Vernon, shh!' kata Bibi Petunia. 'Jendelanya terbuka!'

   'Oh -- ya -- maaf, sayang.'

   Keluarga Dursley terdiam. Harry mendengarkan jingel mengenai sereal sarapan pagi Fruit 'n' Bran sementara dia memperhatikan Mrs Figg, seorang wanita tua pecinta kucing yang agak sinting dari Wisteria Walk yang letaknya tidak jauh, lewat pelan-pelan. Dia sedang merengut dan bergumam pada dirinya sendiri. Harry sangat senanga dirinya tersembunyi di belakang semak, karena belakangan ini Mrs Figg sering mengajaknya minum teh kapanpun mereka berjumpa di jalan. Dia telah membelok di sudut dan menghilang dari pandangan sebelum suara Paman Vernon melayang keluar jendela lagi.

   'Dudders keluar minum teh?'

   'Di rumah Polkiss,' kata Bibi Petunia dengan penuh sayang. 'Dia punya begitu banyak teman kecil, dia begitu populer ...'

   Harry menahan dengusan dengan susah payah. Keluarga Dursley benar-benar bodoh jika menyangkut anak mereka, Dudley. Mereka menelan semua kebohongannya tentang minum teh bersama anggota gengnya yang berlainan setiap malam pada liburan musim panas. Harry tahu sekali bahwa Dudley tidak minum teh di manapun; dia dan gengnya menghabiskan setiap malam merusak taman bermain, merokok di sudut-sudut jalan dan melempar batu-batu pada mobil-mobil dan anak-anak yang lewat. Harry telah melihat mereka melakukannya selama jalan-jalan malamnya di sekitar Little Whinging; dia telah melewati sebagian besar liburan dengan berkeliaran di jalan-jalan, memunguti surat kabar dari tong-tong sampah yang dijumpainya.

   Not-not pembukaan dari musik yang mengawali warta berita pukul tujuh malam mencapai telinga Harry dan perutnya serasa terbalik. Mungkin malam ini -- setelah penantian sebulan  -- akan menjadi malam yang dinanti.

   'Orang-orang yang sedang berlibur yang mengalami penundaan memenuhi lapangan-lapangan terbang dalam jumlah yang memcahkan rekor, sementara pemogokan para pengurus bagasi Spanyol mencapai minggu kedua --'

   'Berikan mereka tidur siang seumur hidup, itu yang akan kulakukan,' geram Paman Vernon di akhir kalimat si pembaca berita, tetapi tidak mengapa: di luar di bedeng bunga, perut Harry sepertinya melunak. Jika ada yang terjadi, pastilah menjadi hal pertama dalam warta berita; kematian dan kehancuran lebih penting daripada orang berlibur yang tertunda.

   Dia mengeluarkan napas panjang dan pelan dan menatap langit biru cemerlang. Setiap hari dalam musim  panas ini sama saja: ketegangannya, pengharapannya, kelegaan sesaat, dan kemudian ketegangan yang memuncak lagi ... dan selalu, tumbuh semakin kuat sepanjang waktu, pertanyaan kenapa belum ada yang terjadi.

   Dia terus mendengarkan, kalau-kalau ada petunjuk kecil, yang tidak disadari para Muggle -- orang yang menghilang tanpa penjelasan, mungkin, atau beberapa kecelakan aneh ... tetapi pemogokan para pengurus bagasi diikuti oleh berita mengenai kekeringan di Tenggara ('Kuharap dia sedang mendengarkan di rumah sebelah!' teriak Paman Vernon, 'Orang itu dengan penyembur airnya yang nyala pada pukul tiga pagi!'), lalu sebuah helikopter y ang hampir jatuh ke sebuah ladang di Surrey, kemudian perceraian seorang aktris tenar dari suaminya yang terkenal ('Seperti kita peduli saja dengan urusan-urusan mereka yang kotor,' dengus Bibi Petunia, yang telah mengikuti kasus tersebut dengan obsesif di semua majalah yang dapat diraihnya dengan tangan kurusnya).

   Harry menutup matanya dari langit malam yang sekarang telah berkobar ketika pembaca berita berkata, '-- dan akhirnya, Bungy si berang-berang telah menemukan cara baru untuk tetap sejuk di musim panas ini. Bungy, yang tinggal di Five Feathers di Barnsley, telah belajar ski air! Mary Dorkins pergi untuk mencari tahu lebih banyak.'

   Harry membuka matanya. Jika mereka telah mencapai berang-berang yang berski-air, tidak akan ada lagi yang patut didengar. Dia berguling dengan hati-hati dan bangkit bertumpu pada lutut dan sikunya, bersiap-siap untuk merangkak keluar dari bawah jendela.

   Dia telah berpindah sekitar dua inci ketika beberapa hal terjadi dalam urutan yang sangat cepat.

   Sebuah bunyi letusan keras yang menggema memecahkan keheningan seperti bunyi tembakan; seekor kucing melintas keluar dari bawah sebuah mobil yang diparkir dan hilang dari pandangan; sebuah pekikan, teriakan sumpah serapah dan suara porselen yang pecah datang dari ruang tamu keluarga Dursley, dan ini seakan-akan merupakan tanda yang telah ditunggu Harry karena dia melompat ke atas kedua kakinya, pada saat yang sama menarik keluar dari ban pinggang celana jinsnya sebuah tongkat kayu kurus seperti mengeluarkan pedang dari sarungnya -- tetapi sebelum dia dapat berdiri tegak, bagian atas kepalanya terantuk jendela keluarga Dursley yang terbuka. Benturan yang diakibatkannya membuat Bibi Petunia menjerit lebih keras lagi.

   Harry merasa seakan-akan kepalanya telah terpecah menjadi dua. Dengan mata berair, dia terhuyung-huyung, mencoba untuk berfokus pada jalan ke titik sumber suara tersebut, tetapi belum lagi dia berdiri tegak ketika dua tangan ungu yang besar menjulur dari jendela terbuka dan menutup dengan ketat di sekitar tenggorokannya.

   'Simpan -- benda -- itu!' Paman Vernon menggeram ke dalam telinga Harry. 'Sekarang! Sebelum -- dilihat -- orang lain!'

   'Lepaskan -- aku!' Harry terengah-engah. Selama beberapa detik mereka bergumul, Harry menarik jari-jari pamannya yang mirip sosis dengan tangan kirinya, tangan kanannya mempertahankan genggaman erat pada tongkatnya yang terangkat; kemudian, ketika rasa sakit di bagian atas kepala Harry berdenyut-denyut dengan sangat menyakitkan, Paman Vernon mendengking dan melepaskan Harry seakan-akan dia telah menerima kejutan listrik. Kekuatan yang tidak tampak sepertinya telah menyentak melalui keponakannya, membuatnya tidak mungkin dipegang.

   Sambil terengah-engah, Harry jatuh ke depan ke atas semak hydrangea, menegakkan diri dan menatap sekeliling. Tidak ada tanda apa yang telah menyebabkan bunyi letusan keras itu, tetapi ada beberapa wajah yang menatap melalui berbagai jendela yang berdekatan. Harry buru-buru memasukkan tongkatnya kembali ke dalam celana jinsnya dan mencoba terlihat tidak bersalah.

   'Malam yang indah!' teriak Paman Vernon, sambil melambai pada Nyonya Nomor Tujuh di seberang, yang sedang membelalakkan matanya dari balik gorden jalanya. 'Apakah Anda mendengar mobil yang mengeluarkan letusan tadi? Membuat Petunia dan aku terkejut sekali!'

   Dia terus menyengir dengan cara yang mengerikan dan seperti orang gila sampai para tetangga yang ingin tahu menghilang dari jendela-jendela mereka, kemudian sengiran itu menjadi ringisan marah sewaktu dia memberi isyarat kepada Harry untuk menghadapnya.

   Harry mendekat beberapa langkah, sambil berjaga-jaga agar berhenti sebelum titik di mana tangan-tangan terentang Paman Vernon dapat melanjutkan cekikannya.

   'Apa maksudmu dengan melakukan hal itu, nak?' tanya Paman Vernon dengan suara parau yang gemetar oleh amarah.

   'Apa maksudku dengan apa?' kata Harry dingin. Dia terus melihat ke kiri dan ke kanan jalan, masih berharap untuk melihat orang yang telah membuat suara letusan tersebut.

   'Membuat keributan seperti suara pistol meletus tepat di luar --'

   'Aku tidak membuat suara tadi,' kata Harry dengan tegas.

   Wajah Bibi Petunia yang kurus dan mirip kuda sekarang muncul di sebelah wajah Paman Vernon yang lebar dan ungu. Dia tampak marah sekali.

   'Mengapa kamu mengintai di bawah jendela kami?'

   'Ya -- ya, poin yang bagus, Petunia! Apa yang sedang kamu lakukan di bawah jendela kami, nak?'

   'Mendengarkan warta berita,' kata Harry dengan suara pasrah.

   Bibi dan pamannya saling memandang dengan pandangan marah.

   'Mendengarkan warta berita! Lagi?'

   'Well, kalian 'kan tahu, beritanya ganti setiap hari,' kata Harry.

   'Jangan sok pintar di depanku, nak! Aku ingin tahu apa yang sebenarnya sedang kamu lakukan -- dan jangan beri aku omong kosong mendengarkan warta berita itu lagi! Kamu tahu benar bahwa kelompokmu --'

   'Hati-hati, Vernon!' sahut Bibi Petunia, dan Paman Vernon menurunkan suaranya sehingga Harry hampir tidak dapat mendengarnya, '-- bahwa kelompokmu tidak masuk ke dalam warta berita kami!'

   'Itu menurutmu,' kata Harry.

   Keluarga Dursley menatapnya selama beberapa detik, kemudian Bibi Petunia berkata, 'Kamu pembohong kecil. Apa yang dilakukan semua --' dia juga menurunkan suaranya sehingga Harry harus membaca gerak bibirnya untuk kata berikutnya, '--burung hantu itu lakukan jika mereka tidak membawakan kamu berita?'

   'Aha!' kata Paman Vernon dengan bisikan kemenangan. 'Ayo berkelit dari yang satu itu, nak! Seakan-akan kami tidak tahu kamu memperoleh semua beritamu dari burung-burung pengganggu itu!'

   Harry bimbang sejenak. Berkata jujur kali ini akan merugikannya, bahkan walaupun bibi dan pamannya tidak mungkin tahu bagaimana buruk perasaannya untuk mengakui hal itu.

   'Burung hantu ... tidak membawakanku berita apa-apa,' dia berkata tanpa nada.

   'Aku tidak percaya,' kata Bibi Petunia segera.

   'Aku juga tidak,' kata Paman Vernon dengan kuat.

   'Kami tahu kamu sedang merencanakan sesuatu yang aneh,' kata Bibi Petunia.

   'Kami 'kan tidak bodoh,' kata Paman Vernon.

   'Itu berita baru bagiku,' kata Harry, amarahnya meningkat, dan sebelum keluarga Dursley bisa memanggilnya kembali, dia sudah berbalik, menyeberangi halaman depan, melewati tembok kebun yang rendah, dan melangkah menyusuri jalan.

   Dia sedang berada dalam masalah sekarang dan dia tahu itu. Dia harus menghadapi bibi dan pamannya nanti dan membayar kekasarannya tadi, tetapi dia tidak begitu peduli saat ini; dia punya masalah yang lebih menuntut pikiran.

   Harry yakin bunyi letusan tadi dibuat oleh seseorang yang ber-Appate atau ber-Disapparate. Bunyinya persis seperti suara yang dibuat Dobby si peri-rumah ketika dia menghilang ke udara. Mungkinkah Dobby ada di Privet Drive? Apakah Dobby sedang mengikutinya saat ini? Ketika pikiran ini timbul dia berbalik dan menatap Privet Drive, tetapi jalan itu tampak lengang dan Harry yakin Dobby tidak tahu bagaimana caranya menjadi kasat mata.

   Dia terus berjalan, hampir tidak menyadari rute yang diambilnya, karena dia telah melewati jalan-jalan ini begitu seringnya akhir-akhir ini sehingga kakinya secara otomatis membawanya ke tempat-tempat tongkrongan favoritnya. Setiap beberapa langkah sekali dia menoleh ke balik bahunya. Seseorang dari dunia sihir telah berada di dekatnya ketika dia berbaring di antara bunga-bunga begonia Bibi Petunia yang mulai layu, dia yakin akan hal itu. Mengapa mereka tidak berbicara kepadanya, mengapa mereka tidak melakukan kontak, mengapa mereka bersembunyi sekarang?

   Dan kemudian, ketika rasa frustrasinya memuncak, perasaan pastinya mulai luntur.

   Mungkin itu sama sekali bukan bunyi sesuatu yang berbau sihir. Mungkin dia begitu mengharapkan tanda sekecil apapun akan kontak dari dunia tempatnya berada sehingga dia bereaksi berlebihan terhadapa bunyi yang benar-benar umum. Dapatkah dia merasa yakin bahwa itu bukan bunyi barang pecah di rumah tetangga?

   Harry merasakan suatu sensasi menjemukan dan berat di perutnya dan sebelum dia sadar perasaan tidak ada harapan yang telah mengganggunya sepanjang musim panas timbul sekali lagi.

   Besok pagi dia akan dibangunkan oleh jam weker pada pukul lima pagi sehingga dia bisa membayar burung hantu yang membawakannya Daily Prophet -- tetapi apalah artinya terus berlangganan? Belakangan ini Harry hanya memandang halaman depan sekilas sebelum melemparnya ke samping; ketika para idiot yang menjalankan surat kabar tersebut akhirnya sadar bahwa Voldermort telah kembali itu akan menjadi berita halaman depan, dan itu adalah satu-satunya berita yang dipedulikan Harry.

   Jika dia beruntung, akan ada juga butung-burung hantu yang membawa surat-surat dari sahabat-sahabat dekatnya Ron dan Hermione, walaupun harapan-harapan yang dimilikinya bahwa surat-surat mereka akan membawa berita kepadanya telah lama hilang.

   Kami tidak dapat berkata banyak mengenai kamu-tahu-apa, tentu saja ... Kami telah diberitahu untuk tidak mengatakan hal-hal penting kalau-kalau surat kami tersesat ... Kami cukup sibuk tetapi aku tidak bisa memberi detil di sini ... Ada banyak hal yang sedang berlangsung, kami akan memberitahumu semuanya ketika kita berjumpa ...

   Tetapi kapan mereka akan berjumpa dengannya? Tidak seorangpun tampak cukup repot untuk mengatakan tanggal pastinya. Hermione telah menulis tergesa-gesa Kuharap kita akan berjumpa segera di dalam kartu ulang tahunnya, tetapi seberapa cepatkah segera itu? Sejauh yang dapat diketahui Harry dari petunjuk-petunjuk samar dalam surat-surat mereka, Hermione dan Ron berada di tempat yang sama, mungkin di rumah orang tua Ron. Dia hampir tidak tahan berpikir bahwa keduanya bersenang-senang di The Burrow ketika dirinya terperangkap di Privet Drive. Kenyataannya, dia sangat marah kepada mereka sehingga dia membuang, tanpa dibuka terlebih dahulu, dua kotak cokelat Honeydukes yang telah mereka kirimkan kepadanya pada ulang tahunnya. Dia menyesali hal itu kemudian, setelah memakan salad layu yang disediakan Bibi Petunia untuk makan malam pada malam tersebut.

   Dan apa yang disibukkan Ron dan Hermione? Mengapa dia, Harry, tidak sibuk? Tidakkah dia telah membuktikan diri mampu menghadapi jauh lebih banyak daripada mereka? Apakah mereka semua telah melupakan apa yang telah dia lakukan? Bukankan dia yang telah memasuki pemakaman itu, dan menyaksikan Cedric dibunuh, dan telah diikat pada batu nisan itu dan hampir terbunuh?

   Jangan memikirkan hal itu, kata Harry dengan tegas kepada dirinya sendiri. Sudah cukup buruk bahwa dia terus mengunjungi kembali pemakaman itu dalam mimpi-mimpi buruknya, tanpa harus menghadapi hal itu juga pada saat-saat dia terbangun.

   Dia membelok di sudut ke Magnolia Crescent; di tengah jalan dia melewati gang sempit di sebelah sebuah garasi di mana dia pertama kali berjumpa dengan ayah angkatnya. Sirius, setidaknya, tampaknya mengerti bagaimana perasaan Harry. Memang, surat-suratnya sama kosongnya akan berita yang pantas dengan surat-surat Ron dan Hermione, tetapi setidaknya mereka mengandung kata-kata peringatan dan penghiburan bukannya petunjuk-petunjuk yang menggoda: Aku tahu ini pasti membuatmu frustrasi ... Jaga sikapmu dan semuanya akan baik-baik saja ... Berhati-hatilah dan jangan melakukan apapun dengan gegabah ...

   Well, pikir Harry, sementara dia menyeberangi Magnolia Crescent, membelok ke Magnolia Road dan menuju taman bermain yang semakin gelap, dia telah (kurang lebih) melakukan apa yang dinasehati Sirius. Setidaknya dia telah melawan godaan untuk mengikat kopernya ke sapunya dan terbang ke The Burrow sendiri. Bahkan, Harry menganggap perilakunya sangat baik mengingat betapa frustrasi dan marah perasaannya terperangkap di Privet Drive begitu lama, harus bersembunyi di bedeng bunga dengan harapan mendengar apa yang sedang dilakukan Lord Voldermort. Walaupun begitu, rasanya agak menyakitkan disuruh jangan gegabah oleh orang yang telah menjalani dua belas tahun di penjara sihir, Azkaban, meloloskan diri, mencoba melaksanakan pembunuhan yang dituduhkan kepadanya sejak awal, lalu melarikan diri dengan Hipprogriff curian.

   Harry melompati gerbang taman yang terkunci dan menyeberangi rumput kering. Taman itu kosong seperti jalan-jalan di sekelilingnya. Ketika dia sampai di ayunan dia menjatuhkan diri ke satu-satunya yang belum dirusak Dudley dan teman-temannya, melingkarkan satu lengan pada rantainya, dan menatap tanah dengan murung. Dia tidak akan bisa lagi bersembunyi di bedeng bunga. Besok dia harus mencari cara baru mendengarkan warta berita. Sementara itu, dia tidak memiliki hal lain untuk dinantikan, kecuali malam yang penuh kegelisahan, bahkan ketika dia lolos dari mimpi-mimpi buruk mengenai Cedric, dia mengalami mimpi-mimpi yang berubah-ubah, yang dipenuhi dengan koridor-koridor panjang yang gelap, semuanya berakhir dengan jalan-jalan buntu dan pintu-pintu terkunci, yang dianggapnya berhubungan dengan perasaan terperangkap yang dirasakannya ketika terbangun.

   Seringkali bekas luka lamanya menusuk-nusuk menimbulkan rasa tidak nyaman, tetapi dia tidak membodohi diri sendiri bahwa Ron atau Hermione atau Sirius masih menganggap hal itu menarik. Di masa lalu, bekas lukanya yang sakit telah memberi peringatan bahwa Voldermort bertambah kuat lagi, tetapi sekarang karena Voldermort telah kembali mereka mungkin akan mengingatkan dirinya bahwa gangguan teratur hanyalah sesuatu yang telah diharapkan ... tidak ada yang perlu dikhawatirkan ... berita lama ...

   Ketidakadilan semuanya itu menumpuk dalam dirinya sehingga dia ingin berteriak karena marah. Jika bukan karena dirinya, bahkan tidak akan ada yang tahu bahwa Voldermort sudah kembali! Dan ganjaran baginya adalah terperangkap di Little Whinging selama empat minggu penuh, sama sekali terputus dari dunia sihir, harus berjongkok di antara bunga-bunga begonia yang mulai layu sehingga dia dapat mendengar mengenai berang-berang yang berski-air! Bagaimana Dumbledore dapat melupakan dirinya dengan begitu mudahnya? Mengapa Ron dan Hermione berkumpul tanpa mengundangnya juga? Berapa lama lagi dia harus menerima Sirius menyuruhnya untuk duduk dengan baik dan menjadi anak yang baik; atau menahan godaan untuk menulis kepada Daily Prophet bodoh itu dan menunjukkan bahwa Voldermort telah kembali? Pikiran-pikiran penuh amarah ini berpusar dalam pikiran Harry, dan bagian dalam tubuhnya menggeliat dengan rasa marah sementara malam yang panas dan pengap dan selembut beludru menyelimuti dirinya, udara penuh dengan bau rumput yang hangat dan kering, dan satu-satunya suara yang ada hanyalah suara rendah dari lalu lintas di jalan di luar jeruji taman.

   Dia tidak tahu berapa lama dia telah duduk di ayunan itu sebelum suara percakapan menghentikan renungannya dan dia melihat ke atas. Lampu-lampu jalan dari jalan-jalan di sekitar menyorotkan cahaya menyerupai kabut yang cukup kuat untuk menampakkan siluet sekelompok orang yang sedang menyeberangi taman. Salah satunya sedang menyanyikan sebuah lagu sederhana dengan bising. Yang lainnya sedang tertawa. Suara detik lemah datang dari beberapa sepeda balap mahal yang sedang mereka setir.

   Harry tahu siapa orang-orang itu. Figur di depan tak salah lagi adalah sepupunya, Dudley Dursley, sedang berjalan pulang, ditemani oleh gengnya yang setia.

   Dudley masih segemuk dulu, tetapi satu tahun berdiet keras dan penemuan bakat baru telah membuat cukup banyak perubahan pada fisiknya. Seperti yang diceritakan Paman Vernon kepada siapapun yang akan mendengarkan, Dudley baru-baru ini telah menjadi Juara Tinju Kelas Berat Antar-Sekolah Junior dari daerah Tenggara. 'Olah raga mulia' seperti yang disebut Paman Vernon, telah menjadikan Dudley bahkan lebih berbahaya daripada yang dirasakan Harry di masa-masa sekolah dasar mereka ketika dia menjadi karung tinju Dudley yang pertama. Harry sama sekali tidak takut kepada sepupunya lagi tetapi dia masih berpikir bahwa Dudley belajar peninju lebih keras dan lebih akurat bukanlah merupakan sesuatu yang harus dirayakan. Anak-anak di lingkungan sekitar semuanya takut kepadanya -- bahkan lebih takut daripada kepada 'bocah Potter itu' yang, mereka telah diperingatkan, merupakan anak nakal yang tidak pernah kapok dan bersekolah di Pusat Rehabilitasi bagi Anak-Anak Kriminal Tidak Tertolong St Brutus.

   Harry menyaksikan figur-figur gelap itu menyeberangi rumput dan bertanya-tanya siapa yang telah mereka pukuli malam ini. Lihat sekeliling, Harry menemukan dirinya berpikir selagi dia memperhatikan mereka. Ayolah ... lihat sekeliling ... aku sedang duduk di sini sendirian ... datang dan hadapilah ...

   Jika teman-teman Dudley melihatnya duduk di sini, mereka pasti akan berjalan lurus ke arahnya, dan apa yang akan dilakukan Dudley nanti? Dia tidak akan mau kehilangan muka di depan gengnya, tetapi dia pasti takut mengganggu Harry ... pastilah menyenangkan menyaksikan dilema Dudley, mengejeknya, memperhatikannya, dengan dirinya tidak berdaya menanggapi ... dan jika yang lain ada yang berani memukul Harry, dia sudah siap -- dia punya tongkatnya. Biar mereka coba ... dia akan senang menyalurkan sedikit rasa frustrasinya kepada anak-anak yang dulu pernah membuat hidupnya seperti neraka.

   Tetapi mereka tidak menoleh, mereka tidak melihatnya, mereka sudah hampir sampai di jeruji. Harry menguasai desakan untuk memanggil mereka ... mencari perkelahian bukanlah langkah pintar ... dia tidak boleh menggunakan sihir ... dia akan terancam dikeluarkan lagi.

   Suara-suara geng Dudley mulai menghilang; mereka sudah hilang dari pandangan, berjalan di sepanjang Magnolia Road.

   Begitulah, Sirius, pikir Harry dengan jemu. Tidak ada yang gegabah. Jaga tingkah lakuku. Benar-benar berlawanan dengan yang telah kamu lakukan.

   Dia berdiri dan merenggangkan tubuhnya. Bibi Petunia dan Paman Vernon sepertinya merasa bahwa kapanpun Dudley muncul adalah waktu yang tepat untuk tiba di rumah, dan kapanpun setelahnya sudah sangat terlambat. Paman Vernon telah mengancam untuk mengunci Harry di gudang jika dia pernah pulang ke rumah setelah Dudley lagi, jadi, sambil menahan kuap, dan masih cemberut, Harry berjalan menuju gerbang taman.

   Magnolia Road, seperti Privet Drive, dipenuhi rumah-rumah besar berbentuk bujursangkar dengan halaman-halaman yang terawat rapi, semuanya dimiliki oleh orang-orang bertubuh besar dan ketinggalan zaman yang mengendarai mobil-mobil bersih seperti milik Paman Vernon. Harry lebih menyukai Little Whinging pada malam hari, ketika jendela-jendela bergorden membentuk potongan-potongan warna seterang permata dalam kegelapan dan dia tidak takut mendengar gumaman-gumaman mencela mengenai penampilannya yang 'menyalah' ketika dia berpapasan dengan para penghuni. Dia berjalan dengan cepat, sehingga setengah jalan di sepanjang Magnolia Road geng Dudley tampak lagi; mereka sedang berpamitan di jalan masuk ke Magnolia Crescent. Harry melangkah ke dalam bayang-bayang sebuah pohon lilac besar dan menunggu.

   '... mendengking seperti seekor babi, benar kan?' Malcolm sedang berbicara, ditimpali tawa terbahak-bahak dari yang lainnya.

   'Pukulan hook kanan yang bagus, Big D,' kata Piers.

   'Waktu yang sama besok?' kata Dudley.

   'Di tempatku, orang tuaku akan keluar,' kata Gordon.

   'Sampai jumpa,' kata Dudley.

   'Bye, Dud!'

   'Jumpa lagi, Big D!'

   Harry menanti anggota geng yang lainnya berjalan terus sebelum mulai melangkah lagi. Ketika suara-suara mereka sekali lagi telah berangsur hilang dia menuju belokan di sudut ke Magnolia Crescent dan dengan berjalan sangat cepat dia segera sampai ke jarak teriakan dengan Dudley, yang sedang berjalan santai sekena hatinya sambil bersenandung tanpa nada.

   'Hei, Big D!'

   Dudley menoleh.

   'Oh,' dia menggerutu. 'Ternyata kamu.'

   'Sudah berapa lama kau jadi "Big D"?' kata Harry.

   'Diamlah,' gertak Dudley, menoleh ke arah lain.

   'Nama yang keren,' kata Harry, menyeringai dan tertinggal di belakang sepupunya. 'Tapi bagiku kau akan selalu jadi "Ickle Diddykins".'

   'Kataku, DIAM!' kata Dudley, tangan-tangannya yang seperti ham telah mengepal.

   'Apa anak-anak itu tidak tahu itu begitulah ibumu memanggilmu?'

   'Tutup mulutmu.'

   'Kau tidak menyuruh ibumu untuk menutup mulutnya. Bagaimana dengan "Popkin" dan "Dinky Diddydums", bolehkah aku menggunakannya?'

   Dudley tidak mengatakan apa-apa. Usaha untuk mencegah dirinya memukul Harry tampaknya menuntut semua pengendalian dirinya.

   'Jadi, siapa yang telah kalian pukuli malam ini?' Harry bertanya, seringainya memudar. 'Anak umur sepuluh tahun lagi? Aku tahu kalian memukuli Mark Evans dua malam lalu --'

   'Dia yang minta,' gertak Dudley.

   'O ya?'

   'Dia mengejekku.'

   'Yeah? Apakah dia bilang kau tampak seperti babi yang diajari berjalan dengan kaki belakangnya? Kar'na itu bukan ejekan, Dud, itu benar.'

   Sebuahl otot berdenyut di rahang Dudley. Mengetahui seberapa marah dia telah membuat Dudey memberi Harry kepuasan yang sangat besar; dia merasa seakan dia sedang mengalirkan rasa frustrasinya sendiri kepada sepupunya, satu-satunya pengeluaran yang dimilikinya.

   Mereka berbelok ke kanan ke gang sempit di mana Harry pertama kali berjumpa dengan Sirius dan yang membentuk jalan pintas antara Magnolia Crescent dan Wisteria Walk. Gang itu sepi dan jauh lebih gelap daripada jalan-jalan yang dihubungkannya karena tidak ada lampu jalan. Langkah-langkah kaki mereka teredam antara dinding-dinding garasi di satu sisi dan sebuah pagar tinggi di sisi lainnya.

   'Pikirmu kau orang kuat membawa benda itu, 'kan?' Dudley berkata setelah beberapa detik.

   'Benda apa?'

   'Itu -- benda itu yang kau sembunyikan.'

   Harry nyengir lagi.

   'Tidak sebodoh tampangmu, ya, Dud? Tapi kurasa, jika memang begitu, kau tak bakal bisa jalan dan ngomong pada saat yang sama.'

   Harry menarik tongkatnya. Dia melihat Dudley mengerlingnya.

   'Kau tidak diizinkan,' Dudley berkata dengan segera. 'Aku tahu kau tidak boleh. Kau akan dikeluarkan dari sekolah anehmu itu.'

   'Bagaimana kau tahu mereka belum mengubah peraturannya, Big D?'

   'Belum,' kata Dudley, walaupun dia tidak terdengar sepenuhnya yakin.

   Harry tertawa pelan.

   'Kau tak punya nyali untuk menghadapiku tanpa benda itu, ya 'kan?' Dudley menggertak.

   'Sementara kau hanya butuh empat teman di belakangmu sebelum bisa memukuli seorang anak umur sepuluh tahun. Kau tahu gelar tinju yang terus kau banggakan? Berapa umur lawanmu? Tujuh? Delapan?'

   'Dia berumur enam belas, supaya kamu tahu,' gertak Dudley, 'dan dia pingsan selama dua puluh menit setelah aku selesai dengannya dan dia dua kali beratmu. Kau tunggu saja sampai kuberitahu Ayah kau membawa benda itu keluar --'

   'Berlari kepada Ayah sekarang? Apakah juara tinju jempolan takut pada tongkat Harry yang mengerikan?'

   'Tidak seberani ini pada malam hari, 'kan?' cemooh Dudley.

   'Ini memang malam, Diddykins. Itulah sebutan kami ketika semuanya jadi gelap seperti ini.'

   'Maksudku ketika kau sedang tidur!' gertak Dudley.

   Dia telah berhenti berjalan. Harry berhenti juga, menatap sepupunya. Dari sedikit wajah Dudley yang dapat dilihatnya, dia sedang menunjukkan wajah kemenangan yang aneh.

   'Apa maksudmu, aku tidak berani ketika sedang tidur?' kata Harry, sama sekali tercengang. 'Apa yang harus kutakutkan, bantal atau apa?'

   'Aku dengar kau kemarin malam,' kata Dudley terengah-engah. 'Berbicara dalam tidur. Mengerang.'

   'Apa maksudmu?' Harry berkata lagi, tetapi ada sensasi dingin yang timbul di perutnya. Dia telah mengunjungi pemakaman itu lagi kemarin malam dalam mimpinya.

   Dudley mengeluarkan salak tawa yang parau, lalu menirukan suara rengekan melengking.

   '"Jangan bunuh Cedric! Jangan bunuh Cedric!" Siapa Cedric -- temanmu?'

   'Aku -- kau bohong,' kata Harry secara otomatis. Tetapi mulutnya telah menjadi kering. Dia tahu Dudley tidak sedang  berbohong -- bagaimana lagi dia bisa tahu mengenai Cedric?

   '"Dad! Bantu aku, Dad! Dia akan membunuhku, Dad! Boo hoo!"'

   'Diam,' kata Harry pelan. 'Diam, Dudley, kuperingatkan kau!'

   '"Datanglah dan tolong aku, Dad! Mum, datang dan tolong aku! Dia sudah membunuh Cedric! Dad, tolong aku! Dia akan --" Jangan tunjuk aku dengan benda itu!'

   Dudley mundur ke tembok gang. Harry sedang menunjuk tongkatnya lurus ke jantung Dudley. Harry dapat merasakan empat belas tahun kebencian terhadap Dudley menggelegak dalam nadinya -- apa yang takkan diberikannya untuk mengutuk Dudley sedemikian rupa sehingga dia harus merangkak pulang seperti seekor serangga, menjadi bisu, tumbuh antena ...

   'Jangan pernah berbicara mengenai hal itu lagi,' gertak Harry. 'Kau mengerti?'

   'Tunjuk itu ke arah lain!'

   'Kataku, kau mengerti?'

   'Tunjuk itu ke arah lain!'

   'KAU MENGERTI?'

   'JAUHKAN BENDA ITU DARI --'

   Dudley mengeluarkan suara napas tajam penuh rasa ngeri, seakan-akan dia telah dicemplungkan ke dalam air es. Sesuatu telah terjadi pada langit malam itu. Langit biru gelap yang penuh bintang mendadak gelap gulita dan tanpa cahaya -- bintang-bintang, bulan, lampu-lampu jalan berkabut pada kedua sisi gang telah menghilang. Suara mobil di kejauhan dan bisikan pohon-pohon telah hilang. Malam yang lembab itu mendadak dingin menusuk. Mereka dikelilingi kegelapan total yang tidak tertembus dan hening, seakan-akan tangan raksasa telah menurunkan mantel tebal yang dingin menutupi keseluruhan gang itu, membutakan mereka.

   Selama sepersekian detik Harry berpikir bahwa dia telah melakukan sihir tanpa disengajanya, walaupun dia telah menahan sekuat mungkin -- lalu nalarnya menyangkut di akal sehatnya -- dia tidak mempunyai kekuatan untuk memadamkan bintang-bintang. Dia menolehkan kepalanya ke segala arah, mencoba melihat sesuatu, tetapi kegelapan mendesak matanya seperti tudung yang tidak berbobot.

   Suara Dudley yang ketakutan sampai ke telinga Harry.

   'A-apa yang sedang kau la-lakukan? Hen-hentikan!'

   'Aku tidak melakukan apapun! Diamlah dan jangan bergerak!'

   'Aku tak d-dapat melihat! Aku sudah j-jadi buta! Aku --'

   'Kubilang diam!'

   Harry masih berdiri diam, menolehkan matanya yang tidak dapat melihat ke kiri dan ke kanan. Rasa dingin itu begitu hebat sehingga dia gemetaran; bulu romanya berdiri -- dia membuka matanya lebar-lebar, menatap kosong ke sekitar, tanpa melihat apa-apa.

   Tidak mungkin ... mereka tidak mungkin berada di sini ... tidak di Little Whinging ... dia menajamkan telinganya ... dia akan mendengar mereka sebelum melihat mereka ...

   'Akan ku-kuadukan pada Dad!' Dudley merengek. 'D-di mana kau? Apa yang kau la-laku--?'

   'Bisakah kamu diam?' Harry mendesis, 'Aku sedang mencoba mende--'

   Tetapi dia terdiam. Dia telah mendengar hal yang telah ditakutkannya.

   Ada sesuatu di gang itu selain mereka, sesuatu yang menarik napas panjang, serak, dan berderak. Harry merasakan sentakan rasa takut yang mengerikan sementara dia berdiri gemetaran di udara yang membeku.

   'Hen-hentikan itu! Berhenti melakukannya! Kan ku-kupukul kau, aku sumpah!'

   'Dudley, tutup --'

   WHAM.

   Sebuah kepalan mengadakan kontak dengan sisi kepala Harry, mengangkatnya dari kakinya. Cahaya-cahaya putih kecil bermunculan di depan matanya. Untuk kedua kalinya dalam satu jam Harry merasa seakan-akan kepalanya telah terbelah menjadi dua; saat berikutnya, dia telah mendarat dengan keras di tanah dan tongkatnya melayang dari tangannya.

   'Dasar bodoh, Dudley!' teriak Harry, matanya berair karena sakit sementara dia berjuang dengan tangan dan lututnya, meraba-raba sekeliling dengan kalut ke dalam kegelapan. Dia mendengar Dudley menjauh, menabrak pagar gang, tersandung.

   'DUDLEY, KEMBALI! KAU LARI KE ARAHNYA!'

   Ada teriakan mendengking yang mengerikan dan langkah-langkah Dudley berhenti. Pada saat yang sama, Harry merasakan hawa dingin yang merayap di belakangnya yang hanya berarti satu hal. Ada lebih dari satu.

   'DUDLEY, TUTUP MULUTMU RAPAT-RAPAT! APAPUN YANG KAU LAKUKAN, TUTUP MULUTMU RAPAT-RAPAT! Tongkat!' Harry bergumam dengan kalut, tangannya melayang di atas tanah seperti laba-laba. 'Di mana -- tongkat -- ayolah -- lumos!'

   Dia menyebutkan mantera itu secara otomatis, putus asa akan cahaya untuk membantunya dalam pencarian -- dan demi ketidakpercayaannya yang melegakan, timbul cahaya beberapa inci dari tangan kanannya -- ujung tongkat itu telah menyala. Harry menyambarnya, berdiri pada kedua kakinya dan berbalik.

   Perutnya terasa terbalik.

   Sebuah figur tinggi bertudung sedang meluncur dengan mulus ke arahnya, melayang di atas tanah, tanpa kaki atau wajah yang tampak di bawah jubahnya, menghisap malam ketika dia datang.

   Tersandung ke belakang, Harry menaikkan tongkatnya.

   'Expecto patronum!'

   Sebuah gumpalan uap berwarna perak meluncur dari ujung tongkatnya dan Dementor itu melambat, tetapi mantera itu tidak bekerja dengan tepat; sambil terjegal kakinya sendiri, Harry mundur lebih jauh sementara Dementor itu menuju ke arahnya, panik menyelimuti otaknya -- konsentrasi --

   Sepasang tangan kelabu yang berlumpur dan berkeropeng menyelip dari dalam jubah Dementor itu, menggapai dirinya. Suara deru memenuhi telinga Harry.

   'Expecto patronum!'

   Suaranya terdengar suram dan jauh. Gumpalan asap perak lain, lebih lemah daripada yang lalu, melayang dari tongkat -- dia tidak dapat melakukannya lagi, dia tidak dapat menghasilkan mantera itu.

   Ada tawa di dalam kepalanya sendiri, tara yang nyaring dan melengking ... dia dapat mencium bau napas Dementor yang busuk dan sedingin kematian mengisi paru-parunya sendiri, menenggelamkannya -- pikirkan ... sesuatu yang membahagiakan ...

   Tetapi tidak ada kebahagiaan dalam dirinya ... jari-jari Dementor yang dingin mendekati tenggorokannya -- tawa melengking itu semakin keras dan semakin keras, dan sebuah suara berkata dalam kepalanya: 'Membungkuklah pada kematian, Harry ... mungkin saja tidak sakit ... aku tidak akan tahu ... aku belum pernah mati ...'

   Dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan Ron dan Hermione --

   Dan wajah-wajah mereka timbul dengan jelas dalam pikirannya sementara dia berjuang untuk bernapas.

   'EXPECTO PATRONUM!'

   Seekor kijang jantan perak yang besar muncul dari ujung tongkat Harry; tannduknya mengenai Dementor di tempat di mana jantung seharusnya berada; dia terlempar ke belakang, tak berbobot seperti kegelapan, dan sementara kijang itu menyerang, Dementor menukik pergi, seperti kelelawar dan kalah.

   'KE SINI!' Harry berteriak kepada kijang itu. Sambil berputar, dia berlari menyusuri gang, memegang tongkat yang menyala tinggi-tinggi. 'DUDLEY? DUDLEY!'

   Dia belum lagi berlari selusin langkah ketika dia mencapai mereka: Dudley bergelung di atas tanah, lengannya menutupi wajahnya. Dementor kedua sedang membungkuk rendah ke arahnya, mencengkeram pergelangan tangannya ke dalam tangan-tangannya yang berlumpur, pelan-pelan mengungkitnya, hampir penuh kasih memisahkannya, menurunkan kepalanya yang bertudung ke  wajah Dudley seperti akan menciumnya.

   'HAJAR DIA!' Harry berteriak, dan dengan sebuah deru yang menggelegar, kijang perak yang telah disihirnya datang berderap melewatinya. Wajah Dementor yang tidak bermata hampir satu inci dari wajah Dudley ketika tanduk perak itu mengenainya; benda itu terlembar ke udara dan, seperti kawannya, meluncur tinggi dan diserap ke dalam kegelapan; si kijang berlari ke tengah gang dan meluruh menjadi kabut perak.

   Bulan, bintang-bintang dan lampu-lampu jalan muncul kembali. Angin sepoi-sepoi yang hangat menyapu gang itu. Pohon-pohon berdesir di kebun-kebun sekitar dan suara mobil-mobil yang biasa di Magnolia Crescent memenuhi udara lagi. Harry berdiri diam, semua inderanya masih bergetar, merasakan kembalinya normalitas yang mendadak. Setelah beberapa saat, dia menjadi sadar bahwa baju kaosnya melekat ke tubuhnya; dia basah kuyup oleh keringat.

   Dia tidak dapat mempercayai apa yang baru saja terjadi. Dementor di sini, di Little Whinging.

   Dudley berbaring menggulung di atas tanah, gemetar dan merengek-rengek. Harry membungkuk untuk melihat apakah dia mampu berdiri, tetapi kemudian dia mendengar langkah-langkah kaki keras yang sedang berlari di belakangnya. Menuruti nalurinya sambil menaikkan tongkatnya lagi, dia berbalik untuk menghadapi si pendatang baru.

   Mrs Figg, tetangga mereka yang agak sinting, datang terengah-engah. Rambutnya yang kelabu beruban berlepasan dari jala rambut, sebuah tas belanjaan yang berkelontang berayun-ayun dari pergelangan tangannya dan kaki-kakinya hampir setengah keluar dari selop karpet tartannya. Harry mencoba menyimpan tongkatnya dengan terburu-buru ke luar pandangan, tetapi --

   'Jangan simpan itu, anak idiot!' lengkingnya. 'Bagaimana jika masih ada lagi di sekitar sini? Oh, akan kubunuh si Mundungus Fletcher!'

 

 

-- BAB  DUA --

Pasukan Burung Hantu

 

'Apa?' kata Harry dengan bingung.

   'Dia pergi!' kata Mrs Figg, meremas-remas tangannya. 'Pergi untuk menemui seseorang mengenai sejumlah kuali yang jatuh dari belakang sapu! Kuberitahu dia akan kukuliti dia hidup-hidup jika dia pergi, dan sekarang lihat! Dementor! Untung saja kusuruh Mr Tibbles berjaga-jaga! Tapi kita tidak punya waktu untuk berdiri saja! Cepat, sekarang, kita harus memulangkan kalian! Oh, masalah yang akan ditimbulkan hal ini! Aku akan membunuhnya!'

   'Tapi --' Pengungkapan bahwa tetangganya yang agak sinting dan terobsesi dengan kucing mengetahui apa itu Dementor hampir sebesar rasa shock Harry ketika bertemu dengan dua di antaranya di gang itu. 'Anda -- Anda penyihir?'

   'Aku Squib, seperti yang diketahui Mundungus dengan baik, jadi bagaimana mungkin aku dapat menolongmu menghadapi Dementor? Dia meninggalkanmu sama sekali tanpa perlindungan padahal sudah kuperingatkan dia --'

   'Mundungus ini sudah mengikutiku? Tunggu dulu -- dia orangnya! Dia ber-Disapparate dari depan rumah!'

   'Ya, ya, ya, tapi untunglah aku menempatkan Mr Tibbles di bawah sebuah mobil untuk jaga-jaga, dan Mr Tibbles datang dan memperingatkan aku, tapi pada saat aku sampai ke rumahmu kau telah pergi -- dan sekarang -- oh, apa yang akan dikatakan Dumbledore? Kau!' dia berteriak pada Dudley, yang masih telentang di lantai gang. 'Pindahkan pantatmu yang besar dari tanah, cepat!'

   'Anda kenal Dumbledore?' kata Harry, menatapnya.

   'Tentu saja aku kenal Dumbledore, siapa yang tidak mengenal Dumbledore? Tapi ayolah -- aku tidak akan bisa membantu kalau mereka kembali, aku bahkan belum pernah men-Transfigurasi kantong teh.'

   Dia membungkuk, meraih salah satu lengan Dudley yang besar ke dalam tangannya yang keriput dan menyentak.

   'Bangun, kau onggokan tak berguna, bangun!'

   Tetapi Dudley tidak bisa atau tidak mau bergerak. Dia diam di atas tanah, gemetar dan wajahnya kelabu, mulutnya tertutup sangat rapat.

   'Akan kulakukan.' Harry memegang lengan Dudley dan mengangkatnya. Dengan usaha kera dia mampu mengangkatnya berdiri. Dudley kelihatannya hampir pingsan. Matanya yang kecil berputar-putar di rongga matanya dan keringat mengucur di wajahnya; saat Harry melepaskannya dia berayun-ayun berbahaya.

   'Cepatlah!' kata Mrs Figg dengan histeris.

    Harry menarik salah satu lengan Dudley yang besar melingkari bahunya dan menyeret dia menuju jalan, sedikit terbungkuk akibat beratnya. Mrs Figg berjalan terhuyung-huyung di depan mereka, sambil mengintai dengan cemas di sudut.

    'Tetap keluarkan tongkatmu,' dia menyuruh Harry, ketika mereka memasuki Wisteria Walk. 'Tidak usah pedulikan Undang-Undang Kerahasiaan sekarang, lagipula resikonya sangat besar, sekalian saja kita digantung karena naga daripada karena telur. Bicara mengenai Pembatasan Masuk Akal Penggunaan Sihir Di Bawah Umur ... ini persis yang ditakutkan Dumbledore -- Apa itu di ujung jalan? Oh, itu cuma Mr Prentice ... jangan simpan tongkatmu, nak, bukankah aku terus memberitahumu aku tidak berguna?'

    Tidaklah mudah memegang tongkat dengan mantap di satu tangan dan menarik Dudley pada saat yang sama. Harry memberi sepupunya sebuah sikutan tidak sabar pada tulang iga, tetapi Dudley tampaknya telah kehilangan semua hasrat untuk pergerakan independen. Dia merosot ke bahu Harry, kaki-kakinya yang besar terseret sepanjang jalan.

    'Mengapa Anda tidak memberitahuku bahwa Anda seorang Squib, Mrs Figg? tanya Harry, terengah-engah karena usaha untuk terus berjalan. 'Setiap kali saya berkunjung ke rumah Anda -- mengapa Anda tidak mengatakan apa-apa?'

    'Perintah Dumbledore. Aku harus mengawasimu tetapi tidak mengatakan apa-apa, kamu terlalu muda. Maaf karena aku telah memberimu waktu yang tidak menyenangkan, Harry, tetapi keluarga Dursley tidak akan pernah membiarkanmu datang bila mereka mengira kamu menikmatinya. Tidak mudah, kau tahu ... tapi oh kataku,' dia berkata dengan tragis, sambil meremas-remas tangannya sekali lagi, 'ketika Dumbledore mendengar hal ini -- bagaimana bisa Mundungus pergi, dia seharusnya berjaga sampai tengah malam -- di mana dia? Bagaimana aku akan memberitahu Dumbledore apa yang terjadi? Aku tidak bisa ber-Apparate.'

    'Aku punya burung hantu, Anda bisa meminjamnya.' Harry mengerang, bertanya-tanya apakah tulang belakangnya akan patah akibat berat Dudley.

    'Harry, kamu tidak mengerti! Dumbledore perlu bertindak secepat mungkin, Kementerian punya cara-cara mereka sendiri untuk mendeteksi sihir di bawah umur, mereka pasti sudah tahu, camkan kata-kataku.'

    'Tapi aku tadi mengenyahkan Dementor, aku harus menggunakan sihir -- mereka pasti lebih khawatir tentang apa yang dilakukan Dementor melayang-layang di sekitar Wisteria Walk?'

    'Oh, sayang, kuharap begitu, tapi aku takut -- MUNDUNGUS FLETCHER, AKAN KUBUNUH KAMU!'

    Ada letusan keras dan bau menyengat minuman yang bercampur dengan tembakau apak memenuhi udara ketika seorang lelaki gemuk pendek dan tidak bercukur dalam mantel luar yang compang-camping muncul tepat di depan mereka. Dia memiliki kaki yang pendek dan bengkok, rambut merah kekuningan yang panjang terurai dan mata merah berkantung yang memberinya tampang muram seperti seekor anjing pemburu. Dia juga sedang mencengkeram sebuah buntalan keperakan yang langsung dikenali Harry sebagai Jubah Gaib.

    ''Da pa,  Figgy?' katanya, menatap dari Mrs Figg ke Harry dan Dudley. 'Kenapa tidak tetap menyamar?'

    'Kuberi kau samaran!' teriak Mrs Figg. 'Dementor, kau pencuri pengecut tukang bolos tidak berguna!'

    'Dementor?' ulang Mundungus, terperanjat. 'Dementor? Di sini?'

    'Ya, di sini, kau kotoran kelelawar tidak berharga, di sini!' pekik Mrs Figg. 'Dementor menyerang bocah itu pada waktu jagamu!'

    'Ya ampun,' kata Mundungus dengan lemah, melihat dari Mrs Figg ke Harry, dan balik lagi. 'Ya ampun, aku --'

    'Dan kau pergi membeli kuali curian! Tidakkah kusuruh kamu jangan pergi? Tidakkah?'

    'Aku -- well, aku --' Mundungus tampak sangat tidak nyaman. 'Itu -- itu adalah peluang bisnis yang sangat baik, kau tahu --'

    Mrs Figg mengangkat lengan di mana tergantung tasnya dan menghantam Mundungus di sekitar wajah dan leher dengannya; yang bila dinilai dari suara kelontang yang ditimbulkannya penuh dengan makanan kucing.

    'Aduh -- jauhkan -- jauhkan, kau kelelawar tua gila! Seseorang harus memberitahu Dumbledore!'

    'Ya -- memang!' teriak Mrs Figg, mengayunkan tas makanan kucing itu pada setiap potong Mundungus yang dapat dicapainya. 'Dan -- sebaiknya -- kamu -- saja -- dan -- kamu -- bisa -- beritahu -- dia -- kenapa -- kau -- tak -- ada -- di sini -- untuk -- bantu!'

    'Tetap pakai jala rambutmu!' kata Mundungus, lengannya di atas kepalanya, gemetaran. 'Aku pergi. Aku pergi!'

    Dan dengan letusan keras lainnya, dia menghilang.

    'Kuharap Dumbledore membunuhnya!' kata Mrs Figg dengan marah. 'Sekarang ayo, Harry, apa yang kautunggu?'

    Harry memutuskan untuk tidak membuang sisa-sisa napasnya menunjukkan bahwa dia hampir tidak bisa berjalan di bawah beban Dudley. Dia memberi Dudley yang setengah sadar sebuah helaan dan maju terhuyung-huyung.

    'Kuantar kau sampai ke pintu,' kata Mrs Figg, ketika mereka membelok ke Privet Drive. 'Hanya untuk berjaga-jaga seandainya ada lagi di sekitar ... oh kataku, benar-benar bencana ... dan kamu harus menghadapi mereka sendiri ... dan Dumbledore berkata kami harus menjagamu dari penggunaan sihir dengan segala cara ... well, tak ada gunanya menangisi ramuan yang telah tumpah, kurasa ... tapi si kucing sudah berada di tengah para pixy sekarang.'

    'Jadi,' Harry terengah-engah, 'Dumbledore ... menyuruh orang ... mengikutiku?'

    'Tentu saja,' kata Mrs Figg tidak sabaran. 'Apakah kau berharap dia akan membiarkanmu berkeliaran sendirian setelah apa yang terjadi di bulan Juni? Demi Tuhan, nak, mereka bilang padaku kau pintar ... benar ... masuk ke dalam dan tetap di sana,' dia berkata, ketika mereka mencapai nomor empat. 'Kuharap seseorang akan segera berhubungan denganmu.'

    'Apa yang akan Anda lakukan?' tanya Harry dengan cepat.

    'Aku akan langsung pulang ke rumah,' kata Mrs Figg, menatap sekeliling jalan yang gelap dan tampak jijik. 'Aku perlu menunggu instruksi lebih lanjut. Tetap saja di dalam rumah. Selamat malam.'

    'Tunggu, jangan pergi dulu! Aku ingin tahu --'

    Tetapi Mrs Figg telah pergi sambil berderap, selop-selop karpetnya berayun-ayun, tasnya berkelontang.

    'Tunggu!' Harry berteriak kepadanya. Dia mempunyai jutaan pertanyaan untuk ditanya kepada siapapun yang memiliki kontak dengan Dumbledore; tapi dalam sekian detik Mrs Figg telah ditelan oleh kegelapan. Sambil merengut, Harry mengatur Dudley pada bahunya dan mengikuti jalan setapak di kebun nomor empat dengan pelan dan menyakitkan.

    Lampu aula menyala. Harry memasukkan tongkatnya kembali ke dalam ban pinggang celana jinsnya, membunyikan bel dan menyaksikan garis bentuk Bibi Petunia bertambah besar dan besar, terdistorsi dengan aneh oleh kaca beriak di pintu depan.

    'Diddy! Sudah waktunya juga, aku sudah -- sudah -- Diddy, ada apa?'

    Harry melihat ke samping kepada Diddy dan menghindar dari bawah lengannya tepat waktu. Dudley berayun di tempat sejenak, wajahnya pucat kehijauan ... lalu dia membuka mulut dan muntah di atas keset pintu.

    'DIDDY! Diddy, apa yang terjadi denganmu? Vernon? VERNON!'

    Paman Harry datang tergopoh-gopoh keluar dari ruang tamu, kumis tebalnya melambai ke sana ke mari seperti yang selalu terjadi setiap kali dia gelisah. Dia bergegas ke depan untuk membantu Bibi Petunia mengatasi Dudley yang lemah-lutut melewati ambang pintu selagi menghindar agar tidak menginjak  genangan muntahan.

    'Dia sakit, Vernon!'

    'Ada apa, nak? Apa yang terjadi? Apakah Mrs Polkiss memberimu sesuatu yang asing sewaktu minum teh?

    'Mengapa kamu penuh debu, sayang? Apakah kamu tadi berbaring di atas tanah?'

    'Tunggu dulu -- kamu tidak dirampok, 'kan, nak?'

    Bibi Petunia berteriak.

    'Telepon polisi, Vernon! Telepon polisi! Diddy, sayang, bicaralah pada Mummy! Apa yang mereka lakukan padamu?'

    Dalam semua keributan itu tak seorangpun tampaknya memperhatikan Harry, yang memang diinginkannya. Dia berhasil menyelinap ke dalam tepat sebelum Paman Vernon membanting pintu dan, selagi keluarga Dursley maju dengan ribut menyusuri aula menuju dapur, Harry bergerak dengan hati-hati dan diam-diam menuju tangga.

    'Siapa yang melakukannya, 'nak? Berikan nama-namanya pada kami. Kami akan balas, jangan takut.'

    'Shh! Dia sedang berusaha mengatakan sesuatu, Vernon! Apa itu, Diddy? Beritahu Mummy!'

    Kaki Harry berada di anak tangga paling bawah ketika Dudleyl menemukan suaranya kembali.

    'Dia.'

    Harry membeku, dengan kaki di tangga, wajah ditegangkan, menguatkan diri untuk menghadapi ledakannya.

    'NAK! KE MARI!'

    Dengan perasaan takut dan marah yang bercampur, Harry memindahkan kakinya pelan-pelan dari tangga dan berbalik untuk mengikuti keluarga Dursley.

    Dapur yang sangat bersih itu terlihat berkilau tidak nyata dan aneh setelah kegelapan di luar. Bibi Petunia sedang menghantar Dudley ke sebuah kursi; dia masih sangat hijau dan penuh keringat. Paman Vernon sedang berdiri di depan papan pengering, membelalak pada Harry melalui mata yang kecil dan disipitkan.

    'Apa yang telah kau lakukan pada anakku?' dia berkata dengan geraman mengancam.

    'Tidak ada,' kata Harry, tahu persis bahwa Paman Vernon tidak akan mempercayainya.

    'Apa yang dia lakukan padamu, Diddy?' Bibi Petunia berkata dengan suara bergemetar, sekarang memakai spon untuk menggosok muntahan dari bagian depan jaket kulit Dudley. 'Apakah -- apakah kau-tahu-apa, sayang? Apakah dia menggunakan -- itunya?'

    Pelan-pelan, sambil gemetaran, Dudley mengangguk.

    'Aku tidak melakukannya!' Harry berkata dengan tajam, sementara Bibi Petunia mengeluarkan ratapan dan Paman Vernon mengangkat kepalannya. 'Aku tidak melakukan apapun padanya, bukan aku, tapi --'

    Tetapi tepat pada saat itu seekor burung hantu menukik masuk melalui jendela dapur. Hampir menabrak puncak kepala Paman Vernon, dia meluncur menyeberangi dapur, menjatuhkan amplop perkamen besar yang sedang dibawanya di paruhnya pada kaki Harry, berbalik dengan anggun, ujung-ujung sayapnya menyentuh bagian atas lemari es, lalu meluncur ke luar lagi dan menyeberangi kebun.

    'BURUNG HANTU!' teriak Paman Vernon, nadi yang sering terlihat di pelipisnya berdenyut dengan marah ketika dia membanting jendela dapur hingga tertutup. 'BURUNG HANTU LAGI! AKU TIDAK AKAN MENERIMA BURUNG HANTU LAGI DI RUMAHKU!'

    Tetapi Harry telah merobek amplop itu dan menarik keluar surat di dalamnya, jantungnya berdebar keras di suatu tempat di sekitar jakunnya.

    Yth Mr Potter,

    Kami telah menerima kabar bahwa Anda menyihir Mantera Patronus pada pukul sembilan lewat dua puluh tiga     

    menit malam ini di daerah tempat tinggal Muggle dan dengan kehadiran seorang Muggle.

        Pelanggaran keras dari Dekrit Pembatasan Masuk Akal untuk Penggunaan Sihir di Bawah Umur telah 

    mengakibatkan pengeluaran Anda dari Sekolah Sihir Hogwarts. Perwakilan Kementerian akan berkunjung ke 

    tempat kediaman Anda dalam waktu dekat untuk memusnahkan tongkat Anda.

        Karena Anda telah menerima peringatan resmi untuk pelanggaran sebelumnya di bawah Seksi 13 

    Undang-Undang Kerahasiaan Konfederasi Penyihir Internasional, kami menyesal harus memberitahu Anda bahwa 

    kehadiran Anda diperlukan pada sebuah sidang pemeriksaan kedisiplinan di Kementerian Sihir pada pukul 9 pagi 

    tanggal dua belas Agustus.

        Kami harap Anda sehat,

        Salam,

        Mafalda Hopkirk

        Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya

       Kementerian Sihir

Harry membaca surat itu dua kali. Dia hanya menyadari samar-samar Paman Vernon dan Bibi Petunia berbicara. Di dalam kepalanya, semua terasa sedingin es dan mati rasa. Satu fakta telah memasuki kesadarannya seperti anak panah yang melumpuhkan. Dia dikeluarkan dari Hogwarts. Semuanya sudah berakhir. Dia tidak akan kembali lagi.

    Dia melihat ke atas kepada keluarga Dursley. Paman Vernon yang berwajah ungu sedang berteriak, kepalan tangannya masih terangkat; Bibi Petunia melingkarkan tangannya pada Dudley, yang muntah lagi.

    Otak Harry yang terbius sementara seperti terbangun. Perwakilan Kementerian akan berkunjung ke tempat kediaman Anda dalam waktu dekat untuk memusnahkan tongkat Anda. Hanya ada satu jalan. Dia harus kabur -- sekarang. Ke mana dia akan pergi, Harry tidak tahu, tetapi dia yakin akan saru hal: di Hogwarts atau di luarnya, dia perlu tongkatnya. Dalam keadaan seperti bermimpi, dia menarik tongkatnya keluar dan berbalik untuk meninggalkan dapur.

    'Kau pikir ke mana kau akan pergi?' teriak Paman Vernon. Ketika Harry tidak menjawab, dia berlari menyeberangi dapur untuk menghalangi pintu ke aula. 'Aku belum selesai denganmu, nak!'

    'Minggir,' kata Harry dengan pelan.

    'Kamu akan tetap di sini dan menjelaskan bagaimana anakku --'

    'Kalau Paman tidak minggir aku akan mengutukmu,' kata Harry sambil mengangkat tongkat.

    'Kamu tidak bisa membodohiku dengan itu!' geram Paman Vernon. 'Aku tahu kamu tidak diizinkan menggunakannya di luar rumah gila yang kamu sebut sekolah!'

    'Rumah gila itu sudah mendepakku,' kata Harry. 'Jadi aku bisa berbuat sesuka hati. Kamu punya tiga detik. Satu -- dua --'

    Suara CRACK yang menggema memenuhi dapur. Bibi Petunia menjerit, Paman Vernon memekik dan menunduk, tetapi untuk ketiga kalinya malam itu Harry mencari-cari sumber gangguan yang tidak dibuatnya. Dia langsung melihatnya: seekor burung hantu yang tampak acak-acakan dan kebingungan sedang duduk di luar di ambang dapur, baru saja bertabrakan dengan jendela yang tertutup.

    Sambil mengabaikan teriakan menderita Paman Vernon 'BURUNG HANTU!' Harry menyeberangi ruangan dengan sekali lari dan mengungkit jendela hingga terbuka. Burung hantu itu menjulurkan kakinya, di mana terikat sebuah perkamen, mengguncangkan bulunya, dan terbang pergi begitu Harry telah mengambil suratnya. Dengan tangan bergetar, Harry membuka gulungan pesan kedua, yang ditulis dengan sangat terburu-buru dan penuh tetesan tinta hitam.

    Harry --

    Dumbleldore baru saja tiba di Kementerian dan dia sedang berusaha mengatasi semuanya. JANGAN 

    MENINGGALKAN RUMAH BIBI DAN PAMANMU. JANGAN MELAKUKAN SIHIR LAGI. 

    JANGAN MENYERAHKAN TONGKATMU.

        Arthur Weasley

Dumbledore sedang berusaha mengatasi semuanya ... apa artinya itu? Seberapa besar kekuatan yang dimiliki Dumbledore untuk melawan Kementerian Sihir? Kalau begitu spakah ada peluang dia akan diperbolehkan kembali ke Hogwarts? Secercah harapan berkembang di dada Harry, hampir segera tertahan oleh rasa panik -- bagaimana dia bisa menolak menyerahkan tongkatnya tanpa melakukan sihir? Dia harus berduel dengan perwakilan Kementerian, dan jika dia melakukan hal itu, dia harus beruntung untuk bisa lepas dari Azkaban, belum lagi pengeluaran dari sekolah.

    Pikirannya berlomba ... dia bisa kabur dan beresiko tertangkap oleh Kementerian, atau diam di tempat dan menunggu mereka menemukannya di sini. Dia jauh lebih tergoda oleh pilihan pertama, tetapi dia tahu Mr Weasley memikirkan yang terbaik baginya ... dan lagipula, Dumbledore telah mengatasi hal-hal yang jauh lebih buruk dari ini sebelumnya.

    'Benar,' Harry berkata, 'Aku berubah pikiran. Aku akan tinggal.'

    Dia melempar dirinya ke meja dapur dan menghadap Dudley dan Bibi Petunia. Keluarga Dursley kelihatan terkejut akan perubahan pikirannya yang mendadak. Bibi Petunia melirik Paman Vernon dengan putus asa. Nadi di pelipisnya yang ungu sedang berdenyut lebih parah dari yang pernah terjadi.

    'Dari siapa burung-burung hantu sialan itu berasal?' dia menggeram.

    'Yang pertama dari Kementerian Sihir, mengeluarkan aku dari sekolah,' kata Harry dengan tenang. Dia sedang menajamkan telinganya untuk menangkap bunyi-bunyi di luar, kalau-kalau perwakilan Kementerian sedang mendekat, dan lebih mudah dan lebih tenang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Paman Vernon daripada membuatnya mulai marah-marah dan berteriak lagi. 'Yang kedua dari ayah temanku Ron, yang bekerja di Kementerian.'

    'Kementerian Sihir?' teriak Paman Vernon. 'Orang-orang sepertimu di pemerintahan? Oh, ini menjelaskan semuanya, semuanya, tidak heran negeri ini jatuh ke tangan anjing-anjing.'

    Ketika Harry tidak menanggapi, Paman Vernon membelalak kepadanya, lalu bertanya, 'Dan kenapa kamu dikeluarkan?'

    'Karena aku melakukan sihir.'

    'AHA!' raung Paman Vernon, sambil menghantamkan kepalannya ke puncak lemari es, yang terbuka; beberapa makanan ringan rendah lemak Dudley berjatuhan ke lantai. 'Jadi kau mengakuinya! Apa yang kamu lakukan pada Dudley?'

    'Tidak ada,' kata Harry, sedikit kehilangan ketenangannya. 'Itu bukan aku --'

    'Benar kau,' gumam Dudley tanpa diduga, dan Paman Vernon dan Bibi Petunia segera membuat gerakan menggelepak pada Harry supaya dia diam sementara keduanya membungkuk rendah kepada Dudley.

    'Teruskan, nak,' kata Paman Vernon, 'apa yang dia lakukan?'

    'Beritahu kami, sayang,' bisik Bibi Petunia.

    'Menunjukkan tongkatnya ke arahku,' Dudley mengomel.

    'Yeah, memang, tapi aku tidak menggunakan --' Harry mulai dengan marah, tetapi --

    'DIAM!' raung Paman Vernon dan Bibi Petunia serentak.

    'Teruskan, nak,' ulang Paman Vernon, dengan kumis melambai-lambai dengan marah.

    'Semua jadi gelap,' Dudley berkata dengan serak, sambil gemetar. 'Semuanya gelap. Dan kemudian aku men-mendengar ... hal-hal. Di dalam kepalaku.'

    Paman Vernon dan Bibi Petunia saling berpandangan dengan tatapan kengerian yang teramat sangat. Jika hal yang paling tidak mereka sukai di dunia adalah sihir -- segera diikuti dengan para tetangga yang lebih banyak menipu larangan pipa air daripada mereka -- orang-orang yang mendengar suara-suara di kepala mereka pastilah berada di nomor sepuluh. Mereka jelas berpikir Dudley telah kehilangan akal.

    'Hal-hal seperti apa yang kamu dengar, Popkin?' sebut Bibi Petunia, dengan wajah sangat putih dan air mata di matanya.

    Tetapi Dudley kelihatannya tidak mampu berkata-kata.  Dia gemetaran lagi dan menggelengkan kepala pirangnya yang besar, dan walaupun ada rasa takut dan mati rasa yang telah timbul pada diri Harry sejak kemunculan burung hantu pertama, dia merasakan keingintahuan tertentu. Apa yang terpaksa didengar oleh Dudley yang manja dan suka menggertak?

    'Bagaiamana kamu sampai jatuh, nak?' kata Paman Vernon, dengan suara yang tidak biasanya tenang, jenis suara yang mungkin dipakainya di sisi ranjang orang yang sakit parah.

    'Ter-tersandung,' kata Dudley gemetaran. 'Dan lalu --'

    Dia menunjuk dadanya yang besar. Harry mengerti. Dudley sedang mengingat rasa dingin lembab yang mengisi paru-paru ketika harapan dan kebahagiaan dihisap keluar dari dirimu.

    'Mengerikan,' Dudley berkata dengan parau. 'Dingin. Sangat dingin.'

    'OK,' kata Paman Vernon, dengan suara tenang yang dipaksakan, sedangkan Bibi Petunia meletakkan tangan cemas ke dahi Dudley untuk merasakan suhunya. 'Apa yang terjadi kemudian, Dudders?'

    'Rasanya ... rasanya ... seperti ... seperti ...'

    'Seperti kamu tidak akan pernah bahagia lagi,' Harry melanjutkan tanpa semangat.

    'Ya,' Dudley berbisik, masih gemetar.

    'Jadi!' kata Paman Vernon, suaranya kembali ke volume penuh sekali ketika dia bangkit. 'Kamu memberi mantera aneh pada anakku sehingga dia mendengar suara-suara dan yakin bahwa dia -- dikutuk untuk menderita, atau apapun, 'kan?

    'Berapa kali harus kuberitahu kalian?' kata Harry, amarah dan suaranya meningkat. 'Bukan aku! Tapi sepasang Dementor!'

    'Sepasang -- omong kosong apa ini?'

    'De -- men -- tor,' kata Harry dengan pelan dan jelas. 'Dua.'

    'Dan apa itu Dementor?'

    'Mereka menjaga penjara sihir, Azkaban,' kata Bibi Petunia.

    Dua detik keheningan mencekam menyusuli kata-kata ini sebelum Bibi Petunia mengatupkan tangannya ke mulut seakan-akan dia telah salah bicara kata-kata kotor yang menjijikkan. Paman Vernon sedang terpana menatapnya. Otak Harry berputar. Mrs Figg adalah satu hal -- tapi Bibi Petunia?

    'Bagaimana kau tahu itu?' dia bertanya kepadanya dengan terkejut.

    Bibi Petunia tampak sedikit terkejut pada dirinya sendiri. Dia melirik Paman Vernon sekilas dengan pandangan menyesal takut-takut, lalu menurunkan tangannya sedikit untuk memperlihatkan gigi-giginya yang mirip gigi kuda.

    'Aku dengar -- anak sialan itu -- memberitahu adikku mengenai mereka -- bertahun-tahun yang lalu,' dia berkata sambil merengut.

    'Jika maksud Bibi ibu dan ayahku, mengapa Bibi tidak menggunakan nama-nama mereka?' kata Harry keras-keras, tetapi Bibi Petunia tidak mengacuhkan dia. Dia tampak sangat bingung.

    Harry terpana. Kecuali satu ledakan bertahun-tahun lalu, ketika Bibi Petunia meneriakkan bahwa ibu Harry adalah orang aneh, dia belum pernah mendengarnya menyebut-nyebut adiknya. Dia heran bahwa bibinya ingat secarik informasi mengenai dunia sihir untuk waktu yang begitu lama, sementara dia biasanya menghabiskan semua energinya berpura-pura dunia itu tidak ada.

    Paman Vernon membuka mulutnya, menutupnya lagi, membukanya sekali lagi, menutupnya, lalu, kelihatannya berjuang untuk mengingat cara berbicara, membukanya untuk ketiga kali dan berkata dengan parau, 'Jadi -- jadi -- mereka -- er -- mereka -- er -- benar-benar ada, mereka -- er -- Dementy-apa-itu?

    Bibi Petunia mengangguk.

    Paman Vernon memandang dari Bibi Petunia ke Dudley ke Harry seakan-akan berharap seseorang akan berteriak, 'April Fool!' Ketika tidak ada yang melakukannya, dia membuka mulutnya sekali lagi, tetapi diselamatkan dari perjuangan menemukan lebih banyak kata oleh kedatangan burung hantu ketiga pada malam itu. Burung itu meluncur melalui jendela yang masih terbuka seperti sebuah bola meriam yang berbulu dan mendarat dengan berisik di meja dapur, menyebabkan ketiga anggota keluarga Dursley melompat karena takut. Harry menarik amplop kedua yang terlihat resmi dari paruh si burung hantu dan merobeknya hingga terbuka selagi si burung hantu menukik kembali ke langit malam.

    'Sudah cukup -- burung hantu -- menyebalkan,' gumam Paman Vernon dengan pikiran kacau, sambil mengentakkan kaki menuju jendela dan membantingnya hingga tertutup lagi.

    Yth Mr Potter,

    Melanjutkan surat kami kira-kira dua puluh dua menit yang lalu, Kementerian Sihir telah meninjau kembali 

    keputusannya untuk memusnahkan tongkat Anda seketika. Anda boleh menyimpan tongkat Anda hingga sidang 

    dengar pendapat kedisiplinan Anda pada tanggal dua belas Agustus, saat keputusan resmi akan diambil.

        Menyusul diskusi dengan Kepala Sekolah Sekolah Sihir Hogwarts, Kementerian telah menyetujui bahwa masalah 

    pengeluaran Anda dari sekolah juga akan diputuskan pada saat itu. Oleh karena itu Anda harus menganggap diri 

    Anda diskors dari sekolah sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.

        Dengan harapan terbaik,

        Salam,

        Mafalda Hopkirk

        Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya

        Kementerian Sihir

Harry membaca surat ini tiga kali berturut-turut dengan cepat. Simpul yang menyakitkan di dadanya sedikit mengendur karena lega mengetahui bahwa dia belum pasti dikeluarkan, walaupun rasa takutnya masih belum hilang. Segalanya tampak tergantung pada dengar pendapat pada tanggal dua belas Agustus ini.

    'Well?' kata Paman Vernon, mengembalikan Harry ke sekitarnya. 'Sekarang apa? Apakah mereka telah menghukummu? Apakah kelompokmu punya hukuman mati?' dia menambahkan sebagai harapan yang timbul belakangan.

    'Aku harus pergi ke dengar pendapat,' kata Harry.

    'Dan mereka akan menvonismu di sana?'

    'Kurasa begitu.'

    'Aku tidak akan putus harapan, kalau begitu,' kata Paman Vernon dengan kejam.

    'Well, kalau itu saja,' kata Harry, bangkit berdiri. Dia sangat ingin sendirian, untuk berpikir, mungkin untuk mengirim sepucuk surat kepada Ron, Hermione atau Sirius.

    'TIDAK, TIDAK HANYA ITU!' teriak Paman Vernon. 'DUDUK KEMBALI!'

    'Apa lagi sekarang?' kata Harry tidak sabaran.

    'DUDLEY!' raung Paman Vernon. 'Aku ingin tahu persis apa yang terjadi pada anakku!'

    'BAIK!' teriak Harry, dan dalam kemarahannya, percikan merah dan emas muncrat keluar dari ujung tongkatnya, yang masih digenggamnya. Ketiga anggota keluarga Dursley semuanya berjengit, kelihatan takut.

    'Dudley dan aku berada di gang antara Magnolia Crescent dan Wisteria Walk,' kata Harry, berbicara cepat-cepat, berjuang mengendalikan amarahnya. 'Dudley mengira dia akan sok pintar denganku, aku mengeluarkan tongkatku tetapi tidak menggunakannya. Lalu dua Dementor muncul --'

    'Tapi apa ITU Dementoid?' tanya Paman Vernon dengan geram. 'Apa yang mereka LAKUKAN?'

    'Aku sudah bilang -- mereka mengisap kebahagiaan keluar dari dirimu,' kata Harry, 'dan jika mereka punya kesempatan, mereka menciummu --'

    'Menciummu?' kata Paman Vernon, matanya sedikit melotot. 'Menciummu?'

    'Begitulah sebutannya waktu mereka mengisap jiwamu keluar dari mulut.'

    Bibi Petunia mengeluarkan sebuah jeritan pelan.

    'Jiwanya? Mereka tidak mengambil -- dia masih punya --'

    Dia mencengkeram bahu Dudley dan mengguncang-guncangnya, seakan-akan menguji apakah dia bisa mendengar jiwanya berderak-derak di dalam tubuhnya.

    'Tentu saja mereka tidak mengambil jiwanya, kalau iya kalian pasti sudah tahu,' kata Harry dengan putus asa.

    'Berkelahi dengan mereka, ya 'kan, nak? kata Paman Vernon keras-keras, dengan penampilan seorang lelaki yang berjuang mengalihkan percakapan kembali ke bidang yang dimengertinya. 'Beri mereka satu-dua pukulan,ya 'kan?'

    'Paman tidak bisa memberi Dementor satu-dua pukulan,' kata Harry melalui gigi yang dirapatkan.

    'Kalau begitu, kenapa dia tidak apa-apa?' gertak Paman Vernon. 'Mengapa dia tidak jadi kosong?'

    'Karena aku menggunakan Patronus --'

    WHOOSH. Dengan suara berisik, deru sayap dan rontoknya sedikit debu, burung hantu keempat meluncur keluar dari perapian dapur.

    'DEMI TUHAN!' raung Paman Vernon, sambil menarik segumpal besar rambut dari kumisnya, sesuatau  yang sudah lama tidak dia lakukan. 'AKU TIDAK TERIMA ADA BURUNG HANTU DI SINI, AKU TIDAK AKAN MENTOLERANSINYA, KUBERITAHU KAU!'

    Tapi Harry sudah menarik sebuah gulungan perkamen dari kaki burung hantu itu. Dia sangat yakin bahwa surat ini pasti dari Dumbledore, menjelaskan semuanya -- Dementor, Mrs Figg, apa yang sedang diperbuat Kementerian, bagaimana dia, Dumbledore, bermaksud mengatasi semuanya -- sehingga untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia merasa kecewa melihat tulisan tangan Sirius. Sambil mengabaikan omelan Paman Vernon yang berkepanjangan mengenai burung hantu, dan menyipitkan matanya terhadap awan debu kedua ketika burung hantu terakhir itu lepas landas balik ke cerobong asap, Harry membaca pesan Sirius.

    Arthur baru saja memberitahu kami apa yang telah terjadi. Jangan meninggalkan rumah lagi, apapun yang kau lakukan.

    Harry merasa ini merupakan tanggapan yang sangat tidak memadai terhadap segala yang telah terjadi malam ini sehingga dia membalikkan potongan perkamen itu, mencari sisa suratnya, tetapi tidak ada lagi yang lain.

    Dan sekarang amarahnya menaik lagi. Tidakkah ada seorangpun yang akan mengatakan 'bagus' karena menghalau dua Dementor seorang diri? Baik Mr Weasley maupun Sirius bertingkah seolah-olah dia berlaku tidak pantas, dan menyimpan petuah-petuah mereka sampai mereka bisa meyakini seberapa banyak kerusakan yang telah diperbuatnya.

    '... patukan, maksudku, pasukan burung hantu meluncur keluar masuk rumahku. Aku tidak terima, nak, aku tidak akan --'

    'Aku tidak bisa menghentikan burung-burung itu datang,' Harry membalas, melumat surat Sirius dalam kepalannya.

    'Aku ingin yang sebenarnya mengenai apa yang terjadi malam ini!' hardik Paman Vernon. 'Jika Demender yang melukai Dudley, kenapa kau sampai dikeluarkan? Kau melakukan kau-tahu-apa, akui saja!'

    Harry mengambil napas panjang menenangkan. Kepalanya mulai sakit lagi. Dia ingin keluar dari dapur lebih dari apapun juga, dan jauh dari keluarga Dursley.

    'Aku menyihir Mantera Patronus untuk menghalau Dementor,' dia berkata sambil memaksa dirinya tetap tenang. 'Itu satu-satunya cara yang manjur mengatasi mereka.'

    'Tapi apa yang dilakukan Dementoid di Little Whinging?' kata Paman Vernon dengan nada sangat marah.

    'Tidak bisa bilang,' kata Harry dengan letih. 'Tak punya gambaran.'

    Kepalanya sekarang berdenyut-denyut dalam cahaya lampu yang menyilaukan. Amarahnya telah surut. Dia merasa terkuras, kelelahan. Keluarga Dursley semuanya menatap dia.

    'Kamu penyebabnya,' kata Paman Vernon penuh semangat. 'Pasti ada hubungannya dengan kamu, nak, aku tahu itu. Kenapa lagi mereka muncul di sini? Kenapa lagi mereka ada di gang itu? Kamu pastilah satu-satunya -- satu-satunya --' Tampak jelas dia tidak mampu menguasai diri untuk menyebutkan kata 'penyihir'. 'Satu-satunya kau-tahu-apa sejauh bermil-mil.'

    'Aku tidak tahu kenapa mereka di sini.'

    Tetapi mendengar kata-kata Paman Vernon, otak Harry yang kelelahan beraksi lagi. Kenapa Dementor datang ke Little Whinging? Bagaimana bisa kebetulan mereka tiba di gang tempat Harry berada? Apakah mereka dikirim? Apakah Kementerian Sihir sudah kehilangan kendali atas Dementor? Apakah mereka telah meninggalkan Azkaban dan bergabung dengan Voldermort, seperti yang telah diramalkan Dumbledore?

    'Demember ini menjaga penjara aneh?' tanya Paman Vernon, susah payah menyela rentetan pikiran Harry.

    'Ya,' kata Harry.

    Kalau saja kepalanya bisa berhenti berdenyut, kalau saja dia bisa meninggalkan dapur dan masuk ke kamar tidurnya yang gelap dan berpikir ...

    'Oho! Mereka datang untuk menangkapmu!' kata Paman Vernon, dengan hawa kemenangan seseorang yang mencapai kesimpulan tak terbantah. 'Begitu 'kan, nak? Kau buron dari hukum!'

    'Tentu saja tidak,' kata Harry, menggelengkan kepalanya seolah-olah untuk menakuti lalat, pikirannya sekarang berpacu.

    'Lalu kenapa --'

    'Dia pasti yang mengirim mereka,' kata Harry pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Paman Vernon.

    'Apa itu? Siapa yang pasti mengirim mereka?'

    'Lord Voldermort,' kata Harry.

    Dia mencatat dengan suram betapa anehnya bahwa keluarga Dursley, yang berjengit, berkedip dan berkuak kalau mereka mendengar kata-kata seperti 'penyihir', 'sihir' atau 'tongkat sihir', bisa mendengar nama penyihir terjahat sepanjang masa tanpa rasa takut sedikitpun.

    'Lord -- tunggu dulu,' kata Paman Vernon,  wajahnya tegang, timbul pandangan pengertian ke dalam mata babinya. 'Aku sudah pernah mendengar nama itu ... dia yang ...'

    'Membunuh orang tuaku, ya,' kata Harry tanpa minat.

    'Tapi dia sudah hilang,' kata Paman Vernon tidak sabar, tanpa tanda terkecilpun bahwa pembunuhan orang tua Harry bisa jadi topik yang menyakitkan. 'Si raksasan itu yang bilang. Dia hilang.'

    'Dia sudah kembali,' kata Harry dengan berat.

    Terasa sangat aneh berdiri di sini di dalam dapur Bibi Petunia yang sebersih ruang operasi, di samping kulkas paling berkelas dan televisi layar lebar, berbicara dengan tenang mengenai Lord Voldermort kepada Paman Vernon. Kedatangan Dementor ke Little Whinging tampaknya telah melanggar dinding besar yang tidak tampak yang membagi dunia non-sihir Privet Drive dan dunia di luarnya. Kedua hidup Harry entah bagaimana telah menyatu dan segalanya telah dibuat terbalik; keluarga Dursley sedang meminta detil mengenai dunia sihir, dan Mrs Figg kenal Albus Dumbledore; Dementor melayang di sekitar Little Whinging, dan dia mungkin tidak akan pernah kembali ke Hogwarts. Kepala Harry berdenyut dengan lebih menyakitkan.

    'Kembali?' bisik Bibi Petunia.

    Dia sedang memandang Harry seolah-olah dia belum pernah berjumpa dengannya sebelumnya. Dan tiba-tiba, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Harry benar-benar menyadari bahwa Bibi Petunia adalah kakak ibunya. Dia tidak dapat menjelaskan mengapa ini menghantamnya dengan begitu kuat pada saat ini. Yang dia tahu hanyalah bahwa dia bukan satu-satunya orang di ruangan itu yang punya firasat apa artinya dengan kembalinya Lord Voldermort. Bibi Petunia seumur hidup belum pernah memandangnya seperti itu sebelumnya. Matanya yang pucat dan besar (begitu lain dengan mata adiknya) tidak menyipit oleh ketidaksukaan atau amarah, mereka terbuka lebar dan tampak takut. Kepura-puraan hebat yang telah dipertahankan Bibi Petunia seumur hidup Harry -- bahwa sihir itu tidak ada dan tidak ada dunia lain selain dunia yang ditinggalinya bersama Paman Vernon -- kelihatannya telah hilang.

    'Ya,' Harry berkata,  berbicara langsung kepada Bibi Petunia sekarang. 'Dia kembali sebulan lalu. Aku melihatnya.'

    Tangannya menemukan bahu Dudley yang besar yang berbalut kulit dan mencengkeramnya.

    'Tunggu dulu,' kata Paman Vernon, melihat dari istrinya ke Harry dan balik lagi, tampak linglung dan dibingungkan oleh pengertian yang tak disangka yang kelihatannya telah timbul di antara mereka. 'Tunggu dulu. Lord Voldything ini sudah kembali, katamu.'

    'Ya.'

    'Yang membunuh orang tuamu itu.'

    'Ya.'

    'Dan sekarang dia mengirimkan Demember untuk mengejarmu?'

    'Kelihatannya begitu,' kata Harry.

    'Aku mengerti,' kata Paman Vernon, memandang dari istrinya yang berwajah pucat pasi ke Harry dan menarik celananya. Dia terlihat menggelembung, wajahnya yang ungu dan besar terentang di depan mata Harry. 'Well, beres sudah,' dis berkata, bagian depan kemejanya merenggang ketika dia menggembungkan tubuhnya, 'kau bisa pergi dari rumah ini, nak!'

    'Apa?' kata Harry.

    'Kau dengar aku -- KELUAR!' Paman Vernon berteriak, dan bahkan Bibi Petunia dan Dudley terlompat. 'KELUAR! KELUAR! Aku seharusnya sudah melakukan ini bertahun-tahun yang lalu! Burung-burung hantu memperlakukan tempat ini ssperti rumah singgah, puding-puding meledak, setengah ruang duduk hancur, ekor Dudley, Marge menggelembung di sekitar langit-langit dan Ford Anglia terbang itu -- KELUAR! KELUAR! Sudah cukup! Kau tinggal sejarah! Kau tidak akan tinggal di sini jika ada orang sinting yang mengejar-ngejarmu, kau tidak akan membahayakan istri dan anakku, kau tidak akan membawa masalah pada kami. Kalau kau akan mengambil jalan yang sama dengan orang tuamu yang tidak berguna, aku sudah muak! KELUAR!'

    Harry berdiri terpancang di tempat. Surat-surat dari Kementerian, Mr Weasley dan SIrius semuanya terlumat di tangan kirinya. Jangan tinggalkan rumah lagi, apapun yang kamu lakukan. JANGAN TINGGALKAN RUMAH BIBI DAN PAMANMU.

    'Kau dengar aku!' kata Paman Vernon, membungkuk ke depan sekarang, wajah ungunya yang besar begitu dekat dengan wajah Harry sehingga dia bahkan merasakan semburan ludah mengenai wajahnya. 'Ayo pergi! Kau sangat ingin pergi setengah jam yang lalu! Aku mendukungmu! Keluar dan jangan pernah lagi menginjak ambang pintu rumah kami! Kenapa kami merawatmu sejak awal, aku tidak tahu, Marge benar, seharusnya panti asuhan saja. Kami terlalu berhati lembut demi kebaikan kami sendiri, berpikir kami bisa menekannya keluar dari dirimu, berpikir kami bisa membuatmu normal, tapi kami sudah busuk dari awal dan aku sudah muak -- burung hantu!'

    Burung hantu kelima meluncur turun dari cerobong asap demikian cepatnya ia sampai menghantam lantai sebelum meluncur ke udara lagi dengan pekik keras. Harry mengangkat tangannya untuk meraih surat, yang berada dalam amplop merah, tetapi burung itu menukik langsung melewati kepalanya, terbang lurus ke arah Bibi Petunia, yang mengeluarkan jeritan dan menunduk, lengannya menutupi wajah. Burung hantu itu menjatuhkan amplop merah itu ke kepalanya, berbalik, dan terbang lurus naik ke cerobong.

    Harry berlari cepat ke depan untuk memungut surat itu, tetapi Bibi Petunia mengalahkannya.

    'Bibi bisa membukanya kalau Bibi mau,' kata Harry, 'tapi bagaimanapun aku akan mendengar apa isinya. Itu sebuah Howler.'

    'Lepaskan benda itu, Petunia!' raung Paman Vernon. 'Jangan menyentuhnya, mungkin berbahaya!'

    'Dialamatkan kepadaku,' kata Bibi Petunia dengan suara bergetar. 'Dialamatkan kepadaku, Vernon, lihat! Mrs Petunia Dursley, Dapur, Nomor Empat, Privet Drive --'

    Dia bernapas cepat, ketakutan. Amplop merah itu sudah mulai berasap.

    'Bukalah!' Harry mendorongnya. 'Hadapi saja! Lagipula pasti terjadi.'

    'Jangan.'

    Tangan Bibi Petunia gemetaran. Dia melihat dengan sembarangan ke sekitar dapur seakan-akan sedang mencari jalan keluar, tapi terlambat -- amplop itu menyala. Bibi Petunia menjerit dan menjatuhkannya.

    Sebuah suara yang mengerikan memenuhi dapur, menggema di ruang tertutup itu, berasal dari surat yang sedang terbakar di atas meja.

    'Ingat yang terakhir dariku, Petunia.'

    Bibi Petunia terlihat seolah-olah dia akan pingsan. Dia terhenyak ke kursi di sebelah Dudley , wajahnya ditutupi tangan. Sisa-sisa amplop terbakar jadi abu dalam keheningan.

    'Apa ini?' kata Paman Vernon dengan parau. 'Apa -- aku tidak -- Petunia?

    Bibi Petunia tidak berkata apa-apa. Dudley sedang menatap ibunya dengan tolol, mulutnya terbuka. Keheningan berpilin dengan mengerikan. Harry sedang mengamati bibinya, benar-benar bingung, kepalanya berdenyut-denyut seperti akan meledak.

    'Petunia, sayang?' kata Paman Vernon takut-takut. 'P-Petunia?'

    Bibinya mengangkat kepalanya. Dia masih gemetar. Dia menelan ludah.

    'Anak itu -- anak itu harus tinggal, Vernon,' dia berkata dengan lemah.

    'A-apa?'

    'Dia tinggal,' katanya. Dia tidak memandang Harry. Dia berdiri lagi.

    'Dia ... tapi Petunia ...'

    'Kalau kita mengusirnya, para tetangga akan menggosipkan,' katanya. Dia telah mendapatkan kembali gayanya yang biasa dingin dan tajam dengan cepat, walaupun dia masih sangat pucat. 'Mereka akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang janggal, mereka pasti ingin tahu ke mana dia pergi. Kita harus menahannya.'

    Paman Vernon sedang mengempiskan badan seperti sebuah ban lama.

    'Tapi Petunia, sayang --'

    Bibi Petunia tidak mengacuhkannya. Dia berpaling kepada Harry.

    'Kamu harus tinggal di kamarmu,' katanya. 'Kamu tidak boleh meninggalkan rumah. Sekarang pergi tidur.'

    Harry tidak bergerak.

    'Dari siapa Howler tadi berasal?'

    'Jangan tanya-tanya,' Bibi Petunia berkata tajam.

    'Apakah Bibi berhubungan dengan para penyihir?'

    'Kubilang pergi tidur!'

    'Apa artinya itu? Ingat apa yang terakhir?'

    'Pergi tidur!'

    'Kenapa --'

    'KAU DENGAR BIBIMU, SEKARANG NAIK KE TEMPAT TIDUR!'

 

 

-- BAB  TIGA --

Pengawal Perpindahan

 

Aku baru saja diserang Dementor dan aku mungkin dikeluarkan dari Hogwarts. Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi dan kapan aku akan pergi dari sini.

    Harry menyalin kata-kata ini ke atas tiga potong perkamen sesampainya dia pada meja tulisnya di kamar tidurnya yang gelap. Dia mengalamatkan yang pertama kepada Sirius, yang kedua kepada Ron dan yang ketiga kepada Hermione. Burung hantunya, Hedwig, sedang pergi berburu; sangkarnya tergeletak kosong di atas meja tulis. Harry berjalan bolak-balik di dalam ruangan itu, otaknya terlalu sibuk untuk tidur walaupun matanya menyengat dan gatal karena lelah. Punggungnya sakit akibat menyeret Dudley pulang, dan kedua benjolan di kepalanya yang terhantam jendela dan Dudley berdenyut-denyut dengan menyakitkan.

    Dia berjalan bolak-balik, termakan oleh rasa marah dan frustrasi, sambil menggertakan gigi-giginya dan mengepalkan tinjunya, mengalihkan pandangan-pandangan marah ke langit bertabur bintang yang kosong setiap kali dia melewati jendela. Dementor dikirim untuk menyerangnya, Mrs Figg dan Mundungus Fletcher mengikutinya secara rahasia, lalu penskorsan dari Hogwarts dan sebuah sidang dengar pendapat di Kementerian Sihir -- dan masih belum ada orang yang memberitahunya apa yang sedang terjadi

    Dan apa, apa, arti Howler tadi? Suara siapa yang telah menggema dengan begitu mengerikan, mengancam, ke seluruh dapur?

    Mengapa dia masih terperangkap di sini tanpa informasi? Mengapa semua orang memperlakukannya seperti anak nakal saja? Jangan menyihir lagi, tetaplah di dalam rumah ...

    Dia menendang koper sekolahnya ketika melewatinya, tetapi jauh dari meredakan amarahnya dia merasa lebih buruk, karena sekarang dia punya rasa sakit menusuk pada jari kakinya untuk diatasi sebagai tambahan kepada rasa sakit di sekujur tubuhnya yang tersisa.

    Persis ketika dia terpincang-pincang melewati jendela, Hedwig membumbung melaluinya dengan kepakan sayap lembut seperti hantu kecil.

    'Sudah waktunya!' Harry membentak, ketika dia mendarat dengan ringan ke puncak sangkarnya. 'Kamu bisa meletakkan itu, aku punya tugas bagimu!'

    Mata Hedwig yang besar, bundar, kekuningan menatapnya dengan mencela melewati kodok mati yang terjepit di paruhnya.

    'Kemarilah,' kata Harry, sambil memungut ketiga gulungan kecil perkamen dan sebuah tali kulit dan mengikatkan gulungan-gulungan itu ke kakinya yang bersisik. 'Bawa ini langsung ke Sirius, Ron dan Hermione dan jangan pulang ke sini tanpa jawaban yang panjang dan bagus. Terus patuk mereka sampai mereka sudah menuliskan jawaban-jawaban yang panjangnya layak kalau harus. Mengerti?'

    Hedwig mengeluarkan suara uhu teredam, paruhnya masih penuh kodok.

    'Kalau begitu, berangkatlah,' kata Harry.

    Dia langsung lepas landas.Saat dia pergi, Harry melemparkan dirinya ke tempat tidur tanpa berganti pakaian dan menatap langit-langit yang gelap. Sebagai tambahan kepada semua perasaan tidak keruan lainnya, dia sekarang merasa bersalah dia telah marah-marah kepada Hedwig; dia satu-satunya teman yang dimilikinya di nomor empat, Privet Drive. Tetapi dia akan berbaikan dengannya pada saat dia kembali dengan jawaban-jawaban dari Sirius, Ron dan Hermione.

    Mereka pasti menulis balik dengan cepat; mereka tidak akan mungkin mengabaikan serangan Dementor. Dia mungkin akan terbangun besok menemukan tiga surat tebal yang penuh dengan simpati dan rencana-rencana pemindahannya dengan segera ke The Burrow. Dan dengan ide menentramkan itu, tidur meliputinya, melumpuhkan pikiran lebih lanjut.

*

Tapi Hedwig tidak kembali keesokan harinya. Harry menghabiskan sepanjang hari di kamar tidurnya, hanya meninggalkannya untuk pergi ke kamar mandi. Tiga kali pada hari itu Bibi Petunia mendorong makanan ke dalam kamarnya melalui pintu kucing yang telah dipasang Paman Vernon tiga musim panas lalu. Setiap kali Harry mendengarnya mendekat dia mencoba menanyainya mengenai Howler itu, tetapi sekalian saja dia menginterogasi kenop pintu untuk mendapatkan semua jawaban yang diperolehnya. Di lain itu, keluarga Dursley menghindari kamar tidurnya. Harry tidak melihat keuntungan memaksakan kehadirannya ke tengah-tengah mereka; keributan lain tidak akan mencapai apapun kecuali mungkin membuatnya begitu marah sehingga dia akan melakukan lebih banyak sihir ilegal.

    Begitulah yang terjadi selama tiga hari penuh. Harry bergantian dipenuhi dengan energi tak kenal lelah yang membuatnya tidak dapat diam, selama waktu itu dia berjalan bolak-balik di kamarnya, merasa sangat marah kepada mereka semua karena meninggalkan dirinya untuk bersusah hati dalam kekacauan ini; dan dengan kelesuan yang sangat sempurna sehingga dia bisa berbaring di atas tempat tidurnya selama satu jam setiap kali, sambil menatap ruang kosong dengan bingung, sakit akibat rasa takut saat memikirkan tentang dengar pendapat Kementerian.

    Bagaimana kalau mereka membuat keputusan melawannya? Bagaimana kalau dia memang dikeluarkan dan tongkatnya dipatahkan menjadi dua? Apa yang akan dia lakukan, di mana dia akan pergi? Dia tidak bisa kembali tinggal penuh-waktu dengan keluarga Dursley, tidak sekarang setelah dia mengenal dunia yang lain. Mungkin dia bisa pindah ke rumah Sirius, seperti yang telah disarankan Sirius setahun yang lalu, sebelum dia terpaksa kabur dari Kementerian? Apakah Harry akan diizinkan tinggal di sana sendiri, mengingat dia masih di bawah umur? Atau apakah masalah ke mana dia akan pergi seterusnya ditentukan baginya? Apakah pelanggaran Undang-Undang Kerahasiaan Internasional olehnya cukup parah untuk mendaratkannya ke sebuah sel di Azkaban? Kapanpun pikiran ini muncul, Harry tanpa kecuali meluncur turun dari tempat tidurnya dan mulai berjalan bolah-balik lagi.

    Pada malam keempat setelah kepergian Hedwig Harry sedang berbaring dalam salah satu fase tidak acuhnya, sambil menatap langit-langit, pikirannya yang kelelahan agak kosong, ketika pamannya memasuki kamar tidurnya. Harry melihat pelan-pelan ke arahnya. Paman Vernon sedang mengenakan setelan terbaiknya dan sebuah ekspresi sangat puas diri.

    'Kami akan keluar,' katanya.

    'Maaf?'

    'Kami -- maksudnya, bibimu, Dudley dan aku -- akan keluar.'

    'Baik,' kata Harry tanpa minat, sambil menatap balik ke langit-langit.

    'Kau tidak boleh meninggalkan kamar tidurmu selagi kami pergi.'

    'OK.'

    'Kau tidak boleh menyentuh televisi, stereo, atau milik kami yang mana saja.'

    'Benar.'

    'Kau tidak boleh mencuri makanan dari kulkas.'

    'OK.'

    'Aku akan mengunci pintumu.'

    'Lakukanlah.'

    Paman Vernon melotot kepada Harry, jelas curiga akan kurangnya argumen ini, lalu mengentakkan kaki keluar ruangan dan menutup pintu di belakangnya. Harry mendengar kunci diputar dan langkah-langkah kaki Paman Vernon berjalan dengan berat menuruni tangga. Beberapa menit kemudian dia mendengar pintu-pintu mobil dibanting, deru mesin, dan tak salah lagi suara mobil bergerak keluar jalan mobil.

    Harry tidak punya perasaan khusus mengenai kepergian keluarga Dursley. Tidak membuat perbedaan baginya apakah mereka ada di rumah atau tidak. Dia bahkan tidak bisa mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan menyalakan lampu kamar tidurnya. Ruangan itu semakin gelap di sekitarnya sementara dia berbaring sambil mendengarkan suara-suara malam melalui jendela yang dibiarkannya terbuka sepanjang waktu, menunggu saat menyenangkan ketika Hedwig kembali.

    Rumah kosong itu berdenyit di sekitarnya. Pipa-pipa menggelegak. Harry berbaring di ssana dalam keadaan seperti pingsan, tidak memikirkan apapun, terbenam dalam kesengsaraan.

    Lalu, dengan cukup jelas, dia mendengar sebuah tabrakan di dapur di bawah.

    Dia terduduk tegak, mendengarkan lekat-lekat. Keluarga Dursley tidak mungkin sudah kembali, terlalu cepat, dan kalaupun begitu dia tidak mendengar mobil mereka.

    Ada keheningan selama beberapa detik, lalu suara-suara.

    Perampok, pikirnya, sambil meluncur turun dari tempat tidur ke atas kakinya -- tetapi sepersekian detik berikutnya terpikir olehnya bahwa perampok akan merendahkan suaranya, dan siapapun yang sedang bergerak di sekitar dapur jelas tidak repot-repot melakukan hal itu.

    Dia menyambar tongkatnya dari meja di samping tempat tidur dan berdiri menghadap pintu kamar tidurnya, sambil mendengarkan sekuat yang dia mampu. Saat berikutnya, dia terlompat ketika kunci mengeluarkan bunyi klik keras dan pintunya mengayun terbuka.

    Harry berdiri tidak bergerak, menatap melalui ambang pintu yang terbuka ke kegelapan di bordes atas, sambil menegangkan telinganya untuk mencari bunyi-bunyi lain, tetapi tidak ada yang datang. Dia bimbang sejenak, lalu bergerak dengan cepat dan diam-diam keluar dari kamarnya menuju kepala tangga.

    Jantungnya melonjak ke atas ke tenggorokannya. Ada orang-orang yang sedang berdiri di aula seperti bayangan di bawah, membentuk siluet terhadap lampu jalan yang terpancar melalui pintu kaca; delapan atau sembilan orang, semuanya, sejauh yang dapat dilihatnya, sedang melihat kepadanya.

    'Turunkan tongkatmu, nak, sebelum kamu menyodok mata seseorang,' kata sebuah suara rendah menggeram.

    Jantung Harry berdebar tanpa terkendali. Dia mengenal suara itu, tetapi dia tidak menurunkan tongkatnya.

    'Profesor Moody?' dia berkata dengan tidak yakin.

    'Aku tidak tahu banyak tentang "Profesor"' geram suara itu, 'belum pernah mengajar banyak, ya 'kan? Turun ke sini, kami ingin melihatmu dengan jelas.'

    Harry menurunkan tongkatnya sedikit tetapi tidak mengendurkan pegangannya, juga dia tidak bergerak. Dia punya alasan yang sangat bagus untuk merasa curiga. Dia baru-baru ini menghabiskan sembilan bulan bersama Moody hanya untuk mendapati bahwa itu sama sekali bukan Moody, tetapi seorang peniru; terlebih lagi, seorang peniru yang telah mencoba membunuh Harry sebelum kedoknya terbuka. Tetapi sebelum dia bisa memutuskan apa yang akan dilakukannya, sebuah suara kedua yang agak serak melayang naik.

    'Tidak apa-apa, Harry. Kami telah datang untuk membawamu pergi.'

    Jantung Harry melonjak. Dia juga mengenal suara itu, walaupun dia sudah tidak mendengarnya selama lebih dari setahun.

    'P-Profesor Lupin?' dia berkata dengan tidak percaya. 'Andakah itu?'

    'Mengapa kita semua berdiri dalam kegelapan?' kata suara ketiga, yang satu ini benar-benar tidak dikenal, suara seorang wanita. 'Lumos.'

    Ujung sebuah tongkat menyala, menerangi aula itu dengan cahaya sihir. Harry berkedip. Orang-orang di bawah berkerumun di sekitar kaki tangga, menatap kepadanya lekat-lekat, beberapa menjulurkan kepala-kepala mereka untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik.

    Remus Lupin berdiri paling dekat dengannya. Walaupun masih lumayan muda, Lupin terlihat lelah dan agak sakit; dia punya lebih banyak rambut kelabu daripada ketika Harry mengucapkan selamat berpisah kepadanya terakhir kali dan jubahnya lebih banyak tambalan dan lebih kusam daripada dulu. Walaupun begitu, dia tersenyum lebar kepada Harry, yang mencoba tersenyum balik walau sedang dalam keadaan terguncang.

    'Oooh, dia terlihat persis seperti yang kuduga,' kata penyihir wanita yang sedang memegang tongkatnya yang menyala tinggi-tinggi. Dia terlihat yang paling muda di sana; dia memiliki wajah pucat berbentuk hati, mata gelap bersinar, dan rambut jigrak pendek yang berwarna violet berat. 'Pakabar, Harry!'

    'Yeah, aku tahu maksudmu, Remus,' kata seorang penyihir hitam botak yang berdiri paling belakang -- dia memiliki suara dalam yang pelan dan mengenakan sebuah anting emas tunggal di telinganya -- 'dia tampak persis seperti James.'

    'Kecuali matanya,' kata seorang penyihir pria berambut perak dengan suara mencicit di belakang. 'Mata Lily.'

    Mad-Eye Moody, yang mempunyai rambut kelabu beruban yang panjang dan sepotong daging yang hilang dari hidungnya, sedang mengedipkan mata dengan curiga kepada Harry melalui matanya yang tidak sepadan. Salah satu matanya kecil, gelap dan seperti manik-manik, mata yang lain besar, bundar dan berwarna biru elektrik -- mata ajaib yang bisa menembus dinding, pintu dan bagian belakang kepala Moody sendiri.

    'Apakah kamu cukup yakin itu dia, Lupin?' dia menggeram. 'Pasti jadi pengintai yang bagus kalau kita membawa pulang Pelahap Maut yang menyamar sebagai dia. Kita harus menanyainya sesuatu yang hanya akan diketahui Potter asli. Kecuali ada yang bawa Veritaserum?'

    'Harry, bentuk apa yang diambil Patronusmu?' Lupin bertanya.

    'Seekor kijang jantan,' kata Harry dengan gugup.

    'Itu dia, Mad-Eye,' kata Lupin.

    Sangat sadar bahwa semua orang masih menatapnya, Harry menuruni tangga sambil menyimpan tongkatnya di kantong belakang celana jinsnya ketika dia tiba.

    'Jangan taruh tongkatmu di sana, nak!' raung Moody. 'Bagaimana kalau menyala? Penyihir yang lebih baik darimu sudah kehilangan pantat, kau tahu!'

    'Siapa yang kamu kenal yang sudah kehilangan pantat?' wanita berambut violet itu bertanya kepada Moody dengan tertarik.

    'Tidak usah tahu, kau cukup jauhkan tongkatmu dari kantong belakangmu!' geram Mad-Eye. 'Keamanan tongkat tingkat dasar, tidak ada lagi yang mau repot mematuhinya.' Dia tertatih menuju dapur. 'Dan aku melihat itu,' dia menambahkan dengan agak marah, ketika wanita itu menggulirkan matanya ke langit-langit.

    Lupin mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Harry.

    'Bagaimana kabarmu?' dia bertanya sambil melihat Harry dengan seksama.

    'B-baik ...'

    Harry hampir tidak dapat mempercayai bahwa ini nyata. Empat minggu tanpa apapun, tidak secuilpun petunjuk mengenai rencana memindahkan dia dari Privet Drive, dan tiba-tiba sekelompok besar penyihir  berdiri bukan khayalan di rumah itu seoleh-olah ini adalah pengaturan yang telah lama disepakati. Dia melirik sekilas kepada orang-orang yang mengelilingi Lupin; mereka masih menatapnya dengan tertarik. Dia merasa sangat sadar akan fakta bahwa dia belum menyisir rambut selama empat hari.

    'Aku -- kalian sangat beruntung keluarga Dursley sedang keluar ...' dia bergumam.

    'Beruntung, ha!' kata wanita berambut violet. 'Aku yang memikat mereka agar tidak jadi penghalang. Mengirim sepucuk surat dengan pos Muggle memberitahu mereka telah diikutkan dalam Kompetisi Halaman Suburban Yang Terawat Paling Rapi Seluruh Inggris. Mereka sedang menuju ke acara pemberian hadiah sekarang ... atau itu yang mereka pikir.'

    Harry mendapat bayangan sekilas dari wajah Paman Vernon ketika dia menyadari tidak ada Kompetisi Halaman Suburban Yang Terawat Paling Rapi Seluruh Inggris.

    'Kita akan berangkat, bukan?' dia bertanya. 'Segera?'

    'Hampir seketika,' kata Lupin, 'kita hanya menunggu tanda aman.'

    'Ke mana kita akan pergi? The Burrow?' Harry bertanya dengan penuh harapan.

    'Bukan The Burrow, bukan,' kata Lupin, sambil memberi isyarat kepada Harry menuju dapur; kelompok kecil penyihir itu mengikuti, semuanya masih memandang Harry dengan rasa ingin tahu. 'Terlalu beresiko. Kami sudah mendirikan Markas Besar di suatu tempat yang tidak terdeteksi. Sudah beberapa lama ...'

    Mad-Eye Moody sekarang sedang duduk di meja dapur sambil minum dari botolnya, mata sihirnya berputar ke segala arah, mengamati banyak peralatan penghemat tenaga keluarga Dursley.

    'Ini Alastor Moody, Harry,' Lupin melanjutkan, sambil menunjuk kepada Moody.

    'Yeah, aku tahu,' kata Harry tidak nyaman. Rasanya aneh diperkenalkan kepada seseorang yang dikiranya sudah dikenalnya selama setahun.

    'Dan ini Nymphadora --'

    'Jangan panggil aku Nymphadora, Remus,' kata penyihir wanita muda itu dengan rasa jijik, 'namaku Tonks.'

    'Nymphadora Tonks, yang lebih suka dikenal dengan nama keluarganya saja,' Lupin menyudahi.

    'Kau juga akan begitu kalau ibumu yang bodoh memberimu nama Nymphadora,' gumam Tonks.

    'Dan ini Kingsley Shacklebolt,' Dia menunjuk kepada penyihir pria tinggi hitam, yang membungkuk. 'Elphias Doge.' Penyihir pria bersuara mencicit mengangguk. 'Dedalus Diggle --'

    'Kita sudah pernah berjumpa,' ciut Diggle yang bersemangat, sambil menjatuhkan topinya yang berwarna violet.

    'Emmeline Vance.' Seorang peyihir wanita yang tampak agung dengan syal hijau jamrud mencondongkan kepalanya. 'Sturgis Podmore.' Seorang penyihir pria berahang persegi dengan rambut tebal berwarna jerami mengedipkan matanya. 'Dan Hestia Jones.' Seorang penyihir wanita berpipi merah dan berambut hitam melambai dari sebelah pemanggang roti.

    Harry mencondongkan kepalanya dengan canggung kepada setiap orang ketika mereka sedang diperkenalkan. Dia berharap mereka bisa melihat ke benda lain selain dirinya; rasanya seolah dia mendadak dibawa ke atas panggung. Dia juga bertanya-tanya mengapa mereka begitu banyak yang berada di sini.

    'Sejumlah orang dalam jumlah mengejutkan mengajukan diri untuk datang dan menjemputmu,' kata Lupin, seoleh-oleh dia telah membaca pikiran Harry; sudut mulutnya berkedut sedikit.

    'Yeah, well, semakin banyak semakin baik,' kata Moody dengan suram. 'Kami adalah pengawalmu, Potter.'

    'Kita hanya menunggu pertanda untuk memberitahu kita sudah aman untuk berangkat,' kata Lupin sambil melirik ke luar jendela dapur. 'Kita punya waktu sekitar lima belas menit.'

    'Sangat bersih, para Muggle ini, bukan begitu?' kata penyihir wanita yang dipanggil Tonks, yang sedang melihat-lihat sekeliling dapur dengan minat besar. 'Ayahku seorang yang terlahir dari Muggle dan dia sangat pemalas. Kukira mereka bermacam-macam juga seperti penyihir?'

    'Er -- yeah,' kata Harry. 'Lihat --' dia berpaling kembali kepada Lupin, 'apa yang sedang terjadi, aku belum mendengar apapun dari siapapun, apa yang Vol--?'

    Beberapa penyihir membuat bunyi mendesis aneh; Dedalus Diggle menjatuhkan topinya lagi dan Moody menggeram, 'Diam!'

    'Apa?' kata Harry.

    'Kita tidak akan membahas apapun di sini, terlalu beresiko,' kata Moody, sambil memalingkan mata normalnya kepada Harry. Mata sihirnya tetap berfokus ke langit-langit. 'Sialan,' dia menambahkan dengan marah, sambil meletakkan sebuah tangan ke tangan mata sihirnya, 'terus macet -- sejak dipakai bajingan itu.'

    Dan dengan suara mengisap mengerikan seperti alat penyedot yang ditarik dari bak cuci, dia menarik keluar matanya.

    'Mad-Eye, kamu tahu itu menjijikan, 'kan?' kata Tonks memulai percakapan.

    'Ambilkan aku segelas air, maukah kau, Harry,' pinta Moody.

    Harry menyeberang ke alat pencuci piring, mengeluarkan sebuah gelas bersih dan mengisinya dengan air di bak cuci, masih dipandangi dengan penuh minat oleh kelompok penyihir itu. Pandangan mereka yang tidak berhenti mulai membuatnya jengkel.

    'Sulang,' kata Moody, ketika Harry mengulurkan kepadanya gelas itu. Dia menjatuhkan bola mata sihir itu ke dalam air dan mendorongnya naik turun; mata ini berputar-putar, menatap mereka bergantian. 'Aku mau daya pandang tiga ratus enam puluh derajat pada perjalanan pulang.'

    'Bagaimana kita akan pergi -- kemanapun kita akan pergi?' Harry bertanya.

    'Dengan sapu,' kata Lupin. 'Satu-satunya cara. Kau terlalu muda untuk ber-Apparate, mereka akan mengawasi Jaringan Floo dan lebih dari nilai hidup kita untuk merangkai Portkey tidak sah.'

    'Remus bilang kau penerbang yang andal,' kata Kingsley Shaklebolt dengan suara dalamnya.

    'Dia sangat pandai,' kata Lupin, yang sedang memeriksa jam tangannya. 'Walau begitu, kamu sebaiknya pergi dan berkemas, Harry, kita ingin siap pergi ketika tandanya sampai.'

    'Aku akan ikut dan membantumu,' kata Tonks dengan riang.

    Dia mengikuti Harry kembali ke aula dan naik tangga, melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu dan minat yang besar.

    'Tempat aneh,' katanya. 'Agak terlalu bersih, kau tahu maksudku? Agak kurang alami. Oh, ini lebih baik,' dia menambahkan, ketika mereka memasuki kamar tidur Harry dan dia menyalakan lampunya.

    Kamarnya jelas jauh lebih berantakan daripada bagian rumah yang lain. Terkurung di dalamnya selama empat hari dengan perasaan murung, Harry tidak repot merapikan tempat itu. Kebanyakan buku yang dimilikinya terserak di lantai di tempat dia mencoba mengalihkan perhatian dengan cara membacanya bergantian dan melemparnya ke samping; sangkar Hedwig perlu dibersihkan dan mulai berbau; dan kopernya tergeletak terbuka, menyingkapkan gabungan baju Muggle dan jubah penyihir yang campur aduk yang telah berjatuhan ke lantai di sekitarnya.

    Harry mulai memunguti buku-buku dan melemparkannya dengan terburu-buru ke dalam kopernya. Tonks berhenti sejenak di depan lemari pakaiannya yang terbuka untuk melihat pantulannya pada kaca di bagian dalam pintu secara kritis.

    'Kau tahu, aku tidak merasa violet warna yang cocok denganku,' dia berkata sambil termenung, sambil menarik-narik seikat rambut jigraknya. 'Apa menurutmu ini membuatku terlihat agak bertanduk?'

    'Er --' kata Harry, sambil menatapnya dari balik Tim-Tim Quidditch Britania dan Irlandia.

    'Yeah,  benar,' kata Tonks memutuskan. Dia menegangkan matanya dengan ekspresi dipaksakan seakan-akan dia sedang berjuang mengingat sesuatu. Sedetik kemudian, rambutnya berubah menjadi merah muda permen karet.

    'Bagaimana caramu melakukan itu?' kata Harry, sambil menganga kepadanya ketika dia membuka mata lagi.

    'Aku seorang Metamorphmagus,' katanya sambil melihat balik ke bayangannya dan memalingkan kepalanya sehingga dia bisa melihat rambutnya dari segala arah. Maksudnya aku bisa mengubah penampilanku sekehendak hati,' dia menambahkan, ketika melihat ekspresi kebingungan Harry pada cermin di belakangnya. 'Aku terlahir begitu. Aku mendapat nilai tertinggi dalam Persembunyian dan Penyamaran selama pelatihan Auror tanpa belajar sama sekali, hebat sekali.'

    'Kau seorang Auror?' kata Harry, terkesan. Menjadi penangkap Penyihir Gelap adalah satu-satunya karir yang pernah dipertimbangkannya setelah Hogwarts.

    'Yeah,' kata Tonks, terlihat bangga. 'Kingsley juga, walau dia sedikit lebih tinggi dariku. Aku baru memenuhi syarat setahun yang lalu. Hampir gagal di Masuk Diam-Diam dan Mencari Jejak. Aku sangat kagok, apakah kau mendengarku memecahkan piring itu ketika kami tiba di bawah?'

    'Dapatkah kau belajar jadi seorang Metamorphmagus?' Harry bertanya kepadanya, sambil meluruskan diri, sepenuhnya lupa berkemas.

    Tonks tertawa kecil.

    'Aku bertaruh kamu pasti tidak keberatan menyembunyikan bekas luka itu kadang-kadang, eh?'

    Matanya menemukan bekas luka berbentuk kilat di dahi Harry.

    'Tidak, aku takkan keberatan,' Harry bergumam, sambil memalingkan muka. Dia tidak suka orang-orang menatap bekas lukanya.

    'Well, kutakut kamu harus belajar cara yang susah,' kata Tonks. 'Para Metamorphmagus sangat langka, mereka terlahir begitu, bukan dibuat. Kebanyakan penyihir menggunakan tongkat, atau ramuan, untuk mengubah penampilan mereka. Tetapi kita harus bergegas, Harry, kita seharusnya berkemas,' dia menambahkan dengan rasa bersalah, sambil melihat berkeliling pada semua kekacauan di lantai.

    'Oh -- yeah,' kata Harry sambil mengambil beberapa buku lagi.

    'Jangan bodoh, jauh lebih cepat kalau aku yang -- berkemas!' teriak Tonks, sambil melambaikan tongkatnya dengan gerakan menyapu yang panjang ke lantai.

    Buku-buku, pakaian, teleskop dan timbangan semuanya membumbung ke udara dan terbang kacau balau ke dalam koper.

    'Tidak terlalu rapi,' kata Tonks sambil berjalan ke koper dan melihat ke tumpukan di dalamnya. 'Ibuku punya ketangkasan untuk membuat benda-benda masuk dengan rapi -- dia bahkan membuat kaus kaki terlipat sendiri -- tapi aku belum menguasai bagaimana dia melakukannya -- mirip jentikan seperti ini --' Dia menjentikkan tongkatnya dengan penuh harapan.

    Salah satu kaus kaki Harry bergeliut dengan lemah dan tergeletak kembali ke puncak tumpukan kacau di dalam koper.

    'Ah, well,' kata Tonks, sambil membanting tutup koper hingga tertutup, 'setidaknya semua sudah masuk. Itu juga perlu sedikit pembersihan.' Dia menunjukkan tongkatnya ke sangkar Hedwig. 'Scurgify.' Beberapa bulu dan kotoran menghilang. 'Well, itu agak lebih baik -- aku tidak pernah benar-benar bisa semua mantera jenis pekerjaan rumah ini. Benar -- sudah semuanya? Kuali? Sapu? Wow! -- Sebuah Firebolt?'

    Matanya melebar ketika memandang sapu terbang di tangan kanan Harry. Itu adalah kebanggaan dan kesayangannya, sebuah kado dari Sirius, sebuah sapu terbang berstandar internasional.

    'Dan aku masih naik Komet Dua Enam Puluh,' kata Tonks dengan iri. 'Ah well ... tongkatmu masih di celana jinsmu? Kedua pantat masih ada? OK, ayo pergi. Locomotor koper.'

    Koper Harry naik beberapa inci ke udara. Sambil memegang tongkatnya seperti tongkat dirigen, Tonks membuat koper itu melayang menyeberangi ruangan dan keluar dari pintu di hadapan mereka, dengan sangkar Hedwig di tangan kirinya. Harry mengikutinya menuruni tangga sambil membawa sapu terbangnya.

    Kembali ke dapur Moody telah memakai kembali matanya, yang sedang berputar dengan amat cepat setelah pembersihannya sehingga membuat Harry merasa mual melihatnya. Kingsley Shacklebolt dan Sturgis Podmore sedang memeriksa microwave dan Hestia Jones sedang menertawakan pengiris kulit kentang yang dijumpainya ketika menggeledah laci-laci. Lupin sedang menyegel amplop yang dialamatkan kepada keluarga Dursley.

    'Bagus sekali,' kata Lupin, sambil melihat ke atas ketika Tonks dan Harry masuk. 'Kita punya sekitar satu menit, kukira. Kita mungkin harus keluar ke kebun sehingga kita akan siap. Harry, aku telah meninggalkan sepucuk surat yang memberitahu bibi dan pamanmu agar tidak khawatir --'

    'Mereka tidak akan,' kata Harry.

    '-- bahwa kamu aman --'

    'Itu hanya akan membuat mereka tertekan.'

    '-- dan kamu akan bertemu mereka lagi musim panas mendatang.'

    'Apakah aku harus?'

    Lupin tersenyum tetapi tidak menjawab.

    'Kemarilah, nak,' kata Moody dengan keras sambil memberi isyarat kepada Harry dengan tongkatnya. 'Aku perlu memberimu Penghilang-Ilusi.'

    'Anda perlu apa?' kata Harry dengan gugup.

    'Mantera Penghilang Ilusi,' kata Moody sambil mengangkat tongkatnya. 'Lupin bilang kamu punya Jubah Gaib, tapi itu tidak akan bertahan sewaktu kita terbang; ini akan menyamarkanmu lebih baik. Ini dia --'

    Dia mengetuk-ngetuknya dengan keras di bagian puncak kepala dan Harry merasakan sebuah sensasi aneh seakan-akan Moody baru saja membanting sebuah telur di sana; tetesan-tetesan dingin terasa mengalir menuruni tubuhnya dari titik yang tersentuh tongkat.

    'Bagus, Mad-Eye,' kata Tonks penuh penghargaan, sambil menatap pada bagian tengah tubuh Harry.

    Harry melihat ke bawah ke tubuhnya, atau lebih tepatnya, apa yang dulu tubuhnya, karena sama sekali tidak terlihat mirip tubuhnya lagi. Tubuh itu tidak kasat mata; hanya mengambil warna dan tekstur yang persis dengan unit dapur di belakangnya. Dia tampaknya sudah menjadi bunglon manusia.

    'Ayolah,' kata Moody sambil membuka kunci pintu belakang dengan tongkatnya.

    Mereka semua melangkah keluar ke halaman Paman Vernon yang terawat indah.

    'Malam yang cerah,' gerutu Moody, mata sihirnya memindai langit. 'Lebih baik kalau ada sedikit awan. Benar, kau,' dia menghardik pada Harry, 'kita akan terbang dengan formasi berdekatan. Tonks akan berada tepat di depanmu, terus ikuti dari dekat. Lupin akan melindungimu dari bawah. Aku akan berada di belakangmu. Yang lain akan mengelilingi kita. Kita tidak berpisah dari barisan demi apapun, mengerti? Kalau salah satu dari kami terbunuh --'

    'Apakah itu mungkin?' kata Harry khawatir, tetapi Moody mengabaikan dia.

    '-- yang lain akan tetap terbang, jangan berhenti, jangan berpisah dari barisan. Kalau mereka menghabisi kami semua dan kau selamat, Harry, pengawal garis belakang telah bersiap sedia untuk mengambil alih; terus terbang ke timur dan mereka akan bergabung denganmu.'

    'Berhenti bersikap begitu ceria, Mad-Eye, dia akan mengira kita tidak menganggap ini serius,' kata Tonks selagi dia mengikatkan koper Harry dan sangkar Hedwig ke pelana yang bergantung dari sapunya.

    'Aku hanya memberitahu anak itu rencananya,' geram Moody. 'Tugas kita adalah mengantarkan dia dengan selamat ke Markas Besar dan kalau kita mati dalam usaha --'

    'Tidak ada yang akan mati,' kata Kingsley Shacklebolt dengan suaranya yang dalam dan menenangkan.

    'Naiki sapumu, itu tanda pertama!' kata Lupin dengan tajam, sambil menunjuk ke langit.

    Jauh, jauh di atas mereka, hujan bunga api merah terang telah menyala di antara bintang-bintang. Harry mengenalinya seketika sebagai bunga api tongkat. Dia mengayunkan kaki kanannya melewati Fireboltnya, menggenggam pegangannya erat-erat dan merasakannya bergetar sedikit, seakan-akan sama inginnya dengan dirinya untuk naik ke udara sekali lagi.

    'Tanda kedua, ayo pergi!' kata Lupin dengan keras ketika lebih banyak lagi bunga api, kali ini hijau, meledak jauh di atas mereka.

    Harry menjejak keras ke tanah. Udara malam yang sejuk menderu melalui rambutnya ketika petak-petak kebun rapi di Privet Drive tertinggal jauh, mengerut dengan cepat menjadi potongan-potongan hijau tua dan hitam, dan semua pikiran tentang dengar pendapat Kementerian tersapu daari pikirannya seolah-olah deru udara itu telah meniupnya keluar dari kepalanya. Dia merasa seakan-akan jantungnya akan meledak karena senang; dia terbang lagi, terbang menjauh dari Privet Drive seperti yang telah diimpikannya sepanjang musim panas, dia akan pulang ... selama beberapa saat yang menyenangkan, semua masalahnya sepertinya menyusut menjadi hilang, tidak penting lagi di dalam langit luas yang berbintang.

    'Kiri jauh, kiri jauh, ada Muggle yang melihat ke atas!' teriak Moody dari belakangnya. Tonks membelok dan Harry mengikutinya dambil memperhatikan kopernya berayun dengan liar di bawah sapunya. 'Kita perlu ketinggian lebih ... beri lagi seperempat mil!'

    Mata Harry berair karena kedinginan ketika mereka membumbung ke atas; dia tidak bisa melihat apapun di bawah sekarang  kecuali titik-titik kecil cahaya yang mungkin berasal dari mobil Paman Vernon ... keluarga Dursley pastsi sedang menuju kembali ke rumah mereka yang kosong sekarang, penuh amarah mengenai Kompetisi Halaman yang tak pernah ada ... dan Harry tertawa keras-keras ketika memikirkannya, walaupun suaranya ditenggelamkan oleh kibasan jubah-jubah yang lainnya, keriut pelana yang menggantung kopernya dan sangkar itu, dan suara deru angin di telinga mereka selagi mereka menambah kecepatan di udara. Dia belum merasa sehidup ini dalam sebulan, atau sesenang ini.

    'Belok ke selatan!' teriak Mad-Eye. 'Ada kota di depan!'

    Mereka membumbung ke kanan untuk menghindari lewat langsung di atas jaring cahaya yang berkilauan di bawah.

    'Belok ke tenggara dan terus mendaki, ada awan rendah di depan yang bisa menutupi kita!' seru Moody.

    'Kita tidak akan lewat di dalam awan!' teriak Tonks dengan marah, 'kita akan basah kuyup, Mad-Eye!'

    Harry lega mendengarnya berkata demikian; tangannya sudah mulai mati rasa pada pegangan Firebolt. Dia berharap dia telah berpikir untuk memakai mantel; dia sudah mulai gemetar.

    Mereka mengganti arah mereka beberapa waktu sekali menuruti perintah-perintah Mad-Eye. Mata Harry tegang melawan serbuan angin yang sedingin es yang mulai membuat telinganya sakit. Dia hanya bisa mengingat sekali saja kedinginan seperti ini di atas sapu, selama pertandingan Quidditch melawan Hufflepuff pada tahun ketiganya, yang terjadi pada saat badai. Para pengawal di sekitarnya sedang berkeliling terus-menerus seperti burung-burung pemangsa raksasa. Harry lupa waktu. Dia ingin tahu sudah berapa lama mereka terbang, terasa setidaknya sudah satu jam.

    'Membelok ke barat daya!' teriak Moody 'Kita mau menghindari jalur kereta bermotor!"

    Harry sekarang sangat kedinginan sehingga dia memikirkan dengan penuh pengharapan bagian dalam yang nyaman dan kering dari mobil-mobil yang mengalir di bawah, lalu, bahkan lebih mengharapkan, bepergian dengan bubuk Floo; mungkin rasanya tidak nyaman berputar-putar di dalam perapian tetapi setidaknya di dalam nyala api terasa hangat ... Kingsley Shacklebolt melewatinya, kepalanya yang botak dan antingnya berkilau sedikit dalam cahaya bulan ... sekarang Emmeline Vance berada di sisi kanannya, dengan tongkat di luar, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan ... lalu dia juga melewatinya, untuk digantikan oleh Sturgis Podmore ...

    'Kita harus berbalik sedikit, hanya untuk memastikan kita tidak diikuti!' Moody berteriak.

    'APAKAH KAMU SINTING, MAD-EYE?' Tonks berteriak dari depan. 'Kita semua membeku pada sapu kita! Kalau kita terus melenceng dari jalur kita tidak akan tiba di sana sampai minggu depan! Selain itu, kita sudah hampir sampai!'

    'Waktunya mulai menurun!' datang suara Lupin. 'Ikuti Tonks, Harry!'

    Harry mengikuti Tonks menukik. Mereka sedang menuju kumpulan lampu terbesar yang pernah dilihatnya, kumpulan yang besar dan malang melintang, berkilauan membentuk garis dan kisi, saling berselang-seling dengan potongan-potongan hitam paling kelam. Mereka terbang semakin rendah, sampai Harry dapat melihat satu-satu lampu besar dan lampu jalan, cerobong asap dan antena televisi. Dia sangat ingin mencapai tanah, walaupun dia merasa yakin seseorang akan harus melelehkannya dari sapunya.

    'Ayo kita mulai!' seru Tonks, dan beberapa detik kemudian dia telah mendarat.

    Harry mendarat tepat di belakangnya dan turun ke sepotong rumput tak terawat di tengah sebuah alun-alun kecil. Tonks sudah melepaskan koper Harry. Sambil gemetar, Harry melihat berkeliling. Bagian depan yang suram dari rumah-rumah yang ada di sekitar tidak menunjukkan penyambutan; beberapa di antaranya memiliki jendela yang pecah, berkilau suram dalam cahaya lampu jalan, cat mulai mengelupas dari banyak pintu dan tumpukan sampah tergeletak di luar beberapa tangga depan.

    'Di mana kita?' Harry bertanya, tetapi Lupin berkata dengan pelan, 'Sebentar.'

    Moody sedang menggeledah mantelnya, tangannya yang berbonggol-bonggol kagok karena kedinginan.

    'Dapat,' gumamnya, sambil mengangkat apa yang tampak seperti sebuah pemantik rokok perak ke udara dan menjentikkannya.

    Lampu jalan terdekat padam dengan bunyi pop. Dia menjentikkan pemadam itu lagi; lampu berikutnya padam; dia terus menjentik sampai semua lampu di alun-alun itu padam dan cahaya yang tersisa hanya berasal dari jendela-jendela bergorden dan bulan sabit di atas.

    'Pinjam dari Dumbledore,' geram Moody sambil mengantongi Pemadam-Lampu. 'Itu akan mengatasi Muggle-Muggle manapun yang melongok keluar dari jendela, ngerti kan? Sekarang ayo, cepat.'

    Dia memegang lengan Harry dan menuntunnya dari potongan rumput tadi, menyeberangi jalan dan naik ke trotoar; Lupin dan Tonks mengikuti sambil membawa koper Harry bersama-sama, para pengawal yang lain mengapit mereka, semuanya dengan tongkat di luar.

   Suara hentakan teredam dari sebuah stereo datang dari sebuah jendela atas rumah terdekat. Bau tajam dari sampah yang membusuk datang dari tumpukan kantong sampah yang menggembung persis di dalam pagar yang terbuka.

    'Di sini,' Moody menggumam, sambil menyodorkan sepotong perkamen ke tangan Harry yang terkena Penghilang-Ilusi dan memegang tongkatnya yang menyala dekat ke perkamen itu, untuk menerangi tulisannya. 'Bacalah cepat-cepat dan hafalkan.'

    Harry melihat ke potongan kertas itu. Tulisan tangan rapat-rapat itu samar-samar tampak dikenalnya.  Isinya:

    Markas Besar Order of the Phoenix bisa dijumpai di nomor dua belas, Grimmauld Place, London.

 

 

-- BAB  EMPAT --

Grimmauld Place, Nomor Dua Belas

 

'Apa itu Order --?' Harry mulai.

    'Tidak di sini, nak!' gertak Moody. 'Tunggu sampai kita di dalam!'

    Dia menarik potongan perkamen itu dari tangan Harry dan membakarnya dengan ujung tongkatnya. Ketika pesan itu menggulung dalam nyala api dan melayang ke tanah, Harry melihat ke sekitar ke rumah-rumah itu lagi. Mereka sedang berdiri di luar nomor sebelas; dia memandang ke sebelah kiri dan melihat nomor sepuluh; akan tetapi, ke sebelah kanan adalah nomor tiga belas.

    'Tapi di mana --?'

    'Pikirkan apa yang baru saja kau hapalkan,' kata Lupin pelan.

    Harry berpikir, dan begitu dia mencapai bagian mengenai nomor dua belas, Grimmauld Place, sebuah pintu penuh luka muncul entah dari mana di antara nomor sebelas dan tiga belas, diikuti dengan cepat oleh dinding-dinding kotor dan jendela-jendela suram. Seakan-akan sebuah rumah tambahan telah menggembung, mendorong rumah-rumah di kedua sisinya menjauh. Harry terpana melihatnya. Stereo di nomor sebelas terus bergedebuk. Tampaknya para Muggle di dalamnya tidak merasakan apapun.

    'Ayo, bergegaslah,' geram Moody, sambil menusuk Harry di punggung.

    Harry berjalan menaiki tangga-tangga batu yang sudah lama, sambil menatap pintu yang baru muncul. Cat hitamnya kusam dan penuh goresan. Pengetuk pintu perak berbentuk ular yang membelit. Tidak ada lubang kunci maupun kotak surat.

    Lupin menarik keluar tongkatnya dan mengetuk pintu sekali. Harry mendengar banyak suara klik logam yang keras dan apa yang terdengar seperti gemerincing rantai. Pintu berkeriut terbuka.

    'Cepat masuk, Harry,' Lupin berbisik, 'tetapi jangan masuk jauh-jauh ke dalam dan jangan menyentuh apapun.'

    Harry melangkahi ambang pintu ke dalam aula yang hampir gelap total. Dia bisa mencium kelembaban, debu dan bau pembusukan yang agak manis; tempat itu punya rasa seperti sebuah bangunan yang ditinggalkan. Dia memandang melalui bahunya dan melihat yang lain masuk setelahnya, Lupin dan Tonks sambil membawa kopernya dan sangkar Hedwig. Moody sedang berdiri di anak tangga puncak sambil melepaskan bola-bola cahaya yang telah dicuri Pemadam-Lampu dari lampu-lampu jalan; mereka terbang kembali ke bola lampu mereka dan alun-alun itu berkilau sejenak dengan cahaya jingga sebelum Moody melompat ke dalam dan menutup pintu depan, sehingga kegelapan di aula itu menjadi lengkap.

    'Di sini --'

    Dia mengetuk Harry dengan keras di kepala dengan tongkatnya. Harry merasa seakan-akan sesuatu yang panas menetes menuruni punggungnya kali ini dan tahu bahwa Mantera Penghilang-Ilusi itu pastilah telah terangkat.

    'Sekarang jangan bergerak, semuanya, sementara aku memberi kita sedikit cahaya di sini,' Moody berbisik.

    Suara-suara teredam yang lainnya memberi Harry perasaan aneh seperti pertanda; seakan-akan mereka baru saja memasuki rumah seseorang yang sedang sekarat. Dia mendengar bunyi desis pelan dan lalu lampu minyak model kuno berbunyi dan hidup di sepanjang dinding, sambil memberi nyala redup yang berkelap-kelip pada kertas dinding yang mulai mengelupas dan karpet yang mulai menipis di gang panjang yang suram, di mana sebuah kandil penuh sarang laba-laba berkilauan di atas kepala dan potret-potret yagn menghitam karena usia tergantung miring di dinding. Harry mendengar sesuatu berlari tergesa-gesa di belakang papan pelapis dinding. Baik kandil maupun tempat lilin di atas meja reyot di dekatnya berbentuk seperti ular.

    Ada langkah-langkah kaki bergegas dan ibu Ron, Mrs Weasley, muncul dari sebuah pintu di sisi jauh aula itu. Dia tersenyum menyambut ketika bergegas menuju mereka, walaupun Harry memperhatikan bahwa dia agak kurusan dan lebih pucat daripada terakhir kali mereka berjumpa.

    'Oh, Harry, senang berjumpa denganmu!' dia berbisik, sambil menariknya ke dalam pelukan erat sebelum memegangnya sejauh satu lengan dan memeriksanya dengan kritis. 'Kau tampak pucat; kau perlu diberi makan banyak-banyak, tapi kutakut kau harus menunggu sebentar untuk makan malam.'

    Dia berpaling kepada kelompok penyihir di belakangnya dan berbisik mendesak, 'Dia baru saja tiba, rapat sudah mulai.'

    Para penyihir di belakang Harry semua membuat suara tertarik dan bersemangat dan mulai melewatinya menuju pintu tempat Mrs Weasley datang tadi. Harry akan mengikuti Lupin, tetapi Mrs Weasley menahannya.

    'Tidak, Harry, rapatnya hanya untuk anggota Order. Ron dan Hermione ada di atas, kau bisa menunggu bersama mereka sampai rapat usai, lalu kita akan makan malam. Dan rendahkan suaramu di aula,' dia menambahkan dalam bisikan mendesak.

    'Kenapa?'

    'Aku tidak ingin ada yang terbangun.'

    'Apa yang Anda --?'

    'Akan kujelaskan nanti, aku harus bergegas, aku seharusnya ada di rapat -- akan kuperlihatkan di mana kau akan tidur.'

    Sambil menekankan jarinya ke bibir, dia menuntunnya berjingkat melewati sepasang gorden yang panjang dan termakan ngengat, di belakangnya Harry yakin pastilah ada pintu lain, dan setelah melewati sebuah tempat payung yang tampak seolah-olah terbuat dari kaki troll yang dipotong mereka menaiki tangga gelap, melewati sebaris kepala mengerut yang dipajang pada piagam di dinding. Pemeriksaan lebih dekat menunjukkan kepada Harry bahwa kepala-kepala itu milik peri-peri rumah. Semuanya memiliki hidung yang agak mirip moncong.

    Kebingungan Harry semakin dalam dengan setiap langkah yang diambilnya. Apa yang sedang mereka lakukan di dalam sebuah rumah yang terlihat seakan-akan dimiliki oleh penyihir Tergelap?

    'Mrs Weasley, mengapa --?'

    'Ron dan Hermione akan menjelaskan semuanya, sayang, aku benar-benar harus pergi,' Mrs Weasley berbisik dengan kacau. 'Di sana --' mereka telah mencapai lantai kedua, '-- kau ke pintu di sebelah kanan. Akan kupanggil kalian ketika sudah usai.'

    Dan dia bergegas turun ke bawah lagi.

    Harry menyeberangi lantai yang kumal itu, memutar kenop pintu kamar tidur, yang berbentuk kepala ular, dan membuka pintu.

    Dia menangkap sekilas langit-langit tinggi yang suram, kamar bertempat tidur ganda; lalu ada bunyi cicit keras, yang diikuti dengan jeritan yang bahkan lebih keras, dan pandangannya terhalang oleh sejumlah besar rambut yang sangat tebal. Hermione telah melemparkan diri kepadanya ke dalam pelukan yang hampir menjatuhkannya, sementara burung hantu mungil Ron, Pigwidgeon, meluncur dengan bersemangat mengitari kepala mereka.

    'HARRY! Ron, dia di sini, Harry ada di sini! Kami tidak mendengarmu tiba! Oh, bagaimana kabarmu? Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau marah kepada kami? Kuyakin benar, aku tahu surat-surat kami tidak berguna -- tapi kami tidak bisa memberitahumu apa-apa, Dumbledore menyuruh kami bersumpah kami tidak akan, oh, kami punya begitu banyak hal untuk diceritakan kepadamu, dan kau punya hal-hal untuk diceritakan kepada kami -- para Dementor! Sewaktu kami dengar -- dan dengar pendapat Kementerian itu -- benar-benar keterlaluan, aku sudah memeriksanya, mereka tidak bisa mengeluarkanmu, mereka tidak bisa saja, ada ketentuan dalam Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di Bawah Umur untuk penggunaan sihir dalam situasi yang mengancam nyawa --'

    'Biarkan dia bernapas, Hermione,' kata Ron sambil menyeringai ketika dia menutup pintu di belakang Harry. Dia tampak telah tumbuh beberapa inci lagi selama satu bulan mereka berpisah, membuatnya lebih tinggi dan tampak lebih menakutkan dari dulu, walaupun hidung panjang, rambut merah terang dan bintik-bintiknya masih sama.

    Masih tersenyum, Hermione melepaskan Harry, tetapi sebelum dia bisa berkata lagi ada suara kibasan lembut dan sesuatu yang putih membumbung dari puncak lemari gelap dan mendarat dengan lemah lembut di bahu Harry.

    'Hedwig!'

    Burung hantu seputih salju itu mengatupkan paruhnya dan menggigit telinganya dengan penuh sayang ketika Harry membelai bulunya.

    'Dia dalam keadaan aneh,' kata Ron. 'Mematuk kami hingga setengah mati ketika dia membawakan suratmu yang terakhir, lihat ini --'

    Dia memperlihatkan kepada Harry jari telunjuk tangan kanannya, yang memiliki luka potong hampir sembuh tetapi jelas dalam.

    'Oh, yeah,' Harry berkata. 'Maaf tentang itu, tapi aku mau jawaban, kalian tahu --'

    'Kami ingin memberimu jawaban, sobat,' kata Ron. 'Hermione mulai melunak, dia terus berkata kamu akan melakukansesuatu yang bodoh kalau kamu terperangkap sendirian tanpa berita, tapi Dumbledore menyuruh kami --'

    '-- bersumpah tidak akan memberitahu aku,' kata Harry. 'Yeah, Hermione sudah bilang.'

    Pijar hangat yang telah menyala di dalam dirinya ketika melihat dua orang sahabat terbaiknya padam ketika sesuatu sedingin es membanjiri dasar perutnya. Mendadak -- setelah sangat ingin bertemu mereka selama satu bulan penuh -- dia merasa dia lebih suka Ron dan Hermione meninggalkannya sendirian.

    Ada keheningan tegang selama Harry membelai Hedwig secara otomatis, tanpa melihat kepada yang lain.

    'Dia tampaknya berpikir itu yang terbaik,' kata Hermione agak terengah-engah. 'Dumbledore, maksudku.'

    'Benar,' kata Harry. Dia memperhatikan bahwa tangannya juga memiliki tanda dari paruh Hedwig dan merasa bahwa dia sama sekali tidak menyesal.

    'Kukira dia berpikir kau paling aman bersama para Muggle --' Ron memulai.

    'Yeah?' kata Harry sambil menaikkan alisnya. 'Apakah salah satu dari kalian telah diserang Dementor musim panas ini?'

    'Well -- tidak -- tapi itulah mengapa dia menyuruh orang-orang dari Order of Phoenix untuk mengikutimu sepanjang waktu --'

    Harry merasakan hentakan dalam isi perutnya seakan-akan dia telah kelupaan satu anak tangga sewaktu menuruni tangga. Jadi semua orang tahu dia sedang diikuti, kecuali dirinya.

    'Tak berjalan sebaik itu, bukan?' kata Harry, berusaha sekeras mungkin untuk menjaga suaranya tetap tenang. 'Harus menjaga diriku sendiri, bukan?'

    'Dia sangat marah,' kata Hermione, dalam suara yang hampir terpesona, 'Dumbledore. Kami melihatnya. Ketika dia mengetahui Mundungus pergi sebelum waktu jaganya berakhir. Dia menakutkan.'

    'Well, aku senang dia pergi,' Harry berkata dengan dingin. 'Kalau tidak, aku tidak akan menyihir dan Dumbledore mungkin meninggalkanku di Privet Drive sepanjang musim panas.'

    'Tidakkah kau ... tidakkah kau cemas akan dengar pendapat Kementerian?' kata Hermione dengan pelan.

    'Tidak,' Harry berbohong dengan menantang. Dia berjalan menjauh dari mereka, sambil melihat sekeliling, dengan Hedwig yang puas di bahunya, tapi kamar ini tidak tampak menaikkan semangatnya. Kamar itu lembab dan gelap. Bidang kanvas yang kosong adalah satu-satunya yang menghilangkan kekosongan dinding yang mulai mengelupas, dan ketika Harry melewatinya dia mengira dia mendengar seseorang, yang sedang bersembunyi di luar pandangan, terkikik.

    'Jadi, mengapa Dumbledore sangat ingin membiarkanku dalam kegelapan?' Harry bertanya, masih mencoba keras untuk menjaga suaranya tetap biasa. 'Apakah kalian -- er -- repot-repot bertanya kepadanya?'

    Dia melirik sekilas tepat waktu untuk melihat mereka saling memandang dengan tatapan yang memberitahu dia bahwa dia bertingkah laku persis seperti yang mereka takutkan. Itu tidak memiliki andil apapun dalam perbaikan perasaan marahnya.

    'Kami memberitahu Dumbledore bahwa kami ingin memberitahumu apa yang sedang terjadi,' kata Ron. 'Benar, sobat. Tapi dia sangat sibuk sekarang, kami baru berjumpa dengannya dua kali sejak kami datang ke sini dan dia tidak punya banyak waktu, dia hanya menyuruh kami bersumpah tidak akan memberitahumu hal-hal yang penting ketika kami menulis surat, katanya burung hantu bisa dicegat.'

    'Dia masih bisa memberiku informasi kalau dia mau,' Harry berkata pendek. 'Kalian tidak akan memberitahuku bahwa dia tidak tahu cara-cara berkirim pesan tanpa burung hantu.'

    Hermione melirik kepada Ron dan lalu berkata, 'Kupikirkan itu juga. Tapi dia tidak ingin kau tahu apapun.'

    'Mungkin dia mengira aku tidak bisa dipercaya,' kata Harry sambil mengamati ekspresi mereka.

    'Jangan tolol,' kata Ron, terlihat sangat terganggu.

    'Atau bahwa aku tidak bisa menjaga diri.'

    'Tentu saja dia tidak berpikir begitu!' kata Hermione dengan cemas.

    'Jadi bagaimana bisa aku harus tinggal bersama keluarga Dursley sementara kalian berdua bisa bergabung dengan semua yang sedang terjadi di sini?' kata Harry, kata-katanya berjatuhan dengan cepat, suaranya semakin keras dengan setiap kata. 'Bagaimana bisa kalian berdua boleh tahu semua yang sedang terjadi?'

    'Kami tidak begitu!' Ron menyela. 'Mum tidak membiarkan kami dekat-dekat rapat, dia bilang kami terlalu muda --'

    Tapi sebelum dia menyadarinya, Harry telah berteriak.

    'JADI KALIAN TIDAK IKUT RAPAT, MASALAH BESAR! KALIAN MASIH ADA DI SINI, BUKAN? AKU, AKU TERKURUNG BERSAMA KELUARGA DURSLEY SELAMA SEBULAN! DAN AKU TELAH MENGATASI LEBIH BANYAK HAL DARI YANG PERNAH KALIAN BERDUA HADAPI DAN DUMBLEDORE TAHU ITU -- SIAPA YANG MENYELAMATKAN BATU BERTUAH? SIAPA YANG MENGENYAHKAN RIDDLE? SIAPA YANG MENYELAMATKAN HIDUP KALIAN BERDUA DARI DEMENTOR?'

    Setiap pikiran getir dan marah yang Harry miliki pada bulan lalu mengalir keluar dari dirinya: rasa frustrasinya karena kurangnya berita, rasa sakit bahwa mereka semua telah berkumpul tanpa dirinya, kemarahannya karena diikuti dan tidak diberitahu mengenai hal itu -- semua perasaan yang setengah malu dimilikinya akhirnya meledak lewat batasan. Hedwig takut akan keributan itu dan membumbung ke puncak lemari baju lagi; Pigwidgeon mencicit ketakutan dan meluncur lebih cepat dari sebelumnya di sekitar kepala mereka.

    'SIAPA YANG HARUS MELEWATI NAGA-NAGA DAN SPHINX DAN SEMUA BENDA MENGERIKAN LAIN TAHUN LALU? SIAPA YANG MENYAKSIKANNYA KEMBALI? SIAPA YANG TELAH LOLOS DARINYA? AKU!'

    Ron sedang berdiri di sana dengan mulut setengah terbuka, jelas terpana dan kehilangan kata-kata, sementara Hermione kelihatan akan menangis.

    'TAPI KENAPA AKU HARUS TAHU APA YANG SEDANG TERJADI? KENAPA HARUS ADA SESEORANG YANG REPOT-REPOT MEMBERITAHUKU APA YANG SEDANG BERLANGSUNG?'

    'Harry, kami ingin memberitahumu, benar --' Hermione mulai.

    'TIDAK MUNGKIN SANGAT INGIN, BUKAN BEGITU, ATAU KALIAN AKAN MENGIRIMKU BURUNG HANTU, TAPI DUMBLEDORE MENYURUH KALIAN BERSUMPAH --'

    'Well, dia memang --'

    'EMPAT MINGGU AKU TERKURUNG DI PRIVET DRIVE, MEMUNGUTI KORAN DARI TONG SAMPAH UNTUK MENCOBA MENCARI TAHU APA YANG SEDANG TERJADI --'

    'Kami ingin --'

    'KURASA KALIAN TELAH TERTAWA PUAS, BUKAN BEGITU, SEMUANYA BERKUMPUL DI SINI BERSAMA --'

    'Tidak, jujur saja --'

    'Harry, kami sangat menyesal!' kata Hermione dengan putus asa, matanya sekarang berkilat-kilat dengan air mata. 'Kau sepenuhnya benar, Harry -- kalau aku pasti akan marah besar!'

    Harry melotot kepadanya, masih bernapas dalam-dalam, lalu berpaling dari mereka dari, berjalan bolak-balik. Hedwig berteriak dengan murung dari puncak lemari baju. Ada jeda panjang, yang hanya disela oleh keriut muram papan lantai di bawah kaki Harry.

    'Omong-omong, tempat apa ini?' dia bertanya pada Ron dan Hermione.

    'Markas Besar Order of Phoenix,' kata Ron seketika.

    'Apakah ada yang mau repot memberitahuku apa Order of Phoenix --?'

    'Itu adalah perkumpulan rahasia,' kata Hermione cepat. 'Dumbledore yang bertanggung jawab, dia mendirikannya. Isinya orang-orang yang berperang melawan Kau-Tahu-Siapa terakhir kali.'

    'Siapa yang ada di dalam?' kata Harry, berhenti dengan tangan di sakunya.

    'Cukup banyak orang --'

    'Kami telah berjumpa dengan sekitar dua puluh dari mereka,' kata Ron, 'tapi kami kira masih ada lebih  banyak lagi.'

    Harry melotot kepada mereka.

    'Well?' dia menuntut, sambil memandang dari satu ke yang lain.

    'Er,' kata Ron. 'Apa?'

    'Voldemort!' kata Harry dengan marah, dan baik Ron maupun Hermione berjengit. 'Apa yang sedang terjadi? Apa yang sedang dilakukannya? Di mana dia? Apa yang sedang kita lakukan untuk menghentikan dia?'

    'Kami sudah memberitahumu, Order tidak membolehkan kami dalam rapat-rapat mereka,' kata Hermione dengan gugup. 'Jadi kami tidak tahu detilnya -- tapi kami punya gambaran umumnya,' dia menambahkan dengan terburu-buru ketika melihat tampang Harry.

    'Fred dan George telah menciptakan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan,' kata Ron. 'Mereka benar-benar berguna.'

    'Telinga --?'

    'Yang-Dapat-Dipanjangkan, yeah. Hanya saja kami harus berhenti menggunakannya akhir-akhir ini karena Mum tehu dan jadi mengamuk. Tapi kami telah menggunakan mereka dengan baik sebelum Mum menyadari apa yang sedang terjadi. Kami tahu beberapa anggota Order sedang mengikuti para Pelahap Maut yang telah dikenali, mencari tahu kegiatan mereka, kau tahu --'

    'Beberapa dari mereka sedang bekerja merekrut lebih banyak orang ke dalam Order --' kata Hermione.

    'Dan beberapa dari mereka sedang menjaga sesuatu,' kata Ron. 'Mereka selalu berbicara tentang tugas menjaga.'

    'Tidak mungkin aku, 'kan?' kata Harry dengan sarkastis.

    'Oh, yeah,' kata Ron dengan tampang mulai memahami.

    Harry mendengus. Dia berjalan mengelilingi kamar lagi, melihat ke semua arah kecuali pada Ron dan Hermione. 'Jadi, apa yang telah kalian berdua lakukan, kalau kalian tidak diizinkan dalam rapat-rapat?' dia menuntut. 'Kalian bilang kalian sibuk.'

    'Memang,' kata Hermione dengan cepat. 'Kami sedang menyuci-hamakan rumah ini, yang telah kosong selama bertahun-tahun dan berbagai hal telah berkembang biak di sini. Kami berhasil membersihkan dapur, kebanyakan kamar tidur dan kukira kami akan mengerjakan ruang duduk be-- AARGH!'

    Dengan dua letusan keras, Fred dan George, kakak-kakak kembar Ron, muncul dari udara kosong di tengah ruangan. Pigwidgeon bercicit lebih liar dari sebelumnya dan meluncur untuk bergabung dengan Hedwig di atas lemari baju.

    'Berhenti melakukan itu!' Hermione berkata dengan lemah kepada si kembar, yang berambut merah terang seperti Ron, walaupun lebih berisi dan sedikit lebih pendek.

    'Halo, Harry,' kata George, sambil tersenyum kepadanya. 'Kami kira kami mendengar nada suaramu yang indah.'

    'Kau tidak mau membotolkan kemarahanmu seperti itu, Harry, lepaskan semuanya,' kata Fred, juga sambil tersenyum. 'Mungkin ada beberapa orang sejauh lima puluh mil yang belum mendengarmu.'

    'Jadi, kalian berdua lulus ujian Apparasi kalian?' tanya Harry dengan galak.

    'Dengan nilai cemerlang,' kata Fred, yang sedang memegang sesuatu yang terlihat seperti sepotong benang berwarna daging yang amat panjang.

    'Kalian cuma butuh sekitar tiga puluh detik lebih lama untuk berjalan menuruni tangga,' kata Ron.

    'Waktu adalah Galleon, adik kecil,' kata Fred. 'Lagipula, Harry, kau menghalangi penerimaan. Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan,' dia menambahkan sebagai tanggapan bagi alis Harry yang dinaikkan, dan mengangkat benang yang sekarang Harry lihat sedang menjulur ke puncak tangga. 'Kami sedang mencoba mendengar apa yang sedang terjadi di bawah.'

    'Kalian harus berhati-hati,' kata Ron, sambil menatap Telinga itu, 'kalau Mum melihat salah satu lagi ...'

    'Cukup berharga, rapat yang sedang mereka adakan itu rapat penting,' kata Fred.

    Pintu terbuka dan tampaklah rambut merah panjang.

    'Oh, halo, Harry!' kata adik perempuan terkecil Ron, Ginny, dengan cerah. 'Kukira aku mendengar suaramu.

    Sambil berpaling kepada Fred dan George, dia berkata, 'Tidak bisa menggunakan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan, dia menempatkan Mantera Tidak Tertembus pada pintu dapur.'

    'Bagaimana kamu bisa tahu?' kata George, terlihat kecewa.

    'Tonks memberitahuku cara mengetahuinya,' kata Ginny. 'Lempar saja benda ke pintu dan kalau tidak bisa membuat kontak berarti pintu telah Tak-Tertembus. Aku telah melempari Bom Kotoran ke pintu itu dari atas tangga dan mereka cuma membumbung menjauhinya, jadi tidak mungkin Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan bisa masuk lewat celah pintu.'

    Fred mengeluarkan helaan napas panjang.

    'Sayang. Aku benar-benar ingin tahu apa yang sedang dikerjakan si Snape tua.'

    'Snape!' kata Harry dengan cepat. 'Dia ada di sini?'

    'Yeah,' kata George, sambil menutup pintu dengan hati-hati dan duduk di atas salah satu ranjang; Fred dan Ginny mengikuti. 'Memberi laporan. Rahasia top.'

    'Berengsek,' kata Fred dengan malas.

    'Dia ada di sisi kita sekarang,' kata Hermione memarahi.

    Ron mendengus. 'Tidak menghentikannya jadi orang berengsek. Caranya memandang kita ketika dia bertemu dengan kita.'

    'Bill juga tidak menyukainya,' kata Ginny, seakan-akan itu menyelesaikan masalahnya.

    Harry tidak yakin apakah amarahnya sudah mereda; tapi rasa hausnya akan informasi sekarang menguasai desakan untuk tetap berteriak. Dia terbenam ke atas ranjang di seberang yang lainnya.

    'Apakah Bill ada di sini?' dia bertanya. 'Kupikir dia sedang bekerja di Mesir?'

    'Dia melamar pekerjaan di belakang meja sehingga dia bisa pulang ke rumah dan bekerja bagi Order,' kata Fred. 'Dia bilang dia sangat merindukan makam-makam, tapi,' dia tersenyum menyeringai, 'ada kompesasi.'

    'Apa maksudmu?'

    'Ingat Fleur Delacour?' kata George. 'Dia dapat pekerjaan di Gringotts untuk perbaiki ba'asa Inggrisnya --'

    'Dan Bill telah memberinya banyak pelajaran privat,' Fred terkikik.

    'Charlie ada dalam Order juga,' kata George, 'tapi dia masih di Rumania. Dumbledore mau sebanyak mungkin penyihir asing dibawa masuk, jadi Charlie berusaha membuat kontak pada hari liburnya.'

    'Tidak bisakah Percy melakukan itu?' Harry bertanya. Terakhir kali didengarnya, anak ketiga keluarga Weasley itu sedang bekerja di Departemen Kerja Sama Sihir Internasional di Kementerian Sihir.

    Saat mendengar kata-kata Harry, semua anggota keluarga Weasley dan Hermione saling bertukar pandangan pengertian yang kelam.

    'Apapun yang kau lakukan, jangan sebut-sebut Percy di depan Mum dan Dad,' Ron memberitahu Harry dengan suara tegang.

    'Mengapa tidak?'

    'Karena setuap kali nama Percy disebut, Dad memecahkan apapun yang sedang dipegangnya dan Mum mulai menangis,' kata Fred.

    'Sangat mengerikan,' kata Ginny dengan sedih.

    'Kukira kita lebih baik tanpa dia,' kata George, dengan tampang jelek yang tidak seperti biasanya.

    'Apa yang terjadi?' Harry berkata.

    'Percy dan Dad bertengkar,' kata Fred. 'Aku belum pernah melihat Dad bertengkar dengan siapapun seperti itu. Biasanya Mum yang berteriak.'

    'Terjadinya saat minggu pertama setelah sekolah berakhir,' kata Ron. 'Kami akan datang dan bergabung dengan Order. Percy pulang ke rumah dan memberitahu kami dia telah dipromosikan.'

    'Kau bercanda?' kata Harry.

    Walaupun dia tahu benar bahwa Percy sangat ambisius, kesan Harry adalah bahwa Percy belum berhasil dengan baik pada pekerjaan pertamanya di Kementerian Sihir. Percy telah melakukan kelalaian yang cukup besar karena gagal memperhatikan bahwa atasannya sedang dikendalikan oleh Lord Voldemort (bukannya Kementerian mempercayai hal itu -- mereka semua mengira Mr Crouch telah jadi gila).

    'Yeah, kami semua terkejut,' kata George, 'karena Percy dapat banyak masalah mengenai Crouch, ada penyelidikan dan semuanya. Mereka bilang Percy seharusnya menyadari bahwa Crouch sudah tidak waras dan memberitahu orang-orang di atas. Tapi kamu kenal Percy, Crouch membiarkannya bertanggung jawab penuh, dia tidak akan mengeluh.'

    'Jadi bagaimana bisa mereka mempromosikan dia?'

    'Itulah persis yang membuat kami bertanya-tanya,' kata Ron, yang terlihat sangat ingin menjaga berlangsungnya percakapan normal karena sekarang Harry telah berhenti berteriak. 'Dia pulang ke rumah sangat senang pada dirinya sendiri -- bahkan lebih senang dari biasanya -- dan memberitahu Dad bahwa dia telah ditawari posisi di kantor Fudge sendiri. Posisi yang sangat bagus bagi seseorang yang baru setahun keluar dari Hogwarts: Asisten Junior bagi Menteri. Kukira dia berharap Dad akan terkesan.'

    'Hanya saja Dad tidak terkesan,' kata Fred dengan muram.

    'Kenapa tidak?' kata Harry.

    'Well, tampaknya Fudge telah marah-marah di sekitar Kementerian sambil memeriksa bahwa tak seorangpun melakukan kontak dengan Dumbledore,' kata George.

    'Kau lihat, nama Dumbledore seperti lumpur bagi Kementerian saat-saat ini,' kata Fred. 'Mereka semua berpikir dia hanya membuat masalah dengan mengatakan Kau-Tahu-Siapa kembali.'

    'Dad bilang Fudge telah membuat jelas bahwa siapapun yang bersekutu dengan Dumbledore bisa mengosongkan mejanya,' kata George.

    'Masalahnya, Fudge mencurigai Dad, dia tahu Dad berteman dengan Dumbledore, dan dia selalu berpikir Dad sedikit aneh karena obsesi Mugglenya,'

    'Tapi apa hubungannya itu dengan Percy?' tanya Harry, bingung.

    'Aku baru akan ke sana. Dad menganggap Fudge hanya menginginkan Percy di kantornya karena dia ingin menggunakannya untuk memata-matai keluarga -- dan Dumbledore.'

    Harry mengeluarkan siulan rendah.

    'Pasti Percy suka itu.'

    Ron tertawa kosong.

    'Dia benar-benar mengamuk. Dia bilang -- well, dia bilang banyak hal yang mengerikan. Dia bilang dia telah bertarung melawan reputasi jelek Dad semenjak dia bergabung dengan Kementerian dan bahwa Dad tidak punya ambisi dan itulah sebabnya kami selalu -- kau tahu -- tidak punya banyak uang, maksudku --'

    'Apa?' kata Harry tidak percaya, ketika Ginny membuat suara seperti seekor kucing marah.

    'Aku tahu,' kata Ron dengan suara rendah. 'Dan semakin buruk. Dia bilang Dad idiot karena mengikuti Dumbledore, bahwa Dumbledore menuju masalah besar dan Dad akan jatuh bersamanya, dan bahwa dia -- Percy -- tahu di mana kesetiaannya berada yaitu bersama Kementerian. Dan kalau Mum dan Dad akan menjadi pengkhianat bagi Kementerian dia akan memastikan bahwa semua orang tahu dia tidak bersama keluarga kami lagi. Dan dia mengemas tas-tasnya malam itu juga dan pergi. Dia sekarang tinggal di sini di London.'

    Harry menyumpah tanpa suara. Dia selalu kurang menyukai Percy dibanding saudara-saudara Percy yang lain, tapi dia belum pernah membayangkan dia akan mengatakan hal-hal seperti itu kepada Mr Weasley.

    'Mum terus saja dalam keadaan itu,' kata Ron tanpa minat. 'Kau tahu -- menangis dan sebagainya. Dia datang ke London untuk mencoba berbicara kepada Percy tetapi dia membanting pintu di depannya. Aku tak tahu apa yang dilakukannya kalau jumpa Dad di tempat kerja -- mengabaikannya, kurasa.'

    'Tapi Percy pasti tahu Voldemort kembali,' kata Harry dengan pelan. 'Dia tidak bodoh, dia pasti tahu ibu dan ayahmu tidak akan meresikokan semuanya tanpa bukti.'

    'Yeah, well, namamu terseret ke dalam pertengkaran itu,' kata Ron, memberi Harry tatapan sembunyi-sembunyi. 'Percy bilang satu-satunya bukti adalah kata-katamu dan ... aku tak tahu ... dia tidak mengira hal itu cukup baik.'

    'Percy membaca Daily Prophet dengan serius,' kata Hermione dengan masam, dan yang lainnya semua mengangguk.

    'Apa yang sedang kalian bicarakan?' Harry bertanya, sambil melihat sekeliling kepada mereka semua. Mereka semua sedang memandangnya dengan waspada.

    'Apakah -- apakah kamu tidak berlangganan Daily Prophet?' Hermione bertanya dengan gugup.

    'Yeah, aku langganan!' kata Harry.

    'Sudahkah kau -- er-- membacanya dengan seksama?' Hermione berkata, lebih cemas lagi.

    'Tidak semuanya,' kata Harry membela diri. 'Kalau mereka akan melaporkan apapun mengenai Voldemort pastilah akan jadi berita utama, benar 'kan?'

    Yang lain berjengit mendengar nama itu. Hermione bergegas, 'Well, kau perlu membaca semuanya untuk mengetahuinya, tapi mereka -- um -- mereka menyebutmu beberapa kali dalam seminggu.'

    'Tapi aku belum pernah mellihat --'

    'Tidak kalau kau hanya membaca halaman depan, kau pasti tidak akan,' kata Hermione sambil menggelengkan kepalanya. 'Aku tidak membicarakan artikel besar. Mereka cuma menyisipkanmu, seolah-olah kau adalah lelocon.'

    'Apa yang kau --?'

    'Cukup kejam, sebenarnya,' kata Hermione dengan suara tenang yang dipaksakan. 'Mereka cuma menambah-nambah pada benda-benda Rita.'

    'Tapi dia 'kan tidak menulis untuk mereka lagi?'

    'Oh, tidak, dia menepati janjinya -- bukannya dia punya pilihan lain,' Hermione menambahkan dengan rasa puas. 'Tapi dia membangun fondasi untuk apa yang sedang mereka lakukan sekarang.'

    'Apa itu?' kata Harry dengan tidak sabar.

    'OK, kau tahu dia menulis bahwa kau pingsan di semua tempat dan berkata bahwa bekas lukamu sakit dan semua itu?'

    'Yeah,' kata Harry, yang tidak cepat melupakan cerita-cerita Rita Skeeter mengenai dirinya.

    'Well, mereka menulis mengenaimu seakan-akan kau itu penipu yang mencari perhatian yang mengira dirinya seorang pahlawan tragis atau apapun,' kata Hermione, sangat cepat, seolah-olah akan kurang tidak menyenangkan bagi Harry untuk mendengar fakta-fakta ini dengan cepat. 'Mereka teus menyelipkan komentar-komentar menyindir mengenaimu. Kalau muncul cerita yang dibuat-buat, mereka berkata sesuatu seperti, "Sebuah kisah yang pantas bagi Harry Potter", dan kalau ada yang mendapat kecelakaan aneh atau apapun maka, "Mari berharap dia tidak punya bekas luka di dahinya atau kita akan diminta memuja dia berikutnya" --'

    'Aku tidak mau siapapun memuja --' Harry mulai dengan marah.

    'Aku tahu kau tidak mau,' kata Hermione dengan cepat, terlihat takut. 'Aku tahu, Harry. Tapi kau lihat apa yang sedang mereka lakukan? Mereka ingin mengubahmu menjadi seseorang yang tidak akan dipercayai siapapun. Fudge ada di belakangnya, aku akan bertaruh apapun. Mereka mau para penyihir di jalan-jalan mengira kau hanya anak bodoh yang agak mirip lelucon, yang menceritakan cerita-cerita bohong yang menggelikan karena dia senang jadi terkenal dan ingin terus begitu.'

    'Aku tidak minta -- aku tidak mau -- Voldemort membunuh orang tuaku!' Harry merepet. 'Aku jadi terkenal karena dia  membunuh keluargaku tapi tidak bisa membunuhku! Siapa yang mau jadi terkenal karena itu? Tidakkah mereka berpikir aku lebih suka itu tidak pernah --'

    'Kami tahu, Harry,' kata Ginny dengan bersungguh-sungguh.

    'Dan tentu saja, mereka tidak melaporkan sepatah katapun mengenai Dementor yang menyerangmu,' kata Hermione. 'Seseorang menyuruh mereka mendiamkannya. Itu pastilah jadi cerita yang sangat besar, Dementor di luar kendali. Mereka bahkan belum melaporkan bahwa kau melanggar Undang-Undang Kerahasiaan Internasional. Kami mengira mereka akan melakukannya, akan sangat cocok dengan citramu sebagai tukang pamer bodoh. Kami kira mereka mengulur waktu sampai kau dikeluarkan, lalu mereka akan bertindak tanpa hambatan -- maksudku, kalau kau dikeluarkan, tentu saja,' dia meneruskan dengan terburu-buru. 'Kau seharusnya tidak dikeluarkan, tidak kalau mereka mematuhi hukum mereka sendiri, tidak ada kasus melawanmu.'

    Mereka kembali ke dengar pendapat itu dan Harry tidak ingin memikirkan itu. Dia memandang sekitarnya untuk perubahan topik yang lain, tapi diselamatkan dari perlunya menemukan topik baru oleh suara langkah-langkah kaki yang menaiki tangga.

    'Uh oh.'

    Fred menarik kuat-kuat Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan; ada letusan keras lain dan dia dan George menghilang. Beberapa detik kemudian, Mrs Weasley muncul di ambang kamar tidur.

    'Rapat sudah usai, kalian bisa turun dan makan malam sekarang. Semua orang sangat ingin bertemu denganmu, Harry. Dan siapa yang meninggalkan semua Bom Kotoran itu di luar pintu dapur?'

    'Crookshanks,' kata Ginny tanpa merona. 'Dia sangat suka bermain dengan mereka.'

    'Oh,' kata Mrs Weasley, 'kukira mungkin Kreacher, dia terus melakukan hal-hal aneh seperti itu. Sekarang jangan lupa menjaga suara kalian tetap rendah di aula. Ginny, tanganmu kotor, apa yang telah kau lakukan? Tolong pergi dan cuci mereka sebelum makan malam.'

    Ginny meringis kepada yang lain dan mengikuti ibunya keluar dari kamar itu, meninggalkan Harry sendiri dengan Ron dan Hermione. Keduanya sedang mengawasinya dengan gelisah, seakan-akan mereka takut dia akan mulai berteriak lagi karena sekarang semua orang sudah pergi. Melihat mereka tampak begitu gugup membuatnya merasa sedikit malu.

    'Dengar ...' dia bergumam, tapi Ron menggelengkan kepalanya, dan Hermione berkata dengan pelan, 'Kami tahu kamu akan marah, Harry, kami benar-benar tidak menyalahkanmu, tapi kau harus mengerti, kami memang mencoba membujuk Dumbledore --'

    'Yeah, aku tahu,' kata Harry pendek.

    Dia memandang berkeliling mencari topik yang tidak melibatkan kepala sekolahnya, karena memikirkan Dumbledore saja membuat tubuh bagian dalam Harry terbakar oleh amarah lagi.

    'Siapa Kreacher?' dia bertanya.

    'Peri-rumah yang tinggal di sini,' kata Ron. 'Sinting. Belum pernah jumpa yang seperti dia.'

    Hermione merengut kepada Ron.

    'Dia tidak sinting, Ron.'

    'Ambisi hidupnya adalah supaya kepalanya dipotong dan dipajang di sebuah piagam seperti ibunya,' kata Ron dengan jengkel. 'Apakah itu normal, Hermione?'

    'Well -- well, kalau dia sedikit aneh, itu bukan salahnya.'

    Ron menggulirkan matanya kepada Harry.

    'Hermione masih belum menyerah tentang SPEW.'

    'Itu bukan SPEW!' kata Hermione panas. 'Itu Perkumpulan untuk Mempromosikan Kesejahteraan Peri-Rumah. Dan bukan cuma aku, Dumbledore juga bilang kita harus baik kepada Kreacher.'

    'Yeah, yeah,' kata Ron. 'Ayo, aku lapar berat.'

    Dia memimpin jalan keluar pintu dan ke puncak tangga, tetapi sebelum mereka bisa menuruni tangga --

    'Tunggu dulu!' Ron bernapas, sambil merentangkan sebuah lengan untuk menghentikan Harry dan Hermione berjalan lebih jauh. 'Mereka masih di aula, kita mungkin bisa mendengar sesuatu.'

    Ketiganya melihat dengan waspada melewati pegangan tangga. Gang suram di bawah dipenuhi para penyihir wanita dan pria, termasuk semua pengawal Harry. Mereka sedang berbisik-bisik dengan bersemangat satu sama lain. Di bagian paling tengah dari kelompok itu Harry melihat kepala berambut hitam berminyak dan hidung menonjol milik guru yang paling tidak disukainya di Hogwarts, Profesor Snape. Harry mencondongkan badan lebih ke jauh melewati pegangan tangga. Dia sangat tertarik akan apa yang sedang Snape lakukan bagi Order of Phoenix.

    Sepotong benang tipis berwarna daging turun di depan mata Harry. Ketika memandang ke atas, dia melihat Fred dan Geoge di puncak tangga di atasnya, dengan waspada menurunkan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan menuju kumpulan gelap orang-orang di bawah. Akan tetapi, sejenak kemudian mereka semua mulai bergerak menuju pintu depan dan menghilang dari pandangan.

    'Sialan,' Harry mendengar Fred berbisik, selagi dia menaikkan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan ke atas lagi.

    Mereka mendengar pintu depan terbuka, lalu menutup.

    'Snape tidak pernah makan di sini,' Ron memberitahu Harry dengan pelan. 'Syukurlah. Ayo.'

    'Dan jangan lupa jaga suaramu tetap rendah di aula, Harry,' Hermione berbisik.

    Ketika mereka melewati barisan kepala peri-rumah di dinding, mereka melihat Lupin, Mrs Weasley dan Tonks di pintu depan, sedang mengunci banyak kunci dan gemboknya dengan sihir di belakang orang-orang yang baru saja pergi.

    'Kita makan di dapur,' Mrs Weasley berbisik, sambil menyambut mereka di bawah tangga. 'Harry sayang, kalau kau bisa berjingkat menyeberangi aula melalui pintu di sini --'

    CRASH.

    'Tonks!' teriak Mrs Weasley dengan putus asa, sambil berbalik untuk melihat ke belakangnya.

    'Maafkan aku!' ratap Tonks, yang sedang berbaring rata di lantai. 'Gara-gara tempat payung bodoh itu, kedua kalinya aku tersandung --'

    Tapi kata-katanya yang lain ditenggelamkan oleh sebuah pekikan mengerikan yang memekakan telinga dan membekukan darah.

    Tirai-tirai beludru yang termakan ngengat yang telah dilewati Harry telah terbuka, tapi tidak ada pintu di belakang mereka. Selama sepersekian detik, Harry mengira dia sedang melihat ke sebuah jendela, jendela yang dibelakangnya ada seorang wanita tua bertopi hitam sedang menjerit dan menjerit seakan-akan dia sedang disiksa -- lalu dia menyadari bahwa dia hanya potret seukuran badan, tapi yang paling realistis, dan paling tidak menyenangkan, yang pernah dilihatnya seumur hidup.

    Wanita tua itu berliur, matanya bergulir, kulit wajahnya yang mulai menguning teregang ketika dia menjerit; dan sepanjang aula di mereka, potret-potret lain terbangun dan mulai berteriak-teriak juga, sehingga Harry benar-benar menegangkan matanya akibat keributan itu dan menutup telinganya dengan tangan.

    Lupin dan Mrs Weasley berlari maju dan mencoba menarik tirai menutupi wanita tua itu, tapi tirai-tirai itu tidak mau menutup dan dia memekik lebih keras lagi, sambil mengacungkan tangan-tangan yang mencakar-cakar seakan-akan mencoba merobek muka mereka.

    'Kotoran! Sampah! Hasil sampingan debu dan kejelekan! Keturunan campuran, mutan, orang aneh, pergi dari tempat ini! Berani-beraninya kalian mengotori rumah leluhurku --'

    Tonks meminta maaf terus menerus, sambil menyeret kaki troll yang besar dan berat itu kembali ke lantai; Mrs Weasley menyerah atas usaha menutup tirai dan bergegas ke sana ke mari di aula, Membius semua potret lain dengan tongkatnya; dan seorang lelaki dengan rambut hitam panjang datang menyerbu dari sebuah pintu yang menghadap Harry.

    'Diamlah, kau wanita tua jelek yang mengerikan, DIAM!' dia meraung, sambil meraih tirai yang telah ditinggalkan Mrs Weasley.

    Wajah wanita tua itu memucat.

    'Kaaaau!' dia melolong, matanya melolot ketika melihat lelaki itu. 'Pengkhianat keluarga, yang paling dibenci, darah dagingku yang membuat malu!'

    'Kubilang -- DIAM!' raung lelaki itu, dan dengan usaha menakjubkan dia dan Lupin berhasil memaksa tirai itu tertutup lagi.

    Pekikan wanita tua itu menghilang dan timbul keheningan yang menggema.

    Sambil sedikit terengah-engah dan mengusapkan rambut gelap panjangnya keluar dari mata, ayah angkat Harry Sirius berpaling menatapnya.

    'Halo, Harry,' dia berkata dengan muram, 'kulihat kau sudah bertemu ibuku.'

 

 

-- BAB  LIMA --

Order of the Phoenix

 

'Kau --?'

   'Ibuku tua tersayang, yeah,' kata Sirius. 'Kami telah mencoba menurunkannya selama sebulan tapi kami mengira dia menempatkan Mantera Lekat Permanen di bagian belakang kanvas. Ayo turun kek bawah, cepatlah, sebelum mereka semua terbangun lagi.'

   'Tapi apa yang dilakukan potret ibumu di sini?' Harry bertanya, bingung, ketika mereka melalui pintu ke aula dan memimpin jalan menuruni tangga batu sempit, yang lain persis di belakang mereka.

   'Belum adakah yang memberitahumu? Ini rumah orang tuaku,' kata Sirius. 'Tapi aku Black terakhir yang tersisa, jadi milikku sekarang. Aku menawarkannya kepada Dumbledore untuk dijadikan Markas Besar -- kira-kira satu-satunya hal berguna yang telah dapat kulakukan.'

   Harry, yang telah mengharapkan penyambutan yang lebih baik, mencatat betapa getir kedengarannya suara Sirius. Dia mengikuti ayah angkatnya ke dasar tangga dan melalui sebuah pintu yang menuju ke dapur bawah tanah.

    Dapur itu hampir sama suramnya dengan aula di atas, sebuah ruangan besar dengan dinding-dinding batu yang kasar. Sebagian besar cahaya datang dari api besar di sisi jauh ruangan itu. Seberkas asap pipa menggantung di udara seperti asap-asap pertempuran, melalui asap itu tampak bentuk-bentuk menakutkan pot dan panci besi berat yang bergantungan dari langit-langit yang gelap. Banyak kursi telah dijejalkan ke dalam ruangan untuk rapat dan sebuah meja kayu berdiri di tengah-tengah mereka, diseraki dengan gulungan-gulungan perkamen, piala-piala, botol-botol anggur kosong, dan sebuah tumpukan yang tampak seperti kain rombengan. Mr Weasley dan putra tertuanya Bill sedang berbicara dengan pelan dengan kepala mereka berdekatan di ujung meja.

    Mrs Weasley berdehem.Suaminya, seorang lelaki kurus berambut merah yang mulai botak yang mengenakan kacamata bertanduk, melihat sekeliling dan melompat berdiri.

    'Harry!' Mr Weasley berkata, sambil bergegas maju menyalaminya, dan menjabat tangannya dengan bersemangat. 'Senang berjumpa denganmu!'

    Melalui bahunya Harry melihat Bill, yang masih berambut gondrong diikat, buru-buru menggulung perkamen panjang yang tertinggal di meja.

    'Perjalananmu menyenangkan, Harry?' Bill berseru, sambil mencoba mengumpulkan dua belas perkamen seketika. 'Kalau begitu Mad-Eye tidak membuatmu datang melalui Greenland?'

    'Dia mencoba,' kata Tonks sambil berjalan ke arahnya untuk membantu Bill dan segera menjatuhkan sebuah lilin ke potongan perkamen terakhir. 'Oh tidak -- sori --'

    'Ini, sayang,' kata Mrs Weasley, terdengar putus asa, dan dia memperbaiki perkamen itu dengan sebuah lambaian tongkat. Dalam kilatan cahaya yang disebabkan oleh mantera Mrs Weasley Harry menangkap sekilas apa yang tampak seperti denah bangunan.

    Mrs Weasley telah melihatnya memperhatikan. Dia merenggut denah itu dari meja dan menjejalkannyay ke lengan Bill yang telah penuh beban.

    'Benda-benda seperti ini seharusnya langsung dibersihkan pada akhir rapat,' dia berkata dengan pedas, sebelum berjalan menuju sebuah lemari kuno tempat dia mengeluarkan piring-piring makan malam.

    Bill mengeluarkan tongkatnya, bergumam, 'Evanesco!' dan gulungan-gulungan itu menghilang.

    'Duduklah, Harry,' kata Sirius. 'Kau sudah pernah bertemu Mundungus, 'kan?'

    Benda yang dikira Harry tumpukan kain rombeng mengeluarkan dengkuran panjang lalu tersentak bangun.

    'Ses'orang panggil namaku?' Mundungus bergumam dengan mengantuk. 'Aku s'tuju dengan Sirius ...' Dia mengangkat sebuah tangan yang sangat berbonggol ke udara seolah-olah sedang memberi suara, matanya yang terkulai dan merah tidak terfokus.

    Ginny cekikian.

    'Rapatnya sudah selesai, Dung,' kata Sirius, ketika mereka duduk di sekitarnya di meja. 'Harry sudah sampai.'

    'Eh?' kata Mundungus sambil memandani Harry dengan menakutkan melalui rambut merah kekuningannya yang kusut. 'Ya ampun, 'emang benar. Yeah ... kau baik-baik saja, 'Arry?'

    'Yeah,' kata Harry.

    Mundungus meraba-raba dengan gelisah ke dalam kantongnya, masih menatap Harry, dan menarik keluar sebuah pipa hitam kusam. Dia memasukkannya ke dalam mulutnya, menyalakan ujungnya dengan  tongkatnya dan mengisapnya dalam-dalam. Awan besar dari asap kehijauan yang mengepul mengaburkannya dalam beberapa detik.

    'Utang pe'mohonan maaf padamu,' gerutu sebuah suara dari tengah awan bau itu.

    'Untuk terakhir kalinya, Mundungus,' seru Mrs Weasley, 'bisakah kamu tolong jangan merokok benda itu di dapur, terutama tidak ketika kami sedang bersiap-siap untuk makan!'

    'Ah,' kata Mundungus. 'Benar. Maaf, Molly.'

    Awan asap itu menghilang ketika Mundungus memasukkan pipanya kembali ke dalam kantongnya, tetapi bau tajam kaus kaki terbakar tetap ada.

    'Dan kalau kalian mau makan malam sebelum tengah malam aku akan butuh bantuan,' Mrs Weasley berkata kepada orang-orang dalam ruangan. 'Tidak, kau bisa tinggal di tempatmu, Harry, kau telah melewati perjalanan panjang.'

    'Apa yang bisa kulakukan, Molly?' kata Tonks dengan antusias, sambil melompat maju.

    'Er -- tidak, tidak usah, Tonks, kamu juga beristirahatlah, kamu sudah cukup membantu hari ini.'

    'Tidak, tidak, aku mau membantu!' kata Tonks dengan cerah, sambil menjatuhkan sebuah kursi ketika dia bergegas menuju lemari, dari mana Ginny sedang mengumpulkan alat-alat makan.

    Segera, serangkaian pisau berat memotong-motong daging dan sayuran dengan sendirinya, diawasi oleh Mr Weasley, sementara Mrs Weasley mengaduk sebuah kuali yang bergantung di atas api dan yang lain mengeluarkan piring-piring, lebih banyak piala lagi dan makanan dari ruang penyimpanan. Harry ditinggal di meja dengan Sirius dan Mundungus, yang masih berkedip kepadanya dengan muram.

    'Sudah bertemu Figg tua sejak itu?' tanyanya.

    'Tidak,' kata Harry. 'Aku belum bertemu siapapun.'

    'Lihat, aku sebenarnya tak mau pergi,' kata Mundungus, sambil mencondongkan badan ke depan, dengan nada memohon dalam suaranya, 'tapi aku punya peluang bisnis --'

    Harry merasakan sesuatu menyentuh lututnya dan terkejut, tetapi itu hanya Crookshanks, kucing Hermione yang berkaki bengkok, yang melingkarkan dirinya  seketika di sekitar kaki Harry, lalu melompat ke pangkuan Sirius dan bergulung. Sirius menggaruknya dengan melamun di belakang telinga selagi dia berpaling, masih bermuka suram, kepada Harry.

    'Musim panasmu menyenangkan sejauh ini?'

    'Tidak, malah menyebalkan,' kata Harry.

    Untuk pertama kalinya, sesuatu mirip seringai berkelebat di wajah Sirius.

    'Tidak tahu apa yang kau keluhkan, aku ini.'

    'Apa?' kata Harry dengan tidak percaya.

    'Secara pribadi, aku akan menyambut serangan Dementor. Pergumulan maut demi jiwaku pastilah akan menghilangkan suasana monoton dengan baik. Kau kira kau kesusahan, setidaknya kau masih bisa keluar dan ke sekitar, merenggangkan kakimu, berkelahi sedikit ... aku telah tersangkut di dalam selama sebulan.'

    'Bagaimana bisa?' tanya Harry sambil merengut.

    'Karena Kementerian Sihir masih mengejarku, dan Voldermort sekarang pasti sudah tahu semua tentang aku jadi Animagus, Wormtail pasti sudah memberitahunya, jadi samaran besarku tidak berguna. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk Order of Phoenix ... atau begitulah yang dirasakan Dumbledore.'

    Ada sesuatu mengenai nada yang sedikit datar dalam suara Sirius ketika mengutarakan nama Dumbledore yang memberitahu dirinya bahwa Sirius juga tidak terlalu senang kepada Kepala Sekolah itu. Harry merasakan aliran kasih sayang mendadak untuk ayah angkatnya.

    'Setidaknya kau tahu apa yang sedang terjadi,' dia berkata dengan tertahan.

    'Oh yeah,' kata Sirius dengan sarkastis. 'Mendengarkan laporan-laporan Snape, harus menerima semua petunjuk sindirannya bahwa dia di luar sana mempertaruhkan hidupnya sementara aku duduk bersandar di sini melewati waktu yang menyenangkan ... bertanya kepadaku bagaimana kelanjutan pembersihan --'

    'Pembersihan apa?' tanya Harry.

    'Mencoba menjadikan tempat ini cocok untuk tempat tinggal manusia,' kata Sirius, sambil melambaikan sebuah tangan ke sekeliling dapur yang muram itu. 'Tak ada yang tinggal di sini selama sepuluh tahun, tidak sejak ibuku meninggal, kecuali kau menghitung peri-rumahnya yang tua, dan dia sudah jadi sinting -- belum pernah membersihkan apapun untuk waktu yang sangat lama.'

    'Sirius,' kata Mundungus, yang tampaknya tidak memperhatikan percakapan itu sedikitpun, tetapi telah memeriksa dengan seksama sebuah piala kosong. 'Ini perak padat, sobat?'

    'Ya,' kata Sirius, sambil mengamatinya dengan tidak suka. 'Perak ukiran goblin abad kelima belas yang terbaik, diberi cap dengan lambang keluarga Black.'

    'Itu 'dah mengemupas,' gumam Mundungus, sambil menggosoknya dengan lengan bajunya.

    'Fred -- George -- JANGAN, BAWA SAJA!' Mrs Weasley menjerit.

    Harry, Sirius dan Mundungus memandang berkeliling dan, dalam sepersekian detik, mereka telah menukik menjauh dari meja. Fred dan George telah menyihir sekuali besar masakan sup rebusan, sebuah teko besi Butterbeer dan sebuah papan pemotong roti kayu yang berat, lengkap dengan pisau, meluncur di udara menuju mereka. Sup rebusan itu tergelincir sepanjang meja dan berhenti persis sebelum ujung meja, meninggalkan bekas bakar hitam yang panjang di permukaan kayu; teko Butterbeer jatuh dengan suara keras, menumpahkan isinya ke mana-mana; pisau roti jatuh dari papan dan mendarat, dengan ujung yang tajam di bawah dan bergetar tidak menyenangkan, persis di tempat tangan kanan Sirius berada beberapa detik sebelumnya.

    'DEMI TUHAN!' teriak Mrs Weasley. 'TIDAK PERLU ITU -- AKU SUDAH MUAK -- HANYA KARENA KALIAN DIIZINKAN MENGGUNAKAN SIHIR SEKARANG, KALIAN TIDAK HARUS MENGELUARKAN TONGKAT KALIAN UNTUK SETIAP HAL KECIL!'

    'Kami hanya mencoba menghemat waktu!' kata Fred sambil bergegas maju untuk mengungkit pisau roti itu dari meja. 'Sori, Sirius, sobat -- tidak bermaksud --'

    Harry dan Sirius keduanya tertawa; Mundungus, yang telah terhenyak ke belakang kursinya, sedang meyumpah-nyumpah ketika dia berdiri; Crookshanks mengeluarkan desisan marah dan lari ke bawah lemari, dari mana mata kuningnya yang besar bersinar di kegelapan.

    'Anak-anak,' Mr Weasley berkata, sambil mengangkat sup rebusan itu kembali ke tengah meja, 'ibu kalian benar, kalian seharusnya memperlihatkan rasa tanggung jawab setelah kalian cukup umur sekarang ini --'

    'Tidak satupun dari kakak-kakak kalian yang menyebabkan masalah seperti ini!' Mrs Weasley marah-marah kepada si kembar selagi dia membanting teko baru Butterbeer ke atas meja. 'Bill tidak merasa perlu ber-Apparate tiap beberapa kaki! Charlie tidak menyihir semua benda yang dia jumpai! Percy --'

    Dia terdiam, sambil terengah-engah dengan tatapan takut kepada suaminya, yang ekspresinya mendadak kaku.

    'Mari makan,' kata Bill dengan cepat.

    'Tampaknya lezat, Molly,' kata Lupin, sambil menyendokkan sup rebusan ke sebuah piring untuknya dan menyerahkannya ke seberang meja.

    Selama beberapa menit ada keheningan kecuali dentingan piring-piring dan alat-alat makan dan suara pergeseran kursi selagi semua orang duduk menghadap makanan mereka. Lalu Mrs Weasley berpaling kepada Sirius.

    'Aku telah ingin memberitahumu, Sirius, ada sesuatu yang terperangkap di dalam meja tulis di ruang duduk, terus saja berderak dan bergetar. Tentu saja, mungkin cuma sebuah Boggart, tetapi kupikir kita harus meminta Alastor untuk mengeceknya sebelum kita mengeluarkan benda itu.'

    'Apapun yang kau mau,' kata Sirius tanpa minat.

    'Gorden-gorden juga penuh dengan Doxy,' Mrs Weasley meneruskan. 'Kukira kita bisa mencoba dan menangkap mereka besok.'

    'Aku sangat menantikannya,' kata Sirius. Harry mendengar sindiran tajam dalam suaranya, tetapi dia tidak yakin yang lain juga mendengarnya.

    Di seberang Harry, Tonks sedang menghibur Hermione dan Ginny dengan mengubah-ubah hidungnya di antara suapan makanan. Sambil menegangkan matanya setiap kali dengan ekspresi sakit yang sama dengan yang telah dilakukannya di kamar tidur Harry dulu, hidungnya membengkak menjadi tonjolan seperti paruh yang menyerupai hidung Snape, mengerut ke ukuran sebuah jamur kancing dan lalu tumbuh banyak rambut dari masing-masing lubang hidung. Tampaknya ini adalah hiburan waktu makan yang biasa, karena Hermione dan Ginny segera meminta hidung-hidung favorit mereka.

    'Lakukan yang satu itu yang seperti moncong babi, Tonks.'

    Tonks menurut, dan Harry, sewaktu melihat ke atas, mendapat kesan sekilas bahwa seorang Dudley wanita sedang menyeringai kepadanya dari seberang meja.

    Mr Weasley, Bill dan Lupin sedang mebahas goblin dengan bersemangat.

    'Mereka belum akan menyerahkan apa-apa,' kata Bill. 'Aku masih belum bisa tahu apakah mereka percaya dia sudah kembali atau tidak. Tentu saja, mereka mungkin lebih suka tidak memihak sama sekali. Menjauh dari semuanya.'

    'Aku yakin mereka tidak akan pernah menyeberang ke Kau-Tahu-Siapa,' kata Mr Weasley sambil menggelengkan kepalanya. 'Mereka juga telah kehilangan banyak; ingat keluarga goblin yang dibunuhnya terakhir kali, di suatu tempat dekat Nottingham?'

    'Kukira tergantung apa yang ditawarkan kepada mereka,' kata Lupin. 'Dan aku tidak berbicara tentang emas. Kalau mereka ditawarkan kebebasan yang telah kita sangkalkan untuk mereka selama berabad-abad mereka akan tergoda. Apakah kamu masih belum beruntung dengan Ragnok, Bill?'

    'Saat ini dia merasa anti-penyihir,' kata Bill, 'dia masih belum berhenti marah-marah mengenai urusan Bagman, dia menganggap Kementerian menutup-nutupi, goblin-goblin itu tidak pernah menerima emas mereka darinya, kau tahu.'

    Tawa terbahak-bahak dari tengah meja menenggelamkan kata-kata Bill yang lainnya. Fred, George, Ron dan Mundungus sedang berguling-guling di tempat duduk mereka.

    '... dan kemudian,' Mundungus terbatuk-batuk, air mata mengalir menuruni wajahnya, 'dan kemudian, kalau kalian percaya, dia berkata kepadaku, katanya, "Ini, Dung, dari mana kaudapat semua katak itu? Kar'na sejumlah anak Bludger datang dan mencuri semua milikku!" Dan aku berkata, "Curi semua katakmu, Will, berikutnya apa? Jadi kalau begitu kau mau beberapa lagi?" Dan kalau kalian percaya padaku, nak, gargoyle tolol itu beli semua kataknya sendiri dariku lebih mahal dari yang dibayarnya pertama kali --'

    'Kukira kami tidak perlu  mendengar urusan bisnismu lagi, terima kasih banyak, Mundungus,' kata Mrs Weasley dengan tajam, ketika Ron merosot maju ke meja, sambil tertawa melolong.

    'Maaf, Molly,' kata Mundungus seketika, sambil menyeka matanya dan berkedip kepada Harry. 'Tapi, kau tahu, awalnya Will mencurinya dari Warty Harris jadi aku sebenarnya tidak melakukan apa-apa yang salah.'

    'Aku tidak tahu di mana kamu belajar mengenai benar dan salah, Mundungus, tapi kelihatannya kau tidak mengikuti beberapa pelajaran penting,' kata Mrs Weasley dengan dingin.

    Fred dan George menyembunyikan wajah mereka dalam piala Butterbeer mereka; George sambil berdeguk. Untuk alasan tertentu, Mrs Weasley melayangkan pandangan kejam kepada Sirius sebelum berdiri dan pergi mengambil onggokan besar puding. Harry memandang berkeliling kepada ayah angkatnya.

    'Molly tidak suka pada Mundungus,' kata Sirius dengan suara rendah.

    'Kenapa dia ada dalam Order?' Harry berkata dengan sangat pelan.

    'Dia berguna,' Sirius bergumam. 'Kenal semua bajingan -- well, pastilah, dia 'kan bajingan juga. Tapi dia juga sangat setia kepada Dumbledore, yang telah sekali membantunya keluar dari kesulitan. Berguna juga punya orang seperti Dung di sekitar kita, dia mendengar hal-hal yang tidak kita dengar. Tapi Molly berpikir mengundangnya makan malam sudah terlalu jauh. Dia belum memaafkan dia karena berkelit dari tugas ketika dia seharusnya mengekorimu.'

    Tiga kali tambah puding setelah itu, ban pinggang pada celana jins Harry sudah terasa ketat dan tidak nyaman lagi (yang menyatakan sesuatu karena celana jins itu dulunya milik Dudley). Ketika dia meletakkan sendoknya ada ketenangan percakapan umum: Mr Weasley sedang bersandar di kursinya, terlihat kenyang dan santai; Tonks sedang menguap lebar-lebar, hidungnya sekarang sudah kembali ke normal; dan Ginny, yang telah memikat Crookshanks keluar dari bawah lemari, sedang duduk bersila di atas lantai, sambil menggulirkan gabus-gabus Butterbeer untuk dikejarnya.

    'Hampir waktunya tidur, kukira,' kata Mrs Weasley sambil menguap.

    'Belum lagi, Molly,' kata Sirius sambil mendorong piring kosongnya dan berpaling kepada Harry. 'Kau tahu, aku terkejut padamu. Kukira hal pertama yang akan kau lakukan ketika kau sampai di sini adalah mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan tentang Voldemort.'

    Suasana dalam ruangan itu berubah dengan kecepatan yang dipersamakan Harry dengan kedatangan Dementor. Beberapa detik sebelumnya, suasananya santai mengantuk, sekarang waspada, bahkan tegang. Ketegangan emosional mengelilingi meja dengan penyebutan nama Voldemort. Lupin, yang baru saja akan menyesap anggur, menurunkan pialanya dengan pelan dan terlihat waspada.

    'Aku melakukannya!' kata Harry marah. 'Aku bertanya kepada Ron dan Hermione tetapi mereka berkata bahwa kami tidak diperbolehkan berada dalam Order jadi --'

    'Dan mereka benar juga,' kata Mrs Weasley. 'Kalian terlalu muda.'

    Dia sedang duduk tegak dalam kursinya, kepalan tangannya tercengkeram pada lengan kursinya, semua jejak mengantuk telah hilang.

    'Sejak kapan seseorang harus berada dalam Order of Phoenix untuk bertanya?' tanya Sirius. 'Harry telah terkurung dalam rumah Muggle itu selama sebulan. Dia punya hak untuk tahu apa yang telah terjadi --'

    'Tunggu dulu!' kata George dengan keras.

    'Kenapa Harry mendapat jawaban atas pertanyaannya?' kata Fred dengan marah.

    'Kami telah mencoba mengorek hal-hal darimu selama sebulan dan kami belum memberitahu kami satu hal menyebalkan sekalipun!' kata George.

    '"Kalian terlalu muda, kalian tidak ada dalam Order,"' kata Fred, dengan suara melengking yang terdengar luar biasa mirip suara ibunya. 'Harry bahkan belum cukup umur!'

    'Bukan salahku kalian belum diberitahu apa yang sedang dikerjakan Order!' kata Sirius dengan tenang, 'itu adalah keputusan orang tua kalian. Harry, di sisi lain --'

    'Bukan kamu yang harus memutuskan apa yang baik untuk Harry!' kata Mrs Weasley dengan tajam. 'Kukira kamu belum lupa apa yang dikatakan Dumbledore?'

    'Bagian yang mana?' Sirius bertanya dengan sopan, tapi dengan suasana seorang pria yang bersiap-siap untuk  berkelahi.

    'Bagian mengenai tidak memberitahu Harry lebih dari yang perlu diketahui dia,' kata Mrs Weasley sambil menempatkan tekanan berat pada tiga kata terakhir.

    Kepala Ron, Hermione, Fred dan George berayun-ayun dari Sirius ke Mrs Weasley seolah-olah mereka sedang mengikuti pukulan tenis bertubi-tubi. Ginny sedang berlutut di antara tumpukan gabus Butterbeer yang terabaikan, sambil menyaksikan percakapan itu dengan mulutnya sedikit terbuka. Mata Lupin terpaku pada Sirius.

    'Aku tidak bermaksud memberitahu dia lebih dari yang perlu diketahuinya, Molly,' kata Sirius. 'Tapi karena dialah yang menyaksikan kembalinya Voldemort' (lagi-lagi, apa perasaan ngeri berkelompok mengelilingi meja dengan penyebutan nama itu) 'dia punya hak lebih dari kebanyakan --'

    'Dia bukan anggota Order of Phoenix!' kata Mrs Weasley. 'Dia baru berumur lima belas tahun dan --'

    'Dan dia telah mengatasi sebanyak yang dihadapi sebagian besar anggota Order,' kata Sirius, 'dan lebih banyak dari beberapa anggota.'

    'Tak ada yang menyangkal apa yang telah dia lakukan!' kata Mrs Weasley, suaranya naik, kepalan tangannya bergetar pada lengan kursinya. 'Tapi dia masih --'

    'Dia bukan anak kecil!' kata Sirius dengan tidak sabar.

    'Dia juga bukan orang dewasa!' kata Mrs Weasley dengan pipi merona. 'Dia bukan James, Sirius!'

    'Aku tahu dengan jelas siapa dia, terima kasih, Molly,' kata Sirius dengan dingin.

    'Aku tidak yakin kau tahu!' kata Mrs Weasley. 'Terkadang, caramu berbicara dengannya, seakan-akan kau berpikir kau mendapatkan kembali teman baikmu!'

    'Apa salahnya dengan itu?' kata Harry.

    'Apa yang salah, Harry, adalah bahwa kamu bukan ayahmu, bagaimanapun miripnya kamu dengannya!' kata Mrs Weasley, matanya masih menatap mata Sirius dalam-dalam. 'Kamu masih sekolah dan orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas dirimu seharusnya tidak melupakan hal itu!'

    'Artinya aku ayah angkat yang tidak bertanggung jawab?' tuntut Sirius, suaranya naik.

    'Artinya kamu telah dikenal bertindak dengan gegabah, Sirius, yang menyebabkan Dumbledore terus mengingatkanmu untuk tetap di rumah dan --'

    'Kita akan membiarkan instruksiku dari Dumbledore keluar dari ini, kalau kau berkenan!' kata Sirius dengan keras.

    'Arthur!' kata Mrs Weasley sambil berputar kepada suaminya. 'Arthur, dukung aku!'

    Mr Weasley tidak segera berbicara. Dia melepaskan kacamatanya dan membersihkan mereka pelan-pelan pada jubahnya, tanpa memandang istrinya. Ketika dia memakaikan kembali dengan hati-hati ke hidungnya barulah dia menjawab.

    'Dumbledore tahu kedudukannya telah berubah, Molly. Dia menerima bahwa Harry pasti harus diberitahu, sampai batas tertentu, sekarang dia telah tinggal di Markas Besar.'

    'Ya, tapi ada perbedaan antara itu dan mengundangnya bertanya apapun yang disukainya!'

    'Secara pribadi,' kata Lupin dengan tenang, sambil akhirnya membuang muka dari Sirius, selagi Mrs Weasley berpaling kepadanya dengan cepat, berharap akhirnya dia akan mendapat sekutu, 'kukira lebih baik Harry mendapatkan fakta-faktanya -- tidak semua fakta, Molly, tapi gambaran umumnya -- dari kita, daripada versi terputar-balik dari ... yang lain'

    Ekspresinya tenang, tetapi Harry merasa yakin bahwa Lupin, setidaknya, tahu bahwa beberapa Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan selamat dari penyitaan Mrs Weasley.

    'Well,' kata Mrs Weasley, sambil bernapas dalam-dalam dan melihat sekeliling meja untuk mendapat dukungan yang ternyata tidak datang, 'well ... dapat kulihat pendapatku ditolak. Aku hanya akan mengatakan ini: Dumbledore pasti punya alasan-alasannya tidak menginginkan Harry tahu terlalu banyak, dan berbicara sebagai seseorang yang memikirkan kepentingan terbaik Harry --'

    'Dia bukan anakmu,' kata Sirius dengan pelan.

    'Dia sudah kuanggap anakku,' kata Mrs Weasley dengan ganas. 'Siapa lagi yang dimilikinya?'

    'Dia punya aku!'

    'Ya,' kata Mrs Weasley, bibirnya melengkung, 'masalahnya, pastilah sulit bagimu menjaganya selama kau terkurung di Azkaban, bukan begitu?'

    Sirius mulai bangkit dari kursinya.

    'Molly, kamu bukan satu-satunya orang di meja ini yang peduli pada Harry,' kata Lupin dengan tajam. 'Sirius, duduklah.'

    Bibir bawah Mrs Weasley bergetar. Sirius terbenam kembali pelan-pelan ke dalam kursinya, wajahnya putih.

    'Kukira Harry harus dimintai pendapat mengenai hal ini,' Lupin melanjutkan, 'dia sudah cukup tua untuk memutuskan bagi dirinya sendiri.'

    'Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi,' Harry berkata seketika.

    Dia tidak memandang Mrs Weasley. Dia telah tersentuh dengan apa yang dikatakannya tentang dirinya dianggap anak, tapi dia juga tidak sabar dengan sikapnya yang terlalu memanjakan. Sirius benar, dia bukan anak kecil.

    'Baiklah,' kata Mrs Weasley, suaranya meletus. 'Ginny -- Ron -- Hermione -- Fred -- George -- aku mau kalian keluar dari dapur ini, sekarang.'

    Ada kegaduhan seketika.

    'Kami sudah cukup umur!' Fred dan George berteriak bersama.

    'Kalau Harry diizinkan, kenapa aku tidak?' teriak Ron.

    'Mum, aku mau dengar!' raung Ginny.

    'TIDAK!' teriak Mrs Weasley sambil berdiri, matanya berkilat-kilat. 'Aku sepenuhnya melarang --'

    'Molly, kau tidak bisa menghentikan Fred dan George,' kata Mr Weasley dengan letih. 'Mereka memang sudah cukup umur.'

    'Mereka masih bersekolah.'

    'Tapi mereka sekarang secara hukum orang dewasa,' kata Mr Weasley, dengan suara letih yang sama.

    Mrs Weasley sekarang wajahnya merah tua.

    'Aku -- oh, kalau begitu baiklah, Fred dan George bisa tinggal, tapi Ron --'

    'Lagipula Harry akan memberitahu aku dan Hermione semua yang kalian katakan!' kata Ron dengan panas. 'Tidak -- tidakkah begitu?' dia menambahkan dengan tidak yakin, sambil menatap mata Harry.

    Selama sepersekian detik, Harry berpikir untuk memberitahu Ron bahwa dia tidak akan memberitahunya satu patah katapun, bahwa dia bisa mencoba merasakan dikucilkan dan melihat bagaimana dia menyukainya. Tapi dorongan kejam itu menghilang ketika mereka saling berpandangan.

    'Tentu saja aku akan,' kata Harry.

    Ron dan Hermione tersenyum.

    'Baik!' teriak Mrs Weasley. 'Baik! Ginny -- TIDUR!'

    Ginny tidak pergi dengan tenang. Mereka bisa mendengarnya marah-marah dan mengamuk kepada ibunya sepanjang perjalanan naik, dan ketika dia mencapai aula teriakan memekakkan telinga Mrs Black ditambahkan pada hiruk-pikuk itu. Lupin bergegas ke potret itu untuk mengembalikan ketenangan. Baru setelah dia kembali, sambil menutup pintu dapur di belakangnya dan mengambil tempat duduknya di meja lagi, Sirius berbicara.

    'OK, Harry .. apa yang ingin kau ketahui?'

    Harry mengambil napas dalam-dalam dan menanyakan pertanyaan yang telah membuatnya terobsesi selama satu bulan terakhir ini.

    'Di mana Voldemort?' dia berkata, sambil mengabaikan kengerian dan kerenyitan saat penyebutan nama itu. 'Apa yang sedang dia lakukan? Aku telah berusaha menonton berita Muggle, dan belum ada apapun yang tampak seperti dia, tak ada kematian yang aneh atau apapun.'

    'Itu karena memang belum ada kematian yang aneh,' kata Sirius, 'tidak sejauh yang kami tahu, bagaimanapun ... dan kami tahu cukup banyak.'

    'Labih dari yang dia kira kami tahu,' kata Lupin.

    'Mengapa dia berhenti membunuhi orang-orang?' Harry bertanya. Dia tahu Voldemort telah membunuh lebih dari sekali pada tahun lalu saja.

    'Karena dia tidak ingin menarik perhatian pada dirinya,' kata Sirius. 'Akan berbahaya baginya. Kembalinya dia tidak berjalan seperti yang diinginkannya, kau tahu. Dia mengacaukannya.'

    'Atau lebih tepatnya, kau mengacaukan baginya,' kata Lupin dengan senyum puas.

    'Bagaimana?' Harry bertanya, bingung.

    'Kau tidak seharusnya selamat!' kata Sirius. 'Seharusnya tak seorangpun kecuali para Pelahap Mautnya tahu bahwa dia telah kembali. Tapi kau selamat untuk menjadi saksi.'

    'Dan orang terakhir yang ingin dibuatnya siap siaga atas kembalinya pada saat dia kembali adalah Dumbledore,' kata Lupin. 'Dan kau meyakinkan bahwa Dumbledore tahu seketika.'

    'Bagaimana hal itu bisa membantu?' Harry bertanya.

    'Apakah kau bercanda?' kata Bill dengan tidak percaya. 'Dumbledore adalah satu-satunya orang yang pernah ditakuti Kau-Tahu-Siapa!'

    'Berkat dirimu, Dumbledore bisa memanggil kembali Order of Phoenix sekitar satu jam setelah Voldemort kembali,' kata Sirius.

    'Jadi, apa yang sedang dikerjakan Order?' kata Harry, sambil melihat sekeliling kepada mereka semua.

    'Bekerja sekeras yang kami bisa untuk meyakinkan bahwa Voldemort tidak bisa menjalankan rencana-rencananya,' kata Sirius.

    'Bagaimana kalian tahu apa rencana-rencananya?' Harry bertanya dengan cepat.

    'Dumbledore punya ide cerdas,' kata Lupin, 'dan ide-ide cerdas Dumbledore biasanya terbukti akurat.'

    'Jadi apa yang dikira Dumbledore sedang dia rencanakan?'

    'Well, pertama-tama, dia ingin membangun laskarnya lagi,' kata Sirius. 'Dulu dia punya sejumlah besar yang menuruti perintahnya: para penyihir wanita dan pria yang telah diancamnya atau disihirnya untuk mengikuti dia, para Pelahap Mautnya yang setia, beraneka ragam makhluk Hitam. Kau mendengar dia merencanakan untuk merekrut para raksasa; well, mereka hanya salah satu kelompok yang dia kejar. Dia jelas tidak akan mencoba menghabisi Menteri Sihir hanya dengan selusin Pelahap Maut.'

    'Jadi kalian mencoba menghentikannya mendapat lebih banyak pengikut?'

    'Kami mencoba sebaik mungkin,' kata Lupin.

    'Bagaimana caranya?'

    'Well, yang terutama adalah mencoba meyakinkan sebanyak orang mungkin bahwa Kau-Tahu-Siapa benar-benar telah kembali, untuk membuat mereka berjaga-jaga,' kata Bill. 'Walau terbukti sangat sulit.'

    'Mengapa?'

    'Karena sikap Kementerian,' kata Tonks. 'Kau bertemu Cornelius Fudge setelah Kau-Tahu-Siapa kembali, Harry. Well, dia belum mengubah posisinya sama sekali. Dia benar-benar menolak untuk percaya hal itu terjadi.'

    'Tapi mengapa?' kata Harry dengan putus asa. 'Mengapa dia begitu bodoh? Kalau Dumbledore --'

    'Ah, well, kau telah menunjuk ke masalahnya,' kata Mr Weasley dengan senyum masam. 'Dumbledore.'

    'Fudge takut pada dirinya, kau tahu,' kata Tonks dengan sedih.

    'Takut kepada Dumbledore?' kata Harry tidak percaya.

    'Takut apa yang sedang dilakukannya,' kata Mr Weasley. 'Fudge mengira Dumbledore sedang membuat rencana untuk menjatuhkannya. Dia mengira Dumbledore ingin menjadi Menteri Sihir.'

    'Tapi Dumbledore tidak ingin --'

    'Tentu saja tidak,' kata Mr Weasley. 'Dia tidak pernah mau pekerjaan Menteri itu, walaupun banyak orang menginginkan dia mengambilnya ketika Millicent Bagnold pensiun. Alih-alih, Fudge yang mendapat kekuasaan, tapi dia tidak pernah benar-benar lupa betapa banyak dukungan publik yang dimiliki Dumbledore, walaupun Dumbledore tidak pernah melamar pekerjaan itu.'

    'Jauh di lubuk hatinya, Fudge tahu Dumbledore jauh lebih pandai darinya, penyihir yang jauh lebih kuat, dan pada masa-masa awalnya di Kementerian dia selalu bertanya kepada Dumbledore untuk mendapat bantuan dan nasehat,' kata Lupin. 'Tapi kelihatannya dia telah mabuk kekuasaan, dan jauh lebih percaya diri. Dia suka menjadi Menteri Sihir dan dia mampu meyakinkan dirinya sendiri bahwa dialah yang pandai dan Dumbledore hanya membuat masalah.'

    'Bagaimana dia bisa berpikir begitu?' kata Harry dengan marah. 'Bagaimana dia bisa mengira Dumbledore hanya mengada-ada -- bahwa aku mengada-ada?'

    'Karena menerima bahwa Voldemort telah kembali akan berarti masalah yang belum pernah dihadapi Kementerian selama hampir empat belas tahun,' kata Sirius dengan getir. 'Fudge hanya tidak bisa membuat dirinya menghadapi hal itu. Jauh lebih nyaman meyakinkan diri sendiri bahwa Dumbledore sedang berbohong untuk membuatnya goyah.'

    'Kau lihat masalahnya,' kata Lupin. 'Selagi Kementerian bersikeras bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dari Voldemort sulit meyakinkan orang-orang bahwa dia telah kembali, terutama karena mereka sejak awal tidak ingin mempercayainya. Terlebih lagi, Kementerian sangat mengandalkan Daily Prophet untuk melaporkan apa yang mereka sebut jual-rumor oleh Dumbledore, jadi kebanyakan komunitas penyihir sepenuhnya tidak menyadari apapun yang sedang terjadi, dan itu membuat mereka jadi target mudah bagi para Pelahap Maut kalau mereka menggunakan Kutukan Imperius.'

    'Tapi kalian sedang memberitahu orang-orang, bukan?' kata Harry sambil melihat berkeliling kepada Mr Weasley, Sirius, Bill, Mundungus, Lupin dan Tonks. 'Kalian membiarkan orang-orang tahu dia sudah kembali?'

    Mereka semua tersenyum tanpa merasa lucu.

    'Well, karena semua orang mengira aku pembunuh masal gila dan Kementerian memberi harga sepuluh ribu Galleon untuk kepalaku, aku hampir tidak bisa berjalan menyusuri jalan dan mulai membagi-bagikan selebaran, benar 'kan?'

   'Dan aku bukan tamu makan malam yang sangat populer dengan kebanyakan komunitas penyihir,' kata Lupin. 'Sudah resiko pekerjaan menjadi seorang manusia serigala.'

   'Tonks dan Arthur akan kehilangan pekerjaan mereka di Kementerian kalau mereka mulai berbicara yang bukan-bukan,' kata Sirius, 'dan penting sekali bagi kami untuk punya mata-mata di Kementerian, karena kau bisa bertaruh Voldemort pasti punya.'

   'Walau begitu, kami berhasil meyakinkan beberapa orang,' kata Mr Weasley. 'Tonks di sini ini -- contohnya -- dia terlalu muda untuk berada dalam Order of Phoenix yang dulu, dan memiliki Auror di sisi kita adalah keuntungan besar -- Kingsley Shacklebolt juga telah menjadi aset nyata; dia bertanggung jawab atas perburuan Sirius, jadi dia telah memberikan Kementerian informasi bahwa Sirius ada di Tibet.'

   'Tapi kalau tidak satupun dari kalian menyebarkan berita bahwa Voldemort sudah kembali --' Harry mulai.

   'Siapa bilang tidak satupun dari kami menyebarkan berita?' kata Sirius. 'Kaukira mengapa Dumbledore terlibat masalah?'

   'Apa maksudmu?' Harry bertanya.

   'Mereka mencoba mendiskreditkan dia,' kata Lupin. 'Tidakkah kau baca Daily Prophet minggu lalu? Mereka melaporkan bahwa dia telah dikeluarkan dari Ketua Konfederaasi Penyihir Internasional karena dia mulai tua dan kehilangan kendali, tapi itu tidak benar; dia dikeluarkan oleh para penyihir Kementerian setelah dia berpidato mengumumkan kembalinya Voldemort. Mereka menurunkannya dari Kepala Penyihir di Wizengamot -- itu Mahkamah Tinggi Penyihir -- dan mereka mengatakan juga akan mengambil Order of Merlin, Kelas Pertamanya.'

   'Tapi Dumbledore berkata dia tidak peduli apa yang mereka lakukan selama mereka tidak mengenyahkannya dari Kartu-Kartu Cokelat Kodok,' kata Bill sambil menyeringai.

   'Itu bukan hal untuk ditertawakan,' kata Mr Weasley dengan tajam. 'Kalau dia terus melawan Kementerian seperti ini dia bisa berakhir di Azkaban, dan hal terakhir yang kita mau adalah Dumbleldore terkurung. Selagi Kau-Tahu-Siapa tahu Dumbledore ada di luar sana dan tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya dia akan terus hati-hati. Kalau Dumbledore tak lagi jadi penghalang -- well, Kau-Tahu-Siapa akan punya jalan yang bebas rintangan.'

   'Tapi kalau Voldemort sedang berusaha merekrut lebih banyak Pelahap Maut pasti akan bocor kalau dia sudah kembali, bukankah begitu?' tanya Harry dengan putus asa.

   'Voldemort tidak berbaris ke rumah-rumah orang dan menggedor-gedor pintu depan mereka, Harry,' kata Sirius. 'Dia menggunakan tipuan, kutukan dan pemerasan pada mereka. Dia sangat terlatih untuk beroperasi secara rahasia. Lagipula, mengumpulkan pengikut hanya salah satu hal yang diminatinya. Dia juga punya rencana-rencana lain, rencana-rencana yang dapat dijalankannya dengan sangat diam-diam, dan dia sedang berkonsentrasi pada hal itu pada saat ini.'

   'Apa yang sedang dia kejar selain para pengikut?' Harry bertanya dengan cepat. Dia mengira melihat Sirius dan Lupin saling berpandangan sekilas sebelum Sirius menjawab.

   'Benda yang hanya bisa dia peroleh secara sembunyi-sembunyi.'

   Ketika Harry masih tampak bingung, Sirius berkata, 'Seperti sebuah senjata. Sesuatu yang tidak dimilikinya dulu.'

   'Sewaktu dia berkuasa dulu?'

   'Ya.'

   'Seperti sejenis senjata?' kata Harry. 'Sesuatu yang lebih buruk dari Avada Kedavra --?'

   'Sudah cukup!'

   Mrs Weasley berbicara melalui bayangan di samping pintu. Harry tidak memperhatikan kembalinya dia dari membawa Ginny naik. Lengannya bersilang dan dia tampak marah besar.

   'Aku mau kalian ke tempat tidur sekarang. Kalian semua,' dia menambahkan sambil melihat berkeliling kepada Fred, George, Ron dan Hermione.

   'Ibu tidak bisa menyuruh-nyuruh kami --' Fred mulai.

   'Lihat saja,' gertak Mrs Weasley. Dia sedikit gemetaran ketika dia memandang Sirius. 'Kau telah memberi Harry banyak informasi. Lebih banyak lagi dan kau sekalian saja langsung memasukkannya ke dalam Order.'

   'Kenapa tidak?' kata Harry dengan cepat. 'Aku akan bergabung, aku ingin bergabung, aku mau bertarung.'

   'Tidak.'

   Bukan Mrs Weasley yang berkata kali ini, tetapi Lupin.

   'Order hanya terdiri atas penyihir-penyihir yang sudah cukup umur,' katanya. 'Penyihir-penyihir yang telah meninggalkan sekolah,' dia menambahkan, ketika Fred dan George membuka mulut mereka. 'Ada bahaya-bahaya yang dilibatkan yang tidak akan pernah kalian pikirkan, satupun dari kalian ... kukira Molly benar, Sirius. Kita telah berkata cukup.'

   Sirius setengah mengangkat bahu tetapi tidak berdebat. Mrs Weasley memberi isyarat dengan memerintah kepada anak-anaknya dan Hermione. Satu per satu dari mereka berdir dan Harry, mengenali kekalahannya, mengikuti mereka.

 

 

-- BAB  ENAM --

Rumah Black yang Mulia dan Paling Kuno 

 

Mrs Weasley mengikuti mereka ke atas sambil terlihat muram.

    'Aku mau kalian semua langung tidur, tak ada bincang-bincang,' dia berkata ketika mereka mencapai puncak tangga yang pertama,'kita punya hari yang sibuk besok. Kurasa Ginny sedang tertidur,' dia menambahkan kepada Hermione, 'jadi cobalah tidak membangunkannya.'

    'Tertidur, yeah, benar,' kata Fred dengan nada rendah, setelah Hermione memberi mereka selamat malam dan mereka sedang naik ke lantai berikutnya. 'Kalau Ginny tidak sedang terbaring bangun sambil menunggu Hermione menceritakan kepadanya semuau yang mereka katakan di bawah maka aku seekor Flobberworm ...'

    'Baiklah, Ron, Harry,' kata Mrs Weasley di puncak tangga kedua, sambil menunjukkan mereka ke kamar tidur mereka. 'Tidurlah kalian berdua.'

    'Malam,' Harry dan Ron berkata kepada si kembar.

    'Tidur yang nyenyak,' kata Fred sambil mengedip.

    Mrs Weasley menutup pintu di belakang Harry dengan bunyi keras. Kamar itu terlihat, kalaupun bisa, bahkan lebih lembab dan lebih suram daripada pandangan pertama tadi. Lukisan kosong di dinding sekarang sedang bernapas pelan-pelan dan dalam-dalam, seakan-akan penghuninya yang tidak tampak sedang tertidur. Harry memakai piyamanya, melepaskan kacamatanya dan memanjat ke atas tempat tidurnya yang dingin sementara Ron melemparkan Owl Treat ke puncak lemari pakaian untuk menenangkan Hedwig dan Pigwidgeon, yang sedang bergerak ke sana ke mari dengan berisik dan mengibas-ngibaskan sayap mereka dengan gelisah.

    'Kita tidak bisa membiarkan mereka keluar berburu setiap malam,' Ron menjelaskan selagi dia memakai piyama merah marunnya. 'Dumbledore tidak ingin terlalu banyak burung hantu berkeliaran di sekitar alun-alun ini, dipikirnya itu akan terlihat mencurigakan. Oh yeah ... aku lupa ...'

    Dia menyeberangi ruangan dan menguncinya.

    'Kenapa kau lakukan itu?'

    'Kreacher,' kata Ron sambil memadamkan lampu. 'Malam pertama aku di sini dia datang keluyuran ke sini pukul tiga pagi. Percayalah, kau takkan mau terbangun dan menemukannya berkeliaran di dalam kamarmu. Lagipula ...' dia naik ke tempat tidurnya, masuk ke bawah selimutnya dan berpaling kepada Harry dalam kegelapan; Harry bisa melihat garis tubuhnya dalam cahaya bulan yang merembes masuk dari jendela yang kusam, 'bagaimana menurutmu?'

    Harry tidak perlu bertanya apa yang dimaksud Ron.

    'Well, mereka tidak memberitahu kita banyak yang belum kita tebak, bukan begitu?' dia berkata sambil memikirkan semua yang telah diperbincangkan di bawah. 'Maksudku, semua yang mereka katakan hanyalah bahwa Order sedang mencoba menghentikan orang-orang bergabung dengan Vol--'

    Ada suara napas tajam dari Ron.

    '--demort,' kata Harry dengan tegas. 'Kapan kau akan mulai menggunakan namanya? Sirius dan Lupin begitu.'

    Ron mengabaikan komentar terakhir itu.

    'Yeah, kau benar,' katanya, 'kita sudah tahu hampir semua yang mereka beritahukan kepada kita, dari penggunaan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan. Satu-satunya yang baru adalah --'

    Crack.

    'ADUH!'

    'Rendahkan suaramu, Ron, atau Mum akan kembali ke sini.'

    'Kalian berdua baru saja ber-Apparate ke atas lututku!'

    'Yeah, well, lebih sulit melakukannya dalam gelap.'

    Harry melihat garis samar Fred dan George melompat turun dari tempat tidur Ron. Ada deritan per tempat tidur dan kasur Harry turun beberapa inci ketika George duduk dekat kakinya.

    'Jadi, sudah sampai di sana?' kata George dengan bersemangat.

    'Senjata yang disebut Sirius?' kata Harry.

    'Lebih tepatnya, tercetus,' kata Fred dengan seenak hatinya, sekarang dia duduk di sebelah Ron. 'Kami tidak mendengar mengenai itu pada Telinga, benar 'kan?'

    'Menurut kalian apa itu?' kata Harry.

    'Bisa apapun,' kata Fred.

    'Tapi tidak ada yang lebih buruk daripada Kutukan Avada Kedavra, benar 'kan?' kata Ron. 'Apa yang lebih buruk dari kematian?'

    'Mungkin sesuatu yang dapat membunuh banyak orang seketika,' usul George.

    'Mungkin suatu cara membunuh orang yang benar-benar menyakitkan,' kata Ron dengan takut.

    'Dia punya Kutukan Cruciatus untuk menimbulkan rasa sakit,' kata Harry, 'dia tidak butuh apapun yang lebih efisien daripada itu.'

    Ada keheningan sejenak dan Harry tahu bahwa yang lainnya, seperti dirinya, sedang mengira-ngira kengerian apa yang dapat disebabkan oleh senjata ini.

    'Jadi, menurutmu siapa yang memilikinya sekarang?' tanya George.

    'Kuharap dari sisi kita,' kata Ron, terdengar sedikit gugup.

    'Kalau benar, Dumbledore mungkin sedang menyimpannya,' kata Fred.

    'Di mana?' kata Ron dengan cepat. 'Hogwarts?'

    'Pasti di sana!' kata George. 'Di sanalah dia menyembunyikan Batu Bertuah.'

    'Akan tetapi, sebuah senjata akan jauh lebih besar daripada Batu itu!' kata Ron.

    'Belum tentu!' kata Fred.

    'Yeah, ukuran bukan jaminan kekuatan,' kata George. 'Lihat saja Ginny.'

    'Apa maksudmu?' kata Harry.

    'Kau belum pernah menerima salah satu Guna-Guna Hantu Kelelawarnya, 'kan?'

    'Shhh!' kataFred, setengah bangkit dari  tempat tidur. 'Dengar!'

    Mereka terdiam. Langkah-langkah kaki datang menaiki tangga.

    'Mum,' kata George dan tanpa penundaan lagi ada suara crack keras dan Harry merasakan berat menghilang dari ujung tempat tidurnya. Beberapa detik kemudian, mereka mendengar papan lantai menderit di luar pintu mereka; Mrs Weasley jelas sedang mendengarkan untuk memeriksa apakah mereka sedang berbicara.

    Hedwig dan Pigwidgeon beruhu dengan muram. Papan lantai berderit lagi dan mereka mendengarnya menuju lantai atas untuk mengecek Fred dan George.

    'Dia tidak mempercayai kami semua, kau tahu,' kata Ron dengan menyesal.

    Harry yakin dia tidak akan bisa tertidur; malam itu begitu penuh hal-hal untuk dipikirkan sehingga dia sepenuhnya berharap akan terbaring bangun selama beberapa jam sambil memikirkan semuanya. Dia ingin terus berbincang dengan Ron, tapi Mrs Weasley sekarang sedang berderit ke bawah lagi, dan segera setelah dia pergi Harry mendengar dengan jelas yang lainnya sedang menuju ke atas ... bahkan, makhluk berkaki banyak sedang berlari dengan lembut ke atas dan ke bawah di luar pintu kamar tidur, dan Hagrid si guru Pemeliharaan Satwa Gaib sedang berkata, 'Mereka indah, bukankah begitu, eh, Harry? Kita akan mempelajari senjata-senjata pada semester ini ...' dan Harry melihat bahwa makhluk-makhluk itu berkepala meriam dan sedang berputar untuk menghadapnya ... dia menunduk ...

    Hal berikutnya yang dia tahu, dia tergulung menjadi bola hangat di bawah pakaian tidurnya dan suara keras George mengisi kamar itu.

    'Mum bilang bangun, sarapan kalian ada di dapur dan kemudian dia perlu kalian di ruang duduk, ada lebih banyak Doxy daripada yang dikiranya dan dia menemukan sarang Puffskein mati di bawah sofa.'

    Setengah jam kemudian Harry dan Ron, yang telah berpakaian dan makan pagi dengan cepat, memasuki ruang duduk, sebuah ruangan panjang berlangit-langit tinggi di lantai pertama dengan dinding-dinding hijau zaitun yang ditutupi permadani-permadani dinding yang kotor. Karpet mengeluarkan awan debu kecil setiap kali seseorang menaruh kaki di atasnya dan tirai-tirai beludru panjang berwarna hijau lumut berdengung seakan-akan dipenuhi lebah-lebah yang tidak tampak. Di sekitar tirai-tirai inilah Mrs Weasley, Hermione, Ginny, Fred dan George berkumpul, semuanya tampak aneh karena memakai sepotong kain yang diikatkan menutupi hidung dan mulut mereka. Masing-masing sedang memegang sebuah botol besar dengan mulut pipa di ujungnya yang berisi cairan hitam.

    'Tutupi wajah kalian dan ambil penyemprot,' Mrs Weasley berkata kepada Harry dan Ron saat dia melihat mereka, sambil menunjuk kepada dua lagi botol cairan hitam yang terletak di sebuah meja berkaki kurus panjang. 'Itu Doxycide. Aku belum pernah melihat hama separah ini -- apa yang telah dilakukan peri-rumah itu selama sepuluh tahun belakangan ini --'

    Wajah Hermione setengah tertutupi oleh sebuah tudung teh tetapi Harry dengan jelas melihatnya memberi Mrs Weasley pandangan mencela.

    'Kreacher sangat tua, dia mungkin tidak bisa --'

    'Kau akan terkejut apa yang bisa dilakukan Kreacher kalau dia mau, Hermione,' kata Sirius, yang baru saja memasuki ruangan itu sambil membawa sebuah kantong bernoda darah yang tampaknya berisi tikus-tikus mati. 'Aku baru saja memberi makan Buckbeak,' dia menambahkan, sebagai jawaban atas pandangan bertanya Harry. 'Aku memeliharanya di atas di kamar tidur ibuku. Bagaimanapun ... meja tulis ini ...'

   Dia menjatuhkan kantong berisi tikus itu ke sebuah kursi berlengan, lalu membungkuk untuk memeriksa lemari terkunsi yang, Harry sekarang memperhatikan untuk pertama kalinya, sedang bergetar sedikit.

    'Well, Molly, aku cukup yakin ini Boggart,' kata Sirius, sambil mengintip lewat lubang kunci, 'tapi mungkin kita harus membiarkan Mad-Eye memeriksanya sejenak sebelum kita mengeluarkannya -- kalau kenal ibuku, bisa saja sesuatu yang jauh lebih buruk.'

    'Benar katamu, Sirius,' kata Mrs Weasley.

    Mereka berdua berbicara dengan suara sopan dan ringan yang memberitahu Harry dengan jelas bahwa keduanya belum melupakan perseteruan malam sebelumnya.

    Sebuah suara deringan yang keras datang dari bawah, diikuti segera oleh hiruk pikuk jeritan dan raungan yang dipicu malam sebelumnya oleh Tonks yang menjatuhkan tempat payung.

    'Aku terus memberitahu mereka jangan membunyikan bel pintu!' kata Sirius dengan putus asa, sambil bergegas keluar ruangan. Mereka mendengarnya berderap menuruni tangga selagi pekikan Mrs Black menggema ke seluruh rumah sekali lagi:

    'Noda-noda aib, keturunan campuran yang kotor, pengkhianat darah, anak-anak sampah ...'

    'Tolong tutup pintunya, Harry,' kata Mrs Weasley.

    Harry mengambil waktu selama yang dia bisa untuk menutup pintu ruang duduk itu; dia ingin mendengar apa yang sedang berlangsung di bawah. Sirius jelas telah berhasil menutup tirai menutupi potret ibunya karena dia telah berhenti menjerit. Dia mendengar Sirius berjalan sepanjang aula, lalu gemerincing rantai di pintu depan, dan kemudian sebuah suara dalam yang dia kenali sebagai Kingsley Shacklebolt yang sedang berkata, 'Hestia baru saja menggantikanku, jadi dia pegang Jubah Moody sekarang, kukira aku akan meninggalkan laporan untuk Dumbledore ...'

    Merasakan mata Mrs Weasley di belakang kepalanya, Harry menutup pintu ruang duduk dengan perasaan menyesal dan bergabung kembali ke pesta Doxy.

    Mrs Weasley sedang membungkuk untuk memeriksa halaman mengenai Doxy dalam Penuntun Hama Rumah Tangga Gilderoy Lockhart, yang tergeletak terbuka di sofa.

    'Benar, kalian semua, kalian harus berhati-hati, karena Doxy menggigit dan gigi-gigi mereka beracun. Aku punya sebotol penawar di sini, tapi aku lebih suka kalau tidak ada yang membutuhkannya.'

    Dia bangkit, menempatkan dirinya di depan gorden dan memberi isyarat kepada mereka untuk maju.

    'Sewaktu kusuruh, segera mulai menyemprot,' katanya. 'Mereka akan terbang mendatangi kita, kukira, tapi di penyemprot ini dikatakan satu percikan yang jitu akan melumpuhkan mereka. Ketika mereka lumpuh, lemparkan saja ke dalam ember ini.'

    Dia melangkah dengan hati-hati keluar dari garis penembakan mereka, dan mengangkat alat penyemprotnya sendiri.

    'Baiklah -- semprot!'

    Harry baru saja menyemprot selama beberapa detik ketika seekor Doxy dewasa datang membumbung keluar dari lipatan bahan, sayapnya yang berkilat seperti kumbang berdesing, gigi-gigi kecil yang setajam jarum tampak jelas, tubuhnya yang seperti peri ditutupi oleh rambut hitam tebal dan keempat tinjunya yang kecil mengepal karena marah. Harry mengenainya di bagian muka dengan Doxycide. Dia membeku di udara dan terjatuh, dengan suara thunk yang keras, ke karpet usang di bawah. Harry memungutnya dan melemparkannya ke dalam ember.

    'Fred, apa yang kau lakukan?' kata Mrs Weasley dengan tajam. 'Semprot seketika dan buang itu!'

    Harry memandang ke sekitar. Fred sedang memegang seekor Doxy yang melawan di antara jari telunjuk dan jempolnya.

    'Baiklah,' Fred berkata dengan cerah, sambil menyemprot Doxy itu dengan cepat di bagian muka sehingga dia pingsan, tetapi begitu punggung Mrs Weasley dibalikkan dia mengantonginya dengan sebuah kedipan.

    'Kami ingin bereksperimen dengan bisa Doxy untuk Kotak Makanan Pembolos kami,' George memberitahu Harry dengan suara rendah.

    Sambil menyemprot dua Doxy dengan sekali semprot ketika mereka membumbung langsung ke hidungnya, Harry bergerak lebih dekat ke George dan bergumam dari sudut mulutnya, 'Apa itu Kotak Makanan Pembolos?'

    'Pilihan permen untuk membuatmu sakit,' George berbisik, sambil memandang punggung Mrs Weasley dengan waspada. 'Bukan benar-benar sakit, tahu, hanya cukup sakit untuk keluar dari kelas kalau kau mau. Fred dan aku telah mengembangkannya sepanjang musim panas ini. Permen-permen itu berujung ganda, diberi kode warna dan bisa dikunyah. Kalau kau makan bagian yang jingga dari Pastilles Muntah, kau akan muntah. Saat kau telah didorong keluar dari pelajaran ke sayap rumah sakit, kau telan bagian yang ungu --'

    '"-- yang memulihkan kesehatanmu, memungkinkanmu mengejar kegiatan luang pilihanmu sendiri selama satu jam yang seharusnya terbuang untuk kebosanan yang tidak menguntungkan." Itu yang kami taruh di iklannya.' bisik Fred, yang telah menepi dari pandangan Mrs Weasley dan sekarang sedang menyapu beberapa Doxy dari lantai dan menambahkan mereka ke dalam kantongnya. 'Tapi mereka masih perlu sedikit kerja. Saat ini para penguji kami masih mengalami kesulitan menghentikan diri mereka muntah cukup lama untuk menelan ujung ungu.'

    'Para penguji?'

    'Kami sendiri,' kata Fred. 'Kami memakainya bergantian. George makan Manisan Pingsan -- kami berdua mencoba Gula-Gula Mimisan --'

    'Mum mengira kami habis berduel,' kata George.

    'Kalau begitu, toko leluconnya masih jalan?' Harry bergumam, sambil berpura-pura menyesuaikan ujung penyemprot pada semprotannya.

    'Well, kami masih belum berkesempatan untuk mendapatkan tempat usaha,' kata Fred, sambil menurunkan suaranya lebih rendah lagi ketika Mrs Weasley menyeka alis dengan scarfnya sebelum melanjutkan penyerangan, 'jadi saat ini kami menjalankannya sebagai usaha pesanan lewat pos. Kami menaruh iklan di Daily Prophet minggu lalu.'

    'Semuanya berkat kau, sobat,' kata George. 'Tapi jangan kuatir ... Mum tidak tahu sedikitpun. Dia tidak membaca Daily Prophet lagi, kar'na menceritakan berita-berita bohong mengenaimu dan Dumbledore.'

    Harry nyengir. Dia telah memaksa si kembar Weasley mengambil hadiah uang seribu Galleon yang telah dimenangkannya dalam Turnamen Triwizard untuk membantu mereka mewujudkan ambisi mereka untuk membuka sebuah toko lelucon, tetapi dia masih senang mengetahui bahwa bagiannya dalam memajukan rencana mereka belum diketahui oleh Mrs Weasley. Dia tidak berpikir menjalankan sebuah toko lelucon merupakan karir yang pantas bagi dua anaknya.

    Penghilangan Doxy dari tirai-tirai berlangsung sepanjang pagi itu. Sudah lewat tengah hari ketika Mrs Weasley akhirnya melepaskan scarf pelindungnya, terhenyak ke kursi berlengan dan melompat bangkit lagi dengan jeritan jijik, karena telah menduduki sekantong tikus mati. Tirai-tirai tidak lagi berdesing; mereka bergantung lemas dan lembab dari penyemprotan habis-habisan. Di kaki mereka terletak Doxy-Doxy tidak sadar yang terjejal di dalam ember di samping semangkok telur hitam mereka, yang sedang diendusi Crookshanks dan Fred dan George sedang saling memandang dengan pandangan tamak.

    'Kukira kita akan mengerjakan yang itu sehabis makan siang,' Mrs Weasley menunjuk kepada lemari-lemari berpintu kaca yang berdebu yang terletak di kedua sisi rak perapian. Lemari-lemari itu penuh dengan aneka benda aneh; pilihan belati berkarat, cakar, kulit ular yang bergulung, sejumlah kotak perak pudar yang diberi tulisan dalam bahasa yang tidak dapat dimengerti Harry dan, yang paling tidak menyenangkan dari semuanya, sebuah botol kristal berhias dengan sebuah batu opal besar yang ditempatkan pada penutupnya, penuh dengan apa yang Harry yakini sebagai darah.

    Bel pintu yang berkelontang berbunyi lagi. Semua orang memandang kepada Mrs Weasley.

    'Tetap di sini,' dia berkata dengan tegas, sambil menyambar kantong tikus itu selagi pekikan Mrs Black mulai lagi di bawah. 'Aku akan membawakan beberapa roti isi.'

    Dia meninggalkan ruangan, menutup pintu dengan hati-hati di belakangnya. Seketika, semua orang menyerbu ke jendela untuk melihat ke bawah ke ambang pintu. Mereka bisa melihat puncak dari sebuah kepala merah kekuningan yang tidak terurus dan setumpuk kuali yang keseimbangannya sangat genting.

    'Mundungus!' kata Hermione. 'Untuk apa dia membawa kuali-kuali itu?'

    'Mungkin mencari tempat yang aman untuk menyimpannya,' kata Harry. 'Bukankah itu yang dia lakukan pada malam dia seharusnya mengekoriku? Mengambil kuali-kuali itu?'

    'Yeah, kau benar!' kata Fred, ketika pintu depan terbuka; Mundungus menyeret kuali-kualinya melalui pintu dan menghilang dari pandangan. 'Ya ampun, Mum tidak akan menyukainya ...'

    Dia dan George menyeberang ke pintu dan berdiri di sampingnya, sambil mendengarkan dengan seksama. Jeritan Mrs Black telah berhenti.

    'Mundungus sedang berbicara dengan Sirius dan Kingsley,' Fred bergumam, sambil merengut penuh konsntrasi. 'Tidak bisa dengar dengan jelas ... menurutmu kita bisa mengambil resiko dengan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan?'

    'Mungkin berharga,' kata George. 'Aku bisa menyelinap ke atas dan mengambil sepasang --'

    Tetapi pada saat itu juga ada suara ledakan dari bawah yang membuat Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan tidak diperlukan lagi. Mereka semua dapat mendengar dengan jelas apa yang sedang diteriakkan Mrs Weasley pada puncak suaranya.

    'KITA TIDAK MENJALANKAN RUMAH PERSEMBUNYIAN UNTUK BARANG-BARANG CURIAN!'

    'Aku suka mendengar Mum berteriak kepada orang lain,' kata Fred, dengan senyum kepuasan di wajahnya ketika dia membuka pintu sekitar satu inci untuk membiarkan suara Mrs Weasley memasuki ruangan itu dengan lebih baik, 'benar-benar perubahan yang sangat baik.'

    '-- BENAR-BENAR TIDAK BERTANGGUNG JAWAB, SEAKAN-AKAN KITA BELUM PUNYA CUKUP MASALAH UNTUK DIKHAWATIRKAN TANPA KAMU MENYERET KUALI-KUALI CURIAN KE DALAM RUMAH --'

    'Para idiot itu membiarkannya berlarut-larut,' kata George, sambil menggelengkan kepalanya. 'Kau harus mengalihkannya dari awal kalau tidak dia akan menambah kekuatan dan berteriak terus selama berjam-jam. Dan dia sudah sangat ingin memarahi Mundungus sejak dia menyelinap pergi sewaktu seharusnya mengikutimu, Harry -- dan ibunya Sirius mulai lagi --'

    Suara Mrs Weasley tertelan oleh jeritan dan pekikan baru yang datang dari potret-potret di aula.

    George bergerak menutup pintu untuk menenggelamkan keributan itu, tetapi sebelum dia bisa melakukannya, seorang peri-rumah memasuki ruangan itu.

    Kecuali kain rombengan kotor yang diikat seperti cawat di sekitar bagian tengahnya, dia benar-benar telanjang. Kelihatannya sangat tua. Kulitnya terlihat beberapa kali lebih besar bagi dirinya dan, walaupun dia botak seperti semua peri-rumah, ada sejumlah rambut putih yang tumbuh mencuat dari telinga besarnya yang seperti telinga kelelawar. Matanya yang berwarna kelabu berair dan pembuluh darahnya tampak dan hidungnya yang penuh daging besaar dan mirip moncong.

    Peri itu sama sekali tidak memperhatikan Harry dan yang lain. Bertindak seakan-akan dia tidak bisa melihat mereka, dia bergerak dengan bungkuk, pelan-pelan dan pasti, menuju ujung jauh dari ruangan itu, sambil bergumam pelan dalam suara serak dan dalam seperti katak.

    '... baunya seperti selokan dan seorang kriminal untuk ditendang, tapi yang wanita juga tidak lebih baik, si pengkhianat darah yang menjijikan dengan anak-anak nakalnya mengotori rumah nyonyaku, oh, nyonyaku yang malang, kalau saja dia tahu, kalau dia tahu sampah yang telah mereka masukkan ke dalam rumahnya, apa yang akan dikatakannya kepada Kreacher tua ini, oh, betapa malunya, Darah-lumpur dan manusia serigala dan pengkhianat dan pencuri, Kreacher tua yang malang, apa yang bisa dilakukannya ...'

    'Halo, Kreacher,' kata Fred dengan sangat keras, sambil menutup pintu dengan sekali banting.

    Peri-rumah itu membeku di tempat, berhenti bergumam, dan mengeluarkan suara terkejut yang sangat dibuat-buat dan sangat tidak meyakinkan.

    'Kreacher tidak melihat tuan muda,' katanya, sambil berpaling dan membungkuk kepada Fred. Masih menghadap karpet, dia menambahkan, jelas terdengar, 'Anak nakal menjijikan dari seorang pengkhianat darah.'

    'Maaf?' kata George. 'Tidak dengar yang terakhir itu.'

    'Kreacher tidak berkata apa-apa,' kata si peri-rumah, dengan membungkuk kedua kali kepada George, sambil menambahkan dengan suara rendah yang jelas, 'dan itu kembarannya, bangsat-bangsat kecil tidak alami mereka itu.'

    Harry tidak tahu apakah harus tertawa atau tidak. Peri-rumah itu meluruskan dirinya sambil mengintai mereka semua dengan bengis, dan tampaknya yakin bahwa mereka tidak bisa mendengarnya ketika dia terus bergumam.

    '... dan itu si Darah-lumpur, berdiri di sana sehebat kuningan, oh, kalau nyonyaku tahu, oh, bagaimana dia akan menangis, dan ada anak baru, Kreacher tidak tahu namanya. Apa yang sedang dia lakukan di sini? Kreacher tidak tahu ...'

    'Ini Harry, Kreacher,' kata Hermione. 'Harry Potter.'

    Mata pucat Kreacher melebar dan dia bergumam lebih cepat dan lebih marah dari sebelumnya.

    'Si Darah-lumpur berbicara kepada Kreacher seolah-olah dia temanku, kalau nyonya Kreacher melihatnya bersama orang seperti itu, oh, apa yang akan dikatakannya --'

    'Jangan sebut dia Darah-lumpur!' kata Ron dan Ginny bersama-sama, dengan sangat marah.

    'Tidak masalah,' Hermione berbisik, 'dia tidak dalam pikiran sehatnya, dia tidak tahu apa yang dia --'

    'Jangan bodohi dirimu, Hermione, dia tahu persis apa yang dia katakan,' kata Fred, sambil memandang Kreacher dengan rasa tidak suka.

    Kreacher masih bergumam, matanya memandang Harry.

    'Benarkah itu? Benar Harry Potter? Kreacher bisa melihat bekas lukanya, pastilah benar, itu anak yang menghentikan Pangeran Kegelapan, Kreacher bertanya-tanya bagaiamana dia melakukannya --'

    'Bukankah kita semua begitu, Kreacher,' kata Fred.

    'Apa yang kau inginkan?' George bertanya.

    Mata besar Kreacher beralih kepada George.

    'Kreacher sedang bersih-bersih,' dia berkata mengelak.

    'Cerita yang mungkin sekali,' kata sebuah suara di belakang Harry.

    Sirius telah kembali; dia sedang menatap tajam kepada peri itu dari ambang pintu. Keributan di aula telah reda; mungkin Mrs Weasley dan Mundungus telah memindahkan perseteruan mereka ke bawah ke dapur. Ketika melihat Sirius, Kreacher membungkukkan dirinya rendah sekali sehingga hidungnya yang mirip moncong rata ke lantai.

    'Berdiri tegak,' kata Sirius dengan tidak sabar. 'Sekarang, apa yang sedang kau rencanakan?'

    'Kreacher sedang bersih-bersih,' peri-rumah itu mengulangi. 'Kreacher hidup untuk melayani Rumah Black yang Mulia --'

    'Dan semakin kelam saja setiap harinya, sehingga jadi sangat kotor,' kata Sirius.

    'Tuan selalu suka lelocon kecilnya,' kata Kreacher sambil membungkuk lagi, dan meneruskan dengan suara rendah, 'Tuan adalah babi tidak tahu berterima kasih yang menjijikan yang meremukkan hati ibunya --'

    'Ibuku tidak punya hati, Kreacher,' sambar Sirius. 'Dia bertahan hidup semata-mata dengan rasa dengki.'

    Kreacher membungkuk lagi ketika dia berkata.

    'Apapun yang Tuan katakan,' dia bergumam dengan marah. 'Tuan tidak pantas menyeka lendir dari sepatu bot ibunya, oh, nyonyaku yang malang, apa yang akan dikatakannya kalau dia melihat Kreacher melayaninya, bagaimana dia membencinya, betapa mengecewakannya dirinya --'

    'Kutanya kau apa yang sedang kau rencanakan,' kata Sirius dengan dingin. 'Tiap kali kau muncul sambil berpura-pura bersih-bersih, kau menyelinapkan sesuatu ke kamarmu sehingga kami tidak bisa membuangnya.'

    'Kreacher tidak akan memindahkan apapun dari tempat yang seharusnya dalam rumah Tuan,' kata peri-rumah itu, lalu bergumam dengan amat cepat, 'Nyonya tidak akan pernah memaafkan Kreacher kalau permadani dinding itu dibuang, sudah berada dalam keluarga selama tujuh abad, Kreacher harus menyelamatkannya, Kreacher tidak akan membiarkan Tuan dan para pengkhianat darah dan anak-anak nakal itu menghancurkannya --'

    'Kukira juga mungkin itu,' kata Sirius, sambil memberi pandangan menghina pada dinding di seberang. 'Dia pasti telah menempatkan Mantera Lekat Permanen lagi ke bagian belakangnya, aku tidak ragu, tetapi kalau bisa kuhilangkan pasti akan kulakukan. Sekarang pergilah, Kreacher.'

    Tampaknya Kreacher tidak berani tidak mematuhi perintah langsung, walaupun begitu, pandangan yang diberikannya kepada Sirius ketika dia bergerak melewatinya penuh dengan kebencian yang amat sangat dan dia bergumam sepanjang jalan keluar dari ruangan itu.

    '-- pulang dari Azkaban sambil menyuruh-nyuruh Kreacher, oh, nyonyaku yang malang, apa yang akan dikatakannya kalau dia melihat rumah ini sekarang, sampah tinggal di dalamnya, barang-barang berharganya dibuang, nyonya bersumpah dia bukan anaknya dan dia sudah kembali, mereka juga bilang dia pembunuh --'

    'Terus menggerutu dan aku akan jadi pembunuh!' kata Sirius dengan jengkel selagi dia membanting pintu menutup.

    'Sirius, dia tidak menyadari perbuatannya,' Hermione memohon, 'kukira dia tidak sadar bahwa kita mendengarnya.'

    'Dia sudah sendirian terlalu lama,' kata Sirius, 'menuruti perintah gila dari potret ibuku dan berbicara kepada dirinya sendiri, tapi dia dari dulu memang seorang bajingan kecil --'

    'Kalau saja kau membebaskannya,' kata Hermione penuh harap, 'mungkin --'

    'Kita tidak bisa membebaskannya, dia tahu terlalu banyak tentang Order,' kata Sirius dengan masam. 'Dan lagipula, rasa terguncang akan membunuhnya. Kau sarankan dia meninggalkan rumah ini, lihat bagaimana tanggapannya.'

    Sirius berjalan menyeberangi ruangan ke tempat permadani dinding yang Kreacher coba lindungi yang bergantung sepanjang dinding. Harry dan yang lain mengikuti.

    Permadani dinding itu tampak sangat tua; warnanya sudah pudar dan terlihat seakan-akan sudah digerogoti Doxy di banyak tempat. Walau begitu, benang keemasan yang membordirnya masih berkilau cukup cemerlang untuk memperlihatkan kepada mereka pohon keluarga yang membentang yang bertanggal (sejauh yang dapat dilihat Harry) dari Abad Pertengahan. Huruf-huruf besar di bagian paling atas permadani dinding itu bertuliskan:

Rumah Black yang Mulia dan Paling Kuno

'Toujours pur' (Selalu Murni)

'Kau tidak ada di sini!' kata Harry, setelah mengamati bagian bawah pohon itu dengan seksama.

    'Aku dulu ada di sana,' kata Sirius sambil menunjuk ke sebuah lubang kecil bulat bekas terbakar di permadani, yang mirip sundutan rokok. 'Ibuku tersayang meledakkanku setelah aku lari dari rumah -- Kreacher sangat suka menggumamkan cerita itu.'

    'Kau lari dari rumah?'

    'Sewaktu aku berusia sekitar enam belas tahun,' kata Sirius. 'Aku sudah muak.'

    'Ke mana kau pergi?' tanya Harry sambil menatapnya.

    'Tempat ayahmu,' kata Sirius. 'Kakek-nenekmu sangat baik; mereka seperti mengangkatku sebagai anak kedua. Yeah, aku berkemah di luar rumah ayahmu saat liburan sekolah, dan ketika aku berumur tujuh belas aku mempunyai tempat sendiri. Pamanku Alphard meninggalkanku sejumlah emas -- dia juga telah dihapus dari sini, mungkin itu sebabnya -- lagipula, setelah itu aku menjaga diriku sendiri. Namun, aku selalu diterima di rumah keluarga Potter untuk makan siang Minggu.'

    'Tapi ... kenapa kau ...?'

    'Pergi?' Sirius tersenyum getir dan menyisir rambut panjangnya yang tak terawat dengan jari-jarinya. 'Karena aku benci mereka semua; orang tuaku, dengan mania darah-murni mereka, yakin bahwa menjadi seorang Black membuatmu berdarah biru ... adikku yang idiot, cukup lembek untuk mempercayai mereka ... itu dia.'

    Sirius menusukkan sebuah jari ke bagian paling bawah dari pohon itu, pada nama 'Regulus Black'. Sebuah tanggal kematian (sekitar lima belas tahun sebelumnya) mengikuti tanggal kelahiran.

    'Dia lebih muda dariku,' kata Sirius, 'dan merupakan anak yang lebih baik, seperti yang selalu diingatkan kepadaku.'

    'Tapi dia meninggal,' kata Harry.,

    'Yeah,' kata Sirius. 'Idiot bodoh ... dia bergabung dengan para Pelahap Maut.'

    'Kau bercanda!'

    'Ayolah, Harry, bukankah kau sudah lihat cukup banyak dari rumah ini untuk mengetahui penyihir macam apa keluargaku itu?' kata Sirius dengan tidak sabar.

    'Apakah -- apakah orang tuamu juga Pelahap Maut?'

    'Tidak, tidak, tapi percayalah kepadaku, mereka berpikir Voldemort memiliki gagasan yang benar, mereka mendukung pemurnian ras penyihir, mengenyahkan para kelahiran Muggle dan memberi kekuasaan kepada darah-murni. Mereka juga tidak sendirian, ada sejumlah orang, sebelum Voldemort menunjukkan wajah aslinya, yang berpikir bahwa dia punya gagasan yang benar mengenai banyak hal ... namun, mereka jadi pengecut ketika mereka melihat dia bersiap-siap mengambil kekuasaan. Tapi aku yakin orang tuaku mengira Regulus adalah pahlawan kecil karena bergabung sejak awal.'

    'Apakah dia dibunuh oleh Auror?' Harry bertanya.

    'Oh, tidak,' kata  Sirius. 'Tidak, dia dibunuh oleh Voldemort. Atau atas perintah Voldemort, lebih tepatnya; aku ragu Regulus pernah cukup penting untuk dibunuh sendiri oleh Voldemort. Dari apa yang kuketahui setelah dia mati, dia masuk cukup jauh, lalu panik mengenai apa yang harus dikerjakannya dan mencoba mundur. Well, kau tidak bisa menyerahkan surat pengunduran diri begitu saja kepada Voldemort. Pilihannya pelayanan seumur hidup atau kematian.'

    'Makan siang,' kata suara Mrs Weasley.

    Dia sedang mengangkat tongkat tinggi-tinggi di depannya, sambil menyeimbangkan sebuah nampan besar yang penuh berisi roti isi dan kue dengan ujung tongkat. Wajahnya sangat merah dan terlihat masih marah. Yang lain berpindah mendekatinya, ingin mendapatkan makanan, tapi Harry tetap bersama Sirius, yang telah membungkuk lebih dekat ke permadani.

    'Aku belum melihat ini selama bertahun-tahun. Itu Phinneas Nigellus ... kakek buyutku, lihat? ... Kepala Sekolah paling tidak populer yang pernah dimiliki Hogwarts ... dan Araminta Meliflua ... sepupu ibuku ... mencoba memaksakan Undang-Undang Kementerian untuk melegalkan perburuan Muggle ... dan Bibi Elladora sayang ... dia memulai tradisi keluarga memenggal kepala peri-rumah ketika mereka terlalu tua untuk membawa nampan teh ... tentu saja, tiap kali keluarga menghasilkan seseorang yang kurang pantas mereka tidak diakui. Kulihat Tonks tidak ada di sini. Mungkin itu sebabnya Kreacher tidak mau menerima perintah darinya -- dia seharusnya melakukan apapun yang diminat siapa saja dalam keluarga --'

    'Kau dan Tonks berkerabat?' Harry bertanya, terkejut.

    'Oh, yeah, ibunya Andromeda adalah sepupu yang paling kusukai,' kata Sirius, sambil memeriksa permadani dinding itu dengan seksama. 'Tidak, Andromeda juga tidak di sini, lihat --'

    Dia menunjuk ke tanda hangus bulat kecil di antara dua nama, Bellatrix dan Narcissa.

    'Saudara-saudara perempuan Andromeda masih di sini karena mereka menikah secara terhormat dengan darah-murni, tapi Andromeda menikahi seorang kelahiran Muggle, Ted Tonks, jadi --'

    Sirius memperagakan meledakkan permadani itu dengan sebuah tongkat dan tertawa masam. Akan tetapi, Harry tidak tertawa; dia terlalu sibuk menatap ke nama-nama di sebelah kanan tanda hangus Andromeda. Sebuah garis ganda bordir emas menghubungkan  Narcissa Black dengan Lucius Malfoy dan sebuah garis tunggal vertikal dari nama-nama mereka menuntun ke nama Draco.

    'Kau berkerabat dengan keluarga Malfoy!'

    'Keluarga-keluarga berdarah-murni semuanya saling berhubungan,' kata Sirius. 'Kalau kau hanya akan membolehkan anak lelaki dan perempuanmu menikahi darah-murni pilihanmu sangat terbatas; hampir tidak ada lagi dari kami yang tersisa. Molly dan aku bersepupu karena pernikahan dan Arthur semacam sepupu dari sepupuku. Tapi tidak ada gunanya mencari mereka di sini -- kalau ada keluarga yang merupakan sekumpulan pengkhianat darah itulah keluarga Weasley.'

    Tapi Harry sekarang sedang melihat ke nama-nama di sebelah kiri tanda hangus Andromeda: Bellatrix Black, yang dihubungkan dengan garis ganda ke Rodolphus Lestrange.

    'Lestrange ...' Harry berkata dengan keras. Nama itu telah menggerakkan sesuatu dalam ingatannya; dia tahu nama itu dari suatu tempat, tapi selama beberapa saat dia tidak bisa berpikir di mana, walaupun memberinya sensasi aneh yang menjalar di dasar perutnya.

    'Mereka ada di Azkaban,' kata Sirius singkat.

    Harry menatapnya dengan rasa ingin tahu.

    'Bellatrix dan suaminya Rodolphus masuk bersama Barty Crouch junior,' kata Sirius, dengan nada kasar yang sama. 'Saudara lelaki Rodolphus, Rabastan ada bersama mereka juga.'

    Lalu Harry teringat. Dia telah melihat Bellatrix Lestrange di dalam Pensieve Dumbledore, alat aneh yang dapat menyimpan pikiran dan ingatan: seorang wanita jangkung berkulit gelap dengan mata berkelopak tebal, yang telah berdiri di persidangannya dan menyatakan kesetiaanya yang terus-menerus kepada Lord Voldemort, rasa bangganya karena dia terus berusaha menemukannya setelah kejatuhannya dan keyakinannya bahwa suatu hari dia akan diberi ganjaran atas kesetiaannya.

    'Kau tidak pernah bilang dia --'

    'Apakah ada pengaruhnya kalau dia sepupuku?' sambar Sirius. 'Sejauh menyangkut diriku, mereka bukan keluargaku. Dia jelas bukan keluargaku. Aku belum melihatnya sejak aku seumurmu, kecuali kau hitung sekilas waktu dia masuk Azkaban. Apa menurutmu aku bangga punya kerabat seperti dia?'

    'Maaf,' kata Harry dengan cepat, 'aku tidak bermaksud -- aku hanya terkejut, itu saja --'

    'Tidak mengapa, jangan minta maaf,' Sirius bergumam. Dia berpaling dari permadani dinding itu, tangannya dijejalkan ke dalam kantongnya. 'Aku tidak suka kembali ke sini,' katanya sambil menatap ke seberang ruang duduk. 'Aku tidak pernah mengira akan terperangkap di dalam rumah ini lagi.'

    Harry mengerti sepenuhnya. Dia tahu bagaimana dia akan merasa, ketika dia sudah dewasa dan berpikir dirinya bebas dari tempat itu untuk selamanya, harus kembali dan tinggal di Privet Drive nomor empat.

    'Tentu saja ideal untuk Markas Besar,' Sirius berkata. 'Ayahku menempatkan semua alat pengamanan yang dikenal oleh kelompok penyihir sewaktu dia tinggal di sini. Tidak tampak di peta, jadi para Muggle tidak akan pernah datang dan berkunjung -- seakan-akan mereka mau -- dan sekarang Dumbledore sudah menambahkan perlindungannya, kau akan sulit mencari rumah yang lebih aman di tempat lain. Dumbledore adalah Penjaga Rahasia Order, kau tahu -- tak seorangpun bisa menemukan Markas Besar kecuali dia memberitahu mereka secara pribadi di mana letaknya -- catatan yang diperlihatkan Moody kepadamu tadi malam, itu dari Dumbledore ...' Sirius tertawa pendek mirip gonggongan. 'Kalau saja orang tuaku bisa melihat kegunaan rumah mereka sekarang ... well, potret ibuku pasti sudah memberimu sejumlah ide ...'

    Dia merengut sebentar, lalu menghela napas.

    'Aku tidak akan keberatan kalau aku bisa keluar kadang-kadang dan melakukan sesuatu yang berguna. Aku sudah bertanya kepada Dumbledore apakah aku bisa mengawalmu ke dengar pendapatmu -- sebagai Snuffles, tentu saja -- sehingga aku bisa memberimu sedikit dukungan moral, bagaimana menurutmu?'

    Harry merasa seakan-akan perutnya telah tenggelam ke karpet berdebu. Dia belum memikirkan dengar pendapat itu sekalipun sejak makan malam kemarin; dalam semangatnya kembali bersama orang-orang yang paling disenanginya, dan mendengar semua yang sedang berlangsung, dengar pendapat itu telah benar-benar keluar dari kepalanya. Namun, mendengar kata-kata Sirius, rasa takut yang mencekam kembali timbul dalam dirinya. Dia menatap ke Hermione dan keluarga Weasley, semuanya sedang makan roti isi, dan berpikir bagaimana perasaannya kalau mereka kembali ke Hogwarts tanpa dirinya.

    'Jangan khawatir,' Sirius berkata. Harry melihat ke atas dan menyadari bahwa Sirius telah mengamati dirinya. 'Aku yakin mereka akan melepaskanmu, pasti ada sesuatu dalam Undang-Undang Kerahasiaan Internasional mengenai izin menggunakan sihir untuk menyelamatkan hidupmu.'

    'Tapi kalau mereka mengeluarkanku,' Harry berkata dengan pelan, 'bolehkah aku kembali ke sini dan tinggal bersamamu?'

    Sirius tersenyum sedih.

    'Kita lihat nanti.'

    'Aku akan merasa jauh lebih baik mengenai dengar pendapat itu kalau aku tahu aku tidak perlu kembali ke keluarga Dursley,' Harry menekannya.

    'Mereka pastilah tidak menyenangkan kalau kau memilih tempat ini,' kata Sirius dengan suram.

    'Cepatlah, kalian berdua, atau tidak akan ada makanan yang tersisa,' Mrs Weasley memanggil.

    Sirius menghela napas sekali lagi, menatap permadani dinding itu dengan pandangan tidak suka, lalu dia dan Harry pergi bergabung dengan yang lain.

    Harry mencoba sebaik mungkin tidak memikirkan dengar pendapat ketika mereka mengosongkan lemari-lemari berpintu kaca sore itu. Untung saja, itu merupakan pekerjaan yang membutuhkan banyak konsentrasi, banyak dari benda-benda yang ada di dalam sana yang terlihat enggan meninggalkan rak-rak berdebu mereka. Sirius mengalami luka gigitan parah dari sebuah kotak tembakau perak; dalam beberapa detik tangannya yang tergigit telah tumbuh kulit tebal yang tidak menyenangkan seperti memakai sarung tangan keras warna coklat.

    'Tidak apa-apa,' katanya sambil memeriksa tangannya dengan penuh minat sebelum mengetuknya dengan ringan dengan tongkatnya dan mengembalikan kulitnya ke keadaan normal, 'pastilah di dalam itu bubuk Wartcap.'

    Dia melemparkan kotak itu ke samping ke dalam kantong tempat mengumpulkan puing-puing dari lemari-lemari itu; Harry melihat George membelit tangannya dengan kain secara hati-hati beberapa saat kemudian dan menyelinapkan kotak itu ke dalam kantongnya yang telah dipenuhi dengan Doxy.

    Mereka menemukan sebuah instrumen perak yang tampak tidak menyenangkan, sesuatu yang mitip pasangan penjepit berkaki banyak, yang berlari menaiki lengan Harry seperti laba-laba ketika dia memungutnya, dan mencoba menusuk kulitnya. Sirius menyambarnya dan menghancurkannya dengan sebuah buku tebal yang berjudul Kemuliaan Alam: Sebuah Silsilah Penyihir. Ada sebuah kotak musik yang mengeluarkan nada berdenting agak seram ketika diputar, dan mereka semua merasa menjadi lemah dan mengantuk, sampai Ginny sadar dan membanting tutupnya; sebuah liontin berat yang tidak bisa mereka buka; sejumlah cap kuno; dan dalam kotak berdebu, sebuah Order of Merlin, Kelas Pertama, yang telah diserahkan kepada kakek Sirius untuk 'jasa-jasa bagi Kementerian'.

    'Maksudnya dia memberi mereka banyak emas,' kata Sirius dengan menghina sambil melemparkan medali itu ke dalam kantong sampah.

    Beberapa kali Kreacher memasuki ruangan dan mencoba menyeludupkan barang-barang di bawah cawatnya, sambil menggumamkan kutukan-kutukan mengerikan setiap kali mereka menangkap basahnya. Ketika Sirius merebut sebuah cincin keemasan besar yang memiliki lambang keluarga Black dari pegangannya, Kreacher bahkan menangis marah dan meninggalkan ruangan terseduu-sedu dan memanggil Sirius dengan nama-nama yang belum pernah didengar Harry.

    'Itu milik ayahku,' kata Sirius sambil melempar cincin itu ke dalam kantong. 'Kreacher tidak begitu setia kepadanya seperti kepada ibuku, tapi aku masih saja menangkapnya sedang mencuri sepotong celana tua ayahku minggu lalu.'

*

Mrs Weasley menyibukkan mereka semua selama beberapa hari berikutnya. Ruang duduk perlu tiga hari untuk disucihamakan. Akhirnya, satu-satunya benda tidak diinginkan yang tertinggal di dalamnya adalah permadani dinding, yang bertahan daari semua usaha mereka untuk melepaskannya dari dinding, dan meja tulis yang berderak itu. Moody belum mampir ke Markas Besar, jadi mereka tidak bisa yakin apa yang ada di dalam.

    Mereka pindah dari ruang duduk ke sebuah ruang makan di lantai dasar di mana mereka menemukan laba-laba sebesar tatakan cangkir yang bersembunyi di dalam lemari (Ron meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa untuk membuat secangkir teh dan tidak kembali selama satu setengah jam). Barang-barang pecah belahnya, yang memiliki lambang keluarga dan motto Black, semuanya dibuang ke dalam kantong oleh Sirius, dan nasib yang sama menimpa serangkaian foto-foto tua dalam bingkai-bingkai perak ternoda, yang semua penghuninya mendengking dengan nyaring ketika kaca-kaca yang menutupi mereka pecah.

    Snape mungkin menyebut pekerjaan mereka 'membersihkan', tapi menurut pendapat Harry mereka sebenarnya sedang berperang melawan rumah itu, yang memberikan perlawanan yang cukup hebat, dibantu dan disekutui oleh Kreacher. Peri-rumah itu terus di manapun mereka berkelompok, gerutuannya menjadi semakin menghina selagi dia berusaha memindahkan apapun yang bisa dilakukannya dari tempat sampah. Sirius bahkan sampai mengancamnya dengan pakaian, tapi Kreacher memberinya tatapan berair dan berkata, 'Tuan harus melakukan yang Tuan inginkan,' sebelum berpaling dan menggerutu dengan sangat keras, 'tapi Tuan tidak akan mengenyahkan Kreacher, tidak, karena Kreacher tahu apa yang sedang mereka rencanakan, oh ya, dia sedang membuat rencana melawan Pangeran Kegelapan, ya, dengan para Darah-lumpur ini dan pengkhianat dan sampah ...'

    Mendengar itu Sirius, sambil mengabaikan protes Hermione, menyambar Kreacher di bagian belakang cawatnya dan melemparkannya keluar dari ruangan itu.

    Bel pintu berbunyi beberapa kali dalam sehari, yang merupakan petunjuk bagi ibu Sirius untuk mulai memekik lagi, dan bagi Harry dan yang lain untuk mencoba mencuri dengar para pengunjung, walaupun mereka mengumpulkan sangat sedikit keterangan dari kilasan dan potongan singkat percakapan yang bisa mereka kuping sebelum Mrs Weasley menyuruh mereka kembali ke tugas mereka. Snape keluar-masuk rumah itu beberapa kali lagi, walaupun yang membuat Harry lega mereka belum pernah bertatap muka; Harry juga melihat guru Transfigurasinya Professor McGonagall, terlihat sangat aneh dalam baju dan mantel Muggle, dan dia juga terlihat terlalu sibuk untuk berlama-lama. Akan tetapi, kadang-kadang para pengunjung tinggal untuk membantu. Tonks bergabung dengan mereka dalam sebuah sore yang penuh kenangan di mana mereka menemukan hantu tua pembunuh yang bersembunyi di toilet atas, dan Lupin, yang tinggal di rumah itu bersama Sirius tapi meninggalkannya untuk waktu yang lama untuk melakukan pekerjaan misterius bagi Order, membantu mereka memperbaiki sebuah jam berdiri yang memiliki kebiasaan tidka menyenangkan yaitu menembakkan baut-baut berat ke orang-orang yang melewatinya. Mundungus menebus dirinya sedikit dalam mata Mrs Weasley dengan menyelamatkan Ron dari satu stel jubah ungu kuno yang mencoba mencekiknya ketika dia memindahkannya dari lemari.

    Walaupun dia masih susah tidur, masih bermimpi mengenai koridor-koridor dan pintu-pintu terkunci yang membuat bekas lukanya perih, Harry berhasil bersenang-senang untuk pertama kalinya sepanjang musim panas itu. Selama dia sibuk dia gembira; namun ketika aksinya mereda, kapanpun dia kurang waspada, atau berbaring kelelahan di tempat tidur sambil mengamati bayangan-bayangan kabur yang bergerak di langit-langit, pikiran mengenai dengar pendapat Kementerian yang membayang kembali kepada dirinya. Rasa takut menerkam bagian dalam tubuhnya seperti jarum ketika dia bertanya-tanya apa yang akan terjadi kepada dirinya kalau dia dikeluarkan. Gagasan itu begitu mengerikan sehingga dia tidak berani mengucapkannya keras-keras, bahkan tidak kepada Ron dan Hermione, yang, walaupun dia sering melihat mereka berbisik satu sama lain dan memandang ke arahnya dengan cemas, mengikuti petunjukkan dengan tidak menyebut hal itu. Kadang-kadang, dia tidak bisa menghalangi imajinasinya memperlihatkan kepada dirinya seorang pejabat Kementerian yang tidak berwajah yang sedang mematahkan tongkatnya menjadi dua dan memerintahkannya kembali ke keluarga Dursley ... tapi dia tidak mau pergi. Dia sudah menetapkan hati dalam hal itu. Dia akan kembali ke sini ke Grimmauld Place dan tinggal bersama Sirius.

    Dia merasa seolah-olah sebuah batu bata telah jatuh ke dalam perutnya ketika Mrs Weasley berpaling kepadanya sewaktu makan malam pada Rabu malam dan berkata dengan pelan, 'Aku telah menyetrika baju terbaikmu untuk besok pagi, Harry, dan aku juga mau kau mencuci rambut malam ini. Kesan pertama yang baik bisa membuat keajaiban.'

    Ron, Hermione, Fred, George dan Ginny semuanya berhenti berbicara dan melihat kepadanya. Harry mengangguk dan mencoba tetap makan, tapi mulutnya telah menjadi begitu kering sehingga dia tidak bisa mengunyah.

    'Bagaimana aku akan pergi ke sana?' dia bertanya kepada Mrs Weasley, sambil mencoba terdengar tidak khawatir.

    'Arthur akan membawamu ke tempat kerja bersamanya,' kata Mrs Weasley dengan lembut.

    Mr Weasley tersenyum menguatkan kepada Harry dari seberang meja.

    'Kau bisa menunggu di kantorku sampai waktunya untuk dengar pendapat,' katanya.

    Harry memandang Sirius, tetapi sebelum dia bisa bertanya, Mrs Weasley telah menjawabnya.

    'Professor Dumbledore mengira bukan ide yang bagus bagi Sirius untuk pergi bersamamu, dan harus kubilang aku --'

    '-- mengira dia benar,' kata Sirius melalui gigi-gigi yang dikatupkan.

    Mrs Weasley mengerutkan bibirnya.

    'Kapan Dumbledore memberitahumu hal itu?' Harry berkata, sambil menatap Sirius.

    'Dia datang tadi malam, ketika kau masih tidur,' kata Mrs Weasley.

    Sirius menusuk kentangnya dengan murung. Harry menurunkan pandangannya ke piringnya sendiri. Pikiran bahwa Dumbledore telah berada dalam rumah ini pada malam sebelum dengar pendapatnya dan tidak meminta untuk bertemu dengannya membuat dia merasa, kalau mungkin, bahkan lebih buruk lagi.

 

 

-- BAB  TUJUH --

Kementerian Sihir

 

Harry terbangun pukul setengah enam pagi berikutnya dengan kasar seakan-akan seseorang telah berteriak di telinganya. Selama beberapa saat dia berbaring tidak bergerak selagi prospek dengar pendapat itu memenuhi setiap partikel kecil dari otaknya, lalu, tidak mampu lagi menahannya, dia melompat dari tempat tidur dan memakai kacamatanya. Mrs Weasley telah meletakkan celana jins dan baju kausnya yang baru dicuci di kaki tempat tidurnya. Harry memakainya. Lukisan kosong di dinding mencibir.

    Ron terbaring telentang dengan mulut terbuka, tertidur nyenyak. Dia tidak bergerak ketika Harry menyeberangi ruangan, melangkah ke puncak tangga dan menutup pintu pelan-pelan. Mencoba tidak memikirkan kali berikutnya dia akan berjumpa dengan Ron, ketika mereka mungkin bukan teman sekolah di Hogwarts lagi, Harry berjalan dengan pelan menuruni tangga, melewati kepala-kepala nenek moyang Kreacher, dan turun ke dapur.

    Dia telah mengharapkan dapur itu kosong, tapi ketika dia mencapai pintu dia mendengar suara-suara pelan di sisi lain. Dia mendorong pintu itu hingga terbuka dan melihat Mr dan Mrs Weasley, Sirius, Lupin dan Tonks duduk di sana hampir seolah-olah mereka sedang menunggunya. Semuanya berpakaian lengkap kecuali Mrs Weasley yang mengenakan sebuah gaun longgar berwarna ungu. Dia melompat bangkit saat Harry masuk.

    'Makan pagi,' katanya selagi dia menarik keluar tongkatnya dan bergegas ke api.

    'P -- p -- pagi, Harry,' Tonks menguap. Rambutnya pirang dan keriting pagi ini. 'Tidur nyenyak?'

    'Yeah,' kata Harry.

    'Aku t -- t -- telah terjaga semalaman,' katanyan dengan kuapan menggetarkan lagi. 'Kemari dan duduklah ...'

    Dia menarik keluar sebuah kursi, menjatuhkan satu lagi di sampingnya sewaktu melakukannya.

    'Apa yang kau mau, Harry?' Mrs Weasley memanggil. 'Bubur? Muffin? Ikan asap? Daging dan telur? Roti panggang?'

    'Cukup -- cukup  roti panggang saja,' kata Harry.

    Lupin memandang Harry sekilas, lalu berkata kepada Tonks, 'Apa yang kau katakan mengenai Scrimgeour?'

    'Oh ... yeah ... well, kita perlu lebih berhati-hati, dia telah menanyakan pertanyaan-pertanyaan aneh kepada Kingsley dan aku ...'

    Harry merasa agak berterima kasih karena dia tidak perlu bergabung dalam percakapan. Bagian dalam tubuhnya menggeliat. Mrs Weasley menempatkan sejumlah roti panggang dan selai jeruk di depannya; dia mencoba makan, tapi rasanya seperti mengunyah karpet. Mrs Weasley duduk di sisinya yang lain dan mulai mengurusi kaosnya, memasukkan labelnya dan merapikan lipatan-lipatan di bahunya. Dia berharap hal itu tidak dilakukannya.

    '... dan aku akan harus memberitahu Dumbledore bahwa tidak bisa melakukan tugas malam besok, aku hanya terlalu letih,' Tonks menyelesaikan sambil menguap lebar-lebar lagi.

    'Aku akan menggantikanmu,' kata Mr Weasley. 'Aku baik-baik saja, lagipula aku punya laporan yang harus diselesaikan ...'

    Mr Weasley tidak memakai jubah penyihir melainkan sepasang celana panjang bergaris-garis dan sebuah jaket penerbang tua. Dia berpaling dari Tonks kepada Harry.

    'Bagaimana perasaanmu?'

    Harry mengangkat bahu.

    'Segalanya akan segera berakhir,' Mr Weasley berkata untuk menguatkan. 'Dalam  beberapa jam kau akan dilepaskan.'

    Harry tidak berkata apa-apa.

    'Dengar pendapatnya ada di lantaiku, dalam kantor Amelia Bones. Dia Kepala Departemen Penegakan Hukum Sihir, dan merupakan orang yang akan menanyaimu.'

    Harry menganguk, masih tidak mampu memikirkan apapun untuk dikatakan.

    'Jangan kehilangan kendali,' kata Sirius dengan mendadak. 'Bersikap sopan dan tetap pada fakta.'

    Harry mengangguk lagi.

    'Hukum ada di pihakmu,' kata Lupin dengan pelan. 'Bahkan penyihir di bawah umur dibolehkan menggunakan sihir dalam situasi yang mengancam nyawa.'

    Sesuatu yang sangat dingin mengucur di balik leher Harry, sejenak dia mengira seseorang menempatkan Mantera Penghilang-Ilusi kepada dirinya, lalu dia menyadari bahwa Mrs Weasley sedang menyerang rambutnya dengan sebuah sisir basah. Dia menekan keras ke puncak kepalanya.

    'Tidak pernahkah rambutmu jadi rata?' dia berkata dengan putus asa.

    Harry menggelengkan kepalanya.

    Mr Weasley memeriksa jam tangannya dan memandang kepada Harry.

    'Kukira kita harus pergi sekarang,'  katanya. 'Kita agak kepagian, tapi kukira kau lebih baik di Kementerian daripada berkeliaran di sini.'

    'OK,' kata Harry dengan otomatis, sambil meletakkan roti panggangnya dan bangkit.

    'Kau akan baik-baik saja, Harry,' kata Tonks, sambil menepuk lengannya.

    'Semoga berhasil,' kata Lupin. 'Aku yakin semuanya akan baik-baik saja.'

    'Dan kalau tidak,' kata Sirius dengan suram, 'akan kutemui Amelia Bones untukmu ...'

    Harry tersenyum lemah. Mrs Weasley memeluknya.

    'Kami semua menyilangkan jari kami,' katanya.

    'Benar,' kata Harry. 'Well ... kalau begitu sampai jumpa nanti.'

    Dia mengikuti Mr Weasley ke atas dan menyusuri aula. Dia bisa mendengar dengkuran ibu Sirius dalam tidurnya di belakang tirainya. Mr Weasley membuka pintu dan mereka melangkah ke fajar yang dingin dan kelabu.

    'Anda tidak biasanya berjalan ke tempat kerja, 'kan?' Harry menanyainya ketika mereka berjalan dengan cepat mengelilingi alun-alun.

    'Tidak, aku biasanya ber-Apparate,' kata Mr Weasley, 'tapi tentu saja kamu tidak bisa, dan kukira yang terbaik adalah kita tiba dengan cara yang benar-benar non-magis ... memberi kesan yang lebih baik, mengingat untuk apa kau didisiplinkan ...'

    Mr Weasley menyimpan tangannya di dalam jaketnya selagi mereka berjalan. Harry tahu tangan itu menggenggam erat tongkatnya. Jalan-jalan yang sering dilalui itu hampir lengang, tapi ketika mereka tiba di stasiun bawah tanah yang menyedihkan mereka menemukannya sudah penuh akan orang-orang yang akan berangkat kerja di pagi hari. Seperti biasanya ketika dia berada dalam jarak dekat dengan para Muggle yang melaksanakan urusan sehari-hari mereka, Mr Weasley sulit mengekang rasa antusiasnya.

    'Benar-benar hebat,' dia berbisik, sambil menunjuk mesin-mesin tiket otomatis. 'Luar biasa cemerlang.'

    'Mesin-mesin itu rusak,' kata Harry sambil menunjuk ke tandanya.

    'Ya, tapi walaupun begitu ...' kata Mr Weasley, sambil tersenyum kepada mereka dengan senang.

    Mereka membeli tiket dari seorang penjaga yang tampak mengantuk (Harry menangani transaksi itu, karena Mr Weasley tidak begitu pandai dalam hal uang Muggle) dan lima menit kemudian mereka telah menaiki sebuah kereta bawah tanah yang berderak membawa mereka menuju pusat kota London. Mr Weasley terus memeriksa dan memeriksa ulang Peta Bawah Tanah di atas jendela dengan cemas.

    'Empat pemberhentian lagi, Harry ... Tiga pemberhentian lagi sekarang ... Tinggal dua pemberhentian, Harry ...'

    Mereka turun di sebuah stasiun di jantung kota London, dan tersapu dari kereta api itu dalam luapan pria dan wanita bersetelan jas yang membawa tas kantor. Mereka menaiki eskalator, melalui penghalang tiket (Mr Weasley senang melihat cara alat itu menelan tiketnya), dan muncul ke sebuah jalan lebar yang dibarisi gedung-gedung yang tampak sesak dan sudah penuh dengan lalu lintas.

    'Di mana kita?' kata Mr Weasley dengan hampa, dan selama beberapa saat yang mendebarkan Harry mengira mereka turun di stasiun yang salah walaupun Mr Weasley terus memperhatikan peta; tapi sedetik kemudian dia berkata, 'Ah ya ... lewat sini, Harry,' dan menuntunnya menyusuri satu sisi jalan.

    'Maaf,' katanya, 'tapi aku belum pernah datang lewat kereta api dan kelihatannya agak berbeda dari sudut pandang Mugglel. Bahkan kenyataannya, aku belum pernah menggunakan pintu masuk tamu sebelumnya.'

    Semakin jauh mereka berjalan, semakin kecil dan kurang sesak gedung-gedungnya, sampai akhirnya mereka mencapai sebuah jalan yang mengandung beberapa kantor yang tampak agak kusam, sebuah pub dan sebuah tong sampah yang kepenuhan. Harry telah mengharapkan lokasi yang lebih mengesankan untuk Kementerian Sihir.

    'Di sinilah kita,' kata Mr Weasley dengan ceria, sambil menunjuk ke sebuah kotak telepon tua berwarna merah yang kehilangan beberapa panel kaca dan berdiri di sebelah sebuah dinding yang penuh coretan. 'Setelah kau, Harry.'

    Dia membuka pintu kotak telepon itu.

    Harry melangkah ke dalam, sambil bertanya-tanya apa maksudnya ini. Mr Weasley melipat dirinya ke samping Harry dan menutup pintu. Tempatnya sangat pas; Harry terdesak ke alat penelepon, yang bergantung miring dari dinding seakan-akan seorang perusak telah mencoba menariknya lepas. Mr Weasley menjangkau alat penerima melewati Harry.

    'Mr Weasley, kukira yang ini mungkin rusak juga,' Harry berkata.

    'Tidak, tidak, aku yakin baik-baik saja,' kata Mr Weasley sambil memegang alat penerima di atas kepalanya dan menatap pemutarnya. 'Mari lihat ... enam ...' dia memutar angka itu, 'dua ... empat ... dan empat lagi ... dan dua lagi ...'

    Ketika pemutar ini berdesing balik ke tempatnya, sebuah suara wanita yang tenang terdengar di dalam kotak telepon itu, bukan dari alat penerima di tangan Mr Weasley, tetapi keras dan jelas seakan-akan seorang wanita yang tidak tampak sedang berdiri tepat di samping mereka.

    'Selamat datang di Kementerian Sihir. Tolong sebutkan nama dan urusan Anda.'

    'Er ...' kata Mr Weasley, jelas tidak yakin apakah harus berbicara ke dalam alat penerima. Dia memutuskan dengan memegang corong ke telinganya, 'Arthur Weasley, Kantor Penyalahgunaan Benda-Benda Muggle, ke sini untuk mengawal Harry Potter, yang telah diminta untuk menghadiri sidang dengar pendapat kedisiplinan ...'

    'Terima kasih,' kata suara wanita yang tenang itu. 'Pengunjung, harap mengambil lencana dan menyematkannya ke bagian depan jubah Anda.'

    Ada suara klik dan derak, dan Harry melihat sesuatu meluncur keluar dari luncuran logam tempat koin-koin kembalian biasanya muncul. Dia memungutnya: itu adalah sebuah lencana perak persegi dengan tulisan Harry Potter, Dengar Pendapat Kedisiplinan di atasnya. Dia menyematkannya ke bagian depan kaosnya ketika suara wanita itu berbicara lagi.

    'Pengunjung Kementerian, Anda diharuskan melalui pemeriksaan dan menyerahkan tongkat Anda untuk diregistrasi di meja keamanan, yang terletak di ujung jauh dari Atrium.'

    Lantai kotak telepon bergetar. Mereka tenggelam pelan-pelan ke bawah tanah. Harry mengamati dengan gelisah selagi trotoar tampak naik melewati jendela-jendela kaca dari kotak telepon hingga kegelapan menutupi kepala mereka. Lalu dia tidak bisa melihat apa-apa sama sekali; dia hanya bisa mendengar suara menggilas yang membosankan ketika kotak telepon itu semakin turun ke dalam bumi. Setelah sekitar satu menit, walaupun terasa jauh lebih lama bagi Harry, seberkas cahaya keemasan menerangi kakinya dan, semakin melebar, menaiki tubuhnya, sampai menghantamnya di wajah dan dia harus berkedip untuk menghentikan matanya berair.

    'Kementerian Sihir mengharapkan Anda melalui hari yang menyenangkan,' kata suara wanita itu.

    Pintu kotak telepon mendadak terbuka dan Mr Weasley melangkah keluar, diikuti oleh Harry, yang mulutnya telah terbuka.

    Mereka sedang berdiri di salah satu ujung dari sebuah aula yang sangat panjang dan bagus dengan lantai kayu gelap yang digosok mengkilap. Langit-langit biru merak bertatahkan simbol-simbol keemasan yang berkilauan yang terus bergerak dan berubah-ubah seperti papan penujuk yang sangat besar. Dinding-dindig di kedua sisi diberi panel kayu gelap mengkilat dan memiliki banyak perapian berbingkai yang ditempatkan padanya. Tiap beberapa detik seorang penyihir wanita atau pria akan muncul dari salah satu perapian di sisi kiri dengan bunyi whoosh lembut. Di sisi kanan, antrian-antrian pendek terbentuk di depan masing-masing perapian, menunggu untuk berangkat.

    Di tengah aula ada sebuah air mancur. Sekelompok patung keemasan, berukuran lebih besar dari aslinya, berdiri di tengah sebuah kolam melingkar. Yang tertinggi dari mereka semua adalah seorang penyihir pria yang tampak mulai dengan tongkatnya yang menunjuk tegak ke udara. Berkelompok di sekitarnya ada seorang penyihir wanita cantik, centaur, goblin dan peri-rumah. Tiga yang terakhir sedang memandang ke atas dengan penuh pemujaan kepada si penyihir wanita dan pria. Semburan air yang berkilauan terbang dari ujung-ujung tongkat mereka, ujung anak panah si centaur, puncak topi si goblin dan dari tiap-tiap telinga si peri-rumah, sehingga suara air jatuh yang berdenting ditambahkan ke suara pop dan crack orang-orang yang ber-Apparate dan suara bising langkah-langkah kaki ketika ratusan penyihir wanita dan pria, kebanyakan memiliki tampang pagi yang murung, berjalan menuju serangkaian gerbang keemasan di ujung jauh dari aula itu.

    'Lewat sini,' kata Mr Weasley.

    Mereka bergabung dengan gerombolan, mengambil jalan di antara para pekerja Kementerian, beberapa di antaranya membawa tumpukan-tumpukan perkamen, yang lain membawa tas-tas kerja yang penyok; yang lainnya lagi sedang membaca Daily Prophet selagi berjalan. Ketika mereka melewati air mancur itu Harry melihat Sickle-Sickle perak dan Knut-Knut tembaga berkilauan ke arahnya dari dasar kolam. Tanda corengan kecil di sampingnya bertuliskan:

    SEMUA PEMASUKAN DARI AIR MANCUR PERSAUDARAAN SIHIR AKAN DIBERIKAN

    KEPADA RUMAH SAKIT ST MUNGO UNTUK PENYAKIT DAN LUKA SIHIR

Kalau aku tidak dikeluarkan dari Hogwarts, aku akan memasukkan sepuluh Galleon, Harry menemukan dirinya berpikir dengan putus asa.

   'Sebelah sini, Harry,' kata Mr Weasley, dan mereka melangkah keluar dari aliran pegawai Kementerian yang menuju gerbang-gerbang keemasan itu. Duduk di meja di sebelah kiri, di bawah tanda yang bertuliskan Keamanan, seorang penyihir yang cukurannya jelek dalam jubah biru merak melihat ke atas ketika mereka mendekat dan meletakkan Daily Prophetnya.

    'Aku mengawal seorang tamu,' kata Mr Weasley sambil memberi isyarat kepada Harry.

    'Melangkahlah ke sini,' kata penyihir itu dengan suara bosan.

    Harry berjalan lebih dekat kepadanya dan penyihir itu memegang sebuah tongkat keemasan panjang yang tipis dan luwes seperti antena mobil, dan melewatkannya ke atas dan ke bawah bagian depan dan belakang tubuh Harry.

    'Tongkat,' gerutu penyihir keamanan kepada Harry sambil meletakkan instrumen keemasan itu dan mengulurkan tangannya.

    Harry mengeluarkan tongkatnya. Penyihir itu menjatuhkannya ke sebuah instrumen kuningan aneh, yang  tampak seperti satu set timbangan dengan hanya satu piring. Instrumen itu mulai bergetar. Secarik perkamen panjang keluar dengan cepat dari lubang di dasarnya. Penyihir itu mengoyaknya dan membaca tulisan di atasnya.

    'Sebelas inci, inti bulu phoenix, telah digunakan selama empat tahun. Itu benar?'

    'Ya,' kata Harry dengan gugup.

    'Akan kusimpan ini,' kata penyihir itu, sambil menusukkan perkamen itu ke sebuah paku besar kuningan. 'Kau mendapatkan ini kembali,' tambahnya sambil mendesakkan tongkat itu kepada Harry.

    'Terima kasih.'

    'Tunggu dulu ...' kata si penyihir pelan-pelan.

    Matanya telah beralih dari lencana pengunjung perak di dada Harry ke dahinya.

    'Terima kasih, Eric,' kata Mr Weasley dengan tegas, dan sambil mencengkeram bahu Harry dia menuntunnya menjauh dari meja itu dan kembali ke aliran penyihir pria dan wanita yang sedang berjalan melalui gerbang-gerbang keemasan.

    Agak terdesak oleh kerumunan, Harry mengikuti Mr Weasley melalui gerbang-gerbang itu ke dalam aula yang lebih kecil di belakangnya, di mana setidaknya dua puluh lift berdiri di belakang jeruji-jeruji keemasan yang ditempa. Di dekatnya, berdiri seorang penyihir besar berjanggut yang memegang sebuah kotak karton besar yang mengeluarkan suara-suara parau.

    'Baik-baik saja, Arthur?' kata si penyihir, sambil mengangguk kepada Mr Weasley.

    'Apa yang kau punya di sana, Bob?' tanya Mr Weasley, sambil melihat ke kotak itu.

    'Kami tidak yakin,' kata penyihir itu dengan serius. 'Kami kira ayam kampung standar sampai dia mulai mengeluarkan napas api. Bagiku kelihatannya seperti penyimpangan serius dari Larangan Pembiakan Eksperimental.'

    Dengan suara gemerincing dan berisik sebuah lift turun ke depan mereka; jeruji keemasannya bergeser membuka dan Harry dan Mr Weasley melangkah masuk ke dalam lift dengan sisa kerumunan dan Harry menemukan dirinya terdesak di dinding belakang. Beberapa penyihir wanita dan pria sedang memandanginya dengan rasa ingin tahu; dia menatap kakinya untuk menghindari pandangan siapapun, sambil meratakan poninya. Jeruji-jeruji bergeser tertutup dengan suara benturan dan lift itu naik pelan-pelan, rantai-rantai berderak, sementara suara wanita tenang yang sama seperti yang didengar Harry dalam kotak telepon terdengar lagi.

    'Tingkat Tujuh, Departemen Permainan dan Olahraga Sihir, tergabung dengan Markas Besar Liga Quidditch Inggris dan Irlandia, Klub Gobstones Resmi dan Kantor Paten Menggelikan.'

    Pintu-pintu lift membuka. Harry melihat sekilas sebuah koridor yang tampak tidak rapi, dengan berbagai poster tim-tim Quidditch yang dipakukan miring di dinding. Salah satu penyihir di lift, yang sedang membawa satu lengan penuh sapu, keluar dengan susah payah dan menghilang ke koridor. Pintu menutup, lift berguncang naik lagi dan suara wanita tersebut mengumumkan.

    'Tingkat enam, Departemen Transportasi Sihir, tergabung dengan Kekuasaan Jaringan Floo, Pengendalian Peraturan Sapu, Kantor Portkey dan Pusat Pengujian Aparrasi.'

    Sekali lagi pintu-pintu lift terbuka dan empat atau lima orang penyihir wanita dan pria keluar; pada saat yang sama, beberapa pesawat terbang kertas meluncur masuk ke dalam lift. Harry memandangi mereka ketika mereka mengepak-ngepak pelan di atas kepalanya; berwarna violet pucat dan dia bisa melihat Kementerian Sihir dicapkan di tepi sayap-sayap mereka.

    'Cuma memo antar-departemen,' Mr Weasley bergumam kepadanya. 'Kami dulu menggunakan burung hantu, tapi kotornya tidak tanggung ... kotoran binatang di semua meja ...'

    Ketika mereka berdentang naik lagi memo-memo itu berkepak di sekitas lampu yang berayun dari langit-langit lift.

    'Tingkat lima, Departemen Kerja-Sama Sihir Internasional, tergabung dengan Badan Standar Perdagangan Sihir Internasional, Kantor Hukum Sihir Internasional dan Konfederasi Penyihir Internasional, Kedudukan Inggris.'

    Ketika pintu terbuka, dua di antara memo-memo tersebut meluncur keluar bersama beberapa penyihir wanita dan pria, tapi beberapa memo meluncur masuk, sehingga cahaya lampu berkelap-kelip di atas kepala ketika memo-memo itu terbang di sekitarnya.

    'Tingkat Empat, Departemen Peraturan dan Pengendalian Makhluk Sihir, tergabung dengan Divisi Makhluk Buas, Jejadian dan Roh, Kantor Hubungan Goblin dan Biro Penasihat Hama.'

    'P'misi,' kata penyihir pria yang membawa ayam yang mengeluarkan napas api dan dia meninggalkan lift sambil dikejar oleh sekelompok kecil memo. Pintu-pintu berdentang menutup lagi.

    'Tingkat Tiga, Departemen Kecelakaan dan Bencana Sihir, termasuk Regu Pembalik Kecelakaan Sihir, Markas Besar Pengubah Memori dan Komite Pembuat Alasan Muggle.'

    Semua orang meninggalkan lift pada lantai ini kecuali Mr Weasley, Harry dan seorang penyihir wnaita yang sedang membaca sepotong perkamen yang luar biasa panjangnya sehingga sampai menjulur ke lantai. Memo-memo yang tersisa terus membumbung di sekitar lampu selagi lift berguncang naik lagi, lalu pintu-pintu membuka dan suara itu mengeluarkan pengumuman.

    'Tingkat dua, Departemen Penegakan Hukum Sihir, termasuk Kantor Penggunaan Sihir yang Tidak Pantas, Markas Besar Auror dan Jasa Administrasi Wizengamot.'

    'Di sinilah kita, Harry,' kata Mr Weasley, dan mereka mengikuti penyihir wanita itu keluar lift ke sebuah koridor yang dibarisi dengan pintu-pintu. 'Kantorku ada di sisi lain dari lantai ini.'

    'Mr Weasley,' kata Harry ketika mereka melewati sebuah jendela yang dipancari oleh sinar matahari, 'bukankah kita masih berada di bawah tanah?'

    'Ya, memang,' kata Mr Weasley. 'Itu adalah jendela-jendela yang disihir. Bagian Pemeliharaan Sihir memutuskan cuaca apa yang akan kami dapatkan setiap hari. Kami dapat dua bulan badai topan terakhir kali sewaktu mereka sedang menuntut kenaikan gaji ... Putar di sini, Harry.'

    Mereka memutar di sudut, berjalan melalui sepasang pintu kayu ek yang berat dan muncul di sebuah daerah terbuka yang kacay yang dibagi ke dalam ruang-ruang kecil, yang berdengung dengan suara percakapan dan tawa. Memo-memo meluncur keluar-masuk ruang-ruang kecil itu seperti roket-roket kecil. Sebuah tanda miring di ruang kecil terdekat bertuliskan: Markas Besar Auror.

    Harry mencuri-curi pandang melalui ambang pintu ketika mereka lewat. Para Auror telah menutupi dinding-dinding ruang kecil mereka dengan semua benda dari gambar-gambar para penyihir yang buron dan foto-foto keluarga mereka, hingga poster-poster tim Quidditch favorit mereka dan artikel-artikel dari Daily Prophet. Seorang lelaki berjubah merah tua dengan ekor rambut yang lebih panjang dari milik Bill sedang duduk dengan sepatu botnya di atas mejanya, sambil mendiktekan sebuah laporan kepada pena bulunya. Sedikit jauh lagi, seorang penyihir wanita dengan penutup di salah satu matanya sedang berbincang-bincang melalui bagian atas ruang kecilnya kepada Kingsley Shacklebolt.

    'Pagi, Weasley,' kata Kingsley dengan serampangan, ketika mereka mendekat. 'Aku telah ingin berbicara kepadamu, apakah kau punya waktu sedetik?'

    'Ya, kalau benar hanya sedetik,' kata Mr Weasley, 'Aku agak terburu-buru.'

    Mereka berbicara seakan-akan hampir tidak mengenal satu sama lain dan ketika Harry membuka mulut untuk mengatakan halo kepada Kingsley, Mr Weasley menginjak kakinya. Mereka mengikuti Kingsley sepankang barisan itu dan ke dalam ruang kecil yang terakhir.

    Harry agak terkejut; dari segala arah tampak wajah Sirius berkedip-kedip kepadanya. Potongan-potongan surat kabar dan foto-foto tua -- bahwa foto di mana Sirius menjadi pendamping pengantin di pernikahan keluarga Potter -- melapisi dinding-dinding. Satu-satunya ruang yang bebas-Sirius hanyalah sebuah peta dunia dengan jarum-jarum merah kecil yang berkilau seperti permata.

    'Ini,' kata Kingsley dengan kasar kepada Mr Weasley, sambil menyodorkan secarik perkamen ke dalam tangannya. 'Aku perlu informasi sebanyak mungkin tentang kendaraan-kendaraan Muggle terbang yang terlihat dalam dua belas bulan belakangan ini. Kami telah menerima informasi bahwa Black mungkin masih menggunakan sepeda motor tuanya.'

    Kingsley memberi Harry kedipan besar dan menambahkan, dengan berbisik, 'Berikan kepadanya majalah itu, dia mungkin menganggapnya menarik.' Lalu dengan nada normal, 'Dan jangan terlalu lama, Weasley, penundaan pada laporan kaki api itu menahan penyelidikan kami hingga sebulan.'

    'Kalau kau telah membaca laporanku, kau akan tahu bahwa istilahnya adalah senjata api,' kata Mr Weasley dengan dingin. 'Dan kutakut kau harus menunggu demi informasi sepeda motor itu; saat ini kami sangat sibuk.' Dia menurunkan suaranya dan berkata, 'Kalau kau bisa pergi sebelum jam tujuh, Molly membuat bakso.'

    Dia memberi isyarat kepada Harry dan menuntunnya keluar dari ruang kecil Kingsley, melalui pintu kayu ek yang kedua, ke gang lain, belok kiri, berderap sepanjang koridor lain, dan akhirnya mencapai jalan buntu, di mana terdapat sebuah pintu yang terbuka sedikit, memperlihatkan sebuah lemari sapu, dan sebuah pintu di sebelah kanan yang memiliki plakat kuningan pudar yang bertuliskan: Penyalahgunaan Benda-Benda Muggle.

    Kantor Mr Weasley yang suram kelihatannya sedikit lebih kecil daripada lemari sapu itu. Dua meja tulis telah dijejalkan ke dalamnya dan hampir tidak ada ruang untuk bergerak di sekitar meja-meja itu karena adanya semua lemari-lemari arsip kepenuhan yang berbaris di dinding, di puncak lemari-lemari itu berceceran tumpukan-tumpukan arsip. Ruang kecil yang tersedia di dinding menjadi saksi obsesi Mr Weasley:  beberapa poster mobil, termasuk satu poster mesin yang dibongkar; dua ilustrasi kotak pos yang kelihatannya dipotong dari buku cerita anak-anak Muggle; dan sebuah diagram yang memperlihatkan bagaimana memasang kabel pada steker.

    Di atas nampan pesan masuk Mr Weasley yang kepenuhan terdapat sebuah alat pemanggang roti yang sedang berdeguk dengan sedih dan sepasang sarung tangan kosong yang sedang memutar-mutarkan jempolnya. Sebuah foto keluarga Weasley berada di sebelah nampan pesan masuk itu. Harry memperhatikan bahwa Percy tampak telah keluar dari foto itu.

    'Kami tidak punya jendela,' kata Mr Weasley meminta maaf, sambil melepaskan jaket penerbangnya dan menempatkannya di belakang kursinya. 'Kami sudah minta, tapi mereka tampaknya mengira kami tidak perlu satu. Duduklah, Harry, kelihatannya Perkins belum tiba.'

    Harry menyelipkan dirinya ke dalam kursi di belakang meja tulis Perkins sementara Mr Weasley mencari-cari dengan seksama pada carikan perkamen yang telah diberikan Kingsley kepadanya.

    'Ah,' katanya sambil nyengir, ketika dia mengeluarkan sebuah salinan majalah yang berjudul The Quibbler dari tengahnya, 'ya ...' Dia membalik-baliknya, 'Ya, dia benar, aku yakin Sirius akan menganggapnya sangat lucu -- oh, apa ini sekarang?'

    Sebuah memo baru saja meluncur masuk melalui pintu yang terbuka dan berkibar sampai terdiam di atas alat pemanggang roti yang berdeguk itu. Mr Weasley membuka lipatannya dan membacanya kuat-kuat.

    '"Toilet umum muntah yang ketiga dilaporkan di Bethnal Green, harap segera diselidiki." Ini mulai edan ...'

    'Toilet muntah?'

    'Olok-olok anti-Muggle,' kata Mr Weasley sambil merengut. 'Kami dapat dua minggu lalu, satu di Wimbledon, satu di Elephant and Castle. Para Muggle menarik tuas penyiramnya dan bukannya semua menghilang -- well, kau bisa membayangkan. Orang-orang malang itu terus memanggil para -- tukang deleng, kukira itu sebutan mereka -- kau tahu, yang memperbaiki pipa dan segalanya.'

    'Tukang ledeng?'

    'Tepat, ya, tapi tentu saja mereka kewalahan. Aku hanya berharap kami dapat menangkap siapapun yang melakukannya.'

    'Apakah para Auror yang akan menangkap mereka?'

    'Oh bukan, itu terlalu sepele bagi para Auror, haruslah Patroli Penegakan Hukum Sihir -- ah Harry, ini Perkins.'

    Seorang penyihir tua yang bungkuk dan tampak malu-malu dengan rambut putih halus baru saja memasuki ruangan sambil terengah-engah.

    'Oh, Arthur!' dia berkata dengan putus asa, tanpa melihat kepada Harry. 'Syukurlah, aku tidak tahu apa yang terbaik untuk dilakukan, apakah harus menunggu kamu di sini atau tidak. Aku baru saja mengirim burung hantu ke rumahmu tapi jelas saja kau tidak menerimanya -- sebuah pesan penting masuk sepuluh menit yang lalu --'

    'Aku tahu mengenai toilet muntah itu,' kata Mr Weasley.

    'Bukan, bukan, bukan toilet itu, tapi dengar pendapat bocah Potter itu -- mereka telah mengubah waktu dan tempatnya -- mulainya jam delapan sekarang dan bertempat di bawah di Ruang Sidang Sepuluh yang lama --'

    'Di bawah di -- tapi mereka bilang padaku -- jenggot Merlin!'

    Mr Weasley memandang jam tangannya, mengeluarkan pekik terkejut dan melompat dari kursinya.

    'Cepat, Harry, kita seharusnya berada di sana lima menit yang lalu!'

    Perkins meratakan dirinya pada lemari arsip ketika Mr Weasley meninggalkan kantor itu dengan berlari, Harry mengikutinya dari dekat.

    'Mengapa mereka mengubah waktunya?' Harry berkata dengan terengah-engah, selagi mereka berlari melewati ruang-ruang kecil Auror; orang-orang menjulurkan kepala dan menatapi mereka selagi mereka melaju lewat. Harry merasa seolah-olah dia telah meninggalkan semua isi tubuhnya di meja tulis Perkins.

    'Aku tak punya gambaran, tapi untunglah kita tiba demikian pagi, kalau kau ketinggalan dengar pendapat itu, pastilah jadi bencana!'

    Mr Weasley berhenti di samping lift dan menekan-nekan tombol 'turun' dengan tidak sabar.

    'Ayolah!'

    Lift berdentang masuk ke penglihatan dan mereka bergegas masuk. Setiap kali lift itu berhenti Mr Weasley menyumpah dengan marah dan meninju tombol sembilan --'

    'Ruang-ruang sidang itu belum pernah digunakan selama bertahun-tahun,' kata Mr Weasley dengan marah. 'Aku tidak bisa berpikir kenapa mereka mengadakannya di bawah sana -- kecuali -- tapi tidak --'

    Seorang penyihir wanita agak gemuk yang membawa sebuah piala berasap memasuki lift pada saat itu, dan Mr Weasley tidak melanjutkan.

    'Atrium,' kata suara wanita tenang itu dan jeruji-jeruji keemasan bergeser membuka, memperlihatkan kepada Harry kilasan dari jauh patung-patung keemasan di air mancur. Penyihir wanita agak gemuk itu keluar dan seorang penyihir pria berkulit pucat dengan wajah amat murung masuk.

    'Pagi, Arthur,' dia berkata dengan suara muram ketika lift mulai menurun. 'Tidak sering melihatmu di bawah sini.'

    'Urusan penting, Bode,' kata Mr Weasley, yang sedang menghentak-hentakkan kakinya dan melemparkan pandangan cemas kepada Harry.

    'Ah, ya,' kata Bode, sambil mengamati Harry tanpa berkedip. 'Tentu saja.'

    Harry hampir tidak punya perasaan yang tersisa bagi Bode, tapi tatapannya yang terus-menerus tidak membuatnya lebih nyaman.

    'Departemen Misteri,' kata suara wanita tenang itu, dan berhenti di situ.

    'Cepat, Harry,' kata Mr Weasley ketika pintu lift berderak terbuka, dan mereka melaju sepanjang sebuah koridor yang sangat berbeda dari yang di atas. Dinding-dindingnya tidak berhias; tidak ada jendela dan tidak ada pintu selain sebuah pintu hitam polos di bagian paling ujung koridor itu. Harry mengira mereka akan melalui pintu itu, tapi Mr Weasley menyambar lengannya dan menariknya ke sebelah kiri, di mana terdapat pembukaan ke serangkaian anak tangga.

    'Di bawah sini, di bawah sini,' Mr Weasley terengah-engah sambil menuruni dua anak tangga sekaligus. 'Lift bahkan tidak turun sejauh ini ... kenapa mereka mengadakannya di bawah sana aku ...'

    Mereka mencapai dasar tangga dan berlari sepanjang sebuah koridor lagi, yang sangat mirip dengan koridor yang mengarah ke ruang bawah tanah Snape di Hogwarts, dengan dinding-dinding batu kasar dan obor-obor dalam penyangganya. Pintu-pintu yang mereka lewati terbuat dari kayu berat dengan gembok-gembok dan lubang-lubang kunci dari besi.

    'Ruang Sidang ... Sepuluh ... kukira .... kita hampir ... ya.'

    Mr Weasley berhenti di luar sebuah pintu gelap suram dengan gembok besi yang sangat besar dan merosot ke dinding sambil memegang jahitan di dadanya.

    'Teruslah,' dia terengah-engah, sambil menunjukkan jempolnya ke pintu. 'Masuk ke dalam.'

    'Tidakkah -- tidakkah Anda ikut dengan --?'

    'Tidak, tidak, aku tidak boleh. Semoga berhasil!'

    Jantung Harry serasa berdetak hebat di bagian jakunnya. Dia menelan ludah, memutarkan pegangan pintu dari besi yang berat dan melangkah ke dalam ruang sidang.

 

 

-- BAB  DELAPAN --

Dengar Pendapat

 

Harry terkesiap, dia tidak bisa menahan diri. Ruang bawah tanah besar yang dimasukinya tampak sudah dikenalnya. Dia bukan hanya pernah melihatnya, dia sudah perbah berada di sini sebelumnya. Ini adalah tempat di mana dia telah menyaksikan keluarga Lestrange divonis hukuman seumur hidup di Azkaban.

    Dinding-dindingnya terbuat dari batu gelap yang diterangi oleh obor-obor. Bangku-bangku kosong berada di kedua sisinya, tetapi di depan, di bangku-bangku tertinggi, ada banyak figur-figur berbayang. Mereka berbicara dengan suara rendah, tetapi ketika pintu berat itu mengayun tertutup di belakang Harry timbul keheningan yang tidak menyenangkan.

    Sebuah suara pria yang dingin berdering menyeberangi ruang sidang.

    'Kamu terlambat.'

    'Sori,' kata Harry dengan gugup. 'Aku -- aku tidak tahu waktunya sudah diganti.'

    'Itu bukan kesalahan Wizwngamot,' kata suara itu. 'Seekor burung hantu telah dikirim ke tempatmu pagi ini. Duduklah.'

    Harry melayangkan pandangan ke kursi di tengah ruangan, yang lengan-lengannya ditutupi rantai-rantai. Dia sudah pernah melihat mereka menjadi hidup dan mengikat siapapun yang duduk di antara mereka. Langkah-langkah kakinya menggema keras selagi dia berjalan menyeberangi lantai batu. Ketika dia duduk dengan hati-hati di ujung kursi itu rantai-rantainya berdenting mengancam tetapi tidak mengikatnya. Merasa agak sakit, dia melihat ke atas ke orang-orang yang duduk di bangku-bangku di atas.

    Adasekitar lima puluh dari mereka, semuanya, sejauh yang bisa dilihatnya, mengenakan jubah-jubah berwarna plum dengan huruf perak 'W' yang penuh hiasan di sisi kirii dada dan semuanya menatap ke bawah hidung mereka kepadanya, bebrapa dengan ekspresi yang amat keras, yang lainnya tampang-tampang keingintahuan yang jelas.

    Di bagian paling tengah dari baris depan duduk Cornelius Fudge, Menteri Sihir. Fudge adalah seorang pria yang gemuk yang sering memakai sebuah topi bowler hijau-limau, walaupun hari ini dia tidak memakainya; dia juga tidak memakai senyum ramah yang pernah digunakannya ketika berbicara kepada Harry. Seorang penyihir wanita dengan rahang lebar dan persegi yang berambut kelabu sangat pendek duduk di sebelah kiri Fudge; dia mengenakan kacamata berlensa satu dan terlihat menakutkan. Di sisi kanan Fudge ada seorang penyihir wanita lagi, tetapi dia duduk demikian jauh ke belakang sehingga wajahnya berada dalam bayang-bayang.

    'Baiklah,' kata Fudge. 'Tertuduh telah hadir -- akhirnya -- mari kita mulai. Apakah kamu sudah siap?' dia memanggil ke ujung barisan.

   'Ya, sir,' kata sebuah suara bersemangat yang dikenal Harry. Kakak Ron Percy sedang duduk di bagian terujung bangku depan. Harry melihat kepada Percy, mengharapkan beberapa tanda pengenalan darinya, tetapi tidak ada yang datang. Mata Percy, di balik kacamata tanduknya, terpaku pada perkamennya, dengan sebuah pena bulu berada di tangannya.

    'Sidang dengar pendapat kedisiplinan pada tanggal dua belas Agustus,'  kata Fudge dengan suara berdering, dan Percy mulai mencatat seketika, 'pada pelanggaran yang dilakukan terhadap Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di Bawah Umur dan Undang-Undang KErahasiaan Internasional oleh Harry James Potter, penduduk di nomor empat, Privet Drive, Little Whinging, Surrey.

    'Para penginterogasi: Cornelius Oswald Fudge, Menteri Sihir; Amelia Susan Bones, Kepala Departemen Penegakan Hukum Sihir; Dolores Jane Umbridge, Menteri Muda Senior terhadap Menteri. Notulen sidang, Percy Ignatius Weasley --'

    'Saksi untuk pembelaan, Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore,' kata sebuah suara tenang dari belakang Harry, yang memalingkan kepalanya begitu cepat sehingga lehernya jadi kaku.

    Dumbledore sedang melangkah dengan tenang menyeberangi ruangan mengenakan jubah biru-tengah malam yang panjang dan ekspresi benar-benar tenang. Janggut dan rambut peraknya yang panjang berkilau dalam cahaya obor ketika dia berada sejajar dengan Harry dan melihat kepada Fudge melalui kacamata setengah-bulan yang terjepit di tengah hidungnya yang sangat bengkok.

    Para anggota Wizengamot saling bergumam. Semua mata sekarang tertuju pada Dumbledore. Beberapa terlihat jengkel, yang lain sedikit ketakutan; namun dua penyihir wanita tua di baris belakang mengangkat tangan mereka dan melambai menyambut.

    Sebuah emosi yang kuat telah timbul di dada Harry saat melihat Dumbledore, sebuah perasaan terlindung dan penuh harapan yang mirip dengan yang diberikan nyanyian phoenix kepadanya. Dia ingin melihat ke mata Dumbledore, tetapi Dumbledore tidak melihat ke arahnya; dia terus melihat ke atas pada Fudge yang jelas terganggu.

    'Ah,' kata Fudge, yang terlihat sangat bingung. 'Dumbledore. Ya. Kalau begitu, Anda -- mendapat  -- er -- pesan kami bahwa waktu dan -- er -- tempat sidang telah diubah?'

    'Aku pasti ketinggalan pesan itu,' kata Dumbledore dengan ceria. 'Namun karena kesalahan yang menguntungkan aku tiba di Kementerian tiga jam lebih cepat, jadi tidak ada yang rugi.'

    'Ya -- well -- kurasa kita akan butuh satu kursi lagi -- aku -- Weasley, bisakah kamu --?

    'Tidak usah khawatir, tidak usah khawatir,' kata Dumbledore dengan menyenangkan; dia mengeluarkan tongkatnya, melambaikannya sedikit, dan sebuah kursi berlengan empuk dari kain muncul entah darimana di samping Harry. Dumbledore duduk, menggabungkan ujung-ujung jarinya yang panjang dan mengamati Fudge melewati jarin-jarinya dengan ekspresi tertarik yang sopan. Wizengamot masih bergumam dan bertingkah gelisah; hanya ketika Fudge berbicara lagi barulah mereka tenang.

    'Ya,' kata Fudge lagi, sambil mengocok catatan-catatannya. 'Well, kalau begitu. Jadi. Tuntutannya. Ya.'

    Dia mengeluarkan sepotong perkamen dari tumpukan di hadapannya, mengambil napad dalam-dalam, membacakan, 'Tuntutan melawan tertuduh adalah sebagai berikut:

    'Bahwa dia dengan sengaja dan sadar dan sepenuhnya menyadari tindakannya bertentangan dengan hukum, setelah menerima peringatan tertulis sebelumnya dari Kementerian Sihir atas tuduhan serupa, menghasilkan Mantera Patronus di daerah tempat tinggal Muggle, dengan kehadiran seorang Muggle, pada tanggal dua Agustus pukul sembilan lewat dua puluh tiga, yang melanggar Paragraf C dari Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di Bawah Umur, 1875, dan juga Seksi 13 dari Undang-Undang Kerahasiaan Konfederasi Penyihir Internasional.

    'Kamu adalah Harry James Potter, dari nomor empat, Privet Drive, Little Whinging, Surrey?' Fudge berkata sambil melotot pada Harry dari puncak perkamennya.

    'Ya,' kata Harry.

    'Kamu menerima sebuah peringatan resmi dari Kementerian karena menggunakan sihir ilegal tiga tahun yang lalu, bukankah begitu?'

    'Ya, tapi --'

    'Dan kamu masih menghasilkan sebuah Patronus pada malam dua Agustus?' kata Fudge.

    'Ya,' kata Harry, 'tapi --'

    'Tahu bahwa kamu tidak dibolehkan menggunakan sihir di luar sekolah selagi kamu di bawah umur tujuh belas?'

    'Ya, tapi --'

    'Tahu bahwa kamu berada di daerah penuh Muggle?'

    'Ya, tapi --'

    'Sadar sepenuhnya bahwa kamu berada sangat dekat dengan seorang Muggle pada saat itu?'

    'Ya,' kata Harry dengan marah, 'tapi aku hanya menggunakannya karena kami --'

    Panyihir wanita berkacamata lensa satu menyelanya dengan suara menggelegar.

    'Kamu menghasilkan Patronus terlatih?'

    'Ya,' kata Harry, 'karena --'

    'Sebuah Patronus korporeal?'

    'Sebuah -- apa?' kata Harry.

    'Patronusmu punya bentuk yang tampak jelas? Maksudku, lebih dari sekedar uap atau asap?'

    'Ya,' kata Harry, merasa tidak sabar sekaligus sedikit putus asa, 'bentuknya kijang jantan, selalu kijang jantan.'

    'Selalu?' gelegar Madam Bones. 'Kamu sudah pernah menghasilkan Patronus sebelum sekarang?'

    'Ya,' kata Harry, 'aku sudah melakukannya selama lebih dari setahun.'

    'Dan kamu berumur lima belas tahun?'

    'Ya, dan --'

    'Kamu mempelajari hal ini di sekolah?'

    'Ya, Profesor Lupin mengajari saya di tahun ketiga saya, karena --'

    'Mengesankan,' kata Madam Bones, sambil menatapnya, 'Patronus sejati pada usianya ... sangat mengesankan.'

    Beberapa penyihir di sekitarnya bergumam lagi; sedikit mengangguk, tetapi yang lain merengut dan menggelengkan kepala-kepala mereka.

    'Bukan soal seberapa mengesankannya sihir itu,' kata Fudge dengan suara tidak sabar. 'Bahkan menurutku semakin mengesankan semakin buruk jadinya, mengingat bocah itu melakukannya dalam pandangan jelas seorang Muggle.'

    'Aku melakukannya karena Dementor!' dia berkata dengan keras, sebelum orang lain bisa menyelanya lagi.

    Dia telah mengharapkan gumaman lagi, tetapi keheningan yang timbul kelihatan jauh lebih pekat dari sebelumnya.

    'Dementor?' kata Madam Bones setelah beberapa saat, alisnya yang tebal menaik hingga kacamata berlensa satunya terlihat akan jatuh. 'Apa maksudmu, nak?'

    'Maksudku ada dua Dementor di gang dan mereka menyerang aku dan sepupuku!'

    'Aha!' kata Fudge lagi, sambil menyeringai tidak menyenangkan ketika dia memandang berkeliling pada Wizengamot, seakan-akan mengajak mereka berbagi lelucon. 'Ya. Ya. Sudah kukira kita akan mendengar sesuatu seperti ini.'

    'Dementor di Little Whinging?' Madam Bones berkata, dengan nada terkejut sekali. 'Aku tidak mengerti --'

    'Tidakkah kau, Amelia?' kata Fudge, masih menyeringai. 'Mari kujelaskan. Dia telah memikirkannya terus dan memutuskan Dumbledore akan membuat cerita pengantar yang sangat bagus, memang sangat bagus. Para Muggle tidak bisa melihat Dementor, benar kan, nak? Sangat sesuai, sangat sesuai ... jadi itu cuma perkataanmu dan tidak ada saksi ...'

    'Aku tidak bohong!' kata Harry dengan keras, melawan pecahnya gumaman lagi dari sidang. 'Ada dua, datangnya dari ujung-ujung gang yang berlawanan, semua jadi gelap dan dingin dan sepupuku merasakan mereka dan lari --'

    'Cukup, cukup!' kata Fudge dengan tampang sangat congkak di wajahnya. 'Aku menyesal harus menyela apa yang kuyakin pasti sebuah cerita yang terlatih dengan baik --'

    Dumbledore mengencerkan tenggorokannya. Wizengamot terdiam lagi.

    'Kenyataannya, kami memang punya seorang saksi akan kehadiran Dementor di gang itu,' dia berkata, 'selain Dudley Dursley, maksudku.'

    Wajah gemuk Fludge terlihat mengendur, seakan-akan seseorang telah mengeluarkan udara darinya. Dia memandang ke Dumbledore sejenak atau dua, dengan penampilan seorang lelaki yang menguatkan dirinya kembali, berkata, 'Kutakutkan kita tidak punya waktu untuk mendengarkan  kebohongan lagi, Dumbledore, aku mau ini diatasi dengan cepat --'

    'Aku mungkin salah,' kata Dumbledore dengan menyenangkan, 'tapi aku yakin bahwa di bawah Piagam Hak-Hak Wizengamot, tertuduh mempunyai hak untuk menghadirkan saksi-saksi bagi kasusnya? Bukankah itu kebijakan Departemen Penegakan Hukum Sihir, Madam Bones?' dia meneruskan sambil berbicara kepada penyihir wanita yang memakai kacamata berlensa satu.

    'Benar,' kata Madam Bones. 'Sangat benar.'

    'Oh, baiklah, baiklah,' kata Fudge dengan tajam. 'Di mana orang ini?'

    'Aku membawanya bersamaku,' kata Dumbledore. 'Dia tepat di luar pintu. Haruskah aku --'

    'Tidak -- Weasley, kamu pergi,' Fudge menghardik Percy, yang bangkit seketika, berlari menuruni tangga-tangga batu dari balkon hakim dan bergegas melewati Dumbledore dan Harry tanpa melirik sekilaspun pada mereka.

    Sejenak kemudian, Percy kembali, diikuti oleh Mrs Figg. Dia tampak takut dan lebih sinting dari sebelumnya. Harry berharap dia berpikir untuk mengganti selop karpetnya.

    Dumbledore berdiri dan memberikan kursinya kepada Mrs Figg,  menyihir kursi kedua untuk dirinya sendiri.

    'Nama lengkap?' kata Fudge dengan keras, ketika Mrs Figg telah duduk dengan gugup di ujung kursi.

    'Arabella Doreen Figg,' kata Mrs Figg dengan suara bergetar.

    'Dan siapa sebenarnya Anda?' kata Fudge dengan suara bosan dan angkuh.

    'Aku penduduk Little Whinging, dekat dengan tempat Harry tinggal,' kata Mrs Figg.

    'Kami tidak punya catatan adanya penyihir wanita ataupun pria yang tinggal di Little Whinging, selain Harry Potter,' kata Madam Bones seketika. 'Daerah itu selalu diawasi dengan ketat, mengingat ... mengingat kejadian-kejadian di masa lalu.'

    'Aku seorang Squib,' kata Mrs Figg. 'Jadi kalian tidak akan mencatat aku, 'kan?'

    'Seorang Squib, eh?' kata Fudge sambil mengamati dia lekat-lekat. 'Kami akan mengecek hal itu. Anda harus meninggalkan detil-detil keturunan Anda dengan asisten saya Weasley. Sehubungan dengan itu, bisakah Squib melihat Dementor?' dia menambahkan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sepanjang bangku itu.

    'Ya, kami bisa!' kata Mrs Figg marah.

    Fudge melihat kembali kepadanya dengan alis terangkat. 'Baiklah,' dia berkata dengan dingin. 'Apa ceritamu?'

    'Aku pergi keluar untuk membeli makanan kucing dari toko di sudut jalan di ujung Wisteria Walk, sekitar pukul sembilan, pada malam dua Agustus,' Mrs Figg berkata cepat-cepat dengan kurang jelas dan seketika, seakan-akan dia telah mempelajari dalam hati apa yang akan dikatakannya, 'ketika aku mendengar keributan di gang antara Magnolia Crescent dan Wisteria Walk. Sewaktu menghampiri mulut gang aku melihat Dementor berlari --'

    'Berlari?' kata Madam Bones dengan tajam. 'Dementor tidak berlari, mereka melayang.'

    'Itu yang kumaksudkan,' kata Mrs Figg dengan cepat, semburat merah muda timbul di pipinya yang keriput. 'Melayang menyusuri gang menuju apa yang tampak seperti dua anak lelaki.'

    'Bagaimana tampang mereka?' kata Madam Bones, menyipitkan matanya sehingga tepi kacamatanya menghilang ke dagingnya.

    'Well, yang satu sangat besar dan yang lain agak kurus --'

    'Bukan, bukan,' kata Madam Bones tidak sabar. 'Para Dementor ... gambarkan mereka.'

    'Oh,' kata Mrs Figg, rona merah mudanya telah menjalar ke lehernya sekarang. 'Mereka besar. Besar dan memakai jubah,'

    Harry merasakan depresi yang mengerikan di dasar perutnya. Apapun yang mungkin dikatakan Mrs Figg, baginya terdengar seolah-olah hal terjauh yang pernah dilakukannya dilihatnya adalah gambar Dementor, dan sebuah gambar tidak akan mengungkapkan kebenaran mengenai seperti apa makhluk-makhluk ini: cara mereka bergerak yang menakutkan, melayang-layang beberapa inci di atas tanah; atau bau busuk mereka; atau suara berderak mengerikan yang dibuat ketika mereka mengisap udara sekitar ...

    Di baris kedua, seorang penyihir gemuk pendek dengan kumis hitam besar bersandar mendekat untuk berbisik ke telinga tetangganya, seorang penyihir wanita berambut ikal. Dia menyeringai dan mengangguk.

    'Besar dan mengenakan jubah,' ulang Madam Bones dengan dingin, sementara Fudge mendengus mengejek. 'Aku mengerti. Ada lagi yang lain?'

    'Ya,' kata Mrs Figg. 'Aku merasakan mereka. Semua jadi dingin, dan ini adalah malam musim panas yang sangat hangat, camkan itu. Dan aku merasa ... seakan-akan semua kebahagiaan telah hilang dari dunia ini ... dan aku ingat ... hal-hal yang mengerikan ...'

    Suaranya bergetar dan diam.

    Mata Madam Bones melebar sedikit. Harry bisa melihat tanda-tanda merah di bawah alisnya di mana kacamatanya tertancap tadi.

    'Apa yang dilakukan Dementor itu?' dia bertanya, dan Harry merasakan serbuan harapan.

    'Mereka mengejar anak-anak itu,' kata Mrs Figg, suaranya lebih kuat dan lebih percaya diri sekarang, rona merah muda mulai menghilang dari wajahnya. 'Salah satunya terjatuh. Yang lain sedang mundur, mencoba untuk menghalau Dementor. Itu Harry. Dia mencoba dua kali dan hanya menghasilkan uap perak. Pada percobaan ketiga, dia menghasilkan Patronus, yang menyerang Dementor pertama dan kemudian, dengan dorongannya, mengejar Dementor kedua menjauh dari sepupunya. Dan itulah ... itulah yang terjadi,' Mrs Figg menyelesaikan dengan agak tertegun.

    Madam Bones memandang Mrs Figg dalam keheningan. Fudge sedang tidak melihat kepadanya sama sekali, tetapi sedang mengutak-atik kertas-kertasnya. Akhirnya, dia menaikkan matanya dan berkata, dengan agak agresif, 'Itu yang Anda lihat, bukan?'

    'Itu yang terjadi,' Mrs Figg mengulangi.

    'Baiklah,' kata Fudge. 'Anda boleh pergi.'

    Mrs Figg memberi pandangan takut dari Fudge ke Dumbledore, lalu bangkit dan berjalan dengan kaki terseret menuju pintu. Harry mendengarnya berdebuk menutup di belakangnya.

    'Bukan saksi yang amat meyakinkan,' kata Fudge dengan angkuh.

    'Oh, aku tidak tahu,' kata Madam Bones dengan suaranya yang menggelegar. 'Dia benar-benar menggambarkan efek serangan Dementor dengan sangat akurat. Aku tidak dapat membayangkan mengapa dia akan berkata mereka ada di sana kalau memang tidak.'

    'Tetapi Dementor berkeliaran ke kediaman Muggle dan hanya kebetulan bertemu dengan seorang penyihir?' dengus Fudge. 'Kemungkinannya pastilah sangat, sangat kecil. Bahkan Bagman sekalipun tidak akan bertaruh --'

    'Oh, aku tidak mengira satupun dari kita percaya bahwa Dementor itu ada di sana karena kebetulan,' kata Dumbledore dengan ringan.

    Penyihir wanita yang duduk di sebelah kanan Fudge, dengan wajah dalam bayang-bayang, bergerak sedikit tetapi semua orang lainnya tetap diam dan tidak bersuara.

    'Apa apa maksudmu itu?' Fudge bertanya dengan dingin.

    'Maksudnya kukira mereka diperintahkan ke sana,' kata Dumbledore.

    'Aku kira kita pasti akan punya catatan kalau seseorang menyuruh sepasang Dementor pergi berjalan-jalan ke Little Whinging!' hardik Fudge.

    'Tidak kalau Dementor-Dementor itu menuruti perintah dari seseorang di luar Kementerian Sihir akhir-akhir ini,' kata Dumbledore dengan tenang. 'Aku sudah memberimu pandanganku mengenai hal ini, Cornelius.'

    'Ya, memang,' kata Fudge penuh tenaga, 'dan aku tidak punya alasan untuk percaya bahwa pandangan-pandanganmu bukan omong kosong, Dumbledore. Para Dementor tetap berada di Azkaban dan sedang melakukan segala hal yang kita minta kepada mereka.'

    'Kalau begitu,' kata Dumbledore dengan pelan tetapi jelas, 'kita harus bertanya kepada diri kita sendiri mengapa seseorang di dalam Kementerian menyuruh sepasang Dementor ke gang itu pada tanggal dua Agustus.'

    Dalam keheningan total yang menyambut kata-kata ini, penyihir wanita di sisi kanan Fudge bersandar ke depan sehingga Harry melihatnya untuk pertama kalinya.

    Dia berpikir wanita itu tampak seperti seekor katak besar yang pucat. Dia agak gemuk-pendek dengan wajah lebar dan kendur, lehernya sama sedikitnya dengan Paman Vernon dan mulut yang sangat lebar dan kendur. Matanya besar, bundar dan agak menonjol. Bahkan pita beludru hitam kecil yang bertengger di bagian atas rambutnya yang keriting pendek mengingatkan pada seekor lalat besar yang baru akan ditangkapnya dengan lidah panjang yang lengket.

    'Ketua mengenali Dolores Jane Umbridge, Menteri Muda Senior terhadap Menteri,' kata Fudge.

    Penyihir wanita itu berbicara dengan suara gugup bernada tinggi seperti anak perempuan yang membuat Harry terkesima; dia telah mengharapkan bunyi kuak.

    'Aku yakin aku telah salah mengerti Anda, Profesor Dumbledore,' katanya, dengan sebuah senyum simpul tapi matanya yang besar dan bundar masih sedingin sebelumnya. 'Bodohnya aku. Tapi sejenak  kedengarannya seolah-olah Anda menuduh Kementerian Sihir telah memerintahkan penyerangan terhadap anak ini!'

    Dia mengeluarkan tawa merdu yang membuat bulu roma Harry bangkit. Beberapa anggota Wizengamot lainnya ikut tertawa. Tidak bisa lebih jelas lagi bahwa tak seorangpun dari mereka benar-benar merasa lucu.

    'Kalau benar bahwa Dementor hanya menuruti perintah dari Kementerian Sihir, dan juga benar bahwa dua Dementor menyerang Harry dan sepupunya seminggu yang lalu, maka secara logis seseorang di dalam Kementerian telah memerintahkan penyerangan itu,' kata Dumbledore dengan sopan. 'Tentu saja, Dementor yang dimaksud bisa saja berada di luar kendali Kementerian --'

    'Tidak ada Dementir di luar kendali Kementerian!' sambar Fudge, yang telah menjadi semerah bata.

    Dumbledore mencondongkan kepalanya sedikit tertunduk.

    'Maka tidak diragukan lagi Kementerian akan melakukan penyelidikan menyeluruh mengapa dua Dementor berada sangat jauh dari Azkaban dan mengapa mereka menyerang tanpa disuruh.'

    'Bukan kamu yang harus menentukan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan Kementerian, Dumbledore!' sambar Fudge, sekarang berwarna magenta yang pasti membuat Paman Vernon bangga.

    'Tentu saja bukan,' kata Dumbledore dengan enteng. 'Aku hanya menyatakan keyakinanku bahwa masalah ini tidak akan berlanjut tanpa diselidiki.'

    Dia melirik Madam Bones, yang menyesuaikan letak kacamatanya dan menatap balik kepadanya sambil sedikit merengut.

    'Aku akan mengingatkan semua orang bahwa perilaku para Dementor ini, kalau bukan potongan imajinasi anak ini, bukanlah subyek sidang dengar pendapat ini!' kata Fudge. 'Kita berada di sini untuk memeriksa pelanggaran Harry Potter terhadap Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di Bawah Umur!'

    'Tentu saja,' kata Dumbledore, 'tetapi kehadiran Dementor di gang itu sangat relevan. Pasal Tujuh dari Dekrit menyatakan bahwa sihir boleh digunakan di hadapan Muggle pada keadaan-keadaan luar biasa, dan karena keadaaan-keadaan luar biasa itu termasuk situasi yang mengancam nyama penyihir pria atau wanita itu sendiri, atau penyihir atau Muggle manapun juga yang ada pada saat --'

    'Kami tahu betul isi Pasal Tujuh, terima kasih banyak!' geram Fudge.

    'Tentu saja,' kata Dumbledore penuh sopan santun. 'Kalau begitu kita sepakat bahwa penggunaan Mantera Patronus oleh Harry dalam keadaan-keadaan ini jatuh persis ke dalam kategori keadaan-keadaan luar  biasa yang digambarkan pasal tersebut?'

    'Jika memang ada Dementor, yang kusangsikan.'

    'Anda telah mendengarnya dari seorang saksi mata,' Dumbledore menyela. 'Kalau Anda masih meragukan kejujurannya, panggil dia kembali, tanyai dia lagi, aku yakin dia tidak akan keberatan.'

    'Aku -- itu -- tidak --' gertak Fudge, sambil memainkan kertas-kertas di hadapannya. 'Itu -- aku ingin ini semua selesai hari ini, Dumbledore!'

    'Tapi tentunya, Anda tidak akan peduli berapa kali Anda mendengar dari saksi mata, kalau alternatifnya adalah kegagalan menjalankan hukum yang serius,' kata Dumbledore.

    'Kegagalan serius, topiku!' kata Fudge pada puncak suaranya. 'Pernahkah kamu bersusah-payah menjumlahkan semua cerita omong kosong yang telah dikeluarkan anak ini, Dumbledore, selagi mencoba menutup-nutupi penyalahgunaan sihir di luar sekolah yang menyolok olehnya? Kukira kau telah lupa Mantera Melayang yang digunakannya tiga tahun yang lalu --'

    'Itu bukan aku, pelakunya peri-rumah!' kata Harry.

    'KAU LIHAT?' raung Fudge, sambil memberi isyarat dengan semarak ke arah Harry. 'Peri-rumah! Dalam rumah Muggle! Kutanya kau.'

    'Peri-rumah yang dimaksud sekarang dipekerjakan di Sekolah Hogwarts,' kata Dumbledore. 'Aku bisa memanggilnya ke sini dalam sekejap untuk memberi kesaksian kalau Anda mau.'

    'Aku -- bukan -- aku tidak punya waktu untuk mendengarkan para peri-rumah! Lagipula, itu bukan satu-satunya -- dia menggelembungkan bibinya, demi Tuhan!' Fudge berteriak, sambil menghantamkan kepalannya ke bangku hakin dan membalikkan sebotol tinta.

    'Dan Anda telah dengan sangat baik hati tidak mengajukan tuntutan pada saat itu, kuanggap, sambil menerima bahwa bahkan penyihir-penyihir terbaik sekalipun tidak dapat selalu mengendalikan emosi mereka.' kata Dumbledore dengan tenang, sementara Fudge berusaha mengosok tinta dari catatannya.

    'Dan aku belum mulai lagi dengan apa yang dilakukannya di sekolah.'

    'Tetapi, karena Kementerian tidak memiliki kuasa untuk menghukum murid-murid Hogwarts atas tingkah laku yang salah di sekolah, perilaku Harry di sana tidaklah relevan dengan dengar pendapat ini,' kata Dumbledore, masih sesopan tadi, tetapi sekarang ada rasa dingin di balik kata-katanya.

    'Oho!' kata Fudge. 'Bukan urusan kami apa yang dia perbuat di sekolah, eh? Menurutmu begitu?'

    'Kementerian tidak punya kekuasaan untuk mengeluarkan siswa-siswa Hogwarts, Cornelius, seperti yang kuingatkan kepadamu pada malam dua Agustus,' kata Dumbledore. 'Juga tidak mempunyai hak untuk menyita tongkat sihir hingga tuntutan telah dibuktikan dengan suksees; sekali lagi, seperti yang kuingatkan kepadamu pada malam dua Agustus. Dalam ketergesaanmu yang pantas dikagumi untuk memastikan hukum dijunjung tinggi, tampaknya kamu, kuyakin akibat kurang hati-hati, telah melupakan beberapa hukum itu sendiri.'

    'Hukum bisa diganti,' kata Fudge dengan buas.

    'Tentu bisa,' kata Dumbledore sambil mencondongkan kepalanya.'Dan jelas kamu telah banyak membuat perubahan, Cornelius. Mengapa, dalam beberapa minggu singkat sejak aku diminta meninggalkan Wizengamot saja, sudah menjadi prakteknya untuk mengadakan sidang kriminal penuh untuk mengatasi masalah simpel seperti sihir di bawah umur!'

    Beberapa penyihir di atas mereka bergerak dengan tidak nyaman di tempat duduk mereka. Fudge sedikit berubah ke warna ungu kecoklatan yang lebih dalam. Namun penyihir wanita mirip katak di sebelah kanannya hanya menatap Dumbledore, wajahnya tidak berekspresi.

    'Sejauh yang kutahu,' Dumbledore melanjutkan, 'belum ada hukum yang mengatakan menjadi pekerjaan sidang ini untuk menghukum Harry demi setiap sihir yang pernah dilakukannya. Dia telah dituntut untuk pelanggaran tertentu dan dia telah memberikan pembelaannya. Semua yang bisa dilakukannya dan aku hanyalah menanti keputusan kalian.'

    Dumbledore menyatukan ujung-ujung jarinya lagi dan tidak berkata apa-apa lagi. Flure melotot kepadanya, jelas sangat marah. Harry melirik ke samping kepada Dumbledore, mencari penentraman; dia sama sekali tidak yakin bahwa Dumbledore bertindak benar dalam memberitahu Wizengamot bahwa sudah waktunya mereka mengambil keputusan. Namun, sekali lagi Dumbledore tampak tidak menyadari usaha Harry melihat ke matanya. Dia terus melihat ke bangku-bangku di mana keseluruhan Wizengamot telah mengadakan percakapan penting sambil berbisik-bisik.

    Harry melihat ke kakinya. Jantungnya, yang tampaknya telah membengkak ke ukuran tidak alami, sedang berdebar dengan keras di balik tulang iganya. Dia telah mengharapkan dengar pendapat berlangsung lebih lama dari ini. Dia sama sekali tidak yakin dirinya telah memberi kesan yang baik. Dia sebenarnya belum banyak berbicara. Dia seharusnya menjelaskan lebih lengkap mengenai para Dementor, mengenai bagaimana dia jatuh, mengenai bagaimana dia dan Dudley hampir dicium ...

    Dua kali dia melihat kepada Fudge dan membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi jantungnya yang membengkak sekarang menekan jalan masuk udaranya dan dua kali itu dia hanya mengambil napas dalam-dalam dan menatap kembali pada sepatunya.

    Lalu bisik-bisik itu terhenti. Harry ingin melihat kepada para hakim, tetapi menemukan bahwa jauh lebih mudah tetap memeriksa sepatunya.

    'Yang setuju membebaskan tertuduh dari semua tuntutan?' kata suara menggelegar Madam Bones.

    Kepala Harry tersentak naik. Ada banyak tangan di udara, banyak ... lebih dari setengah! Sambil bernapas dengan sangat cepat, dia mencoba menghitung, tetapi sebelum dia selesai, Madam Bones telah berkata, 'Dan yang ingin menghukum?'

    Fudge mengangkat tangannya; demikian pula setengah lusin yang lainnya, termasuk penyihir wanita di samping kanannya dan penyihir pria berkumis lebat dan penyihir wanita berambut ikal di baris kedua.

    Fudge memandang mereka sekilas, terlihat seolah-olah ada sesuatu yang besar tersangkut di kerongkongannya, lalu menurunkan tangannya sendiri. Dia mengambil dua napas panjang dan berkata, 'Baiklah, baiklah ... dibebaskan dari semua tuntutan.'

    'Bagus sekali,' kata Dumbledore dengan cepat, sambil melompat berdiri, menarik keluar tongkatnya dan menyebabkan kedua kursi berlengan dari kain itu menghilang. 'Well, aku harus pergi. Selamat siang kepada kalian semua.'

    Dan tanpa melihat satu kalipun kepada Harry, dia berjalan ke luar dari ruang bawah tanah itu.

 

 

-- BAB  SEMBILAN --

Penderitaan Mrs Weasley

 

Kepergian Dumbledore yang mendadak benar-benar mengejutkan Harry. Dia terus duduk di kursi berantai itu, sambil bergumul dengan perasaan terguncang dan lega. Wizengamot semuanya sedang bangkit, sambil berbincang-bincang, mengumpulkan kertas-kertas mereka dan mengemasinya. Harry berdiri. Tak ada yang tampaknya memperhatikan dia sedikitpun, kecuali penyihir wanita mirip katak di sebelah kanan Fudge, yang sekarang sedang memandanginya bukannya memandangi Dumbledore. Sambil mengabaikan dia, Harry mencoba memandang mata Fudge, atau Madam Bones, ingin bertanya apakah dia boleh pergi, tapi Fudge tampaknya sangat berketetapan untuk tidak memperhatikan Harry, dan Madam Bones sibuk dengan kopernya, jadi dia mengambil beberapa langkah coba-coba menuju pintu keluar dan, ketika tak seorangpun memanggilnya kembali, berjalan dengan cepat.

    Dia berlari pada beberapa langkah terakhirnya, merenggut pintu hingga terbuka dan hampir menubruk Mr Weasley, yang sedang berdiri tepat di luar, terlihat pucar dan gelisah.

    'Dumbledore tidak bilang --'

    'Dibebaskan,' Harry berkata sambil menarik pintu menutup di belakangnya, 'dari semua tuntutan.'

   Sambil tersenyum, Mr Weasley memegang bahu Harry.

   'Harry, itu bagus sekali! Well, tentu saja, mereka tidak akan bisa menetapkanmu bersalah, tidak dengan bukti, tapi walau begitu, aku tidak bisa berpura-pura aku tidak --'

   Tapi Mr Weasley berhenti, karena pintu ruang sidang baru saja terbuka lagi. Para Wizengamot sedang keluar.

   'Jenggot Merlin!' seru Mr Weasley dengan terkejut, sambil menarik Harry ke samping untuk membiarkan mereka semua lewat. 'Kau disidang oleh pengadilan lengkap?'

   'Kukira begitu,' kata Harry dengan pelan.

   Satu atau dua penyihir mengangguk kepada Harry ketika mereka lewat dan beberapa, termasuk Madam Bones, berkata, 'Pagi, Arthur,' kepada Mr Weasley, tetapi kebanyakan menghindari pandangannya. Cornelius Fudge dan penyihir wanita mirip katak itu hampir yang terakhir meninggalkan ruang bawah tanah itu. Fudge bertingkah seolah-olah Mr Weasley dan Harry merupakan bagian dari dinding, tetapi lagi-lagi, penyihir wanita itu melihat Harry hampir seperti sedang menilainya ketika dia lewat. Yang terakhir lewat adalah Percy. Seperti Fudge, dia sepenuhnya mengabaikan ayahnya dan Harry; dia berderap lewat sambil mengepit sebuah gulungan perkamen besar dan segenggam pena bulu cadangan, punggungnya kaku dan hidungnya diangkat tinggi-tinggi. Garis-garis di sekitar mulut Mr Weasley menegang sedikit, tetapi selain ini dia tidak memberi tanda apapun bahwa dia baru melihat anak ketiganya.

   'Aku akan membawamu langsung pulang sehingga kau bisa memberitahu yang lain kabar baik ini,' katanya sambil memberi isyarat kepada Harry untuk maju ketika tumit Percy menghilang ke anak tangga menuju Tingkat Sembilan. 'Akan kuantar kau dalam perjalanan ke toilet di Bethnal Green. Ayolah ...'

   'Jadi, apa yang harus Anda lakukan dengan toilet itu?' Harry bertanya sambil nyengir. Segalanya mendadak tampak lima kali lebih lucu daripada biasanya. Hal-hal mulai masuk: dia dibebaskan, dia akan kembali ke Hogwarts.

   'Oh, cuma anti-kutukan yang sederhana,' kata Mr Weasley selagi mereka menaiki tangga, 'tapi bukan tentang memperbaiki kerusakan, melainkan lebih kepada sikap di belakang pengrusakan, Harry. Pengumpanan-Muggle mungkin dianggap lucu oleh beberapa penyihir, tetapi itu adalah ekspresi dari sesuatu yang jauh lebih dalam dan mengerikan, dan aku sendiri --'

   Mr Weasley tidak melanjutkan kalimatnya. Mereka baru saja mencapai koridor tingkat sembilan dan Cornelius Fudge sedang berdiri beberapa kaki dari mereka, berbicara dengan pelan kepada seorang pria jangkung yang berambut pirang licin dan memiliki wajah tajam yang pucat.

   Pria itu berpaling ketika mendengar suara langkah kaki mereka. Dia juga tidak melanjutkan perkataannya, mata kelabunya yang dingin menyipit dan menatap wajah Harry lekat-lekat.

   'Well, well, well ... Patronus Potter,' kata Lucius Malfoy dengan dingin.

   Harry merasa kehabisan napas, seakan-akan dia baru saja berjalan ke dalam sesuatu yang padat. Terakhir kali dia melihat mata kelabu yang dingin itu adalah melalui celah di kerudung Pelahap Maut, dan terakhir kali dia mendengar suara lelaki itu adalah ketika sedang mengejek di sebuah pekuburan gelap sementara Lord Voldemort menyiksanya. Harry tidak bisa percaya bahwa Lucius Malfoy berani menatapnya di wajah; dia tidak bisa percaya bahwa dia ada di sini, dalam Kementerian Sihir, atau bahwa Cornelius Fudge sedang berbicara kepadanya, padahal Harry telah memberitahu Fudge hanya beberapa minggu yang lalu bahwa Malfoy adalah seorang Pelahap Maut.

   'Menteri baru saja memberitahuku mengenai kelolosanmu yang mujur, Potter,' Mr Malfoy berkata dengan suara dipanjang-panjangkan. 'Sangat mengejutkan, caramu terus berkelit keluar dari lubang-lubang yang amat sempit ... bahkan, mirip ular.'

   Mr Weasley mencengkeram bahu Harry untuk memperingatkannya.

   'Yeah,' kata Harry, 'yeah, aku pandai meloloskan diri.'

   Lucius Malfoy menaikkan matanya ke wajah Mr Weasley.

   'Dan Arthur Weasley juga! Apa yang sedang Anda lakukan di sini, Arthur?'

   'Aku bekerja di sini,' kata Mr Weasley dengan masam.

   'Bukan di sini, tentunya?' kata Mr Malfoy sambil menaikkan alisnya dan melihat sekilas ke pintu melalui bahu Mr Weasley. 'Kukira Anda ada di lantai kedua ... bukankah Anda melakukan sesuatu yang melibatkan penyeludupan benda-benda Muggle ke rumah dan menyihirnya?'

   'Tidak,' sambar Mr Weasley, jari-jarinya sekarang mencengkeram kuat ke bahu Harry.

   'Ngomong-ngomong, Apa yang Anda lakukan di sini?' Harry bertanya kepada Lucius Malfoy.

   'Kukira urusan pribadi antara diriku sendiri dengan Menteri bukan urusanmu, Potter,' kata Molfoy sambil melicinkan bagian depan jubahnya. Harry mendengar dengan jelas dentingan lembut dari apa yang terdengar seperti sekantong penuh emas. 'Benar saja, hanya karena kau anak kesayangan Dumbledore, kau tidak boleh mengharapkan perlakuan yang sama dari kami semua ... kalau begitu, kita naik ke kantor Anda, Menteri?'

   'Tentu saja,' kata Fudge sambil memalingkan badan dari Harry dan Mr Weasley. 'Lewat sini, Lucius.'

   Mereka melangkah bersama sambil berbicara dengan suara rendah. Mr Weasley tidak melepaskan bahu Harry sampai mereka telah menghilang ke dalam lift.

   'Mengapa dia tidak menunggu di luar kantor Fudge kalau mereka punya urusan untuk diselesaikan bersama?' Harry meledak marah. 'Apa yang dia lakukan di bawah sini?'

   'Mencoba menyelinap ke dalam ruang sidang, kalau kau tanya aku,' kata Mr Weasley sambil terlihat sangat gelisah dan melihat melalui bahunya seolah-olah sedang memastikan mereka tidak dapat didengar. 'Mencoba mengetahui apakah kau telah dikeluarkan atau tidak. Akan kutinggalkan catatan untuk Dumbledore ketika aku mengantarmu, dia harus tahu Malfoy sudah berbicara kepada Fudge lagi.

   'Lagipula, urusan pribadi apa yang mereka miliki?'

   'Emas, kukira,' kata Mr Weasley dengan marah. 'Malfoy telah memberikan emas dengan murah hati untuk segala jenis hal selama bertahun-tahun ... membuatnya dekat dengan orang-orang yang tepat ... lalu dia bisa minta bantuan ... menunda hukum-hukum yang dia tidak ingin dilewatkan ... oh, dia punya koneksi yang luas, Lucius Malfoy.'

   Lift tiba; kosong kecuali sekelompok memo yang berkepak di sekitar kepala Mr Weasley ketika dia menekan tombol Atrium dan pintu berdentang tertutup. Dengan kesal dia melambaikan memo-memo itu untuk pergi.

   'Mr Weasley,' kata Harry pelan-pelan, 'kalau Fudge bertemu dengan para Pelahap Maut seperti Malfoy, kalau dia menemui mereka sendirian, bagaimana kita tahu bahwa mereka belum menempatkan Kutukan Imperius kepada dirinya?'

   'Jangan kira itu belum terpikir oleh kami, Harry,' kata Mr Weasley dengan pelan. 'Tapi Dumbledore pikir Fudge bertindak atas keputusannya sendiri saat ini -- yang, menurut Dumbledore, bukanlah penghiburan. Hal terbaik adalah tidak membicarakannya lebih banyak lagi sekarang ini, Harry.'

   Pintu-pintu bergeser terbuka dan mereka melangkah ke luar ke Atrium yang sekarang hampir kosong. Eric si penyihir penjaga tersembunyi di balik Daily Prophetnya lagi. Mereka telah berjalan tepat melewati air mancur keemasan itu sebelum Harry teringat.

    'Tunggu ...' dia memberitahu Mr Weasley, dan, sambil menarik kantong uangnya dari kantongnya, dia berpaling ke air mancur.

    Dia memandang ke atas ke wajah penyihir pria tampan itu, tetapi dari dekat Harry berpikir dia tampak  agak lemah dan bodoh. Si penyihir wanita sedang tersenyum lebar seperti kontestan kecantikan, dan dari yang Harry tahu tentang goblin-goblin dan centaur, mereka paling tidak mungkin terlihat sedang menatap penuh pemujaann kepada manusia dalam bentuk apapun. Hanya perilaku peri-rumah yang seperti budak terlihat meyakinkan. Dengan sengiran karena memikirkan apa yang akan dikatakan Hermionen kalau dia bisa melihat patung peri itu, Harry membalikkan kantong uangnya dan mengosongkan bukan hanya sepuluh Galleon, tetapi keseluruhan isinya ke dalam kolam.

*

'Aku tahu itu!' teriak Ron, sambil meninju ke udara. 'Kau selalu lolos dari semua hal!'

    'Mereka harus membebaskanmu,' kata Hremione, yang terlihat akan pingsan karena cemas ketika Harry memasuki dapur dan sekarang meletakkan tangan yang bergetar menutupi matanya, 'tidak ada kasus melawanmu, tak ada sama sekali.'

    'Walaupun begitu, semua orang terlihat sangat lega, mengingat kalian semua tahu aku akan lolos,' kata Harry sambil tersenyum.

    Mrs Weasley sedang menyeka wajahnya dengan celemeknya, dan Fred, George dan Ginny melakukan semacam tarian perang sambil bernyanyi: 'Dia lolos, dia lolos, dia lolos ...'

    'Sudah cukup! Tenanglah!' teriak Mr Weasley, walaupun dia juga tersenyum. 'Dengar, Sirius, Lucius Malfoy tadi ada di Kementerian --'

    'Apa?' kata Sirius dengan tajam.

    'Dia lolos, dia lolos, dia lolos ...'

    'Diamlah, kalian bertiga! Ya, kami melihatnya berbicara dengan Fudge di Tingkat Sembilan, lalu mereka naik ke kantor Fudge bersama-sama. Dumbledore harus tahu.'

    'Tentu saja,' kata Sirius. 'Kita akan memberitahu dia, jangan khawatir.'

    'Well, sebaiknya aku pergi, ada toilet muntah yang menungguku di Bethnal Green. Molly, aku pulang terlambat, aku akan menggantikan Tonks, tapi Kingsley mungkin mampir untuk makan malam --'

    'Dia lolos, dia lolos, dia lolos ...'

    'Sudah cukup -- Fred -- George -- Ginny!' kata Mrs Weasley, ketika Mr Weasley meninggalkan dapur. 'Harry, sayang, kemari dan duduklah, makan siang, kau hampir tidak makan malam.'

    Ron dan Hermione duduk di seberangnya, terlihat lebih gembira daripada sebelumnya sejak dia pertama tiba di Grimmauld Place, dan perasaan lega Harry, yang telah agak terusik oleh pertemuannya dengan Lucius Malfoy, membengkak lagi. Rumah yang suram itu kelihatan lebih hangat dan lebih menyambut secara mendadak; bahkan Kreacher tampak tidak begitu jelek ketika dia menampakkan hidungnya yang mirip moncong ke dapur untuk menyelidiki sumber semua keributan itu.

    'Tentu saja, sekali Dumbledore muncul untuk membelamu, mereka tidak punya cara untuk menghukummu,' kata Ron dengan gembira, yang sekarang sedang menghidangkan tumpukan kentang tumbuk ke piring-piring semua orang.

    'Yeah, dia mengatasinya untukku,' kata Harry. Dia merasa akan terdengar sangat tidak berterima kasih, belum lagi kekanak-kanakan, untuk berkata, 'Walaupun kuharap dia berbicara kepadaku. Atau bahkan melihat kepadaku.'

    Dan selagi dia memikirkan hal ini, bekas luka di dahinya membara sangat parah sehingga dia menepukkan tangannya ke bekas luka itu.

    'Ada apa?' kata Hermione, terlihat cemas.

    'Bekas luka,' Harry bergumam. 'Tapi bukan apa-apa ... terjadi sepanjang waktu sekarang ...'

    Tak seorangpun dari mereka memperhatikan apa-apa; semuanya sekarang sedang makan sementara menyukuri kelolosan Harry; Fred, George dan Ginny masih sedang bernyanyi. Hermione terlihat agak cemas, tapi sebelum dia bisa berkata apapun, Ron telah berkata dengan senang, 'Aku bertaruh Dumbledore muncul malam ini, untuk merayakan dengan kita, kau tahu.'

    'Kukira dia tidak akan bisa, Ron,' kata Mrs Weasley sambil menempatkan sepiring besar ayam panggang ke depan Harry. 'Dia benar-benar sangat sibuk saat ini.'

    'DIA  LOLOS, DIA  LOLOS, DIA  LOLOS ...'

    'DIAM!' raung Mrs Weasley.

*

Selama beberapa hari berikutnya Harry tidak bisa tidak memperhatikan bahwa ada seseorang dalam Grimmauld Place nomor dua belas yang terlihat tidak sepenuhnya kegirangan bahwa dia akan kembali ke Hogwarts. Sirius telah menampilkan kebahagiaan saat pertama kali mendengarnya, meremas-remas tangan Harry dan tersenyum seperti yang lain. Akan tetapi, segera saja dia semakin murung dan merengut daripada sebelumnya, lebih sedikit berbicara kepada siapapun, bahkan Harry, dan menghabiskan lebih banyak waktu terkurung dalam kamar ibunya bersama Buckbeak.

    'Kau jangan merasa bersalah!' kata Hermione dengan tegas, setelah Harry menceritakan sebagian perasaannya kepada dia dan Ron selagi mereka menggosok sebuah lemari berjamur di lantai ketiga beberapa hari kemudian. 'Hogwarts adalah tempatmu berada dan Sirius tahu itu. Secara pribadi, kukira dia hanya bersikap egois.'

    'Itu agak keras, Hermione,' kata Ron sambil merengut selagi dia mencoba melepaskan sedikit jamur yang telah melekat dengan kuat ke jarinya, 'kau tidak akan mau terperangkap di dalam rumah ini tanpa teman apapun.'

    'Dia akan punya teman!' kata Hermione. 'Ini adalah Markas Besar Order of Phoenix, bukan begitu? Dia hanya mengharap terlalu tinggi bahwa Harry akan datang tinggal di sini bersamanya.'

    'Kukira itu benar,' kata Harry sambil meremas pakaiannya. 'Dia tidak mau memberiku jawaban langsung ketika aku bertanya kepadanya apakah aku bisa.'

    'Dia hanya tidak ingin berharap terlalu tinggi,' kata Hermione dengan bijaksana. 'Dan dia sendiri mungkin merasa sedikit bersalah, karena kukira sebagian dari dirinya sebenarnya berharap kau akan dikeluarkan. Dengan begitu kalian berdua akan jadi orang buangan bersama-sama.'

    'Hentikan itu!' kata Harry dan Ron bersamaan, tetapi Hermione hanya mengangkat  bahu.

    'Terserah kalian. Tapi terkadang kupikir ibu Ron benar dan Sirius jadi bingung apakah kau itu kau atau ayahmu, Harry.'

    'Jadi menurutmu dia agak kurang waras?' tanya Harry dengan panas.

    'Tidak, aku hanya mengira dia telah sangat kesepian untuk waktu yang lama,' kata Hermione.

    Pada saat ini, Mrs Weasley memasuki kamar tidur.

    'Masih belum selesai?' katanya sambil menjulurkan kepala ke dalam lemari.

    'Kukira Ibu datang ke sini untuk menyuruh kami beristirahat!' kata Ron dengan getir. 'Tahukah Ibu berapa banyak jamur yang telah kami enyahkan sejak kami tiba di sini?'

    'Kau sangat ingin membantu Order,' kata Mrs Weasley, 'kau bisa melakukan bagianmu dengan membuat Markas Besar pantas ditinggali.'

    'Aku merasa seperti peri-rumah,' gerutu Ron.

    'Well, sekarang kau mengerti betapa mengerikannya hidup mereka, mungkin kau akan lebih aktif dalam SPEW!' kata Hermione penuh harapan, ketika Mrs Weasley meninggalkan mereka. 'Kau tahu, mungkin bukan ide buruk memperlihatkan kepada orang-orang betapa mengerikannya bersih-bersih sepanjang waktu -- kita bisa melakukan penggosokan tersponsor di ruang duduk Gryffindor setiap waktu, semua keuntungan untuk SPEW, akan meningkatkan kesadaran beserta dana.'

    'Akan kusponsor kau untuk tutup mulut mengenai SPEW,' Ron bergumam dengan kesal, tapi hanya supaya Harry bisa mendengarnya.

*

Harry menemukan dirinya semakin sering melamun mengenai Hogwarts selagi akhir liburan mendekat; dia tidak sabar untuk bertemu Hagrid lagi, untuk bermain Quidditch, bahkan untuk berjalan di petak-petak sayuran di rumah-rumah kaca Herbologi; pasti sangat menyenangkan bisa meninggalkan rumah berjamur dan berdebu ini, yang setengah dari lemari-lemarinya masih terkunci rapat dan Kreacher mengeluarkan hinaan-hinaan dari balik bayangan ketika kau lewat, walaupun Harry berhati-hati tidak mengatakan semua ini dalam jarak pendengaran Sirius.

    Kenyataannya adalah tinggal dalam Markas Besar pergerakan anti-Voldemort tidak semenarik atau memberi semangat seperti yang diharapkan Harry sebelum dia merasakannya. Walaupun para anggota Order of Phoenix datang pergi secara teratur, kadang-kadang tinggal untuk makan, terkadang hanya selama beberapa menit untuk bercakap-cakap secara berbisik, Mrs Weasley memastikan bahwa Harry dan yang lain berada di luar jangkauan pendengaran (baik telinga normal maupun Yang-Dapat-Dipanjangkakn) dan tak seorangpun, bahkan tidak juga Sirius, tampak merasa bahwa Harry perlu tahu apa-apa lebih dari yang telah didengarnya pada malam kedatangannya.

    Pada hari terakhir dari liburan, Harry sedang menyapu kotoran Hedwig dari puncak lemari pakaian ketika Ron memasuki kamar tidur mereka sambil membawa dua buah amplop.

    'Daftar buku sudah tiba,' katanya sambil melemparkan salah satu amplop kepada Harry, yang sedang berdiri di atas sebuah kursi. 'Sudah waktunya, kukira mereka sudah lupa, biasanya datang lebih cepat dari ini ...'

    Harry menyapukan kotoran terakhir ke dalam kantong sampah dan melemparkan kantong itu melewati kepala Ron ke dalam keranjang sampah di sudut, yang menelannya dan bersendawa dengan keras. Dia lalu membuka suratnya. Isinya dua lembar perkamen: satu pengingat yang biasa bahwa semester dimulai pada satu September; yang lain memberitahunya buku-buku yang akan dibutuhkannya tahun ini.

    'Hanya dua yang baru,' katanya sambil membaca daftar itu, 'Buku Mantera Standar, Tingkat 5, oleh Miranda Goshawk, dan Teori Sihir untuk Pertahanan, oleh Wilbert Slinkhard.'

    Crack.

    Fred dan George ber-Apparate tepat di samping Harry. Dia sudah begitu terbiasa dengan perbuatan mereka ini sekarang sehingga dia bahkan tidak jatuh dari kursinya.

    'Kami hanya bertanya-tanya siapa yang menggunakan buku Slinkhard,' kata Fred memulai percakapan.

    'Karena artinya Dumbledore sudah menemukan seorang guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang baru,' kata George.

    'Dan sudah waktunya juga,' kata Fred.

    'Apa maksudmu?' Harry bertanya sambil melompat turun ke sisi mereka.

    'Well, kami mencuri dengar Mum dan Dad berbicara dengan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan beberapa minggu yang lalu,' Fred memberitahu Harry, 'dan dari apa yang mereka katakan, Dumbledore mengalami kesulitan besar untuk menemukan siapapun untuk pekerjaan itu tahun ini.'

    'Tidak mengejutkan, bukan, kalau kau lihat apa yang terjadi pada empat guru yang terakhir?' kata George.

    'Satu dipecat, satu mati, satu ingatannya hilang dan satu terkunci dalam sebuah koper selama sembilan bulan,' kata Harry sambil menghitung mereka dengan jari-jarinya. 'Yeah, aku tahu maksudmu.'

    'Ada apa denganmu, Ron?' tanya Fred.

    Ron tidak menjawab. Harry melihat berkeliling. Ron sedang berdiri tidka bergerak dengan mulut agak terbuka, menganga memandangi suratnya dari Hogwarts.

    'Ada apa sih?' kata Fred dengan tidak sabar, sambil bergerak mengitari Ron untuk melihat perkamen itu melalui bahunya.

    Mulut Fred juga jadi terbuka.

    'Prefek?' katanya sambil menatap surat itu dengan tidak percaya. 'Prefek?'

    George melompat maju, menyambar amplop dari tangan Ron yang lain dan membalikkannya. Harry melihat sesuatu yang berwarna merah tua dan emas jatuh ke telapak tangan George.

    'Tidak mungkin,' kata George dengan suara kecil.

    'Ada kesalahan,' kata Fred sambil menyambar surat itu dari genggaman Ron dan memegangnya ke lampu seolah-olah mencari tanda air. 'Tak seorangpun yang waras akan menjadikan Ron prefek.'

    Kepala si kembar berpaling serempak dan keduanya menatap Harry.

    'Kami pikir sudah pasti kau!' kata Fred, dengan nada yang menuduh Harry telah menipu mereka dengan suatu cara.

    'Kami pikir Dumbledore pasti memilihmu!' kata George tidak percaya.

    'Memenangkan Triwizard dan segalanya!' kata Fred.

    'Kukita semua hal gila itu dihitung melawannya,' kata George kepada Fred.

    'Yeah,' kata Fred pelan-pelan. 'Yeah, kau telah menyebabkan terlalu banyak masalah, sobat. Well, setidaknya salah satu dari kalian punya prioritas yang benar.'

    Dia berjalan ke arah Harry dan menepuk punggungnya sementara memberi Ron pandangan tajam.

    'Prefek ... ickle Ronnie si Prefek.'

    'Ohh, Mum akan jadi memuakkan,' erang George, sambil mendorong lencana prefek balik kepada Ron seolah-olah benda itu bisa mencemarkannya.

    Ron, yang masih belum berkata sepatah katapun, mengambil lencana itu, menatapnya sejenak, lalu mengulurkannya kepada Harry seakan-akan bertanya tanpa suara untuk meminta konfirmasi atas keasliannya. Harry mengambilnya. Sebuah huruf 'P' besar dilapiskan ke atas singa Gryffindor. Dia telah melihat lencana yang persis seperti ini di dada Percy pada hari pertamanya di Hogwarts.

    Pintu terbanting membuka. Hermione masuk ke dalam kamar dengan cepat, pipinya merona dan rambutnya beterbangan. Ada amplop di tangannya.

    'Apakah kau -- apakah kau mendapat --?'

    Dia melihat lencana di tangan Harry dan mengeluarkan pekikan.

    'Aku tahu itu!' katanya dengan bersemangat, sambil mengacungkan suratnya. 'Aku juga, Harry, aku juga!'

    'Bukan,' kata Harry dengan cepat, sambil mendorong lencana itu kembali ke tangan Ron. 'Ron, bukan aku.'

    'Apa?'

    'Ron yang jadi prefek, bukan aku,' Harry berkata.

    'Ron?' kata Hermione, rahangnya membuka. 'Tapi ... apakah kau yakin? Maksudku ...'

    Dia berubah menjadi merah sementara Ron melihat ke arahnya dengan ekspresi menantang di wajahnya.

    'Namaku ada dalam surat,' katanya.

    'Aku ...' kata Hermione sambil terlihat benar-benar bingung. 'Aku ... well ... wow!' Bagus, Ron! Itu benar-benar --'

    'Tidak terduga,' kata George sambil mengangguk.

    'Bukan,' kata Hermione, lebih merona daripada sebelumnya, 'bukan begitu ... Ron telah melakukan banyak ... dia benar-benar ...'

    Pintu di belakangnya terbuka sedikit lebih lebar dan Mrs Weasley masuk ke dalam kamar sambil membawa setumpukan jubah yang baru dicuci.

    'Ginny bilang daftar buku sudah tiba akhirnya,' katanya, sambil melihat sekilas ke amplop-amplop itu ketika dia berjalan ke tempat tidur dan mulai menyortir jubah-jubah ke dalam dua tumpukan. 'Kalau kalian memberikan daftar-daftar itu kepadaku aku akan membawanya ke Diagon Alley sore ini dan mengambilkan buku-buku kalian selagi kalian berkemas. Ron, aku harusu membelikanmu piyama-piyama baru, yang ini setidaknya enam inci terlalu pendek, aku tidak percaya betapa cepatnya kau tumbuh ... warna apa yang kau suka?'

    'Berikan dia yang berwarna merah dan emas agar serasi dengan lencananya,' kata George sambil tersenyum menyeringai.

    'Serasi dengan apanya?' kata Mrs Weasley dengan linglung sambil menggulung sepasang kaus kaki merah marun dan menempatkannya ke tumpukan Ron.

    'Lencananya,' kata Fred, dengan suasana ingin melewatkan hal terburuk secapatnya. 'Lencana prefek barunya yang bagus dan berkilat.'

    Kata-kata Fred butuh waktu sejenak untuk dipahami Mrs Weasley yang sedang disibukkan oleh piyama.

    'Tapi ... Ron, kau tidak ...?'

    Ron mengacungkan lencananya.

    Mrs Weasley mengeluarkan pekik seperti Hermione.

    'Aku tidak percaya! Aku tidak percaya! Oh, Ron, betapa bagusnya! Seorang prefek! Jadinya semua orang dalam keluarga!'

    'Apa Fred dan aku ini, tetangga sebelah rumah?' kata George dengan tidak senang, ketika ibunya mendorongnya ke samping dan menghempaskan lengannya melingkari putra bungsunya.

    'Tunggu sampai ayah kalian dengar! Ron, aku sangat bangga padamu, betapa bagusnya berita ini, kau bisa berakhir jadi Ketua Murid seperti Bill dan Percy, ini langkah pertama! Oh, hal bagus yang terjadi di tengah semua kekuatiran ini, aku hanya senang sekali, oh, Ronnie --'

    Fred dan George keduanya membuat suara muntah keras di balik punggung ibu mereka tetapi Mrs Weasley tidak memperhatikan; lengannya melingkari leher Ron dengan ketat, dia sedang menciumnya di seluruh wajah, yang telah berubah menjadi merah tua lebih terang daripada lencananya.

    'Mum ... jangan ... Mum, kendalikan diri ...' gumamnya sambil mencoba mendorongnya menjauh.

    Dia melepaskannya dan berkata dengan terengah-engah, 'Well, apa jadinya? Kami memberi Percy seekor burung hantu, tapi kau sudah punya satu, tentu saja.'

    'A-apa maksud Ibu?' kata Ron, terlihat seolah-olah dia tidak berani mempercayai telinganya.

    'Kau harus dapat hadiah untuk ini!' kata Mrs Weasley dengan sayang. 'Bagaimana kalau satu set jubah pesta baru?'

    'Kami sudah membelikannya beberapa buah,'  kata Fred dengan masam,  yang terlihat seolah-olah dia menyesali kebaikan hati ini.

    'Atau sebuah kuali baru, kuali tua Charlie sudah mulai berkarat, atau seekor tikus baru, kau selalu suka Scabbers --'

    'Mum,' kata Ron penuh harap, 'bisakah aku punya sapu baru?'

    Wajah Mrs Weasley agak berubah; sapu terbang harganya mahal.

    'Bukan yang benar-benar bagus!' Ron cepat-cepat menambahkan. 'Hanya -- hanya yang baru untuk peralihan ...'

    Mrs Weasley bimbang, lalu tersenyum.

    'Tentu kau bisa ... well, aku sebaiknya cepat pergi kalau aku juga harus beli sapu. Akan kutemui kalian semua  nanti ... Ronnie kecil, seorang prefek! Dan jangan lupa kemasi koper-koper kalian ... seorang prefek ... oh, aku sangat sibuk!'

    Dia memberi Rin ciuman di pipi lagi, mengambil napas dengan keras, dan buru-buru keluar dari kamar.

    Fred dan George saling berpandangan.

    'Kau tidak keberatan kalau kami tidak menciummu, 'kan, Ron?' kata Fred dengan suara cemas yang palsu.

    'Kami bisa memberi hormat, kalau kau mau,' kata George.

    'Oh, diam,' kata Ron, sambil cemberut kepada mereka.

    'Atau apa?' kata Fred, seringai jahat membentang di wajahnya. 'Akan memberi kami detensi?'

    'Aku ingin melihatnya mencoba,' cibir George.

    'Dia bisa kalau kalian tidak hati-hati!' kata Hermione dengan marah.

    Fred dan George meledak tertawa, dan Ron bergumam, 'Sudahlah, Hermione.'

    'Kita harus mejaga langkah kita, George,' kata Fred, berpura-pura gemetar, 'dengan dua orang ini mengawasi kita ...'

    'Yeah, tampaknya hari-hari melawan hukum kita sudah berakhir,' kata George sambil menggelengkan kepalanya.

    Dan dengan suara crack lagi, si kembar ber-Disapparate.

    'Yang dua itu!' kata Hermione dengan marah, sambil menatap langit-langit, dari mana mereka bisa mendengar Fred dan George tertawa bergemuruh di kamar atas. 'Jangan perhatikan mereka, Ron, mereka cuma iri!'

    'Aku kira mereka tidak begitu,' kata Ron dengan ragu, juga menatap langit-langit. 'Mereka selalu bilang hanya orang brengsek yang jadi prefek ... tetap saja,' dia menambahkan dengan nada lebih senang, 'mereka belum pernah punya sapu baru! Kuharap aku bisa pergi dengan Mum dan memilih ... dia tidak akan pernah bisa membeli Nimbus, tapi ada Sapu Bersih baru yang keluar, itu akan bagus sekali ... yeah, kukira aku akan pergi memberitahunya aku suka Sapu Bersih, hanya agar dia tahu ...'

    Dia berlari keluar kamar, meninggalkan Harry dan Hermione sendiri.

    Untuk alasan-alasan tertentu, Harry menemukan dirinya tidak mau memandang Hermione. Dia berpaling ke tempat tidurnya, memungut tumpukan jubah bersih yang telah diletakkan Mrs Weasley ke atasnya dan menyeberangi kamar menuju kopernya.

    'Harry?' kata Hermione untuk melihat reaksinya.

    'Bagus, Hermione,' kata Harry, dengan setengah hati sehingga sama sekali tidak terdengar seperti suaranya, dan, masih tidak memandangnya, 'brilian. Prefek. Bagus.'

    'Trims,' kata Hermione. 'Erm -- Harry -- bolehkah aku pinjam Hedwig agar aku bisa memberitahu Mum dan Dad? Mereka akan sangat senang -- maksudku prefek adalah sesuatu yang bisa mereka mengerti.'

    'Yeah, tak masalah,' kata Harry, masih dalam suara setengah hati yang mengerikan itu yang bukan suaranya. 'Ambil dia!'

    Dia membungkuk ke kopernya, meletakkan jubah-jubah itu ke dasarnya dan berpura-pura menggeledah sesuatu sementara Hermione menyeberang ke lemari pakaian dan memanggil Hedwig turun. Beberapa saat lewat; Harry mendengar pintu menutup tetapi tetap membungkuk, sambil mendengarkan; satu-satunya suara yang dapat didengarnya adalah lukisan kosong di dinding yang mencibir lagi dan keranjang sampah di sudut yang memuncratkan kotoran burung hantu.

    Dia meluruskan badan dan melihat ke belakangnya. Hermione dan Hedwig telah pergi. Harry bergegas menyeberangi kamar, menutup pintu,  lalu kembali pelan-pelan ke ranjangnya dan merosot ke atasnya, sambil menatap kosong kaki lemari pakaian.

    Dia telah sepenuhnya lupa tentang pemilihan para prefek di tahun kelima. Dia terlalu cemas akan kemungkinan dikeluarkan sehingga tidak menyisakan pikiran tentang fakta bahwa lencana-lencana itu pasti sedang dalam perjalanan menuju orang-orang tertentu. Tapi kalau dia ingat ... kalau dia memikirkan tentang hal itu ... apa yang akan diharapkannya?

    Bukan ini, kata sebuah suara kecil yang jujur di dalam kepalanya.

    Harry mengernyitkan wajahnya dan menutupnya dengan tangan. Dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri; kalau dia tahu lencana prefek sedang dalam perjalanan, dia akan mengahrapkannya datang kepada dirinya, bukan Ron. Apakah ini membuatnya searogan Draco Malfoy? Apakah dia mengira dirinya lebih hebat daripada orang lain? Apakah dia benar-benar percaya bahwa dia lebih baik daripada Ron?

    Tidak, kata suara kecil itu dengan menantang.

    Benarkah itu? Harry bertanya-tanya sambil menyelidiki perasaannya dengan cemas.

    Aku lebih pandai dalam Quidditch, kata suara itu. Tapi aku tidak lebih baik dalam hal lain.

    Itu sangat benar, Harry berpikir; dia tidak lebih baik daripada Ron dalam hal pelajaran. Tapi bagaimana dengan di luar pelajaran? Bagaimana dengan petualangan-petualangan yang dia, Ron dan Hermione alami bersama sejak masuk Hogwarts, seringkali mempertaruhkan hal yang jauh lebih buruk daripada pengeluaran dari sekolah?

    Well, Ron dan Hermione ada bersamaku kebanyakan waktu, kata suara di kepala Harry.

    Namun tidak sepanjang waktu, Harry membantah dirinya sendiri. Mereka tidak bertarung dengan Quirrel bersamaku. Mereka tidak melawan Riddle dan Basilisk. Mereka tidak mengenyahkan para Dementor itu di malam Sirius kabur. Mereka tidak ada di pekuburan itu bersamaku, di malam Voldemort kembali ...

    Dan perasaan disalahgunakan yang dulu telah meliputi dirinya di malam dia tiba bangkit lagi. Aku jelas telah melakukan lebih banyak, pikir Harry marah. Aku telah melakukan lebih banyak daripada mereka!

    Tapi mungkin, kata suara kecil itu dengan adil, mungkin Dumbledore tidak memilih prefek karena mereka melibatkan diri ke banyak situasi berbahaya ... mungkin dia memilih prefek karena alasan-alasan lain ... Ron pasti punya sesuatu yang tidak kau punya ...

    Harry membuka matanya dan menatap melalui jari-jarinya ke kaki bercakar lemari pakaian, sambil mengingat apa yang telah dikatakan Fred: 'Tak seorangpun yang waras akan menjadikan Ron seorang prefek ...'

    Harry mengeluarkan dengusan tawa. Sedetik kemudian dia merasa muak dengan dirinya sendiri.

    Ron tidak meminta Dumbledore memberinya lencana prefek. Ini bukan salah Ron. Apakah dia, Harry, sahabat terbaik Ron di seluruh dunia, akan merajuk karena dia tidak memiliki lencana, tertawa bersama si kembar di belakang Ron, mengacaukan ini bagi Ron ketika, untuk pertama kalinya, dia telah mengalahkan Harry dalam sesuatu?

    Sampai sini Harry mendengar langkah-langkah kaki Ron di tangga lagi. Dia berdiri, meluruskan kacamatanya, dan menyeringai ketika Ron masuk lewat pintu.

    'Baru saja mengejarnya!' dia berkata dengan gembira. 'Dia bilang dia akan membelikan Sapu Bersih kalau dia bisa.'

    'Keren,' Harry berkata, dan dia lega mendengar suaranya telah tidak terdengar setengah hati lagi. 'Dengar -- Ron -- selamat, sobat.'

    Senyum memudar dari wajah Ron.

    'Aku tak pernah mengira aku yang akan terpilih!' katanya sambil menggelengkan kepalanya. 'Kukira kau!'

    'Tidak, aku sudah menyebabkan terlalu banyak masalah,' kata Harry meniru Fred.

    'Yeah,' kata Ron, 'yeah, kurasa ... well, kita sebaiknya mengepak koper-koper kita, bukan begitu?'

    Tampaknya ganjil bagaimana barang-barang milik mereka seolah berceceran sendiri sejak mereka tiba. Mereka butuh hampir sesorean untuk mengambil kembali buku-buku dan barang-barang dari segala tempat di rumah dan memuatkannya kembali ke dalam koper sekolah mereka. Harry memperhatikan bahwa Ron terus memindahkan lencana prefeknya ke sekitar, pertama menempatkannya di meja samping tempat tidur, lalu meletakkannya ke dalam kantong celana jinsnya, lalu mengeluarkannya dan meletakkannya di atas jubahnya yang terlipat, seolah-olah ingin melihat pengaruh warna merah pada warna hitam. Hanya setelah Fred dan George mampir dan menawarkan untuk melekatkannya ke dahinya dengan Mantera Lekat Permanen barulah dia membungkusnya dengan hati-hati dalam kaus kaki merah marunnya dan menguncinya di dalam kopernya.

    Mrs Weasley kembali dari Diagon Alley sekitar jam enam, diberati oleh buku-buku dan membawa sebuah paket panjang yang dibungkus dengan kertas coklat tebal yang diambil Ron dengan erangan rasa ingin.

    'Tidak usah membuka bungkusnya sekarang, orang-orang akan tiba untuk makan malam, aku mau kalian semua turun,' katanya, tapi saat dia menghilang dari pandangan Ron merobek kertas itu dengan gila-gilaan dan memeriksa setiap inci sapu barunya dengan ekspresi kegirangan di wajahnya.

    Di ruang bawah tanah Mrs Weasley telah menggantungkan sebuah spanduk merah tua di atas meja yang penuh, yang bertuliskan:

SELAMAT

RON  DAN  HERMIONE

PREFEK - PREFEK  BARU

Dia terlihat dalam keadaan jiwa yang lebih baik daripada yang pernah dilihat Harry selama liburan.

    'Kukira kita akan mengadakan pesta kecil, bukan makan malam di meja,' dia memberitahu Harry, Ron, Hermione, Fred, George dan Ginny ketika mereka memasuki ruangan. 'Ayahmu dan Bill sedang dalam perjalanan, Ron. Aku sudah mengirim burung hantu kepada mereka berdua dan mereka sangat senang,' dia menambahkan sambil tersenyum.

    Fred menggulirkan matanya.

    Sirius, Lupin, Tonks dan Kingsley Shacklebolt telah berada di sana dan Mad-Eye Moody melangkah masuk segera setelah Harry memperoleh Butterbeer untuk dirinya sendiri.

    'Oh, Alastor, aku senang kamu ada di sini,' kata Mrs Weasley dengan ceria, selagi Mad-Eye melepaskan mantel bepergiannya. 'Kami sudah lama ingin menanyaimu -- bisakah kamu melihat ke meja tulis di ruang duduk dan memberitahu kami apa yang ada di dalamnya? Kami belum mau membukanya kalau-kalau isinya sesuatu yang mengerikan.'

    'Tidak masalah, Molly ...'

    Mata biru elektrik Moody berputar ke atas dan menatap melalui langit-langit dapur.

    'Ruang duduk ...' gerutunya, selagi pupil matanya mengerut. 'Meja tulis di sudut? Yeah, aku melihatnya ... yeah, sebuah Boggart ... ingin aku naik dan melenyapkannya, Molly?'

    'Tidak, tidak, akan kulakukan sendiri nanti,' kata Mrs Weasley sambil tersenyum, 'kamu minumlah. Sebenarnya kami sedang mengadakan perayaan kecil-kecilan ...' Dia memberi tanda ke spanduk merah tua itu. 'Prefek keempat dalam keluarga!'

    'Prefek, eh?' gerutu Moody, mata normalnya menatap Ron dan mata sihirnya berputar berkeliling dan memandang ke sisi kepalanya. Harry punya perasaan tak nyaman bahwa mata itu sedang melihatnya dan pindah mendekat kepada Sirius dan Lupin.

    'Well, selamat,' kata Moody, masih melotot kepada Ron dengan mata normalnya, 'figur-figur dalam kekuasaan selalu menarik masalah, tapi kurasa Dumbledore mengira kamu bisa menahan kebanyakan kutukan utama atau dia tidak akan menunjukmu ...'

    Ron terlihat agak terkejut atas sudut pandang ini tetapi diselamatkan dari keharusan untuk menjawab oleh kedatangan ayah dan kakak tertuanya. Mrs Weasley merasa sangat senang sehingga dia bahkan tidak mengeluh bahwa mereka membawa Mundungus bersama mereka; dia memakai jas luar panjang yang terlihat menggembung di tempat-tempat aneh dan menolak tawaran untuk melepaskannya dan meletakkannya bersama mantel bepergian Moody.

    'Well, kukira kita harus bersulang,'  kata Mr Weasley, ketika semua orang sudah minum. Dia mengangkat pialanya. 'Kepada Ron dan Hermione, para prefek baru Gryffindor!'

    Ron dan Hermione tersenyum ketika semua orang minum untuk mereka, dan lalu bertepuk tangan.

    'Aku sendiri tak pernah jadi prefek,' kata Tonks dengan ceria dari balik Harry ketika semua orang bergerak menuju meja untuk makan. Rambutnya merah tomat dan sepanjang pinggang hari ini; dia tampak seperti kakak perempuan Ginny. 'Kepala Asramaku mengatakan aku kurang sifat-sifat tertentu yang diperlukan.'

    'Seperti apa?' kata Ginny, yang sedang memilih kentang panggang.

    'Seperti kemampuan untuk menjaga tingkah lakuku,' kata Tonks.

    Ginny tertawa; Hermione terlihat seakan-akan tidak tahu apakah harus tersenyum atau tidak dan memutuskan untuk minum Butterbeer banyak-banyak dan tersedak olehnya.

    'Bagaimana denganmu, Sirius?' Ginny bertanya, sambil memukul-mukuk punggung Hermione.

    Sirius, yang tepat di samping Harry, mengeluarkan tawa mirip gonggongan yang biasa.

    'Tak seorangpun yang akan menjadikanku prefek, aku menghabiskan terlalu banyak waktu dalam detensi bersama James. Lupin anak yang baik, dia dapat lencana.'

    'Kukira Dumbledore mungkin berharap aku akan bisa melakukan sedikit pengendalian terhadap sahabat-sahabat baikku,' kata Lupin. 'Aku hampir itidak perlu bilang bahwa aku gagal.'

    Perasaaan Harry mendadak membaik. Ayahnya juga tidak jadi prefek. Seketika pesta itu tampak lebih menyenangkan; dia memenuhi piringnya, merasa dua kali lebih suka kepada semua orang dalam ruangan itu.

    Ron sedang bercerita dengan gembira mengenai sapu barunya kepada siapapun yang mau mendengarkan.

    '... nol ke tujuh puluh dalam sepuluh detik, tidak jelek, 'kan? Kalau kau pertimbangkan Komet Dua Sembilan Puluh hanya nol ke enam puluh dan itupun dengan angin buritan yang bagus menurut Sapu yang Mana?'

    Hermione sedang berbincang-bincang dengan bersemangat kepada Lupin mengenai pandangannya terhadap hak-hak peri.

    'Maksudku, itu omong kosong yang sejenis dengan pemisahan manusia serigala, bukan begitu? Semuanya berakar dari hal mengerikan yang dimiliki oleh para penyihir yaitu pemikiran bahwa mereka lebih baik daripada makhluk-makhluk lain ...'

    Mrs Weasley dan Bill sedang berdebat seperti biasa mengenai rambut Bill.

    '... sudah tak bisa diurus, dan kau begitu tampan, akan tampak lebih baik kalau lebih pendek,  bukankah begitu, Harry?'

    'Oh -- aku tak tahu --' kata Harry, agak terkejut dimintai pendapat, dia menyelinap menjauh dari mereka ke arah Fred dan George yang sedang berkerumun di sudut dengan Mundungus.

    Mundungus berhenti berbicara ketika dia melihat Harry, tetapi Fred berkedip dan memberi isyarat kepada Harry untuk mendekat.

    'Tidak apa-apa,' dia memberitahu Mundungus, 'kita bisa mempercayai Harry, dia pendukung finansial kami.'

    'Lihat apa yang dibawa Dung untuk kami,' kata George, sambil mengulurkan tangannya kepada Harry. Tangan itu penuh dengan apa yang terlihat seperti kacang polong hitam yang mengkerut. Sebuah suara derak samar datang dari kacang-kacang itu, walaupun mereka benar-benar tidak bergerak.

    'Biji-biji Tentakel Berbisa,' kata George. 'Kami butuh mereka untuk Kotak Makanan Pembolos tapi mereka adalahl Benda Tidak Diperdagangkan Kelas C jadi kami agak kesulitan mengdapatkannya.'

    'Kalau begitu, sepuluh Galleon untuk semuanya, Dung?' kata Fred.

    'D'gan semua masalah yang kulalui untuk mendapatkannya?' kata Mundungus, matanya yang merah darah dan kendor menregang lebih lebar lagi. 'Maaf, nak, tapi aku tak akan mengambil satu Knutpun di bawah dua puluh.'

    'Dung suka lelucon kecilnya,' Fred berkata kepada Harry.

    'Yeah, yang terbaik sejauh ini adalah enam Sickle untuk sekantong pena bulu Knarl,' kata George.

    'Hari-hati,' Harry  memperingatkan mereka dengan pelan.

    'Apa?' kata Fred. 'Mum sibuk memuji Prefek Ron, kita tidak apa-apa.'

    'Tapi Moody bisa memandang kalian dengan matanya,' Harry menunjukkan.

    Mundungus memandang dengan gugup lewat bahunya.

    'Poin yang bagus itu,' gerutunya. 'Baiklah, nak, sepuluh jadinya, kalau kalian mengambilnya dengan cepat.'

    'Cheers, Harry!' kata Fred dengan senang, sewaktu Mundungus telah mengosongkan kantongnya ke tangan-tangan si kembar yang dijulurkan dan berjalan tergesa-gesa menuju makanan. 'Kita sebaiknya membawa ini ke atas ...'

    Harry memperhatikan mereka pergi, sambil merasa agak kurang enak. Baru saja terpikir olehnya bahwa Mr dan Mrs Weasley akan mau tahu bagaimana Fred dan George membiayai bisnis toko lelucon mereka ketika, seperti yang tidak terhindarkan, mereka akhirnya mengetahui hal itu. Memberikan hasil kemenangan Triwizardnya kepada si kembar tampak hal yang sederhana untuk dilakukan pada saat itu, tetapi bagaimana kalau itu menuntun kepada pertengkaran keluarga lain dan kerenggangan seperti Percy? Apakah Mrs Weasley masih akan merasa bahwa Harry seperti anaknya sendiri kalau dia mengetahui bahwa dia yang memungkinkan Fred dan George memulai karir yang dianggapnya tidak sesuai?

    Sambil berdiri di tempat si kembar meninggalkannya, hanya ditemani oleh perasaan bersalah yang memberati dasar perutnya, Harry mendengar namanya sendiri diucapkan. Suara dalam Kingsley Shacklebolt terdengar bahkan melewati obrolan di sekeliling.

    '... kenapa Dumbledore tidak menjadikan Potter prefek?' kata Kingsley.

    'Dia punya alasannya tersendiri,' jawab Lupin.

    'Tapi akan memperlihatkan keyakinan pada dirinya. Itu yang akan kulakukan,' Kingsley bersikeras, 'terutama dengan Daily Prophet yang mengoloknya tiap beberapa hari sekali ...'

    Harry tidak berpaling; dia tidak mau Lupin atau Kingsley mengetahui dia telah mendengarnya. Walaupun sama sekali tidak lapar, dia mengikuti Mundungus kembali menuju meja. Kesenangannya atas pesta itu telah menguap secepat datangnya; dia berharap dia ada di atas di tempat tidurnya.

    Mad-Eye Moody sedang membaui sebuah paha ayam dengan apa yang tersisa dari hidungnya; jelas dia tidak bisa mendeteksi sisa-sisa racun apapun, karena dia lalu mengoyaknya dengan gigi.

    '... pegangannya terbuat dari kayu ek Spanyol dengan pernis anti kutukan dan kendali getar terpasang --' Ron sedang berkata kepada Tonks.

    Mrs Weasley menguap lebar-lebar.

    'Well, kukira aku akan mengatasi Boggart itu sebelum tidur ... Arthur, aku tidak mau mereka terjaga terlalu malam, oke? Malam, Harry, sayang.'

    'Kau baik-baik saja, Potter?' gerutu Moody.

    'Yeah, baik,' dusta Harry.

    Moody meneguk dari botol labunya, mata biru elektriknya menatap ke samping kepada Harry.

    'Kemarilah, aku punya sesuatu yang mungkin menarik bagimu,' katanya.

    Dari salah satu kantong dalam di jubahnya Moody menarik sebuah foto sihir tua yang sangat compang-camping.

    'Order of Phoenix yang asli,' geram Moody. 'Akhirnya kutemukan tadi malam sewaktu aku sedang mencari Jubah Gaib cadanganku, karena Podmore tidak punya sopan santun untuk mengembalikan jubah terbaikku ... kukira orang-orang mungkin ingin melihatnya.'

    Harry mengambil foto itu. Kerumunan kecil orang, beberapa melambai kepadanya, yang lain mengangkat kaca mata mereka, memandang balik kepadanya.

    'Itu aku,' kata Moody sambil menunjuk kepada dirinya sendiri. Moody di gambar itu tidak bisa salah dikenali, walaupun rambutnya tidak begitu kelabu dan hidungnya utuh. 'Dan itu Dumbledore di sampingku, Dedalus Diggle di sisi lain ... itu Marlene McKinnon, dia terbunuh dua minggu setelah ini diambil, mereka membunuh semua keluarganya. Itu Frank dan Alice Longbottom --'

    Perut Harry, yang telah tidak enak, mengejang ketika dia melihat kepada Alice Longbottom; dia mengenali wajah bulatnya yang bersahabat dengan baik, walaupun mereka belum pernah berjumpa, karena dia sangat mirip dengan anaknya, Neville.

    '-- orang-orang malang,' geram Moody. 'Lebih baik mati daripada apa yang terjadi dengan mereka ... dan itu Emmeline Vance, kau sudah bertemu dengannya, dan di sana Lupin, tentu saja ... Benjy Fenwick, dia kena juga, kami hanya pernah menemukan potongan-potongan tubuhnya ... geser ke samping yang di sana,' tambahnya sambil menyodok gambar itu, dan orang-orang kecil di foto menepi ke samping, sehingga yang tertutup sebagian bisa pindah ke depan.

    'Itu Edgar Bones ... kakak Amelia Bones, mereka bunuh dia dan keluarganya juga, dia adalah penyihir hebat ... Sturgis Podmore, astaga, dia tampak muda ... Caradoc Dearborn, menghilang enam bulan setelah ini, kami tidak pernah menemukan mayatnya ... Hagrid, tentu saja, terlihat persis sama ... Elphias Doge, kau sudah bertemu dengannya, aku lupa dia dulu suka memakai topi bodoh itu ... Gideon Prewett, butuh lima Pelahap Maut untuk membunuhnya dan saudaranya Fabian, mereka bertarung seperti pahlawan ... geser, geser ...'

    Orang-orang kecil di foto itu saling mendesak satu sama lain dan yang tersembunyi tepat di belakang muncul di bagian depan gambar.

    'Itu saudara lelaki Dumbledore, Aberfotrh, satu-satunya pertemuanku dengannya, lelaki aneh ... itu Dorcas Meadows, Voldemort membunuhnya sendiri ... Sirius, waktu dia masih berambut pendek ... dan ... itu dia, kukira itu akan membuatmu tertarik!'

    Jantung Harry berbalik. Ibu dan ayahnya sedang tersenyum kepadanya, duduk di kedua sisi seorang lelaki kecil yang matanya berair yang dikenali Harry dengan seketika sebagai Wormtail, orang yang telah mengkhianati keberadaan orang tuanya kepada Voldemort dan dengan begitu membantu mendatangkan kematian mereka.

    'Eh?' kata Moody.

    Harry memandang wajah Moody yang penuh luka dan lubang. Jelas Moody mendapat kesan bahwa dia baru saja memberi Harry sesuatu yang menyenangkan.

    'Yeah,' kata Harry, mencoba menyeringai sekali lagi. 'Er ... dengar, aku baru saja ingat, aku belum mengepak ...'

    Dia bebas dari keharusan menciptakan benda yang belum dikemasnya. Sirius baru saja berkata, 'Apa yang kau punya di sana, Mad-Eye?' dan Moody berpaling kepadanya. Harry menyeberangi dapur, menyelinap melalui pintu dan naik tangga sebelum siapapun bisa memanggilnya kembali.

    Dia tidak tahu mengapa jadi terguncang begitu; dia sudah pernah melihat gambar-gambar orang tuanya ... tapi mendapatkan mereka diberikan kepadanya seperti itu, ketika dia sama sekali tidak menduga ... tak ada yang suka itu, pikirnya dengan marah ...

    Dan lalu, melihat mereka dikelilingi oleh semua wajah gembira lain ... Benjy Fenwick, yang telah ditemukan dalam bentuk potongan-potongan tubuh, dan Gideon Prewett, yang telah mati seperti pahlawan, dan keluarga Longbottom, yang telah disiksa hingga gila ... semua melambai dengan gembira dari foto itu untuk selamanya, tanpa tahu bahwa mereka sudah dikutuk ... well, Moody mungkin menganggap itu menarik ... dia, Harry, menganggapnya mengganggu ...

    Harry berjingkat menaiki tangga di aula melewati kepala peri yang disumpal, senang berada sendirian lagi, tetapi ketika dia mendekati puncak tangga pertama dia mendengar suara-suara. Seseorang sedang tersedu-sedan di ruang duduk.

    'Halo?' Harry berkata.

    Tidak ada jawaban tetapi sedu sedan itu berlanjut terus. Dia menaiki sisa anak tangga dua-dua, berjalan menyeberangi puncak tangga dan membuka pintu ruang duduk.

    Seseorang sedang gemetar ketakutan pada dinding yang gelap, dengan tongkat di tangannya, seluruh tubuhnya bergetar akibat tangisannya. Tergeletak di karpet tua berdebu dalam seberkas cahaya bulan, jelas-jelas sudah mati, adalah Ron.

    Semua udara seakan menghilang dari paru-paru Harry; dia merasa seolah-olah dia sedang jatuh melalui lantai; otaknya menjadi sedingin es -- Ron mati, tidak, tidak mungkin --

    Tapi tunggu sebentar, itu tidak mungkin -- Ron ada di bawah --

   'Mrs Weasley?' Harry berkata dengan parau.

   'R -- r -- riddikulus!' Mrs Weasley tersedu-sedu, sambil menunjukkan tongkatnya ke tubuh Ron.

   Crack.

   Tubuh Ron berubah menjadi tubuh Bill, telentang dengan tangan dan kaki terentang lebar, matanya terbuka lebar dan kosong. Mrs Weasley tersedu lebih keras dari sebelumnya.

   'R -- riddikulus!' dia terisak lagi.

   Crack.

   Tubuh Mr Weasley menggantikan tubuh Bill, kacamatanya miring, aliran darah kecil mengalir menuruni wajahnya.

   'Tidak!' Mrs Weasley mengerang. 'Tidak ... riddikulus! Riddikulus! RIDDIKULUS!'

   Crack. Si kembar yang sudah mati. Crack. Percy yang sudah mati. Crack.. Harry yang sudah mati ...

   'Mrs Weasley, keluarlah dari sini!' teriak Harry sambil menatap ke mayatnya sendiri di lantai. 'Biarkan orang lain --'

   'Apa yang sedang terjadi?'

   Lupin telah datang sambil berlari ke dalam ruangan itu, diikuti segera oleh Sirius, dengan Moody terseok-seok di belakang mereka. Lupin melihat dari Mrs Weasley ke mayat Harry  di lantai dan terlihat mengerti dalam sekejap. Sambil menarik keluar tongkatnya sendiri, dia berkata dengan sangat tegas dan jelas:

   'Riddikulus!'

   Tubuh Harry menghilang. Sebuah bola keperakan tergantung di udara di atas titik di mana tubuh itu tadi terbaring. Lupin mengayunkan tongkatnya sekali lagi dan bola itu menghilang menjadi segumpal asap.

   'Oh -- oh -- oh!' Mrs Weasley bernapas tertahan-tahan dan tangisannya pecah, dengan wajah tertutup tangannya.

   'Molly,' kata Lupin dengan suram, sambil berjalan ke arahnya. 'Molly, jangan ...'

   Detik berikutnya, dia menangis sepuas hati di bahu Lupin.

   'Molly, itu hanya Boggart,' katanya menenangkan, sambil menepuk-nepuk kepalanya. 'Hanya Boggart bodoh ...'

   'Aku melihat mereka m -- m -- mati setiap kali!' Mrs Weasley mengerang ke bahunya. 'Setiap k -- k --  kali! Aku b -- b -- bermimpi tentang hal itu ...'

   Sirius sedang menatap potongan karpet tempat Boggart, yang berpura-pura sebagai mayat Harry, berada tadi. Moody sedang memandang Harry, yang menghindari tatapannya. Dia punya perasaan aneh bahwa mata sihir Moody telah mengikutinya sepanjang jalan dari dapur itu.

   'J -- j -- jangan beritahu Arthur,' Mrs Weasley bernapas tertahan sekarang, sambil menyeka matanya dengan kalut dengan ujung lengan bajunya. 'Aku t -- t -- tak mau dia tahu ... bersikap tolol ...'

   Lupin memberikan kepadanya sebuah sapu tangan dan dia meniup hidungnya.

   'Harry, aku sangat menyesal. Apa yang pasti kaupikirkan tentang diriku?' dia berkata gemetaran. 'Bahkan tidak bisa mengenyahkan Boggart ...'

   'Jangan bodoh,' kata Harry, sambil mencoba tersenyum.

   'Aku hanya b -- b -- begitu khawatir,' katanya, air mata bercucuran dari matanya lagi. 'Setengah dari keluarga ada dalam Order, p -- p -- pastilah keajaiban kalau kami semua selamat melewati ini ... dan P -- P -- Percy tidak mau bicara dengan kami ... bagaimana kalau sesuatu yang m -- m -- mengerikan terjadi dan kami tidak akan pernah b -- b -- berbaikan dengannya? Dan apa yang akan terjadi kalau Arthur dan aku terbunuh, siapa yang akan menjaga Ron dan Ginny?'

   'Molly, sudah cukup,' kata Lupin dengan tegas. 'Ini tidak seperti terakhir kali. Order sudah lebih siap, kita mulai duluan, kita tahu apa yang sedang direncanakan Voldemort --'

   Mrs Weasley mengeluarkan cicit ketakutan kecil ketika mendengar nama itu.

   'Oh, Molly, ayolah, sudah waktunya kamu terbiasa mendengar namanya -- lihat, aku tidak bisa menjanjikan bahwa tak seorangpun akan terluka, tidak ada yang bisa menjanjikan itu, tapi kita jauh lebih baik daripada terakhir kali. Kamu tidak ada dalam Order saat itu, kamu tidak mengerti. Terakhir kali kami kalah jumlah dua puluh lawan satu oleh para Pelahap Maut dan mereka mengerjai kami satu demi satu ...'

   Harry memikirkan foto itu lagi, wajah-wajah orang tuanya yang tersenyum. Dia tahu Moody masih mengamatinya.

   'Jangan khawatir tentang Percy,' kata Sirius dengan kasar. 'Dia akan sadar. Hanya masalah waktu sebelum Voldemort bergerak terang-terangan; sekali dia melakukan itu, seluruh Kementerian akan memohon kita untuk memaafkan mereka. Dan aku tidak yakin aku akan menerima permintaan maaf mereka,' dia menambahkan dengan getir.

   'Dan mengenai siapa yang akan menjaga Ron dan Ginnya kalau kamu dan Arthur mati,' kata Lupin sambil tersenyum sedikit, 'apa yang kaukira akan kami lakukan, membiarkan mereka kelaparan?'

   Mrs Weasley tersenyum dengan gemetar.

   'Bersikap tolol,' dia bergumam lagi, sambil menyeka matanya.

   Tetapi Harry, ketika menutup pintu kamar tidurnya sekitar sepuluh menit kemudian, tidak bisa berpikir bahwa Mrs Weasley tolol. Dia masih bisa melihat orang tuanya tersenyum kepadanya dari foto tua yang compang-camping itu, tidak menyadari bahwa hidup mereka, seperti begitu banyak orang yang mengelilingi mereka, sedang menuju akhirnya. Citra Boggart yang berlagak seperti mayat dari tiap-tiap anggota keluarga Weasley secara bergantian terus berkelebat di depan matanya.

   Tanpa peringatan, bekas luka di dahinya membakar dengan menyakitkan lagi dan perutnya terkocok dengan mengerikan.

   'Hentikan,' katanya dengan tegas, sambil menggosok bekas luka itu ketika rasa sakit mereda.

   'Tanda kegilaan pertama, berbicara dengan kepalamu sendiri,' kata sebuah suara licik dari lukisan kosong di dinding.

   Harry mengabaikannya. Dia merasa lebih tua daripada yang pernah dirasakannya seumur hidup dan tampaknya luar biasa bagi dirinya bahwa belum satu jam yang lalu dia mengkhawatirkan tentang sebuah toko lelucon dan siapa yang mendapatkan lencana prefek.

 

 

-- BAB  SEPULUH --

Luna Lovegood

 

Harry mengalami tidur yang tidak lelap. Orang tuanya keluar masuk dari mimpinya, tidak pernah berbicara; Mrs Weasley menangisi jasad Kreacher, dipandangi Ron dan Hermione yang sedang memakai mahkota, dan sekali lagi Harry menemukan dirinya berjalan menyusuri sebuah koridor yang berakhir pada sebuah pintu terkunci. Dia terbangun tiba-tiba dengan bekas lukanya menusuk-nusuk dan menemukan Ron telah selesai berpakaian dan sedang berbicara kepadanya.

   '... lebih baik bergegas, Mom akan marah-marah, dia bilang kita akan ketinggalan kereta api ...'

   Ada banyak keributan di dalam rumah. Dari apa yang didengarnya sewaktu dia berpakaian secepat kilat, Harry mengetahui bahwa Fred dan George telah menyihir koper-koper mereka untuk terbang menuruni tangga untuk menghindari kerepotan membawanya, dengan hasil mereka meluncur lansung ke arah Ginny dan menjatuhkannya dua tingkat anak tangga ke aula; Mrs Black dan Mrs Weasley sama-sama berteriak sekuat-kuatnya.

   '-- BISA SAJA MENYEBABKANNYA LUKA PARAH, KALIAN IDIOT --'

   '-- TURUNAN-CAMPURAN KOTOR, MENODAI RUMAH NENEK MOYANGKU --'

   Hermione bergegas masuk ke dalam ruangan tampak bingung, persis ketika Harry sedang memakai celana olahraganya. Hedwig sedang berayun di bahunya, dan dia menggendong Crookshanks yang menggeliat di lengannya.

   'Mum dan Dad baru saja mengirim Hedwig balik.' Burung hantu itu berkedip patuh dan bertengger di puncak sangkarnya, 'Sudah siap?'

   'Hampir. Apakah Ginny baik-baik saja?' Harry bertanya, sambil mendorong kacamatanya.

   'Mrs Weasley sudah mengobatinya,' kata Hermione. 'Tapi sekarang Mad-Eye mengeluh bahwa kita tidak bisa berangkat kecuali Sturgis Podmore ada di sini, kalau tidak pengawalnya akan kurang satu.'

   'Pengawal?' kata Harry. 'Kita harus pergi ke King's Cross dengan seorang pengawal?'

   'Kamu yang harus pergi ke King's Cross dengan seorang pengawal,' Hermione mengkoreksinya.

   'Kenapa?' kata Harry tidak senang. 'Kupikir Voldermort seharusnya bersembunyi, atau apa kamu akan memberitahuku bahwa dia akan melompat keluar dari belakang sebuah tong sampah untuk mencoba membunuhku?'

   'Aku tidak tahu, itu cuma yang dibilang Mad-Eye,' kata Hermione kacau, sambil melihat ke jam tangannya, 'tetapi kalau kita tidak segera berangkat kita pasti akan ketinggalan kereta api ...'

   'BISAKAH KALIAN SEMUA TURUN KE SINI SEKARANG JUGA!' Mrs Weasley berteriak dan Hermione terlonjak seakan-akan terbakar dan bergegas ke luar ruangan. Harry menyambar Hedwig, menjejalkannya tanpa basa-basi ke dalam kandangnya, dan turun ke bawah mengejar Hermione, sambil menyeret kopernya.

   Potret Mrs Black sedang melolong marah tetapi tak seorangpun repot-repot menutup tirainya; semua keributan di aula pastilah akan membangunkannya lagi.

   'Harry, kamu ikut denganku dan Tonks,' teriak Mrs Weasley -- melawan pekikan yang diulang-ulang 'DARAH LUMPUR! SAMPAH! MAKHLUK-MAKHLUK KOTOR!' -- 'Tinggalkan kopermu dan burung hantumu, Alastor akan mengurus barang bawaan ... oh, demi Tuhan, Sirius, Dumbledore bilang jangan!'

   Seekor anjing hitam yang mirip beruang telah muncul di sisi Harry ketika dia sedang merangkak melewati berbagai koper yang berceceran di aula untuk mencapai Mrs Weasley.

   'Oh jujur saja ...' kata Mrs Weasley dengan putus asa. 'Well, resikonya kepalamu sendiri!'

   Dia merenggut pintu depan hingga terbuka dan melangkah keluar ke sinar matahari lemah bulan September. Harry dan anjing itu mengikutinya. Pintu terbanting di belakang mereka dan pekikan Mrs Black terhenti dengan segera.

   'Di mana Tonks?' Harry berkata, melihat sekeliling sewaktu mereka menuruni anak-anak tangga batu dari nomor dua belas, yang menghilang saat mereka mencapai trotoar.

   'Dia sedang menunggu kita di atas sana,' kata Mrs Weasley dengan kaku, mengalihkan matanya dari anjing besar yang melompat-lompat di sisi Harry.

    Seorang wanita tua memberi salam kepada mereka di sudut. Dia memiliki rambut kelabu yang sangat keriting dan mengenakan sebuah topi ungu yang berbentuk seperti pai babi.

   'Pakabar, Harry,' dia berkata, sambil mengedip. 'Lebih baik bergegas, bukan begitu, Molly?' tambahnya, sambil mengecek jam tangannya.

   'Aku tahu, aku tahu,' erang Mrs Weasley, memperpanjang langkah kakinya, 'tetapi Mad-Eye mau kami menunggu Sturgis ... kalau saja Arthur bisa meminjamkan kita mobil dari Kementerian lagi ... tetapi akhir-akhir ini Fudge bahkan tidak akan memperbolehkan dia meminjam sebuah botol tinta kosong ... bagaimana Muggle bisa tahan bepergian tanpa sihir ...'

   Tetapi anjing hitam besar itu mengonggong gembira dan melompat-lompat riang di sekitar mereka, menggertak burung-burung merpati dan mengejar ekornya sendiri. Harry tidak bisa menahan tawa. Sirius telah terperangkap di dalam untuk waktu yang sangat lama. Mrs Weasley menutup mulutnya dengan cara yang hampir seperti Bibi Petunia.

   Mereka butuh dua puluh menit untuk mencapai King's Cross dengan berjalan kaki dan tidak ada peristiwa menarik yang terjadi selain Sirius menakut-nakuti sepasang kucing untuk menyenangkan Harry. Begitu berada di dalam stasiun mereka berdiri sepintas lalu di samping penghalang antara peron sembilan dan sepuluh sampai keadaan aman, lalu masing-masing bersandar padanya dan jatuh dengan mudah ke peron tiga perempat, di mana Hogwarts Express berdiri menyemburkan uap penuh jelaga ke peron yang dipenuhi murid-murid yang akan berangkat dan keluarga-keluarga mereka. Harry menghirup bau yang akrab itu dan merasakan semangatnya bangkit ... dia benar-benar akan kembali ...

   'Kuharap yang lain tepat waktu,' kata Mrs Weasley dengan cemas, sambil menatap ke belakangnya ke arah lengkungan besi cor yang membatasi peron itu, darimana para pendatang baru akan muncul.

   'Anjing yang bagus, Harry!' seru seorang bocah lelaki tinggi yang rambutnya dikepang kecil-kecil.

   'Trims, Lee,' kata Harry, nyengir, sementara Sirius mengibaskan ekornya cepat-cepat.

   'Oh bagus,' kata Mrs Weasley, terdengar lega, 'ini Alastor dengan barang bawaan, lihatlah ...'

   Mengenakan sebuah topi portir ditarik rendah menutupi matanya yang tidak sepadan, Moody datang terpincang-pincang melalui lengkungan sambil mendorong sebuah troli yang dibebani dengan koper-koper mereka.

   'Semua OK,' dia bergumam kepada Mrs Weasley dan Tonks, 'kurasa kita tidak diikuti ...'

   Beberapa detik kemudian, Mr Weasley muncul di peron dengan Ron dan Hermione. Mereka telah hampir selesai mengosongkan troli Moody ketika Fred, George dan Ginny muncul dengan Lupin.

   'Tak ada masalah?' geram Moody.

   'Tidak ada apa-apa,' kata Lupin.

   'Aku masih akan melaporkan Sturgis pada Dumbledore,' kata Moody, 'ini kedua kalinya dia tidak muncul dalam seminggu. Mulai tidak dapat diandalkan seperti Mundungus.'

   'Well, jaga diri kalian,' kata Lupin, sambil menyalami semuanya. Dia menggapai Harry yang terakhir dan memberinya tepukan di bahu. 'Kau juga, Harry. Hati-hati.'

   'Yeah, tundukkan kepalamu dan buka matamu lebar-lebar,' kata Moody, sambil menyalami tangan Harry juga. 'Dan jangan lupa, kalian semua -- hati-hati akan apa yang kalian tulis. Jika ragu, jangan tulis di dalam surat sama sekali.'

   'Senang berjumpa dengan kalian semua,' kata Tonks, sambil memeluk Hermione dan Ginny. 'Kuharap kita akan segera bertemu lagi.'

   Sebuah peluit peringatan dibunyikan; murid-murid yang masih berada di peron mulai bergegas ke atas kereta api.

   'Cepat, cepat,' kata Mrs Weasley dengan kacau, sambil memeluk mereka secara acak dan menangkap Harry dua kali. 'Tulis surat ... jangan nakal ... jika kalian lupa sesuatu kami akan mengirimkannya ... ke atas kereta api, sekarang, cepat ...'

   Sejenak, anjing hitam besar itu berdiri di atas kaki belakangnya dan menempatkan cakar-cakar depannya ke  bahu Harry, tetapi Mrs Weasley mendorong Harry ke pintu kereta, sambil mendesis, 'Demi Tuhan, berlakulah lebih mirip seekor anjing, Sirius!'

   'Sampai jumpa!' Harry berseru ke luar jendela ketika kereta api mulai bergerak, sementara Ron, Hermione dan Ginny  melambai di sampingnya. Figur-figur Tonks, Lupin, Moody serta Mr dan Mrs Weasley mengerut dengan cepat tetapi anjing hitam itu melompat sambil berlari di samping jendela, sambil mengibaskan ekornya; orang-orang yang semakin kabur di peron tertawa melihatnya mengejar kereta api, kemudian mereka membelok di tikungan, dan Sirius telah pergi.

   'Dia seharusnya tidak ikut bersama kita,' kata Hermione dengan suara khawatir.

   'Oh, santailah,' kata Ron, 'dia belum melihat siang hari selama berbulan-bulan, pria malang.'

   'Well,' kata Fred, sambil menepuk tanggannya, 'tak bisa berdiri sambil ngobrol seharian, kami punya bisnis untuk dibahas dengan Lee. Sampai jumpa nanti,' dan dia beserta George menghilang ke koridor di sebelah kanan.

   Kereta api itu menambah kecepatan, sehingga rumah-rumah di luar jendela berkelebat lewat, dan mereka berayun di tempat mereka berdiri.

   'Kalau begitu kita pergi mencari kompartemen?' Harry bertanya.

   Ron dan Hermione saling berpandangan.

   'Er,' kata Ron.

   'Kami -- well -- Ron dan aku harus pergi ke gerbong prefek,' Hermione berkata dengan canggung.

   Ron tidak melihat kepada Harry; dia kelihatannya telah menjadi sangat tertarik pada kuku-kuku tangan kirinya.

   'Oh,' kata Harry. 'Benar. Baiklah.'

   'Kukira kami tidak harus tinggal di sana sepanjang perjalanan,' kata Hermione cepat-cepat. 'Surat-surat kami mengatakan kami hanya harus menerima instruksi dari Kepala Murid Lelaki dan Perempuan dan kemudian berpatroli di koridor dari waktu ke waktu.'

   'Baik,' kata Harry lagi. 'Well, aku --  kalau begitu ketemu lagi nanti.'

   'Yeah, pasti,' kata Ron, memberi Harry pandangan cemas yang berpindah-pindah, 'Harus pergi ke bawah sana itu menyebalkan,aku lebih suka -- tetapi kami harus -- maksudku, aku tidak menikmatinya, aku bukan Percy,' dia mengakhiri dengan menantang.

   'Aku tahu kamu bukan,' kata Harry dan dia menyengir. Tetapi selagi Hermione dan Ron menyeret koper-koper mereka, Crookshanks dan Pigwidgeon dalam sangkar menuju ujung mesin dari kereta api, Harry merasakan rasa kehilangan yang ganjil. Dia belum pernah bepergian di atas Hogwarts Express tanpa Ron.

   'Ayo,' Ginny menyuruhnya, 'jika kita bergerak terus kita akan dapat menyisakan tempat untuk mereka.'

   'Benar,' kata Harry, sambil mengangkat sangkar Hedwig di satu tangan dan pegangan kopernya di tangan yang lain. Mereka berjuang menyusuri koridor, mengintai ke dalam pintu-pintu berpanel kaca ke dalam kompartemen-kompartemen yang mereka lalui, yang sudah penuh. Harry tidak dapat tidak memperhatikan bahwa banyak orang menatap balik kepadanya dengan minat yang besar dan bahwa beberapa dari mereka menyikut tetangga mereka dan menunjuk dia. Setelah dia menemui perilaku ini di lima gerbong berturut-turut dia teringat bahwa DailyProphet telah memberitahu para pembacanya sepanjang musim panas bahwa dia seorang tukang pamer pembohong. Dia bertanya-tanya dengan bosan apakah orang-orang yang sekarang menatapinya dan berbisik-bisik mempercayai cerita-cerita itu.

   Di gerbong paling akhir mereka berjumpa dengan Neville Longbottom, teman kelas lima Harry di Gryffindor, wajahnya yang bundar berkilat karena usaha menarik kopernya dan mempertahankan pegangan satu tangan pada kataknya yang meronta-ronta, Trevor.

   'Hai, Harry,' dia terengah-engah. 'Hai, Ginny ... semua tempat penuh ... aku tidak bisa menemukan tempat duduk ...'

   'Apa yang kau bicarakan?' kata Ginny, yang telah menyelip melewati Neville untuk mengintai ke dalam kompartemen di belakangnya. 'Ada tempat di yang satu ini, hanya ada Loony Lovegood di sini --'

   Neville menggumamkan sesuatu mengenai tidak ingin mengganggu siapapun.

   'Jangan bodoh,' kata Ginny sambil tertawa, 'dia baik kok.'

   Dia menggeser pintu hingga terbuka dan menarik kopernya ke dalam. Harry dan Neville mengikuti.

   'Hai, Luna,' kata Ginny, 'bolehkah kami ambil tempat duduk ini?'

   Anak perempuan di samping jendela melihat ke atas. Dia mempunyai rambut pirang kotor sepanjang pinggang yang terurai, alis mata yang sangat pucat dan mata menonjol yang memberinya penampilan terkejut yagn permanen. Harry langsung tahu mengapa Neville memilih melewatkan kompartemen ini. Anak perempuan itu mengeluarkan aura kebodohan yang tampak jelas. Mungkin fakta bahwa dia telah menusukkan tongkatnya di belakang telinga kirinya supaya tidak hilang, atau bahwa dia telah memilih untuk memakai kalung yang terbuat dari gabus-gabus Butterbeer, atau bahwa dia sedang membaca sebuah majalah terbalik. Matanya bergeser dari Neville dan berhenti pada Harry. Dia mengangguk.

   'Trims,' kata Ginny, tersenyum kepadanya.

   Harry dan Neville menyimpan ketiga koper dan sangkar Hedwig di rak bagasi dan duduk. Luna memperhatikan mereka melewati majalahnya yang terbalik, yang dinamakan The Quibbler. Dia tampaknya tidak perlu  berkedip sebanyak manusia normal. Dia menatap dan menatap terus pada Harry, yang telah mengambil tempat duduk di seberangnya dan sekarang berharap tidak melakukan hal itu.

   'Musim panasmu menyenangkan, Luna? Ginny bertanya.

   'Ya,' kata Luna sambil melamun, tanpa melepaskan pandangan dari Harry. 'Ya, cukup menyenangkan, kau tahu. Kau Harry Potter,' dia menambahkan.

   'Aku tahu itu,' kata Harry.

   Neville tertawa kecil. Luna memalingkan matanya yang pucat ke arahnya.

   'Dan aku tidak tahu siapa kamu.'

   'Aku bukan siapa-siapa,' kata Neville cepat-cepat.

   'Bukan,' kata Ginny tajam. 'Neville Longbottom -- Luna Lovegood. Luna setingkat denganku, tetapi di Ravenclaw.'

   'Kecerdasan melebihi ukuran adalah harta terbesar manusia,' kata Luna dengan suara menyanyi.

   Dia mengangkat majalahnya yang terbalik cukup tinggi untuk menyembunyikan wajahnya dan terdiam. Harry dan Neville saling memandang dengan alis terangkat. Ginny berusaha menahan tawa terkikik.

   Kereta api terus berderak maju, semakin cepat membawa mereka ke alam perdesaan bebas. Hari itu adalah hari yang aneh dan tidak menentu; satu saat gerbong dipenuhi sinar matahari dan saat berikutnya mereka melewati awan-awan yang gelap yang tidak menyenangkan.

   'Tebak apa yang kudapat pada hari ulang tahunku?' kata Neville.

   'Remembrall lagi?' kata Harry, teringat pada alat mirip kelereng yang telah dikirimkan nenek Neville kepadanya dengan maksud memperbaiki ingatannya yang parah.

   'Bukan,' kata Neville. 'Walaupun aku memang butuh satu, aku menghilangkan yang lama sudah lama sekali ... bukan, lihat ini ...'

   Dia menyisipkan tangan yang tidak sedang mempertahankan genggaman erat pada kataknya, Trevor ke dalam tas sekolahnya dan setelah sedikit merogoh-rogoh menarik keluar apa yang tampak seperti sebuah kaktus kelabu kecil dalam pot, kecuali ia ditutupi benda yang lebih mirip bisul daripada duri.

   'Mimbulus mimbletonia,' katanya dengan bangga.

   Harry menatap benda itu. Benda itu sedang bergetar sedikit, memberinya penampilan yang seram seperti beberapa organ dalam.

   'Benar-benar langka,' kata Neville sambil tersenyum. 'Aku tidak tahu apakah ada satu saja di salah satu rumah kaca di Hogwarts. Aku tak sabar untuk memperlihatkannya kepada Profesor Sprout. Kakek Algieku membelinya untukku di Assyria. Aku akan mencoba membiakannya,'

   Harry tahu bahwa mata pelajaran favorit Neville adalah Herbologi tetapi demi hidupnya dia tidak bisa melihat apa yang diinginkannya dengan tanaman kecil yang aneh itu.

   'Apakah dia -- er -- melakukan sesuatu?' tanyanya.

   'Banyak hal!' kata Neville dengan bangga. 'Dia punya mekanisme pertahanan yang mengagumkan. SIni, pegang Trevor ...'

   Dia membuang katak itu ke pangkuan Harry dan mengambil sebuah pena bulu dari tas sekolahnya. Mata Luna Lovegood yang membelalak tampak lagi dari bagian atas majalahnya yang terbalik, untuk menyaksikan apa yang sedang dilakukan Neville. Neville memegang Mimbulus mimbletonia itu sejajar dengan matanya, lidahnya berada di antara gigi-giginya, memilih satu titik, dan memberi tanaman itu sebuah tusukan tajam dengan ujung pena bulunya.

    Cairan bermuncratan dari setiap bisul pada tanaman itu; pancaran yang deras, bau, berwarna hijau gelap. Cairan itu menghantam langit-langit, jendela-jendela, dan memerciki majalah Luna Lovegood; Ginny, yang telah mengatupkan lengannya ke depan wajahnya tepat waktu, hanya tampak seperti mengenakan topi hijau berlumut, tetapi Harry, yang tangannya sibuk mencegah Trevor kabur, menerima satu muka penuh cairan. Baunya seperti pupuk kandang yang anyir.

    Neville, yang muka dan badannya juga basah kuyup, menggelengkan kepalanya untuk mengenyahkan yang terburuk dari matanya.

    'S-sori,' dia megap-megap. 'Aku belum pernah mencobanya ... tidak sadar akan jadi begini ... jangan khawatir, Stinksap (Getah-Bau) tidak beracun,' dia menambahkan dengan gugup, selagi Harry meludahkan satu mulut penuh ke lantai.

    Pada saat yang sama pintu kompartemen mereka bergeser terbuka.

    'Oh ... halo, Harry,' kata sebuah suara gugup. 'Um ... waktu yang tidak tepat?'

    Harry menyeka lensa kacamatanya dengan tangannya yang bebas dari Trevor. Seorang gadis yang sangat cantik dengan rambut hitam berkilau sedang berdiri di ambang pintu sambil tersenyum kepadanya: Cho Chang, Seeker tim Quidditch Ravenclaw.

    'Oh ... hai,' kata Harry dengan hampa.

    'Um ...' kata Cho. 'Well ... hanya ingin mengatakan halo ... kalau begitu sampai jumpa.'

    Dengan wajah agak merona merah, dia menutup pintu dan  pergi. Harry merosot ke tempat duduknya dan mengerang. Dia ingin Cho menemukannya sedang duduk dengan sekelompok orang-orang keren yang sedang tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon yang baru dibuatnya; dia tidak akan memilih duduk dengan Neville dan Loony Lovegood, sambil menggengam seekor katak dan basah kuyub oleh Stinksap.

     'Tidak mengapa,' kata Ginny dengan menguatkan diri. 'Lihat, kita bisa menghilangkan ini semua dengan mudah.' Dia menarik keluar tongkatnya. 'Scourgify.'

    Stinksap itu menghilang.

    'Sori,' kata Neville lagi, dengan suara kecil.

    Ron dan Hermione tidak muncul selama hampir satu jam, pada saat itu troli makanan telah lewat. Harry, Ginny dan Neville telah menghabiskan pai labu mereka dan sedang sibuk bertukar Kartu Cokelat Kodok ketika pintu kompartemen bergeser terbuka dan mereka masuk, ditemani oleh Crookshanks dan Pigwidgeon yang beruhu dengan nyaring dalam sangkarnya.

    'Aku lapar berat,' kata Ron, menyimpan Pigwidgeon di samping Hedwig, sambil meraih sebuah Cokelat Kodok dari Harry dan melemparkan dirinya ke tempat duduk di sebelahnya. Dia merobek pembungkusnya, menggigit kepala kodok itu hingga putus dan bersandar dengan mata tertutup seakan-akan dia telah melewati pagi yang sangat melelahkan.

    'Well, ada dua orang prefek kelas lima dari masing-masing rumah,' kata Hermione, terlihat sangat tidak senang ketika dia mengambil tempat duduk. 'Seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan.'

    'Dan tebak siapa yang jadi prefek Slytherin?' kata Ron, masih dengan mata tertutup.

    'Malfoy,' jawab Harry seketika, yakin bahwa yang paling ditakutkannya akan dibenarkan.

    'Tentu saja,' kata Ron dengan getir, sambil menjejalkan sisa Kodok ke dalam mulutnya dan mengambil yang lain.

    'Dan si sapi Pansy Parkinson,' kata Hermione dengan ganas. 'Bagaimana dia bisa jadi prefek padahal dia lebih tolol daripada troll yang geger otak ...'

    'Siapa dari Hufflepuff?' Harry bertanya.

    'Ernie Macmillan dan Hannah Abbot,' kata Ron dengan cepat.

    'Dan Anthony Goldstein dan Padma Patill dari Ravenclaw,' kata Hermione.

    'Kau pergi ke Pesta Dansa dengan Padma Patil,' kata sebuah suara samar.

    Semua orang menoleh untuk memandang Luna Lovegood, yang sedang menatap Ron tanpa berkedip dari balik The Quibbler. Dia menelan Kodok di mulutnya.

    'Yeah, aku tahu itu,' dia berkata, terlihat agak terkejut.

    'Dia tidak begitu menikmatinya,' Luna memberitahunya. 'Dia berpikir kamu tidak memperlakukannya cukup baik, karena kamu tidak mau berdansa dengannya. Kupikir aku tidak akan mempersoalkan hal itu,' dia menambahkan dengan penuh pemikiran, 'aku tidak begitu suka berdansa.'

    Dia menarik diri lagi ke balik The Quibbler. Ron menatap sampulnya dengan mulut terbuka selama beberapa detik, kemudian berpaling pada Ginny untuk mendapatkan penjelasan, tetapi Ginny telah menjejalkan buku-buku jarinya ke dalam mulut untuk menghentikan dirinya tertawa terkikik-kikik. Ron menggelengkan kepalanya, kaget, lalu mengecek jam tangannya.

    'Kami harus berpatroli di koridor beberapa waktu sekali,' dia memberitahu Harry dan Neville, 'dan kami bisa memberi hukuman jika orang-orang bertingkah tidak pantas. Aku tidak sabar ingin menghukum Crabbe dan Goyle karena sesuatu ...'

    'Kamu tidak seharusnya menyalahgunakan kedudukanmu, Ron!' kata Hermione dengan tajam.

    'Yeah, benar, karena Malfoy sama sekali tidak akan menyalahgunakannya,' kata Ron dengan kasar.

    'Jadi kamu akan turun ke tingkatannya?'

    'Tidak, aku hanya ingin memastikan aku menangkap sobat-sobatnya sebelum dia menangkap sobat-sobatku.'

    'Demi Tuhan, Ron --'

    'Akan kubuat Goyle menulis, itu akan membunuhnya, dia benci menulis,' kata Ron dengan gembira. Dia merendahkan suaranya menjadi dengkuran rendah Goyle dan, sambil menegangkan wajahnya dengan tampang konsentrasi yang menyakitkan, menirukan menulis di udara. 'Aku ... tidak ... boleh ... terlihat ... seperti ... bokong ... babon. '

    Semua orang tertawa, tetapi tidak ada yang tertawa lebih keras daripada Luna Lovegood. Dia mengeluarkan jeritan kegembiraan yang mengakibatkan Hedwig terbangun dan mengepak-ngepakkan sayapnya tidak senang dan Crookshanks melompat ke rak bagasi sambil mendesis. Luna tertawa sangat keras sehingga majalahnya tergelincir dari pegangannya, meluncur ke bawah kakinya dan ke atas lantai.

    'Itu lucu!'

    Matanya yang menonjol penuh air mata ketika dia menarik napas dengan terengah-engah, sambil menatap Ron. Sama sekali tidak menyangka, Ron melihat sekeliling pada yang lain, yang sekarang sedang menertawakan ekspresi di wajahnya dan tawa berkepanjangan Luna Lovegood yang menggelikan, yang sedang bergoyang maju-mundur, sambil mencengkeram sisi tubuhnya.

    'Apa kau mengolokku?' kata Ron sambil merengut kepadanya.

    'Bokong ... babon!' dia tercekik sambil memegang tulang iganya.

    Yang lain semuanya sedang memperhatikan Luna tertawa, tetapi Harry, sambil memandang sekilas majalah di lantai, memperhatikan sesuatu yang membuatnya mengambilnya. Ketika terbalik sulit mengatakan gambar apa yang ada di depan, tetapi Harry sekarang menyadari bahwa itu adalah kartun yang lumayan buruk dari Cornelius Fudge; Harry hanya mengenalinya karena topi bowler hijau limaunya. Salah satu tangan Fudge mememgang sekantong emas; tangan yang lain sedang mencekik goblin. Kartun itu diberi judul: Seberapa Jauh Fudge akan Bertindak untuk Mendapatkan Gringotts?

    Di bawah ini ada daftar judul-judul artikel lain di dalam majalah.

Korupsi di Liga Quidditch

Bagaimana Tornados Mengambil Kendali

Rahasia Rune Kuno Terungkap

Sirius Black: Penjahat atau Korban?

'Boleh aku melihat ini?' Harry bertanya pada Luna dengan tidak sabar.

    Dia mengangguk, masih menatap Ron, terengah-engah akibat tertawa.

    Harry membuka majalah itu dan membaca sepintas indeksnya. Hingga saat ini dia telah benar-benar melupakan majalah yang telah diserahkan Kingsley kepada Mr Weasley untuk diberikan kepada Sirius, tapi itu pastilah edisi The Quibbler yang ini.

    Dia menemukan halaman itu, dan membalik-balik dengan bergairah ke artikel itu.

    Ini juga diilustrasikan dengan sebuah kartun yang lumayan jelek; bahkan, Harry tidak akan tahu itu seharusnya gambar Sirius kalau tidak diberi judul. Sirius sedang berdiri di atas setumpuk tulang manusia dengan tongkat di luar. Judul berita pada artikel itu menyatakan:

    SIRIUS -- SEHITAM YANG DIGAMBARKAN?

    Pembunuh masal yang terkenal jahatnya atau sensasi nyanyi yang tidak bersalah?

Harry harus membaca kalimat pertama ini beberapa kali sebelum dia yakin bahwa dia tidak salah mengerti. Sejak kapan Sirius jadi sensasi nyanyi?

    Selama empat belas tahun Sirius Black telah diyakini bersalah atas pembunuhan masal dua belas Muggle tidak

   bersalah dan seorang penyihir. Pelolosan Black yang berani dari Azkaban dua tahun yang lalu telah mengarah

   kepada perburuan manusia terluas yang pernah dilakukan oleh Kementerian Sihir. Tidak satupun dari kita pernah

   mempertanyakan apakah dia pantas ditangkap kembali dan diserahkan kepada para Dementor.

        TAPI APAKAH DIA PANTAS?

        Bukti baru yang mengejutkan baru-baru ini telah dikemukakan bahwa Sirius Black mungkin tidak

   melaksanakan kejahatan yang menyebabkan dia dikirim kek Azkaban. Kenyataannya, kata Doris Purkiss, dari

   18 Acanthia Way, Little Norton, Black mungkin tidak berada di tempat pembunuhan.

        'Apa yang tidak disadari orang-orang adalah bahwa Sirius Black adalah nama palsu,' kata Mrs Purkiss.

   'Lelaki yang diyakini orang-orang sebagai Sirius Black sebenarnya adalah Stubby Boardman, penyanyi utama dari

   kelompok nyanyi populer The Hobgoblins, yang pensiun dari muka umum setelah terhantam di bagian telinga dengan 

   sebuah lobak pada sebuah konser di Aula Gereja Little Norton hampir lima belas tahun yang lalu. Aku langsung

   mengenali dia ketika menyaksikan gambarnya di koran. Adapun Stubby tidak mungkin telah melakukan kejahatan

   itu, karena pada hari yang dipertanyakan dia kebetulan sedang menikmati makan malam romantis dengan cahaya

   lilin bersamaku. Aku telah menulis kepada Menteri Sihir dan sedang menantikan dia untuk memberi Stubby, alias

   Sirius, pengampunan penuh kapan saja saat ini.

Harry selesai membaca dan menatap halaman itu dengan tidak percaya. Mungkin itu lelucon, pikirnya, mungkin majalah itu sering mencetak berita lelucon. Dia membalik-balik beberapa halaman dan menemukan berita tentang Fudge.

    Cornelius Fudge, Menteri Sihir, menyangkal bahwa dia merencanakan untuk mengambil alih pengelolaan Bank 

    Penyihir, Gringgots, ketika dia terpilih menjadi Menteri Sihir lima tahun yang lalu. Fudge selalu bersikeras bahwa 

    dia tidak menginginkan lebih dari 'kerja sama damai' dengan para penjaga emas kita.

        TAPI APAKAH MEMANG BEGITU?

        Sumber-sumber yang dekat dengan Menteri baru-baru ini telah mengungkapkan bahwaa ambisi Fudge yang paling

    berhahrga adalah merampas kendali atas pasokan emas goblin dan bahwa dia tidak akan ragu-ragu untuk

    menggunakan kekuatan jika terpaksa.

        'Juga takkan jadi yang pertama kalinya,' kata orang dalam Kementerian. 'Cornelius "Pelumat-Goblin" Fudge,

    itulah panggilan teman-temannya. Jika Anda bisa mendengarnya ketika dia mengira tidak ada yang sedang

    menguping, oh, dia selalu berbicara tentang goblin-goblin yang sudah dihabisinya; dia menenggelamkan mereka, dia

    menjatuhkan mereka dari gedung-gedung, dia meracuni mereka, dia memasak mereka dalam pai ...'

Harry tidak membaca lebih lanjut. Fudge mungkin memiliki banyak kesalahan tapi Harry merasa sangat sukar membayangkannya memerintah para goblin untuk dimasak dalam pai. Dia membalik-balik sisa majalah itu. Berhenti sejenak di tiap halaman, dia membaca: sebuah tuduhan bahwa Tutshill Tornados menang Liga Quidditch dengan gabungan pemerasan, utak-atik sapu yang ilegal dan penyiksaan; sebuah wawancara dengan seorang penyihir yang mengklaim telah terbang ke bulan dengan sebuah Sapu Bersih Enam dan membawa kembali sekantong kodok bulan untuk membuktikannya; dan sebuah artikel tentang rune kuno yang setidaknya menjelaskan mengapa Luna membca The Quibbler terbalik. Menurut majalah itu, kalau kamu membalikkan rune-rune itu mereka menyingkapkan sebuah mantera untuk membuat telinga musuhmu berubah menjadi jeruk. Bahkan, dibandingkan dengan artikel-artikel lain dalam The Quibbler, saran bahwa Sirius mungkin sebenarnya penyanyi utama dari The Hobgoblins agak masuk akal.

    'Ada yang bagus di sana?' tanya Ron selagi Harry menutup majalah itu.

    'Tentu saja tidak,' kata Hermione dengan pedas, sebelum Harry bisa menjawab. 'The Quibbler itu sampah, semua orang tahu itu.'

    'Maaf,' kata Luna; suaranya mendadak kehilangan sifat bermimpinya. 'Ayahku editornya.'

    'Aku -- oh,' kata Hermione, terlihat malu. 'Well ... itu punya beberapa hal menarik ... maksudku, itu agak ...'

    'Akan kuambil kembali, terima kasih,' kata Luna dengan dingin, dan dengan mencondongkan badan ke depan dia merenggutnya dari tangan Harry. Setelah membalik-baliknya ke halaman lima puluh tujuh, dia membalikkannya lagi dengan tegas dan menghilang ke baliknya, persis ketika pintu kompartemen terbukan untuk ketiga kalinya.

    Harry menoleh; dia telah mengharapkan hal ini, tetapi itu tidak membuat penampakan Draco Malfoy menyeringai kepadanya diapit kroni-kroninya Crabbe dan Goyle lebih menyenangkan.

    'Apa?' dia berkata dengan agresif, sebelum Malfoy bisa membuka mulutnya.

    'Yang sopan, Potter, atau akan kuberi kau detensi,' Malfoy berkata dengan nada panjang, rambutnya yang pirang rapi dan dagunya yang runcing persis ayahnya. 'Kau lihat bahwa aku, tak seperti kamu, telah dijadikan prefek, yang berarti bahwa aku, tak seperti kamu, punya kuasa untuk memberikan hukuman.'

    'Yeah,' kata Harry, 'tapi kau, tak seperti aku, adalah orang brengsek, jadi enyahlah dan tinggalkan kami sendiri.'

    Ron, Hermione, Ginny dan Neville tertawa. Bibir Malfoy mencibir.

    'Beritahu aku, bagaimana rasanya menjadi yang terbaik-kedua terhadap Weasley, Potter?' dia bertanya.

    'Diam, Malfoy,' kata Hermione dengan tajam.

    'Tampaknya aku telah menyentuh daerah peka,' kata Malfoy sambil menyeringai. 'Well, jaga dirimu saja, Potter, karena aku akan mengikuti langkah kakimu seperti anjing kalau-kalau kamu keluar dari garis.'

    'Keluar!' kata Hermione sambil berdiri.

    Sambil terkikik-kikik, Malfoy memberi Harry pandangan dengki terakhir dan pergi, dengan Crabbe dan Goyle berjalan dengan lamban mengikutinya. Hermione membanting pintu kompartemen di belakang mereka dan berbalik untuk memandang Harry, yang tahu seketika bahwa dia, seperti dirinya, telah mengerti apa yang dikatakan Malfoy dan dibuat sama tidak tenangnya oleh perkataan Malfoy.

    'Beri kami Kodok lagi,' kata Ron, yang jelas tidak memperhatikan apa-apa.

    Harry tidak bisa berbicara dengan bebas di depan Neville dan Luna. Dia saling bertukar pandangan gelisah dengan Hermione sekali lagi, lalu menatap keluar jendela.

    Dia telah berpikir kedatangan Sirius bersamanya ke stasiun adalah sesuatu untuk ditertawakan, tapi mendadak hal itu tampak sembrono, kalau bukan benar-benar berbahaya ... Hermione benar ... Sirius seharusnya tidak ikut. Bagaimana kalau Mr Malfoy telah memperhatikan anjing hitam itu dan memberitahu Draco? Bagaimana kalau dia telah menarik kesimpulan bahwa keluarga Weasley, Lupin, Tonks dan Moody tahu di mana Sirius bersembunyi? Atau apakah Malfoy menggunakan kata 'mengikuti seperti anjing' karena kebetulan?

    Cuaca tetap tidak menentu ketika mereka berjalan semakin jauh dan semakin ke utara. Hujan memerciki jendela-jendela dengan setengah hati, lalu matahari memberi kemunculan lemah sebelum awan menutupinya sekali lagi. Ketika kegelapan tiba dan lampu-lampu masuk ke dalam gerbong, Luna menggulung The Quibbler, memasukkannya dengan hati-hati ke dalam tasnya dan sebagai gantinya menatapi setiap orang dalam kompartemen.

    Harry sedang duduk dengan dahinya ditekan terhadap jendela kereta, mencoba mendapatkan pandangan sekilas pertama dari Hogwarts, tetapi langit tidak berbulan dan jendela yang dikenai hujan tampak sangat kotor.

    'Kita sebaiknya ganti pakaian,' kata Hermione akhirnya, dan mereka semua membuka koper-koper mereka dengan susah payah dan memakai jubah sekolah mereka. Dia dan Ron memasang lencana-lencana prefek mereka dengan hati-hati di dada mereka. Harry melihat Ron memeriksa bayangannya di jendela yang hitam.

    Akhirnya, kereta api mulai melambat dan mereka mendengar kegaduhan yang biasa di mana-mana ketika semua orang berebut mengumpulkan barang-barang bawaan dan binatang-binatang peliharaan mereka, bersiap untuk turun. Karena Ron dan Hermione harus mengawasi semua ini, mereka menghilang dari gerbong lagi, meninggalkan Harry dan yang lainnya untuk menjaga Crookshanks dan Pigwidgeon.

    'Aku akan membawa burung hantu itu, kalau kau mau,' kata Luna kepada Harry sambil mengulurkan tangan pada Pigwidgeon selagi Neville menyimpan Trevor dengan hati-hati ke kantong dalam.

    'Oh -- er -- trims,' kata Harry sambil menyerahkan sangkar kepadanya dan mengangkat Hedwig lebih kokoh ke lengannya.

    Mereka keluar dari kompartemen sambil merasakan sengatan pertama udara malam di wajah-wajah mereka ketika mereka bergabung dengan kerumunan di koridor. Pelan-pelan, mereka bergerak menuju pintu-pintu. Harry dapat mencium pohon-pohon cemara yang berbaris di jalan turun ke danau. Dia turun ke peron dan melihat sekeliling, untuk mendengarkan panggilan akrab 'kelas satu ke sini ... kelas satu ...'

    Tetapi panggilan itu tidak datang. Alih-alih, sebuah suara yang sangat berbeda, suara seorang wanita yang tegas, sedang memanggil, 'Kelas satu berbaris di sini! Semua anak kelas satu datang kepadaku!'

    Sebuah lentera datang berayun-ayun menuju Harry dan dari cahayanya dia melihat dagu menonjol dan potongan rambut sangat pendek Profesor Grubbly-Plank, penyihir wanita yang telah mengambil alih pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib Hagrid selama beberapa waktu tahun lalu.

    'Di mana Hagrid?' dia berkata kuat-kuat.

    'Aku tidak tahu,' kata Ginny, 'tapi kita sebaiknya minggir, kita menghalangi pintu.'

    'Oh, yeah ...'

    Harry dan Ginny menjadi terpisah ketika mereka bergerak sepanjang peron dan keluar dari stasiun. Terdesak oleh kerumunan, Harry mengedip melalui kegelapan untuk mencari kilasan Hagrid; dia pasti ada di sini, Harry telah mengandalkan hal itu -- melihat Hagrid lagi adalah salah satu hal yang paling dinantikannya. Tapi tidak ada tanda-tandanya.

    Dia tidak mungkin pergi, Harry memberitahu dirinya sendiri selagi dia bergerak dengan pelan ke jalan di luar bersama sisa kerumunan. Dia hanya masuk angin atau apapun ...

    Dia melihat sekitar untuk mencari Ron atau Hermione, ingin tahu apa pikiran mereka tentang pemunculan kembali Profesor Grubby-Plank, tetapi keduanya tidak ada di dekatnya, jadi dia membiarkan dirinya sendiri didorong maju ke jalan gelap yang dibasahi hujan di luar Stasiun Hogsmeade.

    Di sini berdiri sekitar seratus kereta tanpa kuda yang selalu membawa murid-murid di atas kelas satu ke kastil. Harry melihat sekilas pada kereta-kereta itu, berpaling untuk mencari-cari Ron dan Hermione, kemudian berpaling untuk melihat sekali lagi.

    Kereta-kereta itu tidak lagi tak berkuda. Ada makhluk-makhlun yang berdiri di antara pasak kereta. Kalau dia harus memberi mereka nama, dia merasa dia akan harus memanggil mereka kuda, walaupun juga ada sesuatu yang seperti reptil pada mereka. Mereka sepenuhnya tidak berdaging, mantel hitam mereka bergantung pada kerangka mereka, yang setiap tulangnya tampak. Kepala mereka seperti naga, dan mata mereka yang tidak memiliki pupil berwarna putih dan membelalak. Berdiri diam dan tenang dalam kumpulan yang suram, makhluk-makhluk itu tampak mengerikan dan mengancam. Harry tidak mengerti mengapa kereta-kereta itu ditarik oleh kuda-kuda mengerikan ini kalau cukup mampu bergerak sendiri.

    'Di mana Pig?' kata suara Ron, di belakang Harry.

    'Cewek Luna itu membawanya,' kata Harry, berpaling dengan cepat, sangat ingin menanyakan pendapat Ron mengenai Hagrid. 'Di mana menurutmu --'

    '-- Hagrid berada? Aku tak tahu,' kata Ron, terdengar khawatir. 'Dia sebaiknya tidak apa-apa ...'

    Tidak jauh dari mereka, Draco Malfoy, diikuti oleh kelompok kecil kroni-kroninya termasuk Crabbe, Goyle dan Pansy Parkinson, sedang mendorong beberapa anak kelas dua yang terlihat takut-takut dari jalannya sehingga dia dan teman-temannya bisa mendapatkan kereta untuk diri mereka. Beberapa detik kemudian, Hermione muncul terengah-engah dari kerumunan.

    'Malfoy bersikap sangat jahat kepada seorang anak kelas satu di belakang sana. Aku sumpah aku akan melaporkan dia, dia baru memiliki lencananya tiga menit dan dia sudah menggunakannya untuk mengganggu orang-orang lebih buruk dari yang pernah terjadi ... di mana Crookshanks?'

    'Ginny membawanya,' kata Harry. 'Itu dia ...'

    Ginny baru saja muncul dari kerumunan, sambil mencengkeram Crookshanks yang menggeliat.

    'Trims,' kata Hermine, sambil membebaskan Ginny dari kucing itu. 'Ayo, mari mengambil sebuah kereta bersama sebelum semuanya terisi penuh ...'

    'Aku belum dapat Pig!' Ron berkata, tetapi Hermione telah menuju kereta terdekat yang belum terisi. Harry tetap di belakang dengan Ron.

    'Menurutmu, benda-benda apa itu?' dia bertanya kepada Ron, sambil mengangguk kepada kuda-kuda mengerikan itu selagi murid-murid lain bergerak melewati mereka.

    'Benda apa?'

    'Kuda itu --'

    Luna muncul sambil memegang sangkar Pigwidgeon di lengannya; burung hantu mungil itu sedang mencicit-cicit dengan bergairah seperti biasa.

    'Ini dia,' katanya. 'Dia burung hantu yang manis, benar 'kan?'

    'Er ... yeah ... dia lumayan,' kata Ron dengan keras. 'Well, kalau begitu ayo, mari masuk ... apa yang tadi kau katakan, Harry?'

    'Aku tadi bilang, makhluk kuda itu apa?' Harry berkata ketika dia, Ron dan Luna memasuki kereta di mana Hermione dan Ginny telah duduk.

    'Makhluk kuda apa?'

    'Makhluk kuda yang sedang menarik kereta-kereta!' kata Harry dengan tidak sabar. Bagaimanapun, mereka berada sekitar tiga kaki dari yang terdekat; makhluk itu sedang mengawasi mereka dengan mata putih yang kosong. Namun Ron memberi Harry pandangan bingung.

    'Apa yang sedang kau bicarakan?'

    'Aku sedang membicarakan tentang -- lihat!'

    Harry menyambar lengan Ron dan menariknya sehingga dia tepat berhadapan dengan kuda bersayap itu. Ron menatap langsung ke arahnya selama sedetik, lalu melihat balik kepada Harry.

    'Apa yang seharusnya sedang kulihat?'

    'Di -- sana, antara pasak-pasak! Terkekang ke kereta! Ada persis di sana di depan --'

    Tetapi Ron terus tampak melongo, sebuah pikiran aneh timbul pada diri Harry.

    'Tidakkah ... tidakkah kamu bisa melihat mereka?'

    'Melihat apa?'

    'Tidakkah kamu melihat apa yang sedang menarik kereta-kereta?'

    Ron terlihat benar-benar khawatir sekarang.

    'Apakah kamu merasa baik-baik saja, Harry?'

    'Aku ... yeah ...'

    Harry merasa sangat bingung. Kuda itu ada di depannya, berseri-seri dengan kuat dalam cahaya suram yang berasal dari jendela-jendela stasiun di belakang mereka, uap membumbung dari lubang hidungnya dalam usara malam yang dingin. Walau begitu, kecuali Ron berpura-pura -- dan jika benar itu adalah lelucon yang garing -- Ron sama sekali tidak bisa melihatnya.

    'Kalau begitu, apakah kita akan naik?' kata Ron tidak pasti, sambil melihat kepada Harry seakan-akan mengkhawatirkan dirinya.

    'Yeah,' kata Harry. 'Yeah, teruskan ...'

    'Tidak apa-apa,' kata sebuah suara melamum dari samping Harry ketika Ron menghilang ke dalam interior kereta yang gelap. 'Kamu tidak gila atau apapun. Aku juga bisa melihat mereka.'

    'Bisakah kamu?' kata Harry dengan putus asa, berpaling kepada Luna. Dia bisa melihat kuda-kuda bersayap kelelawar itu terpantul pada matanya yang lebar keperakan.

    'Oh, ya,' kata Luna, 'aku sudah bisa melihat mereka sejak hari pertamaku di sini. Mereka selalu menarik kereta. Jangan khawatir. Kamu sama warasnya denganku.'

    Sambil tersenyum samar, dia memanjat ke dalam interior kereta  yang pengap setelah Ron. Tidak tenang sepenuhnya, Harry mengikuti dia.