HARRY  POTTER

and the Order of  the Phoenix

 

 

-- BAB  DUA  PULUH  DELAPAN --

Memori Terburuk Snape

 

ATAS  PERINTAH  MENTERI  SIHIR

    Dolores Jane Umbridge (Penyelidik Tinggi) telah menggantikan

     Albus Dumbledore sebagai Kepala Sekolah Sihir Hogwarts.

    Yang di atas sesuai edngan Dekrti Pendidikan Nomor Dua Puluh Delapan.

        Tertanda:  Cornelius Oswald Fudge, Menteri Sihir

Pengumuman itu telah dipasang di seluruh sekolah dalam semalam, tetapi tidak menjelaskan bagaimana setiap orang di sekolah tampaknya tahu bahwa Dumbledore telah mengatasi dua Auror, Penyelidik Tinggi, Menteri Sihir dan Asisten Juniornya untuk meloloskan diri. Tak peduli ke manapun Harry pergi di dalam kastil, topik pembicaraan tunggal adalah pelarian Dumbledore, dan walaupun beberapa detil mungkin telah menjadi miring dalam penceritaan ulang (Harry tidak sengaja mendengar seorang anak perempuan kelas dua meyakinkan yang lain bahwa Fudge sekarang sedang terbaring di St Mungo dengan labu sebagai kepalanya) mengejutkan betapa akuratnya sisa informasi mereka. Semua orang tahu, contohnya, bahwa Harry dan Marietta adalah satu-satunya murid yang menyaksikan adegan di kantor Dumbledore dan, karena Marietta sekarang ada di sayap rumah sakit, Harry mendapati dirinya diserbu dengan permintaan untuk memberi keterangan langsung.

    'Dumbledore akan kembali sebelum waktu yang lama,' kata Ernie Macmillan dengan yakin pada perjalanan kembali dari Herbologi, setelah mendengarkan dengan seksama pada cerita Harry. 'Mereka tidak bisa menyingkirkannya di tahun kedua kita dan mereka tidak akan bisa melakukannya kali ini. Rahib Gemuk memberitahuku --' dia merendahkan suaranya seperti bersekongkol, sehingga Harry, Ron dan Hermione harus mencondongkan badan lebih dekat untuk mendengarnya '-- bahwa Umbridge mencoba kembali ke kantornya kemarin malam setelah mereka menggeledah kastil dan halaman sekolah mencarinya. Tak bisa melewati gargoyle. Kantor Kepala sudah menyegel sendiri melawannya.' Ernie tersenyum menyeringai. 'Tampaknya, dia marah besar.'

    'Oh, kuduga dia benar-benar mengkhayalkan dirinya duduk di atas sana di kantor Kepala,' kata Hermione dengan keji, ketika mereka berjalan menaiki undakan-undakan batu ke dalam Aula Depan. 'Berkuasa atas semua guru yang lain, si bodoh yang sombong, gila kekuasaan --'

    'Sekarang, apakah kau benar-benar mau menyelesaikan kalimat itu, Granger?'

    Draco malfoy telah menyelinap dari balik pintu, diikuti dari dekat oleh Crabbe dan Goyle. Wajahnya yang pucat dan runcing berseri-seri dengan kedengkian.

    'Kutakut aku harus mengurangi beberapa poin dari Gryffindor dan Hufflepuff,' dia berkata dengan suara dipanjang-panjangkan.

    'Cuma para guru yang bisa mengurangi poin dari asrama, Malfoy,' kata Ernie seketika.

    'Yeah, kami prefek juga, ingat?' bentak Ron.

    'Aku tahu prefek tidak bisa mengurangi poin, Raja Weasel (Musang),' ejek Malfoy. Crabbe dan Goyle terkikik-kikik. 'Tapi anggota-anggota Regu Penyelidik --'

    'Apa?' kata Hermione dengan tajam.

    'Regu Penyelidik, Granger,' kata Malfoy sambil menunjuk ke sebuah 'I' perak kecil di jubahnya persis di bawah lencana prefeknya. 'Sekumpulan murid-murid terpilih yang bersikap mendukung Menteri Sihir, dipilih sendiri oleh Profesor Umbridge. Ngomong-ngomong, anggota-anggota Regu Penyelidik punya kekuasaan untuk mengurangi poin ... jadi, Granger, aku akan ambil lima darimu karena bersikap kasar tentang Kepala Sekolah kita yang baru. Macmillan, lima karena membantahku. Lima karena aku tidak suka kamu, Potter. Weasley, kemejamu tidak dimasukkan, jadi aku akan ambil lima lagi untuk itu. Oh yeah, aku lupa, kau seorang Darah-Lumpur, Granger, jadi potong sepuluh karena itu.'

    Ron menarik keluar tongkatnya, tetapi Hermione mendorongnya sambil berbisik, 'Jangan!'

    'Gerakan bijaksana, Granger,' bisik Malfoy. 'Kepala Sekolah Baru, masa-masa baru ... baik-baiklah sekarang, Potty ... Raja Weasel ...'

    Sambil tertawa sepenuh hati, dia berjalan pergi bersama Crabbe dan Goyle.

    'Dia menggertak,' kata Ernie, tampak terkejut. 'Dia tidak bisa diizinkan mengurangi poin ... itu menggelikan ... akan sepenuhnya merusak sistem prefek.'

    Tetapi Harry, Ron dan Hermione telah berpaling dengan otomatis ke jam-jam pasir raksasa yang ditempatkan di relung dinding di belakang mereka, yang mencatat poin-poin asrama. Gryffindor dan Ravenclaw saling kejar-kejaran memimpin pada pagi hari itu. Bahkan selagi mereka mengamati, batu-batu terbang ke atas, mengurangi jumlah di bagian yang lebih rendah. Kenyataannya, satu-satunya jam pasir yang tampaknya tidak berubah adalah milik Slytherin yang berisi zamrud.

    'Sudah memperhatikannya, bukan?' kata suara Fred.

    Dia dan George baru saja menuruni tangga pualam dan bergabung dengan Harry, Ron, Hermione dan Ernie di depan jam-jam pasir.

    'Malfoy baru mengurangi kami semua sekitar lima puluh poin,' kata Harry dengan marah, ketika mereka melihat beberapa batu lagi terbang ke atas dari jam pasir Gryffindor.

    'Yeah, Montague mencoba mengerjai kami waktu istirahat,' kata George.

    'Apa maksudmu "mencoba"?' kata Ron dengan cepat.

    'Dia tak pernah bisa mengeluarkan semua perkataanya,' kata Fred, ' karena fakta bahwa kami memaksanya dengan kepala duluan ke dalam Lemari Penghilang di lantai satu.'

    Hermione tampak sangat terguncang.

    'Tapi kalian akan dapat masalah besar!'

    'Tidak sampai Montague muncul kembali, dan itu mungkin butuh waktu berminggu-minggu, aku tak tahu ke mana kami mengirimnya,' kata Fred dengan tenang. 'Lagipula ... kami sudah memutuskan kami tak peduli lagi kena masalah.'

    'Pernahkah kalian peduli?' tanya Hermione.

    'Tentu saja,' kata George. 'Belum pernah dikeluarkan, bukan?'

    'Kami selalu tahu di mana menarik batasnya,' kata Fred.

    'Kami mungkin lewat sedikit kadang-kadang,' kata George.

    'Tapi kami selalu berhenti saat hampir menyebabkan kekacauan benar-benar,' kata Fred.

    'Tapi sekarang?' kata Ron coba-coba.

    'Well, sekarang --' kata George.

    '-- dengan perginya Dumbledore --' kata Fred.

    '-- menurut kami sedikit kekacauan --' kata George.

    '-- persis yang patut diterima Kepala Sekolah baru kita tersayang,' kata Fred.

    'Kalian tidak boleh!' bisik Hermione. 'Kalian benar-benar tidak boleh! Dia akan senang punya alasan untuk mengeluarkan kalian!'

    'Kau tidak mengerti, bukan, Hermione?' kata Fred sambil tersenyum kepadanya. 'Kami tidak peduli lagi tentang tetap di sekolah. Kami akan berjalan keluar sekarang juga kalau kami tidak bertekad melakukan bagian kami untuk Dumbledore terlebih dahulu. Jadi, ngomong-ngomong,' dia memeriksa jam tangannya, 'tahap satu baru akan dimulai. Aku akan masuk ke Aula Besar untuk makan siang, kalau aku jadi kalian, dengan begitu, para guru akan melihat bahwa kalian tidak mungkin ada kaitannya dengan itu.'

    'Ada kaitan dengan apa?' kata Hermione dengan cemas.

    'Kau akan lihat,' kata George. 'Bergegaslah sekarang.'

    Fred dan George berpaling pergi dan menghilang ke kerumunan besar yang sedang menuruni tangga menuju makan siang. Tampak sangat bingung, Ernie menggumamkan sesuatu tentang pekerjaan rumah Transfigurasi yang belum selesai dan bergegas pergi.

    'Kukira kita harus pergi dari sini, kalian tahu,' kata Hermione dengan gugup. 'Untuk jaga-jaga.'

    'Yeah, baiklah,' kata Ron, dan mereka bertiga bergerak menuju pintu-pintu Aula Besar, tetapi Harry belum lagi melihat langit-langit siang itu yang dilintasi awan-awan putih ketika seseorang menepuk bahunya dan, sambil berpaling, dia mendapati dirinya hampir bersentuhan hidung dengan Filch, si penjaga sekolah. Dia buru-buru mundur beberapa langkah; Filch paling baik dipandang dari kejauhan.

    'Kepala Sekolah ingin menemuimu, Potter,' dia mengerling.

    'Aku tidak melakukannya,' kata Harry dengan bodoh, sambil memikirkan apapun yang sedang direncanakan Fred dan George. Rahang Filch bergoyang karena tawa diam-diam.

    'Kesadaran berbuat salah, eh?' dia mendesah. 'Ikut aku.'

    Harry memandang balik kepada Ron dan Hermione, yang keduanya tampak kuatir. Dia mengangkat bahu, dan mengikuti Filch kembali ke Aula Depan, melawan arus masuk murid-murid yang lapar.

    Filch kelihatannya berada dalam suasana hati yang sangat baik; dia bersenandung dengan suara rendah selagi mereka menaiki tangga pualam. Ketika mereka mencapai puncak tangga pertama dia berkata, 'Keadaan sedang berubah di sekitar sini, Potter.'

    'Sudah kuperhatikan,' kata Harry dengan dingin.

    'Benar ... aku sudah memberitahu Dumbledore selama bertahun-tahun dia terlalu lunak dengan kalian semua,' kata Filch, sambil terkekeh keji. 'Kalian mahkluk buas kecil yang kotor takkan pernah menjatuhkan Peluru Bau kalau kalian tahu aku punya kekuasaan untuk mencambuk kalian sampai lecet, bukan begitu? Tak seorangpun akan berpikir tentang melemparkan Frisbee Bertaring di koridor kalau aku bisa menggantung kalian pada mata kaki di kantorku, bukan? Tapi saat Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Sembilan masuk, Potter, aku akan diizinkan melakukan semua itu ... dan dia sudah meminta Menteri menandatangani perintah pengusiran Peeves ... oh, keadaan akan sangat berbeda di sekitar sini dengan dia yang memimpin.

    Umbridge tampaknya telah berbuat apa saja untuk menarik Filch ke sisinya, Harry berpikir, dan yang terburuk adalah bahwa dia mungkin akan terbukti sebagai senjata penting; pengetahuannya tentang jalan-jalan rahasia sekolah itu dan tempat-tempat persembunyian mungkin hanya kalah oleh si kembar Weasley.

    'Di sinilah kita,' dia berkata, sambil melirik kepada Harry ketika dia mengetuk tiga kali ke pintu Profesor Umbridge dan mendorongnya membuka. 'Bocah Potter menemui Anda, Ma'am.'

    Kantor Umbridge, begitu akrab bagi Harry dari banyak detensinya, sama seperti biasa kecuali balok kayu besar yang tergeletak di depan meja tulisnya di mana huruf-huruf keemasan mengeja kata : KEPALA  SEKOLAH. Juga, Fireboltnya dan Sapu Bersih Fred dan George, yang dilihatnya dengan perih, dirantai dan digembok ke sebuah pasak besi kokoh di dinding di belakang meja tulis.

    Umbridge sedang duduk di belakang meja, sibuk mencorat-coret pada beberapa perkamen merah jambunya, tetapi dia memandang ke atas dan tersenyum lebar saat mereka masuk.

    'Terima kasih, Argus,' dia berkata dengan manis.

    'Tidak sama sekali, Ma'am, tidak sama sekali,' kata Filch sambil membungkuk serendah yang diperbolehkan rematiknya, dan keluar dengan berjalan mundur.

    'Duduk,' kata Umbridge dengan kasar, sambil menunjuk ke sebuah kursi. Harry duduk. Dia terus mencorat-coret beberapa saat. Harry mengamati beberapa anak kucing jelek itu melompat-lompat mengitari plakat-plakat di atas kepalanya, bertanya-tanya kengerian apa yang disimpannya untuk dirinya.

    'Well, sekarang,' dia berkata akhirnya, sambil meletakkan pena bulunya dan mengamatinya dengan puas diri, seperti seekor katak yang baru akan menelan seekor lalat yang mengandung banyak air. 'Apa yang ingin kamu minum?'

    'Apa?' kata Harry, sangat yakin dia salah dengar.

    'Minum, Mr Potter,' dia berkata, masih tersenyum semakin lebar. Teh? Kopi? Jus labu?'

    Ketika dia menyebut setiap minuman itu, dia melambaikan tongkatnya yang pendek, dan secangkir atau segelas minuman itu muncul di atas meja tulisnya.

    'Tak ada, terima kasih,' kata Harry.

    'Aku ingin kamu minum bersamaku,' dia berkata, suaranya menjadi manis berbahaya. 'Pilih satu.'

    'Baik ... teh kalau begitu,' kata Harry sambil mengangkat bahu.

    Dia bangkit dan membuat pertunjukan hebat dengan menambahkan susu sambil memunggunginya. Dia lalu buru-buru mengitari meja membawanya, sambil tersenyum dengan cara manis yang menyeramkan.

    'Ini,' dia berkata sambil menyerahkannya. 'Minum sebelum jadi dingin, mau 'kan? Well, sekarang, Mr Potter ... kukira kita harus berbincang-bincang sebentar, setelah kejadian menyedihkan kemarin malam.'

    Harry tidak berkata apa-apa. Umbridge duduk kembali ke kursinya dan menunggu. Ketika beberapa saat yang panjang telah berlalu dalam keheningan, dia berkata dengan riang, 'Kamu tidak minum!'

    Harry mengangkat cangkir ke bibirnya dan kemudian, sama mendadaknya, merendahkannya. Salah satu anak kucing mengerikan di belakang Umbridge memiliki mata biru bundar persis seperti mata sihir Mad-Eye Moody dan baru saja terpikir oleh Harry apa yang akan dikatakan Mad-Eye kalau dia mendengar Harry minum apapun yang ditawarkan musuh yang sudah dikenalnya.

    'Ada apa?' kata Umbridge, yang masih mengamatinya dengan seksama. 'Apakah kamu mau gula?'

    'Tidak,' kata Harry.

    Dia mengangkat cangkir itu ke bibirnya lagi dan pura-pura meneguk, walaupun menjaga mulutnya tertutup rapat. Senyum Umbridge melebar.

    'Bagus,' dia berbisik. 'Sangat bagus. Kalau begitu sekarang ...' Dia mencondongkan badan ke depan sedikit. 'Di mana Albus Dumbledore?'

    'Tak punya gambaran,' kata Harry cepat.

    'Minumlah, minumlah,' dia berkata, masih tersenyum. 'Sekarang, Mr Potter, kita jangan bermain kekanak-kanakan. Aku tahu bahwa kau tahu ke mana dia pergi. Kamu dan Dumbledore sudah berkomplot bersama sejak awal. Pertimbangkan kedudukanmu, Mr Potter ...'

    'Aku tidak tahu di mana dia,' Harry mengulangi.

    Dia pura-pura minum lagi. Umbridge sedang mengamatinya lekat-lekat.

    'Baiklah,' dia berkata, walaupun dia tampak tidak senang. 'Kalau begitu, kau akan berbaik hati memberitahuku tentang keberadaan Sirius Black.'

    Perut Harry jungkir balik dan tangannya yang sedang memegang cangkir teh bergetar sehingga cangkir itu berderak dalam piringnya. Dia memiringkan cangkir ke mulutnya dengan bibir ditekan rapat, sehingga sejumlah cairan panas itu menetes turun ke jubahnya.

    'Aku tidak tahu,' dia berkata, sedikit terlalu cepat.

    'Mr Potter,' kata Umbridge, 'izinkan aku mengingatkanmu bahwa aku yang hampir menangkap kriminal Black itu di api Gryffindor di bulan Oktober. Aku tahu benar kamulah yang sedang ditemuinya dan kalau aku punya buktia apapun tak satupun dari kalian masih berkeliaran hari ini, aku berjanji padamu. Kuulangi, Mr Potter ... di mana Sirius Black?'

    'Tak punya gambaran,' kata Harry keras-keras. 'Tak punya petunjuk.'

    Mereka saling berpandangan begitu lama sehingga Harry merasa matanya berair. Lalu Umbridge bangkit.

    'Baiklah, Mr Potter, aku akan percaya kata-katamu kali ini, tapi kuperingatkan: kekuatan Kementerian ada di belakangku. Semua saluran komunikasi ke dalam dan ke luar sekolah ini sedang diawasi. Alat Pengatur Jaringan Floo sedang mengawasi semua api di Hogwarts -- kecuali apiku sendiri, tentu saja. Regu Penyelidikku membuka dan membaca semua pos burung hantu yang masuk dan keluar kastil. Dan Mr Filch mengamati semua jalan rahasia di dalam dan  luar kastil. Kalau aku menemukan secuil bukti ...'

    BOOM!'

    Lantai kantor itu bergetar, Umbridge bergeser ke samping sambil mencengkeram meja tulisnya untuk mendapat dukungan, dan tampak terguncang.

    'Apa yang --?'

    Dia sedang menatap ke pintu. Harry mengambil kesempatan itu untuk mengosongkan cangkir tehnya yang hampir penuh ke vas bunga kering terdekat. Dia bisa mendengar orang-orang berlarian dan menjerit beberapa lantai di bawah.

    'Kembali ke makan siangmu, Potter!' teriak Umbridge sambil mengangkat tongkatnya dan bergegas keluar dari kantor. Harry memberinya permulaan beberapa detik, lalu bergegas mengikutinya untuk melihat apa sumber semua kegaduhan itu.

    Tidak sulit ditemukan. Satu lantai di bawah, terjadi kekacauan hebat. Seseorang (dan Harry punya ide cerdas siapa) telah menyalakan apa yang tampak seperti sekotak besar kembang api sihir.

    Naga-naga yang terbuat seluruhnya dari bunga-bunga api hijau dan emas membumbung ke sana ke mari di koridor-koridor, mengeluarkan letusan-letusan api keras dan bunyi keras ketika mereka lewat; kembang api Catherine wheel merah jambu terang berdiameter lima kaki berdesing membahayakan di udara seperti begitu banyak piring terbang; roket-roket berekor panjang dari bintang-bintang perak cemerlang memantul ke dinding-dinding; bunga-bunga api menuliskan kata-kata sumpah serapah di tengah udara dengan sendirinya; petasan-petasan meledak seperti ranjau ke manapun Harry memandang, dan bukannya terbakar sampai habis, menghilang dari pandangan atau mendesis berhenti, keajaiban pembuatan kembang ini tampaknya menambah energi dan momentum semakin lama ditontonnya.

    Filch dan Umbridge sedang berdiri, tampaknya terpaku dalam kengerian, di tengah tangga. Selagi Harry menonton, salah satu Catherine wheel yang lebih besar kelihatannya memutuskan yang dibutuhkannya adalah lebih banyak ruang untuk manuver; dia berputar ke arash Umbridge dan Filch dengan bunyi 'wheeeeeeeeee' menyeramkan. Mereka berdua menjerit ketakutan dan menunduk, dan kembang api itu membumbung lurus keluar dari jendela di belakang mereka dan menyeberangi halaman sekolah. Sementara itu, beberapa naga dan seekor kelelawar ungu besar yang mengeluarkan asap dengan tidak menyenangkan mengambil peluang dari pintu yang terbuka di ujung koridor dan lolos ke lantai kedua.

    'Cepat, Filch, cepat!' pekik Umbridge, 'mereka akan ada di seluruh sekolah kecuali kita melakukan sesuatu -- Stupefy!'

    Seberkas sinar merah meluncur keluar dari ujung tongkatnya dan mengenai salah satu roket itu. Bukannya membeku di udara, roket itu meledak dengan kekuatan sedemikian ruap sehingga melubangi sebuah lukisan seorang penyihir wanita yang tampak basah di tengah sebuah padang; dia lari tepat pada waktunya, muncul kembali beberapa detik kemudian ke dalam lukisan berikutnya, di mana sejumlah penyihir pria yang sedang bermain kartu berdiri terburu-buru untuk memberinya tempat.

    'Jangan Bekukan mereka, Filch!' teriak Umbridge dengan marah, seolah-olah itu sihiran Filch.

    'Anda benar, Kepala Sekolah!' desah Filch, yang sebagai seorang Squib tidak lebih mungkin Membekukan kembang api itu daripada menelannya. Dia bergegas ke lemari terdekat, menarik keluar sebuah sapu dan mulai memukul kembang api di udara, dalam beberapa detik kepala sapu itu menyala.

    Harry sudah melihat cukup banyak; sambil tertawa, dia menunduk rendah, berlari ke sebuah pintu yang dia tahu tersembunyi di belakang sebuah permadani dinding agak jauh di koridor itu dan menyelinap melaluinya untuk mendapati Fred dan George bersembunyi tepat di belakangnya, mendengarkan jeritan-jeritan dan suara bergetar Umbridge dan Filch dengan tawa tertahan.

    'Mengesankan,' Harry berkata pelan, sambil menyeringai. 'Sangat mengesankan ... kalian  akan membuat Dr Filibuster bangkrut, tidak masalah ...'

    'Semoga,' bisik George sambil menyeka air mata tawa dari wajahnya. 'Oh, kuharap dia mencoba Menghilangkan mereka selanjutnya ... mereka akan berlipat sepuluh kali setiap kali kau coba.'

    Kembang api itu terus menyala dan menyebar ke seluruh sekolah sore itu. Walaupun menyebabkan banyak gangguan, terutama petasan-petasan itu, guru-guru yang lain tampaknya tidak terlalu keberatan.

    'Sayang, sayang,' kata Profesor McGonagall dengan sengit, ketika salah satu naga membumbung di sekitar ruang kelasnya, mengeluarkan bunyi keras dan menghembuskan nyala api. 'Miss Brown, maukah kamu berlari kepada Kepala Sekolah dan memberitahu beliau bahwa kita punya kembang api yang lolos di ruangan kelas kita?'

    Hasilnya adalah Profesor Umbridge menghabiskan sore pertamanya sebagai Kepala Sekolah berlarian di seluruh sekolah menjawab panggilan-panggilan dari guru-guru yang lain, yang tak seorangpun tampaknya bisa mengenyahkan kembang api dari ruangan mereka tanpa dia. Saat bel akhir berbunyi dan mereka menuju Menara Gryffindor dengan tas-tas mereka, Harry melihat, dengan kepuasan mendalam, Umbridge yang kusut dan hitam akibat jelaga berjalan terhuyung-huyung dengan wajah berkeringat dari ruang kelas Profesor Flitwick.

    'Terima kasih banyak, Profesor!' kata Profesor Flitwick dengan suara kecil mencicitnya. 'Aku bisa saja mengenyahkan bunga-bunga api itu sendiri, tentu saja, tapi aku tidak yakin aku memiliki kuasanya atau tidak.'

    Sambil tersenyum, dia menutup pintu ruang kelasnya di hadapannya.

    Fred dan George menjadi pahlawan malam itu di ruang duduk Gryffindor. Bahkan Hermione berjuang melalui kerumunan yang bersemangat untuk menyelamati mereka.

    'Kembang api itu sangat bagus,' dia berkata memuji.

    'Trims,' kata George, terlihat terkejut sekaligus senang. 'Api-Gila Desing-Keras Weasley. Satu-satunya masalah adalah, kami menggunakan seluruh stok kami, kami harus mulai dari awal lagi sekarang.'

    'Namun setimpal,' kata Fred, yang sedang menerima pesanan dari anak-anak Gryffindor yang menuntut dengan ramai. 'Kalau kamu mau menambahkan namamu ke daftar tunggu, Hermione, lima Galleon untuk kotak Kobaran Dasar dan dua puluh untuk yang mewah ...'

    Hermione kembali ke meja tempat Harry dan Ron duduk menatapi tas-tas sekolah mereka seolah-olah berharap pekerjaan rumah mereka akan melompat keluar dan mulai bekerja sendiri.

    'Oh, kenapa kita tidak libur semalam?' kata Hermione dengan ceria, ketika sebuah roket Weasley berekor perak meluncur melewati jendela. 'Lagipula, libur Paskah mulai pada hari Jumat, kita akan punya banyak waktu saat itu ...'

    'Apakah kau merasa baik-baik saja?' Ron bertanya sambil menatapnya dengan tidak percaya.

    'Sekarang setelah kau sebut,' kata Hermione dengan gembira, 'tahukah kamu ... aku kira aku sedang merasa agak ... memberontak.'

    Harry masih bisa mendengar letusan dari jauh petasan-petasan yang lolos ketika dia dan Ron pergi tidur sejam kemudian; dan ketika dia melepaskan pakaian sebuah bunga api melayang melewati menara itu, masih mengeja kata 'JUGA' dengan pasti.

    Dia naik ke tempat tidur sambil menguap. Dengan kacamata dilepas, kembang api yang terkadang melewati jendela telah menjadi buram, tampak seperti awan yang berkilau, indah dan misterius di langit yang hitam. Dia berpaling ke samping, bertanya-tanya bagaimana perasaan Umbridge tentang hari pertamanya dalam pekerjaan Dumbledore, dan bagaimana Fudge akan bereaksi saat dia mendengar bahwa sekolah itu telah menghabiskan sebagian besar hari dalam keadaan kacau sekali. Sambil tersenyum kepada dirinya sendiri, Harry menutup matanya ...

    Desing dan letusan kembang api yang lolos di halaman sekolah tampaknya semakin jauh ... atau mungkin dia hanya menjauh dari mereka ...

    Dia telah jatuh tepat di koridor yang menuju ke Departemen Misteri. Dia semakin cepat ke pintu hitam polos itu ... biarkan terbuka ... biarkan terbuka ...

    Pintu itu terbuka. Dia berada di dalam ruangan melingkar yang dibarisi dengan pintu-pintu ... dia menyeberanginya, menempatkan tangannya pada sebuah pintu yang identik dan mengayunkannya ke dalam ...

    Sekarang dia berada di sebuah ruangan persegi panjang yang penuh dengan bunyi klik mekanis yang aneh. Ada berkas-berkas cahaya yang menari-nari di dinding tetapi dia tidak berhenti untuk menyelidiki ... dia harus terus ...

    Ada pintu di ujung yang jauh ... pintu itu juga terbuka dengan sentuhannya  ...

    Dan sekarang dia berada di sebuah ruangan bercahaya suram dan lebar seperti sebuah gereja, penuh dengan berbaris-baris rak yang menjulang, masing-masing sarat akan bola-bola kaca kecil berdebu ... sekarang jantung Harry berdebar cepat karena kegembiraan ... dia tahu ke mana harus pergi ... dia lari ke depan, tetapi langkah-langkah kakinya tidak menimbulkan suara dalam ruangan besar yang sepi itu ...

    Ada sesuatu dalam ruangan ini yang sangat, sangat dia inginkan ...

    Sesuatu yang diinginkannya ... atau yang diinginkan orang lain ...

    Bekas lukanya sakit ...

    BANG!

    Harry terbangun segera, bingung dan marah. Kamar asrama yang gelap itu penuh dengan suara tawa.

    'Keren!' kata Seamus, yang berbayang-bayang di jendela. 'Kukira salah satu Catherine wheel mengenai roket dan sepertinya mereka bersatu, datang dan lihatlah!'

    Harry mendengar Ron dan Dean keluar dari tempat tidur untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik. Dia berbaring tak bergerak sementara rasa sakit di bekas luka mereda dan kekecewaan melandanya. Dia merasa seolah-olah hadiah yang sangat menakjubkan telah dirampas darinya pada saat-saat paling akhir ... dia sudah begitu dekat waktu itu.

    Babi-babi kecil merah jambu berkilauan dan bersayap perak sekarang membumbung melewati jendela-jendela Menara Gryffindor. Harry berbaring dan mendengarkan sorak-sorai senang anak-anak Gryffindor di kamar asrama di bawah mereka. Perutnya menyentak memualkan ketika dia ingat dia harus ikut Occlumency malam berikutnya.

*

Harry menghabiskan keesokan harinya ketakutan apa yang akan dikatakan Snape kalau dia tahu seberapa jauh ke dalam Departemen Misteri yang telah dimasuki Harry selama mimpi terakhirnya. Dengan dorongan rasa bersalah dia menyadari kalau dia belum berlatih Occlumency sekalipun sejak pelajaran terakhir mereka: ada terlalu banyak yang terjadi sejak kepergian Dumbledore; dia yakin dia tidak akan bisa mengosongkan kepalanya walaupun kalau dicobanya. Namun, dia ragu apakah Snape akan menerima alasan itu.

    Dia mencoba latihan kecil saat terakhir ketika kelas berlangsung pada hari itu, tetapi tidak ada gunanya. Hermione terus bertanya kepadanya apa yang salah kapanpun dia terdiam sambil berusaha menyingkirkan semua pikiran dan emosi dari dirinya dan, lagipula, saat terakhir untuk mengosongkan otaknya bukanlah ketika guru-guru sedang menanyakan pertanyaan-pertanyaan mengulang kepada kelas.

    Pasrah untuk yang terburuk, dia berangkat ke kantor Snape setelah makan malam. Namun, saat tengah menyeberangi Aula Depan, Cho bergegas mendatanginya.

    'Sebelah sini,' kata Harry, senang mendapatkan alasan untuk menunda pertemuannya dengan Snape, dan memberi isyarat kepadanya untuk menyeberangi ke sudut Aula Depan tempat jam-jam pasir berada. Jam Gryffindor sekarang hampir kosong. 'Apakah kau baik-baik saja? Umbridge belum bertanya-tanya tentang DA kepadamu, bukan?'

    'Oh, tidak,' kata Cho buru-buru. 'Tidak, hanya saja ... well, aku cuma mau bilang ... Harry, aku tak pernah mimpi Marietta akan mengadu ...'

    'Yeah, well,' kata Harry dengan suasana hati tidak tentu. Dia memang merasa Cho bisa saja memilih teman-temannya dengan sedikit lebih berhati-hati; merupakan penghiburan kecil bahwa yang terakhir didengarnya, Marietta masih di sayap rumah sakit dan Madam Pomfrey belum bisa membuat perbaikan sedikitpun pada jerawatnya.

    'Dia sebenarnya orang yang menyenangkan,' kata Cho. 'Dia cuma membuat kesalahan --'

    Harry memandangnya dengan tidak percaya.

    'Seorang yang menyenangkan yang membuat kesalahan? Dia mengkhianati kita semua, termasuk kamu!'

    'Well ... kita semua lolos, bukan?' kata Cho memohon. 'Kau tahu, ibunya bekerja di Kementerian, benar-benar sulit baginya --'

    'Ayah Ron bekerja di Kementerian juga!' Harry berkata dengan marah. 'Dan kalau-kalau kau belum memperhatikan, dia tidak punya kata pengadu tertulis di wajahnya --'

    'Itu tipuan Hermione Granger yang benar-benar mengerikan,' kata Cho dengan garang. 'Dia seharusnya memberitahu kami dia sudah memberi kutukan pada daftar itu --'

    'Kukira itu ide yang sangat cemerlang,' kata Harry dengan dingin. Cho merona dan matanya semakin terang.

    'Oh ya, aku lupa -- tentu saja, itu ide Hermione tersayang --'

    'Jangan mulai menangis lagi,' kata Harry memperingatkan.

    'Aku tidak akan!' dia berteriak.

    'Yeah ... well ... bagus,' dia berkata. 'Aku sudah punya cukup masalah saat ini.'

    'Pergi urus masalahmu kalau begitu!' Cho berkata dengan marah sambil berbalik dan pergi.

    Sambil mengomel, Harry menuruni tangga ke ruang bawah tanah Snape dan, walaupun dia tahu dari pengalaman betapa jauh lebih mudahnya bagi Snape untuk memasuki pikirannya kalau dia tiba dengan marah dan benci, dia tidak berhasil tidak memikirkan beberapa hal lagi yang seharusnya dikatakannya kepada Cho tentang temannya Marietta sebelum mencapai pintu ruang bawah tanah itu.

    'Kamu terlambat, Potter,' kata Snape dengan dingin, ketika Harry menutup pintu di belakangnya.

    Snape sedang berdiri memunggungi Harry, memindahkan, seperti biasa, pikiran-pikiran tertentunya dan menempatkan dengan hati-hati di dalam Pensieve Dumbledore. Dia menjatuhkan untaian perak terakhir ke dalam baskom batu itu dan berpaling menghadap Harry.

    'Jadi,' dia berkata. 'Apakah kau sudah berlatih?'

    'Ya,' Harry berbohong, sambil memandang dengan waspada ke salah satu kaki meja tulis Snape.

    'Well, kita akan segera tahu, bukan?' kata Snape dengan licin. 'Keluarkan tongkat, Potter.'

    Harry pindah ke posisi biasanya, menghadap Snape dengan meja tulis di antara mereka. Jantungnya berdebar cepat dengan kemarahan kepada Cho dan kecemasan seberapa banyak yang akan didapatkan Snape dari pikirannya.

    'Pada hitungan ketiga, kalau begitu,' kata Snape dengan malas 'Satu -- dua --'

    Pintu kantor Snape terbanting membuka dan Draco Malfoy bergegas masuk.

    'Profesor Snape, sir -- oh -- sori --'

    Malfoy sedang melihat pada Snape dan Harry dengan terkejut.

    'Tidak apa-apa, Draco,' kata Snape sambil menurunkan tongkatnya. 'Potter ada di sini untuk pelajaran perbaikan Ramuan.'

    Harry belum melihat Malfoy begitu berseri-seri sejak Umbridge muncul untuk menginspeksi Hagrid.

    'Aku tidak tahu,' dia berkata sambil mengerling kepada Harry, yang tahu wajahnya membara. Dia akan memberikan banyak hal untuk bisa meneriakkan yang sebenarnya kepada Malfoy -- atau, lebih baik lagi, untuk menghantamnya dengan sebuah kutukan yang bagus.

    'Well, Draco, ada apa?' tanya Snape.

    'Profesor Umbridge, sir -- beliau butuh bantuan Anda,' kata Malfoy.

    'Mereka menemukan Montague, sir, dia muncul terjejal ke dalam sebuah toilet di lantai empat.'

    'Bagaimana dia masuk ke sana?' tuntut Snape.

    'Saya tidak tahu, sir, dia agak bingung.'

    'Baiklah, baiklah. Potter,' kata Snape, 'kita akan melanjutkan pelajaran ini besok malam.'

    Dia berpaling dan berjalan pergi dari kantornya, Malfoy berkata tanpa bersuara, 'Pelajaran perbaikan Ramuan?' kepada Harry di balik punggung Snape sebelum mengikutinya.

    Dengan menggelegak, Harry menyimpan kembali tongkatnya ke bagian dalam jubahnya dan bergerak akan meninggalkan ruangan. Setidaknya dia punya dua puluh empat jam lagi untuk berlatih; dia tahu dia seharusnya merasa berterima kasih untuk kelolosan yang nyaris itu, walaupun sulit bahwa datangnya dengan pengorbanan yaitu Malfoy menceritakan ke seluruh sekolah bahwa dia perlu pelajaran perbaikan Ramuan.

    Dia sampai ke pintu kantor ketika dia melihatnya: seberkas cahaya bergetar yang menari-nari di ambang pintu. Dia berhenti, dan berdiri menatapnya, teringat akan sesuatu ... lalu dia ingat: cahaya yang agak mirip dengan inilah yang dilihatnya dalam mimpinya kemarin malam, cahaya di ruangan kedua yang dilewatinya dalam perjalanannya di Departemen Misteri.

    Dia berpaling. Cahaya itu berasal dari Pensieve yang terletak di atas meja tulis Snape. Isi seputih mutiaranya surut dan berputar di dalam. Pikiran-pikiran Snape ... hal-hal yang tak diinginkannya dilihat Harry kalau dia mendobrak pertahanan Snape secara tidak sengaaja ...

    Harry memandangi Pensieve itu, keingintahuan menggembung di dalam dirinya ... apa yang begitu ingin disembunyikan Snape dari Harry?

    Cahaya keperakan itu bergetar di dinding ... Harry maju dua langkah ke meja, sambil berpikir keras. Mungkinkah informasi tentang Departemen Misteri yang diputuskan Snape untuk ditahan darinya?

    Harry memandang lewat bahunya, jantungnya sekarang berdebar lebih keras dan lebih cepat dari sebelumnya. Berapa lama yang dibutuhkan Snape untuk melepaskan Montague dari toilet itu? Apakah dia akan datang langsung ke kantornya setelah itu, atau menemani Montague ke sayap rumah sakit? Tentunya yang terakhir ... Montague adalah Kapten tim Quidditch Slytherin, Snape akan mau memastikan dia baik-baik saja.

    Harry berjalan beberapa kaki lagi ke Pensieve dan berdiri di atasnya, memandang ke dalamnya. Dia bimbang, mendengarkan, lalu mengeluarkan tongkatnya lagi. Kantor dan koridor di belakangnya sepenuhnya hening. Dia memberi isi Pensieve tusukan kecil dengan ujung tongkatnya.

    Benda keperakan di dalamnya mulai berputar sangat cepat. Harry mencondongkan badan ke depan ke atasnya dan melihat benda itu sudah menjadi bening. Dia, sekali lagi, sedang melihat ke dalam sebuah ruangan seolah-olah melalui sebuah jendela melingkar di langit-langit ... nyatanya, kecuali dia sangat salah, dia sedang memandang ke dalam Aula Besar.

    Napasnya bahkan berkabut di permukaan pikiran Snape ... otaknya sepertinya berada di ruang terlupakan ... gila kalau dia melakukan hal yang dia sangat tergoda melakukannya ... dia gemetaran ... Snape bisa kembali setiap saat ... tetapi Harry memikirkan kemarahan Cho, atau wajah mengejek Malfoy, dan keberanian sembrono menyambarnya.

    Dia menarik napas dalam, dan mencemplungkan wajahnya ke permukaan pikiran Snape. Seketika, lantai itu bergerak mendadak, menjatuhkan Harry kepala duluan ke dalam Pensieve ...

    Dia jatuh melalui kegelapan dingin, berputar-putar dengan hebat ketika berlangsung, dan kemudian --

    Dia sedang berdiri di tengah Aula Besar, tetapi keempat meja asrama hilang. Alih-alih, ada lebih dari seratus meja yang lebih kecil, semuanya menghadap ke arah yang sama, di masing-masing meja duduk seorang murid, kepala terbungkuk rendah, menulis di atas sebuah gulungan perkamen. Satu-satunya suaran adalah gesekan pena bulu dan gemerisik kadang-kadang saat seseorang menyesuaikan perkamennya. Jelas itu saat ujian.

    Matahari bersinar melalui jendela-jendela tinggi ke kepala-kepala terbungkuk itu, yang berkilau coklat dan tembaga dan keemasan dalam sinar yang terang. Harry memandang sekeliling dengan hati-hati. Snape pasti ada di sini di suatu tempat ... ini ingatannya ...

     Dan di sanalah dia, di sebuah meja tepat di belakang Harry. Harry menatap. Snape remaja memiliki tampang kurus, pucat, seperti sebuah tanaman yang disimpan di tempat gelap. Rambutnya lemas dan berminyak dan terkulai ke meja, hidungnya yang bengkok hampir mencapai setengah inci dari permukaan perkamen selagi dia menulis. Harry bergerak berkeliling ke belakang Snape dan membaca judul kertas ujian itu: PERTAHANAN  TERHADAP  ILMU  HITAM -- ORDINARY  WIZARDING  LEVEL.

    Jadi Snape pasti berumur lima belas atau enam belas, sekitar umur Harry sendiri. Tangannya melayang ke perkame; dia telah menulis setidaknya satu kaki lebih banyak daripada tetangga terdekatnya, dan walau begitu tulisannya sangat kecil dan terjejal.

    'Lima menit lagi!'

    Suara itu membuat Harry terlompat. Sambil berpaling, dia melihat puncak kepala Profesor Flitwick bergerak di antara meja-meja agak jauh sedikit. Profesor Flitwick sedang berjalan melewati seorang anak laki-laki dengan rambut hitam tidak rapi ... rambut hitam yang sangat tidak rapi ...

    Harry bergerak begitu cepat sehingga, kalau dia berwujud padat, dia akan membuat meja-meja melayang. Alih-alih, dia tampaknya meluncur, seperti mimpi, menyeberangi dua gang dan menyusuri gang ketiga. Bagian belakang kepala anak laki-laki berambut hitam itu semakin dekat dan ... dia sedang meluruskan diri sekarang, meletakkan pena bulunya, menarik gulungan perkamennya ke arahnya untuk membaca ulang apa yang telah ditulisnya.

    Harry berhenti di depan meja dan memandang kepada ayahnya yang berumur lima belas tahun.

    Kegembiraan meledak di dasar perutnya: seolah-olah dia sedang memandangi dirinya sendiri kecuali dengan kesalahan yang disengaja. Mata James coklat, hidungnya sedikit lebih panjang daripada hidung Harry dan tidak ada bekas luka di keningnya, tetapi mereka memiliki wajah kurus yang sama, mulut yang sama, alis yang sama; rambut James berdiri di bagian belakang persis seperti rambut Harry, tangannya bisa saja jadi tangan Harry dan Harry bisa tahu bahwa, saat James berdiri, mereka hanya selisih satu inci pada tinggi masing-masing.

    James menguap lebar dan memberantakkan rambutnya, membuatnya lebih kacau dari sebelumnya. Lalu, dengan pandangan sekilas kepada Profesor Fltiwick, dia berpaling di tempat duduknya dan menyeringai kepada seorang anak laki-laki yagn duduk empat kursi di belakangnya.

    Dengan guncangan kegembiraan lain, Harry melihat Sirius mengacungkan jempol kepada James. Sirius sedang bermalas-malas di kursinya dengan seenaknya, memiringkannya ke belakang pada kedua kakinya. Dia sangat tampan; rambutnya yang hitam jatuh ke matanya dengan keluwesan biasa yang tidak akan bisa dicapai James maupun Harry, dan seorang anak perempuan yang duduk di belakangnya sedang memandangnya dengan penuh harap, walaupun tampaknya dia tidak memperhatikan. Dan dua tempat duduk dari gadis ini -- perut Harry menggeliat menyenangkan lagi -- adalah Remus Lupin. Dia tampak agak pucat dan lesu (apakah bulan purnama mendekat?) dan asyik dengan ujian: ketika dia membaca ulang jawaban-jawabannya, dia menggaruk dagunay dengan ujung pena bulunya, sambil merengut sedikit.

    Jadi itu berarti Wormtail pasti juga di suatu tempat di sekitar sini ... dan benar juga, Harry melihatnya dalam beberapa detik: seorang anak laki-laki kecil berambut tikut dengan hidung mendongak. Wormtail tampak cemas; dia sedang mengunyak kuku tangannya, menatap kertasnya, menggores tanah dengan jari kakinya. Beberapa waktu sekali dia menatap sekilas penuh harap ke kertas tetangganya. Harry memandang Wormtail sejenak, lalu kembali kepada James, yang sekarang sedang menggambar-gambar ke potongan perkamen sisanya. Dia telah menggambar sebuah Snitch dan sekarang sedang menjiplak huruf-huruf 'L.E.' Apa artinya itu?

    'Mohon letakkan pena bulu!' cicit Profesor Flitwick. 'Itu artinya kamu juga, Stebbins! Tolong tetap duduk selagi aku mengumpulkan perkamen kalian! Accio!'

    Lebih dari seratus gulungan perkamen meluncur ke udara dan ke dalam lengan Profesor Flitwick yang dibentangkan, menjatuhkannya ke belakang. Beberapa orang tertawa. Sejumlah murid di meja depan bangkit, memegang Profesor Flitwick di bawah siku dan mengangkatnya berdiri lagi.

    'Terima kasih ... terima kasih,' Profesor Flitwick terengah-engah. 'Baiklah, semuanya, kalian boleh pergi!'

    Harry memandang kepada ayahnya, yang telah buru-buru mencoret 'L.E.' yang telah ditulisnya, melompat bangkit, menjejalkan pena  bulu dan kertas ujiannya ke dalam tasnya, yang diayunkannya ke punggungnya, dan berdiri menunggu Sirius bergabung dengannya.

    Harry memandang berkeliling dan melihat sekilas Snape agak jauh sedikit, berpindah di antara meja-meja menuju pintu ke Aula Depan, masih asyik dengan kertas ujiannya sendiri. Berbahu bundar tetapi kurus, dia berjalan dengan cara gugup yang mengingatkan pada laba-laba, dan rambutnya yang berminyak menutupi wajahnya.

    Sekelompok gadis-gadis yang sedang mengobrol memisahkan Snape dari James, Sirus dan Lupin, dan dengan menempatkan dirinya di tengah mereka, Harry berhasil menjaga Snape dalam pandangan sementara menegangkan telinganya untuk menangkap suara-suara James dan teman-temannya.

    'Apakah kau suka pertanyaan nomor sepuluh, Moony?' tanya Sirius ketika mereka muncul ke Aula Depan.

    'Suka sekali,' kata Lupin cepat. 'Berikan lima tanda untuk mengenali manusia serigala. Pertanyaan yang bagus sekali.'

    'Apakah menurutmu kamu berhasil mendapatkan semua tanda itu?' kata James dengan nada perhatian pura-pura.

    'Kukira begitu,' kata Lupin dengan serius, selagi mereka bergabung dengan kerumunan yang berdesak-desakan di sekitar pintu-pintu depan bersemangat untuk keluar ke halaman sekolah yang disinari matahari. 'Satu: dia sedang duduk di atas kursiku. Dua: dia sedang memakai pakaianku. Tiga: namanya Remus Lupin.

    Wormtail satu-satunya yang tidak tertawa.

    'Aku dapat bentuk moncongnya, anak matanya dan ekor yang berjumbai,' dia berkata dengan cemas, 'tapi aku tidak bisa memikirkan apa lagi --'

    'Seberapa pandirnya kamu, Wormtail?' kata James dengan tidak sabar. 'Kamu berlarian dengan seekor manusia serigala sekali sebulan --'

    'Rendahkan suara kalian,' pinta Lupin.

    Harry memandang dengan cemas ke belakangnya lagi. Snape tetap berada di dekat, masih terbenam dalam pertanyaan-pertanyaan ujiannya -- tetapi ini memori Snape dan Harry yakin bahwa kalau Snape memilih untuk berkeliaran ke arah lain sekali berada di luar pada halaman sekolah, dia, Harry, tidak akan bisa mengikuti James lagi. Akan tetapi, demi kelegaan hebatnya, Snape mengikuti, masih membaca dengan rajin kertas ujian dan tampaknya tidak punya gambaran tetap ke mana dia pergi. Dengan menjaga jarak sedikit di depannya, Harry berhasil mempertahankan pengamatan seksama terhadap James dan yang lainnya.

    'Well, kukira kertas itu mudah sekali,' dia mendengar Sirius berkata. 'Aku akan terkejut kalau aku tidak mendapatkan "Outstanding" setidaknya.'

    'Aku juga,' kata James. Dia meletakkan tangannya ke dalam kantongnya dan mengeluarkan sebuah Golden Snitch yang meronta-ronta.

    'Dari mana kau dapat itu?'

    'Curi,' kata James dengan biasa. Dia mulai bermain-main dengan Snitch itu, membiarkannya terbang sejauh satu kaki sebelum meraihnya lagi; refleksnya sangat baik. Wormtail menyaksikannya dengan kagum.

    Mereka berhenti di naungan pohon beech yang sama di tepi danau tempat Harry, Ron dan Hermione suatu ketika menghabiskan hari Minggu sambil menyelesaikan pekerjaan rumah mereka, dan melemparkan diri ke atas rumput. Harry memandang lewat bahunya lagi dan melihat, demi kegembiraannya, bahwa Snape telah menempati rumput di bayangan padat serumpun semak-semak. Dia terbenam dalam kertas OWL itu seperti sebelumnya, yang membuat Harry bebas duduk di rumput di antara pohon dan semak-semak dan mengamati empat orang di bawah pohon. Sinar matahari menyilaukan di permukaan danau yang tenang, yang di pinggirannya duduk sekelompok gadis-gadis yang sedang tertawa, dengan sepatu dan kaus kaki yang dilepaskan, sedang menyejukkan kaki mereka di air.

    Lupin telah menarik keluar sebuah buku dan sedang membaca. Sirius memandang ke sekitar kepada murid-murid yang sedang ramai di rumput, tampak agak congkak dan bosan, tetapi sangat tampan. James masih bermain-main dengan Snitch itu, membiarkannya meluncur semakin jauh, hampir lolos tetapi selalu menangkapnya pada detik terakhir. Wormtail sedang mengamatinya dengan mulut terbuka. Setiap kali James membuat penangkapan yang susah, Wormtail menarik napas cepat dan berterpuk tangan. Setelah lima menit begini, Harry bertanya-tanya kenapa James tidak menyuruh Wormtail untuk menguasai dirinya sendiri, tetapi James tampaknya menikmati perhatian itu. Harry memperhatikan bahwa ayahnya punya kebiasaan memberantakkan rambutnya seolah-olahnya mencegahnya jadi terlalu rapi, dan dia juga terus memandangi gadis-gadis di tepi air.

    'Simpan itu, bisakah,' kata Sirius akhirnya, ketika James membuat penangkapan akhir dan Wormtail bersorak, 'sebelum Wormtail ngompol karena senang.'

    Wormtail sedikit merona merah jambu, tetapi James nyengir.

    'Kalau itu mengganggumu,' dia berkata, sambil menjejalkan Snitch kembali ke kantongnya. Harry mendapat kesan jelas bahwa Sirius adalah satu-satunya orang yang membuat James mau berhenti pamer.

    'Aku bosan,' kata Sirius. 'Kuharap bulan purnama.'

    'Kau bisa saja,' kata Lupin dengan murung dari balik bukunya. 'Kita masih punya Transfigurasi, kalau kau bosan kau bisa mengujiku. Ini ...' dan dia mengulurkan bukunya.

    Tetapi Sirius mendengus. 'Aku tidak perlu melihat sampah itu, aku tahu semuanya.'

    'Ini akan membuatmu bersemangat, Padfoot,' kata James pelan. 'Lihat siapa itu ...'

    Kepala Sirius berpaling. Dia menjadi sangat diam, seperti seekor anjing yang telah mencium bau seekor kelinci.

    'Bagus sekali,' dia berkata dengan pelan. 'Snivellus.'

    Harry berpaling untuk melihat apa yang sedang dipandangai Sirius.

    Snape berdiri lagi, dan sedang menyimpan kertas OWL ke dalam tasnya. Ketika dia meninggalkan bayang-bayang dari semak-semak dan berjalan menyeberangi rumput, Sirius dan James berdiri.

    Lupin dan Wormtail tetap duduk. Lupin masih memandangi bukunya, walaupun matanya tidak bergerak dan sebuah garis cemberut samar timbul di antara alisnya; Wormtail sedang memandang dari Sirius dan James kepada Snape dengan tampang penantian teramat sangat di wajahnya.

    'Baik-baik saja, Snivellus?' kata James keras-keras.

    Snape bereaksi begitu cepat seolah-olah dia telah mengharapkan serangan: sambil menjatuhkan tasnya, dia membenamkan tangannya ke dalam jubahnya dan tongkatnya setengah di udara saat James berteriak, 'Expelliarmus!'

    Tongkat Snape terbang empat meter ke udara dan jatuh dengan bunyi gedebuk kecil ke rumput di belakangnya. Sirius mengeluarkan tawa menyalak.

    'Impedimenta!' dia berkata, sambil menunjuk tongkatnya kepada Snape, yang terjatuh saat hendak menuju tongkatnya sendiri yang jatuh.

    Murid-murid di sekitar telah berpaling untuk menonton. Beberapa di antara mereka bangkit dan mendekat. Sebagian tampak gelisah, yang lainnya terhibur.

    Snape terbaring terengah-engah di tanah. James dan Sirius maju ke arahnya, tongkat dinaikkan, James sambil memandang sekilas lewat bahunya kepada gadis-gadis di pinggir air ketika dia pergi. Wormtail sekarang bangkit, menonton dengan lapar, menyamping mengitari Lupin untuk mendapatkan pandangan yang lebih bagus.

    'Bagaimana ujiannya, Snivelly?' kata James.

    'Aku mengawasinya, hidungnya mengenai perkamen,' kata Sirius dengan keji. 'Akan ada noda-noda minyak di atasnya, mereka tidak akan bisa membaca sepatah katapun.'

    Beberapa orang tertawa; Snape jelas tidak populer. Wormtail terkikik melengking. Snape mencoba bangkit, tetapi guna-guna itu masih menguasainya; dia berjuang, seolah-olah terikat tali yang tak tampak.

    'Kau -- tunggu,' dia terengah-engah, sambil menatap James dengan ekspresi kebencian murni, 'kau -- tunggu!'

    'Tunggu apa?' kata Sirius dengan tenang. 'Apa yang akan kau lakukan, Snivelly, menyeka hidung pada kami?'

    Snape mengeluarkan sejumlah campuran sumpah serapah dan guna-guna, tetapi dengan tongkatnya sepuluh kaki jauhnya tidak ada yang terjadi.

    'Cuci mulutmu,' kata James dengan dingin. 'Scorugify!'

    Gelembung-gelembung sabun merah jambu mengalir keluar dari mulut Snape seketika; buihnya menutupi bibirnya, membuatnya tak bisa bicara, mencekiknya --

    'Tinggalkan dia SENDIRI!'

    James dan Sirius memandang berkeliling. Tangan James yang bebas segera melompat ke rambutnya.

    Itu adalah salah satu gadis dari tepi danau. Dia memiliki rambut merah gelap yang tebal yang jatuh ke bahunya, dan mata berbentuk almond berwarna hijau cemerlang -- mata Harry.

    Ibu Harry.

    'Baik-baik saja, Evans?' kata James, dan nada suaranya mendadak menyenangkan, lebih dalam, lebih dewasa.

    'Tinggalkan dia sendiri,' Lily mengulangi. Dia sedang memandang James dengan setiap tanda ketidaksukaan yang hebat. 'Apa yang sudah dilakukannya kepadamu?'

    'Well,' kata James, tampaknya tidak tergesa-gesa sampai ke intinya, 'lebih kepada fakta bahwa dia ada, kalau kau tahu apa yang kumaksud ...'

    Banyak murid-murid di sekitar tertawa, termasuk Sirius dan Wormtail, tetapi Lupin, tampaknya masih asyik dengan bukunya, tidak tertawa, dan tidak juga Lily.

    'Kau kira kau lucu,' dia berkata dengan dingin. 'Tapi kau hanya kain rombengan arogan dan penggertak, Potter. Tinggalkan dia sendiri.'

    'Akan kulakukan kalau kau keluar bersamaku, Evans,' kata James cepat. 'Ayolah ... keluar denganku dan aku tidak akan menggunakan tongkat pada Snivelly tua lagi.'

    Di belakangnya, Kutukan Perintang sudah mulai hilang. Snape mulai meraih tongkatnya yang jatuh, sambil meludahkan buih-buih sabun ketika dia merangkak.

    'Aku tidak akan keluar denganmu kalau pilihannya antara kamu dan cumi-cumi raksasa,' kata Lily.

    'Sial, Prongs,' kata Sirius cepat, dan berpaling kembali kepada Snape. 'OI!'

    Tetapi terlambat; Snape telah mengarahkan tongkatnya lurus kepada James; ada kilasan cahaya dan sebuah luka menganga timbul di samping wajah Snape, memercikkan darah ke jubahnya. James berputar: kilasan cahaya kedua beberapa saat kemudian, Snape sedang bergantungan terbalik di udara, jubahnya jatuh ke kepalanya memperlihatkan kaki-kaki kurus dan pucat, serta sepasang celana dalam yang mulai kelabu.

    Banyak orang di kerumunan kecil itu bersorak; Sirius, James dan Wormtail tertawa bergemuruh.

    Lily, yang ekspresi marahnya telah berkedut sebentar seolah-olah dia akan tersenyum, berkata, 'Turunkan dia!'

    'Tentu saja,' kata James dan dia menyentakkan tongkatnya ke atas; Snape jatuh menjadi tumpukan kisut di atas tanah. Sambli membebaskan dirinya sendiri dari jubahnya dia bangkit dengan cepat, dengan tongkat di atas, tetapi Sirius berkata, 'Petrificus Totalus!' dan Snape terjungkal lagi, sekaku papan.

    'TINGGALKAN  DIA  SENDIRI!' Lily berteriak. Dia mengeluarkan tongkatnya sendiri sekarang. James dan Sirius memandang tongkat itu dengan waspada.

    'Ah, Evans, jangan buat aku mengguna-gunai kamu,' kata James dengan bersemangat.

    'Kalau begitu, lepaskan kutukan darinya!'

    James menghela napas dalam-dalam, lalu berpaling kepada Snape dan menggumamkan kontra-kutukannya.

    'Itu dia,' dia berkat, ketika Snape berjuang bangkit. 'Kamu beruntung Evans ada di sini, Snivellus --'

    'Aku tidak butuh bantuak dari Darah-Lumpur kotor sepertinya!'

    Lily berkedip.

    'Baik,' dia berkata dengan tenang. 'Aku tidak akan mengganggumu lagi di kemudian hari. Dan aku akan mencuci celanamu kalau aku jadi kau, Snivellus.'

    'Minta maaf pada Evans!' James meraung kepada Snape, tongkatnya menunjuk mengancam kepadanya.

    'Aku tidak mau kau membuatnya minta maaf,' Lily berteriak, memberondong James. 'Kau sama buruknya dengan dia.'

    'Apa?' pekik James. 'Aku TIDAK  AKAN  PERNAH memanggilmu seorang -- kau-tahu-apa!'

    'Memberantakkan rambutmu karena kau kira terlihat keren tampak seperti kamu baru saja turun dari sapumu, pamer dengan Snitch bodoh itu, berjalan di koridor dan mengguna-gunai siapa saja yang menjengkelkanmu hanya karena kamu bisa -- aku terkejut sapumu bisa naik dari tanah dengan kepala besarmu di atasnya. Kamu membuatku MUAK.'

    Dia berpaling dan bergegas pergi.

    'Evans!' James berteriak kepadanya. 'Hei, EVANS!'

    Tetapi dia tidak memandang balik.

    'Ada apa dengannya?' kata James, sambil mencoba dan gagal terlihat seolah-olah itu hanya pertanyaan asal-asalan yang tidak penting baginya.

    'Kalau kubaca yang tersirat, aku akan bilang dia mengira kau agak congkak, sobat,' kata Sirius.

    'Benar,' kata James, yang sekarang tampak marah, 'benar --'

    Ada kilasan cahaya lain, dan Snape sekali lagi bergantung terbalik di udara.

    'Siapa yang mau melihatku melepaskan celanan Snivelly?'

    Tetapi apakah James benar-benar melepaskan celana Snivelly, Harry tak pernah tahu. Sebuah tangan telah mengetat di lengan atasnya, menutup dengan cengkeraman seperti jepit. Sambil mengerenyit, Harry memandang berkeliling untuk melihat siapa yang memegangnya, dan melihat, dengan getaran kengerian, seorang Snape dewasa berdiri tepat di sampingnya, pucat karena marah.

    'Bersenang-senang?'

    Harry merasakan dirinya terangkat ke udara; siang musim panas itu menguap di sekitarnya; dia sedang melayang naik melalui kegelapan sedingin es, tangan Snape masih erat di lengan atasnya. Lalu, dengan perasaan menukik seolah-olah dia telah dibalikkan dengan kepala di bawah di udara, kakinya mengenai lantai batu ruang bawah tanah Snape dan dia berdiri lagi di samping Pensieve di atas meja tulis Snape di dalam ruang kerja berbayang-bayang guru Ramuan yang sekarang.

    'Jadi --' kata Snape sambil mencengkeram lengan Harry begitu eratnya sehingga tangan Harry mulai terasa mati rasa. 'Jadi ... kamu bersenang-senang, Potter?'

    'T--tidak,' kata Harry sambil mencoba membebaskan lengannya.

    Menakutkan. Bibir Snape gemetaran, wajahnya putih, giginya tampak jelas.

    'Pria menawan, ayahmu, bukan begitu?' kata Snape sambil mengguncang Harry begitu kerasnya sehingga kacamatanya meluncur turun di hidungnya.

    'Aku -- tidak --'

    Snape melemparkan Harry menjauh dengan segala kekuatannya. Harry jatuh dengan keras ke lantai ruang bawah tanah itu.

    'Kamu tidak akan mengulangi apa yang kau lihat kepada siapapun!' Snape berteriak.

    'Tidak,' kata Harry, sambil bangkit sejauh mungkin dari Snape. 'Tidak, tentu saja aku --'

    'Keluar, keluar, aku tidak mau melihatmu di kantor ini lagi!'

    Dan ketika Harry bergegas menuju pintu, setoples kecoak mati meledak di atas kepalanya. Dia merenggut pintu hingga terbuka dan berlari cepat menyusuri koridor, hanya berhentik ketika dia telah menempatkan tiga lantai di antara dirinya dan Snape. Di sana dia bersandar pada dinidng, terengah-engah, dan mengosok lengannya yang memar.

    Dia tidak berhasrat sama sekali untuk kembali ke Menara Gryffindor begitu cepat, atau untuk memberitahu Ron dan Hermione apa yang baru dilihatnya. Apa yang membuat Harry merasa begitu ngeri dan tidak senang bukanlah diteriaki atau dilempari toples-toples; dia tahu bagaimana rasanya dipermalukan di tengah lingkaran penonton, tahu persis bagaimana perasaan Snape ketika ayahnya mengejeknya, dan menilai dari apa yang baru dilihatnya, ayahnya dulu sama sombongnya seperti yang selalu diberitahu Snape kepadanya.

 

Previous Home Next