HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB DUA PULUH EMPAT --
Occlumency
Kreacher, ternyata, bersembunyi di loteng. Sirius
berkata dia menemukannya di atas sana, tertutup debu, tak diragukan lagi sedang
mencari lebih banyak barang peninggalan keluarga Black untuk disembunyikan di
lemarinya. Walaupun Sirius kelihatannya puas dengan cerita ini, Harry merasa
tidak tenang. Kreacher tampak berada dalam suasana hati yang lebih baik, gumaman
getirnya telah sedikit reda dan dia menuruti perintah-perintah dengan lebih
patuh daripada biasanya, walaupun sekali atau dua kali Harry memergoki
peri-rumah itu sedang menatapnya lekat-lekat, tetapi selalu berpaling dengan
cepat kapanpun dia melihat bahwa Harry memperhatikan.
Harry tidak menyebutkan kecurigaan samarnya kepada Sirius,
yang keceriaannya sedang menguap dengan cepat sekarang setelah Natal usai.
Sementara hari keberangkatan mereka kembali ke Hogwarts semakin dekat, dia
menjadi semakin mudah terkena apa yang disebut Mrs Weasley 'serangan
kecemberutan', di mana dia akan menjadi pendiam dan galak, sering menarik diri
ke kamar Buckbeak selama berjam-jam pada sekali waktu. Kemurungannya merembes ke
seluruh rumah, lewat bagian bawah ambang pintu seperti gas berbahaya, sehingga
mereka semua tertular.
Harry tidak ingin meninggalkan Sirius lagi dengan hanya
Kreacher sebagai teman; bahkan, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia tidak
menanti-nantikan kembali ke Hogwarts. Kembali ke sekolah akan berarti
menempatkan dirinya sendiri sekali lagi di bawah kezaliman Dolores Umbridge,
yang tak diragukan berhasil memaksakan selusin dekrit lagi dalam ketidakhadiran
mereka; tidak ada Quidditch untuk dinantikan sekarang setelah dia dilarang
bermain; ada kemungkinan besar bahwa beban pekerjaan rumah mereka akan meningkat
sementara ujian semakin mendekat; dan Dumbledore tetap sejauh dulu. Bahkan,
kalau bukan karena DA, Harry berpikir dia mungkin telah memohon kepada Sirius
untuk mengizinkannya meninggalkan Hogwarts dan tetap di Grimmauld Place.
Lalu, di hari terakhir liburan, sesuatu terjadi yang
membuat Harry benar-benar ngeri akan kembalinya ke sekolah.
'Harry, sayang,' kata Mrs Weasley sambil menjulurkn
kepalanya ke dalam kamarnya dan Ron, di mana mereka berdua sedang bermain catur
penyihir ditonton oleh Hermione, Ginny dan Crookshanks, 'bisakah kau turun ke
dapur? Profesor Snape ingin berbicara denganmumu.'
Harry tidak segera menyadari apa yang telah dia katakan;
salah satu bentengnya sedang berada dalam pergumulan hebat dengan sebuah pion
Ron dan dia sedang menyemangatinya dengan antusias.
'Lumatkan dia -- lumatkan dia, dia cuma sebuah
pion, kau idiot. Sori, Mrs Weasley, apa yang Anda katakan?'
'Profesor Snape, sayang. Di dapur. Dia mau bicara.'
Mulut Harry terbuka karena ngeri. Dia memandang
berkeliling kepada Ron, Hermione dan Ginny, yang semuanya sedang memandangnya
kembali sambil menganga. Crookshanks, yang telah Hermione tahan dengan susah
payah selama seperempat jam terakhir ini, melompat dengan gembira ke atas papan
dan membuat bidak-bidak berlarian mencari perlindungan, sambil memekik
sekeras-kerasnya.
'Snape?' kata Harry dengan hampa.
'Profesor Snape, sayang,' kata Mrs Weasley mencela.
'Sekarang ayolah, cepat, dia bilang dia tidak bisa tinggal lama-lama.'
'Apa yang dia mau denganmu?' kata Ron, terlihat bingung
ketika Mrs Weasley pergi dari kamar itu. 'Kau tidak melakukan apapun, 'kan?'
'Tidak!' kata Harry tidak senang, sambil memutar otaknya
untuk memikirkan apa yang mungkin telah dilakukannya yang akan membuat Snape
mengejarnya ke Grimmauld Place. Apakah peer terakhirnya mungkin mendapatkan
sebuah T?
Satu atau dua menit kemudian, dia mendorong pintu dapur
hingga terbuka untuk mendapati Sirius dan Snape keduanya duduk di meja dapur
panjang, saling melotot ke seberangnya. Keheningan antara mereka sarat
akan ketidaksukaan bersama. Sepucuk surat tergeletak terbuka di meja di depan
Sirius.
'Er,' kata Harry, untuk mengumumkan kehadirannya.
Snape memandangnya, wajahnya terbingkai di antara tirai
rambut hitam berminyak.
'Duduk, Potter.'
'Kau tahu,' kata Sirius dengan keras, sambil bersandar
pada kaki belakang kursinya dan berbicara kepada langit-langit, 'Kukira aku
lebih suka kalau kau tidak memberikan perintah di sini, Snape. Ini rumahku, kau
tahu.'
Rona jelek meliputi wajah pucat Snape. Harry duduk di
sebuah kursi di samping Sirius, menhadapi Snape di seberang meja.
'Aku seharusnya menemuimu sendirian, Potter,' kata Snape,
seringai mengejek yang sudah lazim melengkungkan mulutnya, 'tetapi Black --'
'Aku ayah angkatnya,' kata Sirius, lebih keras dari
sebelumnya.
'Aku di sini atas perintah Dumbledore,' kata Snape, yang
suaranya, sebaliknya, semakin pelan, 'tapi bagaimanapun tinggallah, Black, aku
tahu kau suka merasa ... terlibat.'
'Apa artinya itu?' kata Sirius sambil membiarkan kursinya
jatuh kembali ke atas empat kaki dengan suara bantingan keras.
'Hanya bahwa aku yakin kau pasti merasa -- ah -- frustrasi
karena fakta bahwa kau tak bisa melakukan sesuatu yang berguna,' Snape
memberikan tekanan lembut pada kata, 'untuk Order.'
Giliran Sirius yang merona. Bibir Snape melengkung dalam
kemenangan selagi dia berpaling kepada Harry.
'Kepala Sekolah telah mengirimku untuk memberitahumu,
Potter, bahwa adalah keinginannya bagimu untuk mempelajari Occlumency semester ini.'
'Mempelajari apa?' kata Harry dengan hampa.
Seringai mengejek Snape menjadi semakin jelas.
'Occlumency, Potter. Pertahanan sihir pikiran
terhadap penetrasi dari luar. Cabang sihir yang tidak dikenal, tetapi sangat berguna.'
Jantung Harry mulai memompa dengan sangat cepat.
Pertahanan terhadap penetrasi dari luar. Tetapi dia tidak dirasuki, mereka semua
menyetujui itu ...
'Kenapa aku harus mempelajari Occlu -- ini?' dia berkata
tanpa pikir.
'Karena Kepala Sekolah mengira itu ide yang bagus,' kata
Snape dengan halus. 'Kau akan menerima pelajaran privat sekali seminggu, tetapi
kau tidak akan memberitahu siapapun apa yang sedang kau lakukan, terutama
Dolores Umbridge. Kau mengerti?'
'Ya,' kata Harry. 'Siapa yang akan mengajari saya?'
Snape mengangkat alisnya.
'Aku,' dia berkata.
Harry merasakan sensasi mengerikan bahwa isi tubuhnya
sedang meleleh.
Pelajaran tambahan dengan Snape -- apa yang telah
dilakukannya sehingga pantas mendapatkan ini? Dia memandang Sirius dengan cepat
untuk mencari dukungan.
'Kenapa Dumbledore tidak bisa mengajari Harry?' tanya
Sirius dengan agresif. 'Kenapa kau?'
'Kurasa karena hak istimewa seorang kepala sekolah untuk
mendelegasikan tugas-tugas yang kurang menyenangkan,' kata Snape dengan licin.
'Kuyakinkan kau aku tidak memohon pekerjaan ini.' Dia bangkit. 'Aku akan
menantimu pada pukul enam Senin malam, Potter. Kantorku. Kalau ada yang tanya,
kau sedang mengambil pelajaran perbaikan Ramuan. Tak seorangpun yang pernah
melihatmu dalam kelasku akan mengingkari kau butuh perbaikan.'
Dia berpaling untuk pergi, mantel bepergiannya yang hitam
berombak di belakangnya.
'Tunggu sebentar,' kata Sirius sambil duduk lebih tegak di
kursinya.
Snape berpaling untuk menghadapi mereka, sambil tersenyum
mencemooh.
'Aku agak terburu-buru, Black. Tidak seperti kamu, aku
tidak punya waktu luang tak terbatas.'
'Kalau begitu, aku akan langsung ke pokok
permasalahannya,' kata Sirius sambil berdiri. Dia agak lebih tinggi daripada
Snape yang, Harry perhatikan, mengepalkan tinjunya di kantong mantelnya pada apa
yang Harry yakin merupakan pegangan tongkatnya. 'Kalau kudengar kau menggunakan
pelajaran-pelajaran Occlumency ini untuk memberi Harry kesulitan, kau akan
berhadapan denganku.'
'Betapa menyentuhnya,' Snape tersenyum menyeringai.
'Tetapi tentunya kau sudah memperhatikan bahwa Potter sangat mirip ayahnya?'
'Ya, memang,' kata Sirius dengan bangga.
'Well kalau begitu, kau akan tahu dia begitu arogan
sehingga kritik hanya akan memantul darinya,' Snape dengan halus.
Sirius mendorong kursinya dengan kasar ke samping dan
berjalan mengitari meja ke arah Snape, sambil menarik tongkatnya selagi dia
jalan. Snape mengeluarkan tongkatnya sendiri. Mereka sedang berhadap-hadapan,
Sirius tampak pucat karena marah, Snape sedang melakukan perhitungna, matanya
beralih dari ujung tongkat Sirius ke wajahnya.
'Sirius!' kata Harry keras-keras, tetapi Sirius tampaknya
tidak mendengar dia.
'Kuperingatkan kau, Snivellus,' kata Sirius,
wajahnya tidak sampai satu kaki dari wajah Snape, 'Aku tidak peduli kalau
Dumbledore mengira kau sudah tobat, aku lebih tahu --'
'Oh, tapi kenapa kau tidak memberitahunya begitu?' bisik
Snape. 'Atau apakah kau takut dia mungkin tidak menganggap serius nasehat dari
seorang lelaki yang telah bersembunyi di dalam rumah ibunya selama enam bulan?'
'Beritahu aku, bagaimana keadaan Lucius Malfoy akhir-akhir
ini? Kuduga dia senang anjing piaraannya bekerja di Hogwarts, bukan?'
'Berbicara tentang anjing,' kata Snape dengan lembut,
'tahukah kau bahwa Lucius Malfoy mengenalimu terakhir kali kau mempertaruhkan
pesiar kecil ke luar? Gagasan yang pintar, Black, membuat dirimu terlihat di
atas sebuah peron stasiun yang aman ... memberimu alasan sekuat besi untuk tidak
meninggalkan lubang persembunyianmu di masa mendatang, bukan?'
Sirius mengangkat tongkatnya.
'TIDAK!' Harry berteriak, sambil melompati meja dan
mencoba berada di antara mereka. 'Sirius, jangan!'
'Apakah kau menyebutku pengecut?' raung Sirius, mencoba
mendorong Harry, tetapi Harry tidak mau bergeming.
'Ya, kurasa begitu,' kata Snape.
'Harry -- menyingkirlah!' bentak Sirius, sambil
mendorongnya ke samping dengan tangannya yang bebas.
Pintu dapur terbuka dan seluruh keluarga Weasley, ditambah
Hermione, masuk, semuanya terlihat sangat gembira, dengan Mr Weasley berjalan
dengan bangga di tengah-tengah mereka berpakaian piyama garis-garis yang
ditutupi dengan jas hujan.
'Sembuh!' dia mengumumkan dengan ceria kepada dapur secara
keseluruhan. 'Sepenuhnya sembuh!'
Dia dan semua anggota keluarga Weasley lainnya membeku di
ambang pintu, menatap ke adegan di depan mereka, yang juga terhenti di
tengah-tengah, baik Sirius maupun Snape sedang memandang pintu dengan tongkat
mereka saling menunjuk wajah satu sama lain dan Harry tidak bergerak di antara
mereka, sebuah tangan direntangkan ke masing-masing orang, mencoba memaksa
mereka berpisah.
'Jenggot Merlin,' kata Mr Weasley, senyum memudar dari
wajahnya, 'apa yang sedang terjadi di sini?'
Sirius dan Snape menurunkan tongkat mereka. Harry
memandang dari yang satu ke yang lain. Masing-masing mengenakan ekspresi sangat
jijik, namun masuknya begitu banyak saksi yang tidak terduga tampaknya telah
menyadarkan mereka. Snape mengantongi tongkatnya, berpaling dan berjalan kembali
menyeberangi dapur, melewati keluarga Weasley tanpa komentar. Di pintu dia
memandang balik.
'Pukul enam, Senin malam, Potter.'
Dan dia pergi. Sirius melotot di belakangnya, tongkatnya
di sampingnya.
'Apa yang sudah terjadi?' tanya Mr Weasley lagi.
'Tidak apa-apa, Arthur,' kata Sirius, yang sedang bernapas
dengan berat seolah-olah dia baru saja berlari jarak jauh. 'Cuma perbincangan
kecil yang ramah antara dua teman sekolah lama.' Dengan apa yang tampak seperti
usaha berat, dia tersenyum. 'Jadi ... kau sembuh? Itu kabar yang sangat bagus,
benar-benar hebat.'
'Ya, bukan begitu?' kata Mrs Weasley sambil menuntun
suaminya maju ke sebuah kursi. 'Penyembuh Smethwyck melakukan sihirnya akhirnya,
menemukan sebuah penawar racun atas apapun yang ular itu punya di taringnya, dan
Arthur sudah jera mencoba-coba obat Muggle, bukan begitu, sayang?' dia
menambahkan, agak mengancam.
'Ya, Molly, sayang,' kata Mr Weasley tanpa perlawanan.
Makan malam ini seharusnya ceria, dengan Mr Weasley
kembali di antara mereka. Harry bisa tahu Sirius sedang berusaha membuatnya
demikian, tetapi ketika ayah angkatnya tidak sedang memaksa diirnya sendiri
untuk tertawa keras-keras pada lelucon-lelucon Fred dan George atau menawari
semua orang makanan lagi, wajahnya kembali ke ekspresi murung dan memikirkan
hal-hal yang menyedihkan. Harry dipisahkan darinya oleh Mundungus dan Mad-Eye,
yang mampir untuk memberi Mr Weasley selamat. Dia ingin berbicara kepada Sirius,
untuk memberitahunya dia seharusnya tidak mendengarkan sepatah katapun yang
dikatakan Snape, bahwa Snape sedang menghasutnya dengan sengaja dan bahwa yang
lainnya tidak menganggap Sirius seorang pengecut karena melakukan seperti yang
disuruh Dumbledore dan tinggal di Grimmauld Place. Tetapi dia tidak mempunyai
kesempatan untuk melakukannya, dan, sambil memandang tampang jelek di wajah
Sirius, Harry terkadang bertanya-tanya apakah dia akan berani menyebutnya
kalaupun dia memiliki kesempatan. Alih-alih, dia memberitahu Ron dan Hermione
dengan suara rendah tentang harus mengambil pelajaran-pelajaran Occlumency
dengan Snape.
'Dumbledore mau kamu berhenti mendapatkan mimpi-mimpi
tentang Voldemort itu,' kata Hermione seketika. 'Well, kamu tidak akan
menyesal tidak mendapatkannya lagi, bukan?'
'Pelajaran tambahan dengan Snape?' kata Ron, terdengar
kaget. 'Aku lebih suka dapat mimpi buruk!'
Mereka harus kembali ke Hogwarts naik Bus Ksatria hari
berikutnya, dikawal sekali lagi oleh Tonks dan Lupin, yang keduanya sedang makan
pagi di dapur ketika Harry, Ron dan Hermione turun pagi berikutnya. Orang-orang
dewasa tampaknya sedang mengadakan percakapan bisik-bisik ketika Harry membuka
pintu; mereka semua memandang berkeliling dengan buru-buru dan terdiam.
Setelah makan pagi tergesa-gesa, mereka semua mengenakan
jaket dan scarf melawan pagi Januari yang dingin kelabu. Harry memiliki perasaan
tertarik yang tidak menyenangkan di dadanya; dia tidak mau mengatakan selamat
tinggal kepada Sirius. Dia memiliki perasaan buruk tentang perpisahan ini; dia
tidak tahu kapan mereka akan bertemu satu sama lain lagi dan dia merasa
berkewajiban mengatakan sesuatu kepada Sirius untuk menghentikannya melakukan
apapun yang bodoh -- Harry kuatir bahwa tuduhan kepengecutan Snape telah menusuk
Sirius begitu hebat sehingga sekarang dia bahkan mungkin merencanakan beberapa
perjalanan gila-gilaan keluar dari Grimmauld Place. Namun, sebelum dia bisa
memikirkan apa yang harus dikatakan, Sirius telah memberinya isyarat untuk
datang ke sampingnya.
'Aku mau kau bawa ini,' dia berkata pelan, sambil
menyodorkan sebuah paket yang dibungkus sekenanya yang kurang lebih seukuran
sebuah buku tulis ke dalam tangan Harry.
'Apa itu?' Harry bertanya.
'Suatu cara memberitahuku kalau Snape sedang
menyulitkanmu. Tidak, jangan buka di sini!' kata Sirius, dengan pandangan
waspada kepada Mrs Weasley, yang sedang mencoba membujuk si kembar untuk
mengenakan sarung tangan rajutan tangan. 'Aku ragu Molly akan menyetujui -- tapi
aku mau kau menggunakannya kalau kau perlu aku, oke?'
'OK,' kata Harry sambil menyimpan paket itu di kantong
bagian dalam jaketnya, tetapi dia tahu dia tidak akan pernah menggunakan apapun
itu. Bukan dia, Harry, yang akan memikat Sirius keluar dari tempat
keselamatannya, tak peduli betapa buruknya Snape memperlakukan dia dalam
kelas-kelas Occlumency mereka yang akan datang.
'Kalau begitu, ayo pergi,' kata Sirius sambil menepuk bahu
Harry dan tersenyum suram, dan sebelum Harry bisa mengatakan hal lai, mereka
sedang menuju lantai atas, berhenti di depan pintu depan yang penuh rantai dan
terkunci, dikelilingi oleh keluarga Weasley.
'Selamat tinggal, Harry, jaga dirimu,' kata Mrs Weasley
sambil memeluknya.
'Sampai jumpa, Harry, dan hati-hati dengan ular!'
kata Mr Weasley dengan riang, sambil menjabat tangannya.
'Benar -- yeah,' kata Harry dengan pikiran kacau; ini
kesempatan terakhirnya untuk memberitahu Sirius agar berhati-hati; dia
berpaling, memandang ke wajah ayah angkatnya dan membuka mulutnya untuk
berbicara, tetapi sebelum dia bisa melakukannya Sirius sedang memberinya pelukan
satu lengan yang singkat dan berkata dengan kasar, 'Jaga dirimu, Harry.' Saat
berikutnya, Harry mendapati dirinya dilangsir ke luar ke udara musim dingin yang
sedingin es, bersama Tonks (hari ini menyamar sebagai seorang wanita jangkung
dengan rambut kelabu) yang sedang mengejarnya menuruni undakan.
Pintu nomor dua belas terbanting menutup di belakang
mereka. Mereka mengikuti Lupin menuruni anak-anak tangga depan. Ketika dia
mencapai trotoar, Harry memandang berkeliling. Nomor dua belas sedang mengerut
dengan cepat sementara rumah-rumah di kedua sisinya merentang ke samping,
menjepitnya hingga keluar dari pandangan. Satu kedipan kemudian, ia sudah
hilang.
'Ayolah, semakin cepat kita naik bus semakin baik,' kata
Tonks, dan Harry mengira ada kegugupan dalam pandangan sekilas yang
dilemparkannya ke sekitar alun-alun. Lupin mengulurkan lengan kanannya.
BANG.
Sebuah bus bertingkat tiga yang sangat ungu muncul dari
udara kosong di depan mereka, hampir mengenai tiang lampu terdekat, yang
melompat mundur menghindar.
Seorang pemuda kurus, berjerawat, bertelinga besar yang
mengenakan seragam ungu melompat turun ke trotoar dan berkata, 'Selamat datang
ke --'
'Ya, ya, kami tahu, terima kasih,' kata Tonks dengan
cepat. 'Naik, naik, ke atas --'
Dan dia mendorong Harry maju ke tangga, melewati
kondektur, yang membelalak kepada Harry ketika dia lewat.
'Itu 'Arry --!'
'Kalau kau meneriakkan namanya aku akan mengutuknya
menjadi pingsan,' gumam Tonks mengancam, sekarang melangsir Ginny dan Hermione
ke depan.
'Aku selalu ingin naik benda ini,' kata Ron dengan gembira
sambil bergabung dengan Harry di atas bus dan memandang sekeliling.
Terakhir kali Harry bepergian dengan Bus Ksatria adalah
sewaktu malam hari dan ketiga tingkatnya penuh dengan ranjang-ranjang berangka
kuningan. Sekarang, pagi-pagi sekali, bus itu dijejali dengan beragam
kursi-kursi yang tidak serasi yang dikelompokkan dengan sembarangan di sekitar
jendela-jendela. Beberapa di antara kursi-kursi ini tampaknya telah jatuh ketika
bus berhenti mendadak den Grimmauld Place; beberapa orang penyihir wanita dan
pria masih sedang bangkit, sambil menggerutu dan tas belanjaan seseorang telah
meluncur di bus itu: campuran tak menyenangkan dari telur kodok, kecoak dan krim
kenari berceceran di mana-mana di atas lantai.
'Tampaknya kita harus berpisah,' kata Tonks dengan cepat
sambil memandang berkeliling mencari kursi-kursi kosong. 'Fred, George dan
Ginny, kalau kalian ambil kursi-kursi itu di belakang ... Remus bisa tinggal
bersama kalian.'
Dia, Harry, Ron dan Hermione meneruskan ke tingkat yang
paling atas, di mana ada dua kursi yang tidak terpakai di bagian paling depan
dan dua di belakang. Stan Shunpike, si kondektur, mengikuti Harry dan Ron dengan
bersemangat ke belakang. Kepala-kepala berpaling ketika Harry lewat dan, ketika
dia duduk, dia melihat semua wajah-wajah itu berkibas kembali ke depan lagi.
Ketika Harry dan Ron menyerahkan kepada Stan masing-masing
sebelas Sickle, bus itu berangkat lagi, sambil berayun mengerikan. Bus
berderu di sekitar Grimmauld Place, naik-turun trotoar, lalu, dengan bunyi BANG
hebat lagi, mereka semua terdorong ke belakang; kursi Ron berguling dan
Pigwidgeon, yang berada di pangkuannya, keluar dari kandangnya dan terbang
sambil mencicit dengan liar ke bagian depan bus di mana dia berkibar turun ke
bahu Hermione. Harry, yang telah menghindari jatuh dengan meraih siku-siku
tempat lilin, memandang keluar dari jendela: mereka sekarang ngebut di apa yang
tampak seperti jalan tol.
'Persis di luar Birmingham,' kata Stan dengan gembira,
menjawab pertanyaan Harry yang tidak ditanyakan sementara Ron berjuang bangkit
dari lantai. 'Kalau begitu, kau baik, 'Arry? Aku lihat namamu di koran sering
sekali selama musim panas, tapi bukan hal yang sangat baik. Kubilang pada Ern,
kubilang, dia tidak tampak seperti orang sinting waktu kita jumpa dia, tidak
bisa tahu, bukan?'
Dia menyerahkan tiket kepada mereka dan terus menatap
Harry dengan terpesona. Tampaknya, Stan tidak peduli betapa sintingnya
seseorang, kalau mereka cukup terkenal untuk berada di koran. Bus Ksatria
berayun menakutkan, melewati sebarisan mobil. Ketika melihat ke bagian depan
bus, Harry melihat Hermione menutupi matanya dengan tangan, Pigwidgeon sedang
berayun dengan gembira di bahunya.
BANG.
Kursi-kursi meluncur mundur lagi selagi Bus Ksatria
melompat dari jalan tol Birmingham ke sebuah jalan perdesaan tenang yang penuh
belokan-belokan tajam. Pagar tanaman di kedua sisi jalan melompat menyingkir
ketika mereka berpapasan. Dari sini mereka pindah ke sebuah jalan besar di
tengah sebuah kota kecil yang sibuk, lallu ke sebuah jembatan di atas jalan yang
dikelilingi oleh bukit-bukit tinggi, lalu ke sebuah jalan berangin kencang di
antara apartemen-apartemen tinggi, setiap kali dengan bunyi BANG yang keras.
'Aku berubah pikiran,' gumam Ron sambil bangkit dari
lantai untuk keenam kalinya, 'aku tidak akan pernah mau benda ini lagi.'
'Dengar, pemberhentian 'Ogwarts setelah ini,' kata Stan
dengan ceria sambil berayun menuju mereka. 'Wanita tukang perintah di depan yang
naik bersama kalian, dia memberi kami tip kecil untuk memindahkan kalian ke
depan antrian. Kami hanya akan menurunkan Madam Marsh dulu --' ada suara muntah
dari bawah, diikuti dengan bunyi percikan mengerikan '-- dia tidak merasa
sehat.'
Beberapa menit kemudian, Bus Ksatria mendecit berhenti di
luar sebuah bar kecil, yang menyingkir untuk menghindari tubrukan. Mereka bisa
mendengar Stan mengantarkan Madam Marsh yang tak beruntung itu keluar dari bus
dan gumam kelegaan teman-teman penumpangnya di tingkat dua. Bus itu bergerak
lagi, menambah kecepatan, sampai --
BANG.
Mereka sedang melalui Hogsmeade yang bersalju. Harry
melihat sekilas Hog's Head di jalan samping, papan penanda yang bergambar kepala
babi hutan yang terpotong berderit dalam angin musim dingin. Butir-butir salju
mengenai jendela besar di bagian depan bus. Akhirnya mereka berhenti di luar
gerbang-gerbang Hogwarts.
Lupin dan Tonks membantu mereka keluar dari bus bersama
barang-barang bawaan mereka, lalu turun untuk mengatakan selamat tinggal. Harry
memandang sekilas ke ketiga tingkat Bus Ksatria dan melihat semua penumpangnya
menatapi mereka, hidung-hidung rata pada jendela-jendela.
'Kalian akan aman begitu kalian berada di halaman
sekolah,' kata Tonks, sambil memandang berkeliling dengan waspada ke jalan yang
sepi. 'Semoga semester kalian menyenangkan, OK?'
'Jaga diri kalian,' kata Lupin sambil menyalami mereka
semua dan meraih Harry paling akhir. 'Dan dengar ...' dia merendahkan suaranya
sementara yang lain saling mengucapkan selamat tinggal saat terakhir dengan
Tonks, 'Harry, aku tahu kamu tidak suka Snape, tapi dia Occlumens yang hebat dan
kami semua -- termasuk Sirius -- mau kamu belajar melindungi dirimu sendiri,
jadi kerja keraslah, oke?'
'Yeah, baiklah,' kata Harry dengan berat sambil memandang
wajah Lupin yang berkerut sebelum waktunya. 'Kalau begitu, sampai jumpa.'
Mereka berenam berjuang menyusuri jalan kereta licin
menuju kastil, sambil menyeret koper-koper mereka. Hermione sudah berbicara
tentang merajut beberapa topi peri sebelum waktu tidur. Harry memandang sekilas
ke belakang ketika mereka mencapai pintu-pintu depan dari kayu ek; tetapi Bus
Ksatria sudah pergi dan dia setengah berharap, mengingat apa yang akan datang
malam berikutnya, bahwa dia masih di atasnya.
*
Harry menghabiskan sebagian besar waktunya keesokan harinya merasa takut pada
malam harinya. Pelajaran Ramuan ganda di pagi harinya tidak menghilangkan
kengeriannya, karena Snape sama tidak menyenangkannya seperti sebelumnya.
Suasana hatinya semakin merosot akibat para anggota DA yang terus-menerus
menghampirinya di koridor-koridor antara jam pelajaran, bertanya penuh harap
apakah akan ada pertemuan malam itu.
'Akan kuberitahu kalian dengan cara biasa kapan yang
berikutnya,' Harry berkata berulang-ulang, 'tapi aku tidak bisa melakukannya
malam ini, aku harus menghadiri -- er -- perbaikan Ramuan.'
'Kau mengambil perbaikan Ramuan!' tanya Zacharias
Smith dengan congkak, setelah memojokkan Harry di Aula Depan setelah makan
siang. Demi Tuhan, kau pasti mengerikan. Snape biasanya tidak memberikan
pelajaran tambahan, bukan?'
Ketika Smith berjalan pergi dengan gaya ringan yang
menjengkelkan, Ron melotot kepadanya.
'Haruskah kukutuk dia? Aku masih bisa mengenainya dari
sini,' dia berkata sambil mengangkat tongkatnya dan membidik di antara tulang
bahu Smith.
'Lupakan,' kata Harry dengan muram. 'Itu yang akan
dipikirkan semua orang, bukan? Bahwa aku benar-benar bod--'
'Hai, Harry,' kata sebuah suara di belakangnya. Dia
berpaling dan mendapati Cho berdiri di sana.
'Oh,' kata Harry sementara perutnya terlompat dengan tidak
menyenangkan. 'Hai.'
'Kami akan ada di perpustakaan, Harry,' kata Hermione
dengan tegas selagi dia menyambar Ron di atas siku dan menyeretnya pergi menuju
tangga pualam.
'Natalmu menyenangkan?' tanya Cho.
'Yeah, tidak buruk,' kata Harry.
'Punyaku agak tenang,' kata Cho. Untuk alasan tertentu,
dia tampak agak malu. 'Erm ... ada perjalanan Hogsmeade lainnya bulan depan,
apakah kau melihat pengumumannya?'
'Apa? Oh, tidak, aku belum memeriksa papan pengumuman
sejak aku kembali.'
'Ya, pada Hari Valentine ...'
'Benar,' kata Harry sambil bertanya-tanya kenapa dia
memberitahunya hal ini. 'Well, kurasa kau mau --?'
'Hanya kalau kau juga mau,' dia berkata dengan bersemangat.
Harry menatapnya. Dia tadi akan berkata,'Kurasa kau mau
tahu kapan pertemuan DA berikutnya?' tetapi tanggapannya tampaknya tidak sesuai.
'Aku -- er --' dia berkata.
'Oh, tidak apa-apa kalau kau tidak mau,' Cho berkata,
terlihat malu. 'Jangan kuatir. Aku -- sampai jumpa lagi.'
Dia berjalan pergi. Harry berdiri menatapnya, otaknya
bekerja gila-gilaan. Lalu sesuatu menjadi jelas.
'Cho! Hei -- CHO!'
Dia berlari mengejarnya, mendapatinya setengah jalan
menaiki tangga pualam itu.
'Er -- apakah kau mau pergi ke Hogsmeade bersamaku di Hari
Valentine?'
'Oooh, ya!' dia berkata, merona merah padam dan tersenyum
kepadanya.
'Baiklah ... well ... kalau begitu itu sudah
beres,' kata Harry, dan merasa bahwa hari itu ternyata tidak akan merugikan
sepenuhnya, dia bahkan melambung ketika menuju perpustakaan untuk menjemput Ron
dan Hermione sebelum pelajaran-pelajaran sore mereka.
Namun, pada pukul enam malam itu, bahkan semangat karena
telah berhasil mengajak Cho Chang pergi tidak bisa meringankan perasaan
mengerikan yang terus menguat bersama setiap langkah yang diambil Harry menuju
kantor Snape.
Dia berhenti sejenak di luar pintu ketika dia sampai,
berharap dia berada di hampir semua tempat yang lain, lalu, sambil mengambil
napas dalam-dalam, dia mengetuk pintu dan masuk.
Ruangan penuh bayang-bayang itu dibarisi dengan rak-rak
yang berisikan ratusan toples kaca yang menampung potongan-potongan berlendir
binatang-binatang dan tanaman-tanaman yagn tercelup di dalam berbagai ramuan
berwarna. Di salah satu sudut berdiri lemari penuh bahan ramuan yang pernah
Snape tuduh Harry -- bukan tanpa alasan -- rampok. Namun, perhatian Harry
tertarik kepada meja tulis, di maan sebuah baskom batu dangkal yang diukir
dengan rune-rune dan simbol-simbol tergeletak dalam genangan cahaya lilin. Harry
mengenalinya dengan seketika -- itu Pensieve Dumbledore. Bertanya-tanya mengapa
benda itu ada di sana, dia terlompat ketika suara dingin Snape datang dari balik
bayang-bayang.
'Tutup pintu di belakangmu, Potter.'
Harry melakukan yang disuruhnya, dengan perasaan
mengerikan bahwa dia sedang memenjarakan dirinya sendiri. Ketika dia berpaling
kembali, Snape telah berpindah ke tempat terang dan sedang menunjuk diam-diam ke
kursi di seberang meja tulisnya. Harry duduk dan begitu pula Snape, mata
hitamnya yang dingin terpaku tanpa berkedip kepada Harry, ketidaksukaan tertanam
dalam setiap garis di wajahnya.
'Well, Potter, kau tahu kenapa kau di sini,' dia
berkata. 'Kepala Sekolah telah memintaku mengajarimu Occlumency. Aku hanya bisa
berharap bahwa kau terbukti lebih cakap pada pelajaran itu daripada pada Ramuan.'
'Benar,' kata Harry singkat.
'Ini mungkin bukan kelas biasa, Potter,' kata Snape,
matanya menyipit dengan dengki, 'tetapi aku masih gurumu dan karena itu kau akan
memanggilku "sir" atau "Profesor" sepanjang waktu.'
'Ya ... sir,' kata Harry. Snape terus mengamatinya
melalui mata yang disipitkan selama beberapa saat, lalu berkata, 'Sekarang,
Occlumency. Seperti yang kuberitahukan kepadamu di dapur ayah angkatmu tercinta,
cabang ilmu sihir ini menyegel pikiran terhadap gangguan dan pengaruh sihir.'
'Dan kenapa Profesor Dumbledore mengira aku membutuhkannya, sir?' kata
Harry, memandang langsung ke mata Snape dan bertanya-tanya apakah Snape akan
menjawab. Snape memandang balik kepadanya sejenak dan lalu
berkata dengan menghina, 'Tentunya bahkan kaupun sudah bisa memahami itu
sekarang, Potter? Pangeran Kegelapan memiliki keahlian tinggi dalam Legilimency
--' 'Apa itu? Sir?' 'Itu adalah
kemampuan untuk mengeluarkan perasaan dan ingatan dari pikiran orang lain --'
'Dia bisa membaca pikiran?' kata Harry cepat-cepat, ketakutan terbesarnya telah
dibenarkan. 'Kau tidak mengerti kepelikan ungkapan,
Potter,' kata Snape, matanya yang gelap berkilauan. 'Kau tidak mengerti
perbedaan halus. Itu adalah salah satu kekuranganmu yang menjadikanmu pembuat
ramuan yang patut disesali.' Snape berhenti sejenak,
tampaknya menyesapi kesenangan menghina Harry, sebelum melanjutkan.
'Hanya Muggle yang berbicara tentang "membaca pikiran". Pikiran bukan
sebuah buku, untuk dibuka sekehendak hati dan diperiksa sesukanya. Pemikiran
tidak diukir di bagian dalam tengkorak, untuk dibaca dengan teliti oleh
penyerbu. Pikiran adalah sesuatu yang rumit dan memiliki banyak lapisan, Potter
-- atau setidaknya, kebanyakan pikiran begitu.' Dia tersenyum mencemooh. 'Namun,
benar bahwa mereka yang telah menguasai Legilimency mampu, di bawah kondisi
tertentu, menyelidiki ke dalam pikiran para korban mereka dan
menginterpretasikan penemuan mereka dengan tepat. Contohnya, Pangeran Kegelapan
hampir selalu tahu ketika seseorang sedang berbohong kepadanya. Hanya mereka
yang ahli dalam Occlumency yang mampu menutup perasaan-perasaan dan
ingatan-ingatan mereka yang menyangkal kebohongan itu, dan dengan demikian bisa
mengucapkan dusta di hadapannya tanpa diketahui.' Apapun
yang dikatakan Snape, Legilimency terdengar seperti membaca pikiran kepada
Harry, dan dia tidak suka yang didengarnya sama sekali.
'Jadi, dia bisa tahu apa yang sedang kita pikirkan sekarang? Sir?'
'Pangeran Kegelapan berada dalam jarak yang cukup jauh dan dinding-dinding serta
halaman Hogwarts dijaga oleh banyak mantera dan jimat kuno untuk menjamin
keselamatan fisik dan mental mereka yang tinggal di dalamnya,' kata Snape.
'Waktu dan ruang penting dalam sihir, Potter. Kontak mata sering diperlukan
sekali untuk Legilimency.' 'Well, kalau begitu,
kenapa aku harus mempelajari Occlumency?' Snape memandangi
Harry, sambil menelusuri mulutnya dengan satu jari yang panjang dan kurus.
'Peraturan biasa tampaknya tidak berlaku bagimu, Potter. Kutukan yang gagal
membunuhmu tampaknya telah menempa semacam hubungan antara kamu dengan Pangeran
Kegelapan. Bukti menyatakan bahwa pada saat-saat, ketika pikirannya paling
santai dan mudah diserang -- saat kau tertidur, contohnya -- kau berbagi pikiran
dan emosi Pangeran Kegelapan. Kepala Sekolah berpikir tidak bijaksana untuk
diteruskan. Beliau ingin aku mengajarimu bagaimana menutup pikiranmu pada
Pangeran Kegelapan.' Jantung Harry berdebar cepat lagi. Tak
satupun dari ini masuk akal. 'Tetapi kenapa Profesor
Dumbledore mau menghentikannya?' dia bertanya mendadak. 'Aku tidak begitu suka,
tapi berguna, bukan? Maksudku ... aku melihat ular itu menyerang Mr Weasley dan
kalau tidak, Profesor Dumbledore tidak akan bisa menyelamatkannya, bukan? Sir?'
Snape menatap Harry beberapa saat, masih menelusuri mulutnya dengan jarinya.
Ketika dia berbicara lagi, dilakukannya lambat-lambat dan berhati-hati,
seolah-olah dia menimbang setiap kata. 'Tampaknya Pangeran
Kegelapan belum menyadari hubungan antara dirimu dan dirinya sampai akhir-akhir
ini. Sampai sekarang tampaknya bahwa kau telah mengalami emosinya, dan berbagi
pikirannya, tanpa dia tahu. Namun, penglihatan yang kau dapatkan tak lama
sebelum Natal --' 'Tentang ular dan Mr Weasley?'
'Jangan sela aku, Potter,' kata Snape dengan suara berbahaya. 'Seperti yang
sedang kukatakan, penglihatan yang kau dapatkan tak lama sebelum Natal
menggambarkan serangan yang begitu kuat pada pikiran-pikiran Pangeran Kegelapan
--' 'Aku melihat ke dalam kepala ular itu, bukan dia!'
'Kupikir aku baru saja menyuruhmu untuk tidak menyelaku, Potter?'
Tetapi Harry tidak peduli kalau Snape marah; setidaknya dia tampaknya mulai
mencapai dasar masalah ini; dia telah maju di kursinya sehingga, tanpa sadar,
dia sedang bertengger di bagian paling tepi, tegang seolah-olah sedang bersiap
untuk lari. 'Bagaimana bisa aku melihat melalui mata ular
itu kalau pikiran Voldemort yang kumasuki?' 'Jangan
sebut nama Pangeran Kegelapan!' ludah Snape. Ada
keheningan tidak menyenangkan. Mereka melotot kepada satu samal lain melewati
Pensieve. 'Profesor Dumbledore menyebut namanya,' kata
Harry pelan. 'Dumbledore adalah seorang penyihir yang
sangat kuat,' Snape bergumam. 'Walaupun beliau mungkin merasa cukup aman
untuk menggunakan nama itu ... kita-kita yang lain ...' Dia menggosok lengan
bawah kirinya, tampaknya dengan tidak sadar, di titik di mana Harry tahu Tanda
Kegelapan terbakar ke kulitnya. 'Aku hanya ingin tahu,'
Harry mulai lagi, memaksa suaranya kembali ke nada sopan, 'kenapa --'
'Kau sepertinya telah mengunjungi pikiran ular itu karena di sanalah Pangeran
Kegelapan berada pada saat tertentu itu,' geram Snape. 'Dia sedang merasuki ular
itu pada saat itu dan dengan begitu kau bermimpi kau ada di dalamnya juga.'
'Dan Vol -- dia -- sadar aku ada di sana?' 'Tampaknya
begitu,' kata Snape dengan dingin. 'Bagaimana Anda
tahu?' kata Harry mendesak. 'Apakah ini cuma dugaan Profesor Dumbledore, atau
--?' 'Kusuruh kau,' kata Snape, kaku di kursinya, matanya
menyipit,' untuk memanggilku "sir".' 'Ya, sir,'
kata Harry tidak sabaran, 'tapi bagaimana Anda tahu --?'
'Cukup bahwa kami tahu,' kata Snape menekan. 'Poin pentingnya adalah bahwa
Pangeran Kegelapan sekarang sadar bahwa kau mendapatkan akses kepada pikiran dan
perasaannya. Dia juga menarik kesimpulan bahwa proses itu mungkin sekali bekerja
berlawanan arah; yakni, dia sadar bahwa dia mungkin bisa memasuki pikiran dan
perasaanmu sebagai balasannya --' 'Dan dia mungkin mencoba
membuatku melakukan hal-hal?' tanya Harry. 'Sir?' dia menambahkan dengan
buru-buru. 'Mungkin,' kata Snape, terdengar dingin dan
tidak peduli. 'Yang membawa kita kembali ke Occlumency.'
Snape menarik keluar tongkatnya dari sebuah kantong di bagian dalam jubahnya dan
Harry tegang di kursinya, tetapi Snape hanya mengangkat tongkat itu ke
pelipisnya dan menempatkan ujungnya ke akar-akar berminyak rambutnya. Saat dia
melepaskannya, beberapa zat keperakan keluar, merentang dari pelipisnya seperti
benang halus yang tebal, yang putus ketika dia menarik tongkat itu menjauh dan
jatuh dengan anggun ke dalam Pensieve, di mana benda itu berputar putih
keperakan, bukan gas maupun cairan. Dua kali lagi, Snape mengangkat tongkatnya
ke pelipisnya dan menempatkan zat keperakan itu ke dalam baskom batu itu, lalu,
tanpa menawarkan penjelasan apapun tentang perilakunay, dia mengangkat Pensieve
itu dengan hati-hati, menyimpannya ke sebuah rak menyingkir dari hadapan mereka
dan kembali menghadapi Harry dengan tongkatnya dipegang siap sedia.
'Berdiri dan keluarkan tongkatmu, Potter.' Harry bangkit,
merasa gugup. Mereka saling berhadapan dengan meja tulis itu di antara mereka.
'Kau boleh menggunakan tongkatmu untuk berusaha melucuti senjataku, atau
mempertahankan dirimu dengan cara apapun yang bisa kau pikirkan,' kata Snape.
'Apa yang akan Anda lakukan?' Harry bertanya, sambil memandang tongkat Snape
dengan gelisah. 'Aku akan mencoba masuk ke dalam
pikiranmu,' kata Snape dengan lembut. 'Kita akan melihat seberapa baik kau
bertahan. Aku telah diberitahu bahwa kau sudah memperlihatkan bakat melawan
Kutukan Imperius. Kau akan mendapati bahwa kekuatan yang serupa dibutuhkan untuk
ini ... kuatkan dirimu, sekarang. Legilimens!' Snape
telah menyerang sebelum Harry siap, sebelum dia bahkan mulai memanggil kekuatan
bertahan apapun. Kantor itu berdengung di depan matanya dan menghilang; gambar
demi gambar berpacu di pikirannya seperti sebuah film yang berkelap-kelip begitu
hidup sehingga membutakannya dari sekelilingnya. Dia berumur lima tahun, sedang menyaksikan Dudley
mengendarai sepeda baru berwarna merah, dan hatinya penuh dengan kecemburuan ...
dia berumur sembilan tahun, dan Ripper si bulldog sedang mengejarnya naik ke
sebuah pohon dan keluarga Dursley sedang tertawa di bawah di halaman ... dia
sedang duduk di bawah Topi Seleksi, dan topi itu sedang memberitahunya dia akan
berhasil di Slytherin ... Hermione sedang berbaring di sayap rumah sakit,
wajahnya tertutup bulu hitam tebal ... seratus Dementor menuju ke arahnya di
samping danau yang gelap ... Cho Chang sedang mendekatinya di bawah mistletoe
... Tidak, kata sebuah suara di dalam kepala Harry, selagi
memori Cho semakin mendekat, kau tidak akan menyaksikan itu, kau tidak akan
menyaksikan itu, itu pribadi -- Dia merasakan sakit
menusuk di lututnya. Kantor Snape telah kembali ke penglihatannya dan dia
menyadari bahwa dia telah jatuh ke lantai; salah satu lututnya terbentuk kaki
meja tulis Snape dengan menyakitkan. Dia memandang kepada Snape, yang telah
menurunkan tongkatnya dan sedang menggosok pergelangan tangannya. Ada bekas
lecutan besar di sana, seperti bekas terbakar.
'Apakah kau bermaksud menghasilkan Guna-Guna Penyengat?'
tanya Snape dengan dingin.
'Tidak,' kata Harry dengan getir, sambil bangkit dari lantai.
'Kukira begitu,' kata Snape sambil mengamatinya dengan
seksama. 'Kau membiarkan aku masuk terlalu jauh. Kau kehilangan kendali.'
'Apakah Anda melihat semua yang kulihat?' Harry bertanya,
tidak yakin apakah dia ingin mendengar jawabannya.
'Kilasan-kilasan,' kata Snape, bibirnya melengkung. 'Milik
siapa anjing itu?'
'Bibiku Marge,' Harry bergumam, sambil membenci Snape.
'Well, untuk percobaan pertama itu tidak terlalu
buruk,' kata Snape sambil mengangkat tongkatnya sekali lagi. 'Kau berhasil
menghentikanku pada akhirnya, walaupun kau menghabiskan waktu dan energi dengan
berteriak. Kau harus tetap fokus. Tolak aku dengan otakmu dan kau tidak akan
perlu terpaksa menggunakan tongkatmu.'
'Aku sedang berusaha,' kata Harry dengan marah, 'tapi kau
tidak memberitahuku bagaimana caranya!'
'Tata krama, Potter,' kata Snape dengan berbahaya.
'Sekarang, aku mau kau menutup matamu.'
Harry memberinya pandangan tidak senang sebelum melakukan
apa yang disuruh. Dia tidak suka gagasan berdiri di sana dengan mata tertutup
sementara Snape menghadapinya, sambil membawa sebuah tongkat.
'Bersihkan pikiranmu, Potter,' kata suara dingin Snape.
'Lepaskan semua emosi ...'
Tetapi kemarahan Harry kepada Snape terus menderu melewati
nadinya seperti bisa. Lepaskan kemarahannya? Dia bisa melakukannya semudah
melepaskan kakinya ...
'Kau tidak melakukannya, Potter ... kau perlu lebih banyak
disiplin daripada ini ... fokus, sekarang ...'
Harry mencoba mengosongkan pikirannya, mencoba tidak
berpikir, atau mengingat, atau merasakan ...
'Ayo coba lagi ... pada hitungan ketiga ... satu -- dua --
tiga -- Legilimens!'
Seekor naga hitam besar sedang berdiri dengan kaki
belakangnya di depannya ... ayah dan ibunya sedang melambai kepadanya dari
sebuah cermin sihir ... Cedric Diggory sedang terbaring di atas tanah dengan
mata hampa menatapnya ...
'TIDAAAAAAAK!'
Harry berlutut lagi, wajahnya terbenam dalam tangannya,
otaknya berpacu seolah-olah seseorang telah mencoba menariknya dari tengkoraknya.
'Bangun!' kata Snape dengan tajam. 'Bangun! Kau tidak
berusaha, kau tidak mencoba. Kau membiarkan aku memasuki memori-memori yang kau
takuti, menyerahkan senjata kepadaku!'
Harry berdiri lagi, jantungnya berdebar dengan liar
seolah-olah dia benar-benar baru melihat Cedric mati di pekuburan itu. Snape
tampak lebih pucat daripada biasa, dan lebih marah, walaupun tidak semarah Harry.
'Aku -- sedang -- berusaha,' dia berkata melalui gigi-gigi
yang dikertakkan.
'Kusuruh kau mengosongkan dirimu dari emosi!'
'Yeah? Well, kudapati itu sulit dilakukan saat
ini,' Harry menggeram.
'Kalau begitu kau akan mendapati dirimu sebagai mangsa
mudah untuk Pangeran Kegelapan!' kata Snape dengan kejam. 'Orang-orang bodoh
yang mengenakan hati mereka dengan bangga di lengan baju mreeka, yang tidak bisa
mengendalikan emosi mereka, yang berkubang dalam ingatan-ingatan menyedihkan dan
membiarkan diri mereka dihasut dengan mudah -- orang-orang lemah, dengan kata
lain -- mereka tidak punya peluang melawan kekuasaannya! Dia akan memasuki
pikiranmu dengan begitu mudahnya, Potter!'
'Aku tidak lemah,' kata Harry dengan suara rendah,
kemarahan sekarang terpompa dalam dirinya sehingga dia mengira dia mungkin
menyerang Snape dalam beberapa saat.
'Kalau begitu buktikan! Kuasai dirimu!' ludah Snape.
'Kendalikan amarahmu, disiplinkan pikiranmu! Kita akan coba lagi! Sedia,
sekarang! Legilimens!'
Dia sedang mengamati Paman Vernon memaku kotak surat
hingga tertutup ... seratus Demetor melayang menyeberangi danau di halaman
sekolah ke arahnya ... dia sedang berlari menyusuri sebuah lorong tanpa jendela
bersama Mr Weasley ... mereka semakin dekat dengan pintu hitam polos di ujung
koridor itu ... Harry menduga akan melewatinya ... tetapi Mr Weasley menuntunnya
ke kiri, menuruni serangkaian anak tangga batu ...
'AKU TAHU! AKU TAHU!'
Dia bertumpu pada kaki dan tangannya lagi di lantai kantor
Snape, bekas lukanya menusuk-nusuk tidak menyenangkan, tetapi suara yang baru
saja keluar dari mulutnya penuh kemenangan. Dia mendorong dirinya bangkit lagi
untuk mendapati Snape sedang menatapnya, tongkatnya terangkat. Tampaknya
seolah-olah, kali ini, Snape telah mengangkat mantera itu sebelum Harry bahkan
mencoba melawan.
'Kalau begitu apa yang terjadi, Potter?' dia bertanya
sambil memandang Harry dengan sungguh-sungguh.
'Aku melihat -- aku ingat,' Harry terengah-engah. 'Aku
baru saja menyadari ...'
'Menyadari apa?' tanya Snape dengan tajam.
Harry tidak menjawab seketika; dia masih merasakan saat
kesadaran yang mengaburkan sementara dia menggosok keningnya ...
Dia telah bermimpi tentang sebuah koridor tak berjendela
yang berakhir pada sebuah pintu terkunci selama berbulan-bulan, tanpa sekalipun
menyadari bahwa tempat itu nyata. Sekarang, melihat memori itu lagi, dia tahu
bahwa selama ini dia telah memimpikan koridor yang dilaluinya bersama Mr Weasley
pada tanggal dua belas Agustus selagi mereka bergegas ke ruang sidang di
Kementerian; koridor yang mengarah ke Departemen Misteri dan Mr Weasley ada di
sana pada malam dia diserang oleh ular Voldemort.
Dia memandang Snape.
'Apa yang ada di Departemen Mister?'
'Apa katamu?' Snape bertanya pelan dan Harry melihat,
dengan kepuasan mendalam, bahwa Snape terkesima.
'Kubilang, apa yang ada di Departemen Misteri, sir?'
Harry berkata.
'Dan kenapa,' kata Snape lambat-lambat, 'kau menanyakan
hal semacam ini?'
'Karena,' kata Harry sambil mengamati wajah Snape dengan
seksama, 'koridor itu yang baru saja kulihat -- aku telah memimpikannya selama
berbulan-bulan -- aku baru saja mengenaliknyaa -- koridor itu mengarah ke
Departemen Misteri ... dan kukira Voldemort mau sesuatu dari --'
'Sudah kubilang padamu jangan sebut nama Pangeran Kegelapan!'
Mereka saling melotot. Bekar luka Harry membara lagi, tetapi dia tidak peduli.
Snape tampak gelisah; tetapi ketika dia berbicara lagi dia terdengar seolah-olah
sedang mencoba tampak tenang dan tidak kuatir.
'Ada banyak hal di Departemen Misteri, Potter, sedikit
yang bisa kau mengerti dan tak satupun yang berkaitan denganmu. Apakah
perkataanku jelas?'
'Ya,' Harry berkata, masih menggosok-gosok bekas lukanya
yang menusuk-nusuk, yang semakin menyakitkan.
'Aku mau kau kembali ke sini waktu yang sama hari Rabu.
Saat itu kita akan meneruskan kerja.'
'Baik,' kata Harry. Dia putus asa ingin keluar dari kantor
Snape dan menemukan Ron dan Hermione.
'Kau harus menyingkirkan dari pikiranmu semua emosi setiap
malam sebelum tidur; mengosongkannya, membuatnya hampa dan tenang, kau
mengerti?'
'Ya,' kata Harry, yang hampir tidak mendengarkan.
'Dan kuperingatkan, Potter ... aku akan tahu kalau kau
tidak berlatih.'
'Benar,' Harry bergumam. Dia memungut tas sekolahnya,
mengayunkannya lewat bahunya dan bergegas menuju pintu kantor. Ketika dia
membukanya, dia memandang sekilas kepada Snape, yang memalingkan punggungnya
kepada Harry dan sedang mengumpulkan pikiran-pikirannya sendiri keluar dari
Pensieve dengan ujung tongkatnya dan meletakkan kembali dengan hati-hati ke
dalam kepalanya sendiri. Harry pergi tanpa sepatah katapun, menutup pintu dengan
hati-hati di belakangnya, bekas lukanya masih berdenyut menyakitkan.
Harry menemukan Ron dan Hermione di perpustakaan, di mana
mereka sedang mengerjalkan tumpukan terbaru pekerjaan rumah dari Umbridge.
Murid-murid yang lain, hampir semuanya kelas lima, duduk di meja-meja yang
diterangi lampu di dekat sana, dengan hidung dekat ke buku, pena bulu
mencoret-coret dengan tergesa-gesa, sementara langit di luar jendela-jendela
semakin hitam. Satu-satunya suara lain adalah decit ringan salah satu suara
Madam Pince, selagi penjaga perpustakaan itu berjalan di gang-gang dengan
mengancam, bernapas pada leher-leher mereka yang menyentuh buku-bukunya yang
berharga.
Harry merasa gemetaran; bekas lukanya masih sakit, dia
merasa hampir seperti demam.
Ketika dia duduk di seberang Ron dan Hermione, dia melihat
pantulan dirinya di jendela seberang; dia sangat putih dan bekas lukanya
tampaknya lebih jelas daripada biasa.
'Bagaimana?' Hermione berbisik, dan kemudian, tampak
kuatir. 'Apakah kau baik-baik saja, Harry?'
'Yeah ... baik ... aku tak tahu,' kata Harry tidak
sabaran, sambil mengerenyit ketika rasa sakit menusuk bekas lukanya lagi.
'Dengar ... aku baru saja menyadari sesuatu.'
Dan dia memberitahu mereka apa yang baru saja dia lihat
dan tarik kesimpulan.
'Jadi ... jadi kau sedang mengatakan ...' bisik Ron,
selagi Madam Pince lewat, sambil mencicit sedikit, 'bawa senjata itu -- benda
yang sedang dikejar Kau-Tahu-Siapa -- ada di dalam Kementerian Sihir?'
'Di Departemen Misteri, pasti di sana,' Harry berbisik.
'Aku melihat pintu itu ketika ayahmu membawaku turun ke ruang sidang untuk
dengar pendapatku dan pastilah itu pintu yang sama dengan yang sedang dikawalnya
ketika ular itu menggigitnya'
Hermione mengeluarkan napas panjang lambat-lambat.
'Tentu saja,' dia berkata dengan berbisik.
'Tentu saja apa?' kata Ron agak tidak sabaran.
'Ron, pikirkanlah ... Sturgis Podmore sedang mencoba
melalui sebuah pintu di Kementerian Sihir ... pastilah yang satu itu, terlalu
banyak kebetulan!'
'Bagaimana bisa Sturgis mencoba mendobrak masuk kalau dia
ada di pihak kita?' kata Ron.
'Well, aku tidak tahu,' Hermione mengakui. 'Itu
sedikit aneh ...'
'Jadi apa yang ada di Departemen Misteri?' Harry bertanya
kepada Ron. 'Apakah ayahmu pernah menyebut apapun tentang itu?'
'Aku tahu mereka menyebut orang-orang yang bekerja di sana
"Yang-Tak-Boleh-Disebut",' kata Ron sambil merengut. 'Karena tak
seorangpun tampaknya benar-benar tahu apa yang mereka kerjakan -- tempat yang
aneh untuk menyimpan senjata.'
'Tidak aneh sama sekali, masuk akal sekali,' kata
Hermione. 'Kuduga pastilah sesuatu yang rahasia besar yang sedang dikembangkan
Kementerian ... Harry, apakah kau yakin kau baik-baik saja?'
Karena Harry baru saja menggosokkan kedua tangannya di
atas keningnya seolah-olah mencoba menyetrikanya.
'Yeah ... baik ... ' dia berkata sambil menurunkan
tangannya yang masih bergetar. 'Aku hanya merasa sedikit ... aku tidak terlalu
suka Occlumency.'
'Kurasa semua orang akan merasa gemetaran kalau pikiran
mereka diserang terus-menerus,' kata Hermoine bersimpati. 'Lihat, mari kembali
ke ruang duduk, kita akan sedikit lebih nyaman di sana.'
Tetapi ruang duduk padat dan penuh pekik tawa dan
kegembiraan; Fred dan George sedang mendemonstrasikan barang dagangan terbaru
toko lelucon mereka.
'Topi Tanpa-Kepala!' teriak George, sementara Fred
melambaikan sebuah topi runcing yang dihiasi dengan bulu halus merah jambu
kepada murid-murid yang sedang menyaksikan. 'Masing-masing dua Galleon, amati
Fred, sekarang!'
Fred memakaikan topi ke kepalanya sambil tersenyum. Selama
sedetik dia hanya tampak agak bodoh; lalu topi maupun kepalanya hilang.
Beberapa anak perempuan menjerit, tetapi semua orang yang
lainnya tertawa bergemuruh.
'Dan lepas lagi!' teriak George, dan tangan Fred
meraba-raba sejenak di apa yang tampak seperti udara kosong di atas bahunya;
lalu kepalanya muncul lagi ketika dia melepaskan topi berbulu merah jambu itu.
'Kalau begitu bagaimana cara kerja topi-topi itu?' kata
Hermione, teralihkan dari pekerjaan rumahnya dan mengamati Fred dan George
dengan seksama. 'Maksudku, jelas itu semacam Mantera Kasat Mata, tapi agak
pintar bisa memperluas bidang kasat matanya melebihi batas-batas benda yang
disihir ... walaupun kubayangkan mantera itu tidak akan bertahan lama.'
Harry tidak menjawab; dia merasa tidak enak badan.
'Aku akan mengerjakan ini besok,' dia bergumam sambil
mendorong buku-buku yang baru dikeluarkannya dari tasnya kembali ke dalam.
'Well, tulis di dalam perencana peermu kalau
begitu!' kata Hermione mendorong. 'Agar kau tidak lupa!'
Harry dan Ron saling berpandangan ketika dia meraih ke
dalam tasnya, mengeluarkan perencana itu dan membukanya dengan coba-coba.
'Jangan biarkan sampai kemudian, kau si nomor dua!'
caci buku itu selagi Harry menuliskan pekerjaan rumah Umbridge. Hermione
tersenyum kepada buku itu.
'Kukira aku akan pergi tidur,' kata Harry sambil
menjejalkan perencana peer itu kembali ke dalam tasnya dan membuat catatan batin
untuk menjatuhkannya ke dalam api pada kesempatan pertama yang didapatkannya.
Dia berjalan menyeberangi ruang duduk, mengelak dari
George, yang mencoba memakaikan sebuah Topi Tanpa-Kepala kepadanya, dan
mencapai tangga batu yang tenang dan sejuk menuju kamar asrama anak-anak
laki-laki. Dia merasa mual lagi, seperti yang dirasakannya pada malam dia
mendapatkan penglihatan tentang ular itu, tetapi berpikir bahwa kalau saja dia
bisa berbaring sebentar dia akan baik-baik saja.
Dia membuka pintu kamar asramanya dan sudah masuk
selangkah ketika dia merasakan sakit yang begitu hebat sehingga dia mengira
seseorang pasti mengiris puncak kepalanya. Dia tidak tahu di mana dia, apakah
dia sedang berdiri atau berbaring, dia bahkan tidak tahu namanya sendiri.
Tawa maniak berdengung di telinganya ... dia lebih gembira
daripada yang dialaminya selama waktu yang amat panjang ... kegirangan, luar
biasa bahagia, kemenangan ... suatu hal yang sangat bagus, sangat bagus telah
terjadi ...
'Harry? HARRY!'
Seseorang telah memukulnya di sekitar wajah. Tawa tidak
waras itu disela dengan jeritan kesakitan. Kebahagiaan merembes keluar darinya,
tetapi tawa itu berlanjut ...
Dia membuka matanya dan, ketika berbuat demikian, dia
menjadi sadar bahwa tawa liar itu keluar dari mulutnya sendiri. Saat dia
menyadari ini, tawa itu hilang; Harry terbaring terengah-engah di atas lantai,
menatap langit-langit, bekas luka di keningnya berdenyut mengerikan. Ron sedang
membungkuk di atasnya, terlihat sangat kuatir.
'Apa yang terjadi?' dia berkata.
'Aku ... tak tahu ...' Harry terengah-engah, sambil duduk
lagi. 'Dia benar-benar senang ... benar-benar senang ...'
'Kau-Tahu-Siapa?'
'Sesuatu yang bagus terjadi,' gumam Harry. Dia gemetaran
hebat seperti yang terjadi setelah melihat ular itu menyerang Mr Weasley dan
merasa sangat mual. 'Sesuatu yang telah dia harapkan.'
Kata-kata itu datang, seperti dulu di ruang ganti
Gryffindor, seolah-olah seorang asing sedang mengucapkannya melalui mulut Harry,
tetapi dia tahu kata-kata itu benar. Dia mengambil napas dalam-dalam, memaksa
dirinya untuk tidak muntah pada Ron. Dia sangat senang Dean dan Seamus tidak ada
di sini untuk menonton kali ini.
'Hermione menyuruhku datang dan memeriksamu,' kata Ron
dengan suara rendah, sambil membantu Harry bangkit. 'Dia bilang pertahananmu
akan rendah saat ini, setelah Snape bermain-main dengan pikiranmu ... tetap
saja, kurasa akan membantu dalam jangka panjang, bukan?' Dia memandang Harry
dengan ragu selagi membantunya menuju tempat tidurnya. Harry mengangguk tanpa
keyakinan dan merosot kembali ke bantalnya, sakit di sekujur tubuhnya akibat
jatuh ke lantai begitu seringnya malam itu, bekas lukanya masih membara
menyakitkan. Dia tidak bisa tidak merasa bahwa usaha pertamanya pada Occlumency
telah melemahkan pertahanan pikirannya bukannya menguatkannya, dan dia
bertanya-tanya, dengan perasaan gentar yang besar, apa yang telah terjadi yang
membuat Lord Voldemort merasa paling bahagia dalam empat belas tahun ini.
Previous | Home | Next |