XIII
PERNYATAAN BERLINDUNG (3)

Berlindung kepada Buddha artinya anda berkemauan untuk
menjalankan hidup
anda dengan mengenali atau menghubungkan diri dengan kesadaran
anda, belajar
bahwa setiap kali anda bertemu dengan naga, anda menanggalkan
lebih banyak
pakaian perang, khususnya yang menutupi hati anda. Itulah yang
kita lakukan
selama di dathun ini, melepaskan baju perang, menanggalkan
pelindung kita,
melepaskan semua yang menutupi kebijaksanaan dan kelembutan
serta sifat
bangkit kita. Kita tidak sedang berusaha menjadi seseorang yang
bukan diri
kita; sebaliknya, kita menemukan kembali, berhubungan kembali
dengan siapa
diri kita. Jadi, saat kita berkata, “Saya berlindung pada
Buddha,” itu
artinya saya berlindung pada keberanian dan potensi tanpa takut
yang
membuang semua baju besi yang menutupi kelemahan saya. Saya
sadar; saya akan
menjalani masa hidup saya untuk menanggalkan baju besi ini.
Tidak ada orang
lain yang dapat menanggalkannya untukku karena tidak ada orang
lain yang
tahu di mana letak semua kunci-kuncinya, tidak ada orang lain
yang tahu
titik mana yang terkunci rapat, di mana diperlukan tenaga kuat
untuk
melepaskan ikatan besi yang sangat kokoh itu. Saya mungkin
menghadapi
ritsleting yang dipenuhi gembok sepanjang jalurnya. Setiap kali
bertemu
dengan naga, saya membuka sebanyak mungkin gembok yang bisa
saya buka;
akhirnya, saya akan mampu membuka ritsleting itu. Saya boleh
berkata kepada
anda, “Sederhana saja. Kalau anda bertemu dengan naga, anda
hanya perlu
membuka gembok, lalu ritsleting anda akan terlepas.” Dan anda
berkata, “Apa
yang ia bicarakan?” karena anda telah menjahit tangan kiri anda
dengan
benang besi. Setiap kali bertemu dengan naga, anda harus
mengeluarkan
senjata khusus, yang telah anda sembunyikan di dalam sebuah
kotak berikut
semua barang berharga yang anda miliki, untuk memutuskan ikatan
benang-benang itu, sebanyak yang anda mampu, hingga anda mulai
muak dengan
merasa takut serta berkata, “Sekarang cukuplah.” Lalu, anda
mulai menjadi
lebih sadar dan lebih dekat dengan hakekat Buddha anda, bersama
dengan
Buddha —anda mengerti maksud berlindung pada Buddha. Kepada
orang yang
kemudian anda temui, anda katakan, “Mudah sekali. Yang perlu
anda lakukan
hanyalah mengeluarkan senjata dari kotak berharga anda dan
kemudian
mulailah.” Lalu, mereka melihat ke arah anda dan berkata, “Apa
yang ia
katakan?” karena mereka mempunyai sepatu boot besar yang
menutupi tubuh dan
kepala mereka. Satu-satunya cara untuk mulai melepaskan alas
kaki itu adalah
menanggalkan solnya, dan mereka akan tahu bahwa setiap kali
mereka bertemu
naga, mereka harus mulai mengupas. Jadi, anda harus
melakukannya sendiri.
Instruksi dasarnya sederhana: mulailah menanggalkan baju besi.
Itulah yang
bisa dikatakan setiap orang untukmu. Tidak ada yang bisa
memberitahu anda
bagaimana melakukannya karena anda adalah satu-satunya orang
yang tahu
bagaimana awal mula anda mengunci diri dan dari sanalah anda
memulai usaha
ini.
Berlindung kepada Dharma adalah, secara tradisional, berlindung
kepada
ajaran-ajaran Sang Buddha. Yah, ajaran-ajaran Sang Buddha
adalah:
lepaskanlah dan terbukalah pada dunia anda. Sadari bahwa
mencoba melindungi
wilayah kekuasaan anda, mencoba menjaga wilayah kekuasaan anda
agar tetap
tertutup dan aman, adalah penuh dengan kesengsaraan dan
penderitaan. Usaha
ini mengunci anda di dalam sebuah dunia yang kecil, dangkal,
bau, dan
tertutup, yang membuat anda menjadi semakin takut terhadap yang
tidak bisa
dilakukan dan semakin membawa penderitaan seiring dengan
semakin menuanya
anda. Dengan bertambah tua usia anda, semakin sukarlah
menemukan pintu
keluar. Tatkala berumur dua belas tahun, saya membaca dalam
majalah “Life”
artikel yang berjudul, “Agama-agama Dunia”. Artikel mengenai
Konghucu
berbunyi kira-kira seperti ini, “Saat anda mencapai umur lima
puluh tahun,
jika selama itu anda telah menanggalkan pakaian besimu
(Konghucu
menyatakannya dengan kata-katanya sendiri), maka anda telah
memantapkan
suatu pola pikiran bagi sisa hidup anda untuk tidak akan bisa
berhenti. Anda
akan terus menanggalkan baju besi itu. Namun, pada usia lima
puluh tahun
itu, jika anda mengenakan baju perang itu dengan baik, menjaga
ritsleting
anda tetap tertutup rapat, menjaga sepatu boot itu tetap
dipakai dengan cara
apa pun, maka tidak peduli apa pun yang terjadi, sukarlah bagi
anda untuk
berubah lagi.” Apakah benar atau tidak, hal ini membuat saya
ketakutan
setengah mati tatkala berumur dua belas tahun. Ini  menjadi
motivasi utama
dalam hidup saya. Saya bertekad bagaimanapun juga untuk tumbuh
berkembang
dan tidak terpaku.
Jadi, berlindung pada Dharma --ajaran-ajaran Sang Buddha--
adalah mengenai
hal-hal ini. Dari sudut pandang yang lebih luas, Dharma juga
berarti
keseluruhan hidup anda. Ajaran-ajaran Sang Buddha adalah
mengenai usaha
untuk  melepaskan dan menjadi terbuka: anda menerapkannya pada
saat
berhubungan dengan orang lain, berhubungan dalam berbagai
situasi,
berhubungan dengan pikiran anda, berhubungan dengan emosi-emosi
anda. Tujuan
hidup anda bukanlah menghasilkan uang sebanyak mungkin,
bukanlah menikmati
perkawinan yang sempurna, bukanlah mendirikan Vihara Gampo. Ini
semua tidak
ada hubungannya. Anda menjalani kehidupan tertentu, dan dalam
kehidupan apa
pun yang anda jalani, terdapat suatu wahana untuk bangkit.
Hidup sebagai
seorang ibu yang mengasuh anak, itulah wahana untuk bangkit.
Hidup sebagai
seorang artis, itulah wahana untuk bangkit. Hidup sebagai
seorang pekerja
bangunan, itulah wahana untuk bangkit. Hidup sebagai seorang
pensiunan yang
sedang menjalani hari-hari tua, itulah wahana untuk bangkit.
Hidup seorang
diri dan kesepian serta berharap untuk mempunyai teman hidup,
itulah wahana
untuk bangkit. Hidup dalam keluarga besar dan berharap
mempunyai lebih
banyak waktu luang, itulah wahana untuk bangun. Apa pun yang
anda miliki,
itulah dia. Tidak ada situasi yang lebih baik daripada yang
sedang anda
hadapi. Situasi itu tercipta untuk anda. Situasi itu akan
menunjukkan pada
anda segala sesuatu yang perlu anda ketahui mengenai tempat
ritsleting anda
tersangkut dan tempat anda bisa melakukan lompatan. Jadi,
itulah makna
berlindung pada Dharma. Ini berkaitan dengan menemukan ruang
terbuka, tidak
tertutup oleh baju perang besi.

XIII
PERNYATAAN BERLINDUNG (4)

Berlindung pada Sangha juga sama halnya. Ini tidak berarti
bahwa kita
bergabung dalam sebuah kelompok dan berteman baik, membahas
agama Buddha
bersama-sama, memahami dengan penuh kebijakan, dan mengkritik
orang-orang
yang tidak sepaham dengan kita. Berlindung pada Sangha berarti
berlindung
pada persamuan orang-orang yang telah mengabdikan hidup mereka
untuk
menanggalkan baju perang. Jika kita hidup dalam keluarga yang
semua
anggotanya menanggalkan baju perang, maka salah satu cara
paling efektif
untuk mempelajari cara melakukannya ialah saling memberikan
saran dan
berbagi pengalaman, serta hidup dalam kasih sayang satu dengan
yang lain.
Pada saat seseorang sedih dan mulai terhanyut dalam perasaannya
itu,
orang-orang akan menegurnya, “Oh, anda sungguh kasihan,” atau,
“Demi Peter,
tinggalkanlah itu.” Akan tetapi, jika anda sedang menanggalkan
baju besi
anda dan anda tahu bahwa orang lain juga sedang melakukannya,
ada suatu cara
bagi anda untuk memberinya hadiah Dharma. Dengan penuh rasa
simpati dan
kasih sayang, atas dasar pengalaman anda tentang hal-hal yang
mungkin
dikerjakan, anda memberikan kepada mereka kebijaksanaan yang
mungkin telah
diberikan orang lain kepada anda saat anda hidup dalam
kesengsaraan. Anda
memberikan semangat untuk tidak tenggelam dalam kesedihan,
tetapi
menyadarinya sebagai kesempatan untuk tumbuh, dan bahwa semua
orang juga
menjalani usaha ini. Dengan perkataan lain, Sangha adalah
orang-orang yang
melibatkan diri dalam usaha menolong semua orang untuk
menanggalkan baju
besi mereka, tanpa mendorong mereka untuk tenggalam dalam
kelemahan
masing-masing dan untuk cenderung mengenakan baju besi itu.
Apabila kita
melihat seseorang gagal atau dengan keras kepala berkata,
“Tidak, saya suka
baju besi ini,” ada kesempatan untuk mengatakan sesuatu tentang
kenyataan
bahwa di dalam baju besi itu terdapat banyak luka bernanah, dan
secercah
sinar matahari tidak akan melukainya sedikit pun. Itulah yang
perlu
diperhatikan dalam pernyataan berlindung pada Sangha.
Menyatakan berlindung pada Tiga Mestika sama sekali bukanlah
mencari
perlindungan dari sudut pandang konvensional. Sama halnya
dengan mencari
pulau gersang di tengah samudera setelah kapal karam --”Wah!
Itu pulau!”--
dan kemudian berdiri di sana menyaksikan pulau itu lambat laun,
hari demi
hari,  tertutup oleh air laut. Berlindung pada Buddha, Dharma,
dan Sangha
adalah seperti ini.
Pada saat kita menyadari kebutuhan untuk menanggalkan baju
besi, kita bisa
berlindung dalam kesadaran dan tekad kita untuk tidak
memakainya lagi
melalui perlindungan pada Buddha. Kita bisa berlindung pada
ajaran Sang
Buddha dan kita bisa berlindung pada Sangha, keluarga kita,
orang-orang yang
mengabdikan hidupnya untuk mengikuti ajaran Sang Buddha, yang
padanya kita
bisa minta dukungan dan saran.
Trungpa Rinpoche memberikan sebuah definisi terhadap pernyataan
berlindung
yang kemudian dituliskan di majalah dinding kita. Definisi itu
dimulai
dengan pernyataan umum, “Karena segala sesuatu adalah
telanjang, bebas dari
ketertutupan, tidak ada yang dicapai atau disadari.” Akan
tetapi, Rinpoche
melanjutkannya dan membuatnya menjadi lebih jelas. “Latihan
setiap hari
bertujuan mengembangkan sikap penerimaan dan keterbukaan
sepenuhnya pada
semua situasi, emosi, dan masyarakat. Penerimaan dan
keterbukaan sepenuhnya
pada semua situasi, emosi, dan masyarakat, mengalami segala
sesuatu
sepenuhnya tanpa pembatasan atau pengurungan, sehingga
seseorang tidak lepas
atau berpusat pada dirinya sendiri.” Itulah sebabnya kita
berlatih.

XIV
TIDAK MEMILIH SAMSARA MAUPUN NIRVANA (1)

Pagi ini, saya akan membicarakan kondisi untuk tidak memilih
samsara atau
pun nirvana. Samsara adalah lingkaran berbisa kehidupan;
nirvana adalah
lenyapnya kebodohan dan emosi-emosi yang bersengketa, dan
karenanya
kemerdekaan dari kelahiran kembali di alam samsara. Banyak
ajaran-ajaran
mahamudra (suatu keadaan di mana semua pengalaman di
transformasikan ke
dalam pengetahuan transendental dan cara-cara trampil) tentang
hakekat
pikiran membahas keheningan dan keterlibatan. Jika anda hendak
mengupas
habis fenomena, yang akan diperoleh adalah keheningan dan
keterlibatan:
ruang, dan semua yang terus-menerus lahir dari ruang, dan
kembali ke
ruang --keheningan dan keterlibatan. Kadang-kadang, itu disebut
latar
belakang dan latar depan. Dalam hal mana pun, yang akan saya
bicarakan
adalah tidak memilih keheningan maupun keterlibatan, atau anda
boleh
katakan, tidak lebih menyukai kesibukan samsara ataupun
keheningan nirvana.
Biasanya ada semacam prasangka. Ada dua macam penyakit jiwa
manusia. Yang
satu ialah terlalu penuh dengan kecemasan, ketakutan, dan
harapan, menyukai
dan tidak menyukai, dan semacamnya: pekerjaan, keluarga,
asmara, rumah,
mobil, uang, liburan, hiburan, gunung, gurun, Eropa, Meksiko,
Jamaika,
Lubang Hitam Kalkuta, penjara, perang atau damai, dan
sebagainya. Begitu
banyak di antara kita yang terikat dengan segala sesuatu yang
terjadi,
terjerat oleh peristiwa seolah-olah terperangkap dalam pusaran
air. Di dalam
samsara, kita terus berusaha menghindari rasa sakit dengan cara
mengejar
kenikmatan, dan dalam melakukan hal itu, kita cuma terus
berputar dan
berputar. Saya begitu panas sehingga membuka semua jendela,
kemudian saya
kedinginan dan memakai sweater. Lalu, terasa gatal sehingga
saya oleskan
krim, kemudian terasa lengket, jadi saya mandi. Lalu, saya
kedinginan
sehingga saya tutupi jendela, dan seterusnya, dan seterusnya.
Saya kesepian,
lalu saya menikah, kemudian saya selalu bertengkar dengan suami
atau isteri
saya, karena itu saya mulai terlibat skandal cinta dengan orang
lain, lalu
suami atau isteri saya mengancam untuk meninggalkan saya dan
saya terangkap
dalam kebingungan untuk harus berbuat apa, dan seterusnya, dan
seterusnya.
Kita mencoba keluar dari kuali mendidih untuk masuk ke dalam
bahan yang
sejuk, selalu mencoba melarikan diri, dan karenanya tidak
pernah benar-benar
sepenuhnya tenang dan menghargai kehidupan. Itulah yang disebut
samsara.
Dengan kata lain, bagaimana juga kita memiliki apriopri
terhadap suatu
peristiwa, jadi kita selalu bergerak dalam kerangka kerja untuk
mencoba
mendapatkan kenikmatan melalui keyakinan-keyakinan politis,
filosofi, agama,
dan segala macam hal, mencoba mendapatkan kesenangan di dalam
semua yang
ada.
Penyakit jiwa yang lain lagi --yang juga sama umumnya-- adalah
terikat pada
kedamaian dan ketenangan, atau kebebasan, atau kemerdekaan.
Ketika saya
sedang berjalan-jalan, saya menjumpai  beberapa orang yang
membentuk suatu
kelompok berdasarkan pada kepercayaan bahwa suatu piring
terbang akan segera
datang dan membawa mereka pergi dari semua ini. Mereka menunggu
kedatangan
piring terbang itu untuk membebaskan mereka dari kesemrawutan
bumi ini.
Mereka berbicara tentang bagaimana melampaui dunia yang
mengerikan ini,
mencapai ruang angkasa, kejernihan, dan kebahagiaan keadaan
tanpa rintangan,
yang benar-benar bebas. Ketika kapal ruang angkasa itu membawa
mereka pergi,
mereka akan menuju ke suatu tempat di mana tidak terdapat
masalah apapun.
Inilah yang juga kita lakukan dengan cara yang tidak kita
sadari. Jika kita
sedang mengalami peristiwa yang membahagiakan, kita
menginginkannya untuk
terus berlangsung. Itulah kecanduan, ingin merasa enak
selamanya, tetapi
biasanya berakhir tidak seperti yang diharapkan. Namun, itu
adalah penyakit
jiwa yang sangat umum, terjerat oleh keinginan untuk seperti
itu selamanya,
ingin tinggal di ruang bebas, seperti beberapa teman saya di
tahun tujuh
puluhan yang memutuskan untuk menelan LSD setiap hari agar bisa
berada di
alam luar sana untuk selamanya. Kadang-kadang, keinginan itu
diekspresikan
dengan cara mengatur hidup anda dengan cara sedemikian rupa
sehingga tenang,
sangat lembut, sangat sederhana; anda menjadi begitu terikat
padanya
sehingga terus menginginkan kondisinya tetap seperti itu. Anda
menolak
segala macam suasana yang berisik, seperti banyak anak-anak
atau anjing yang
berkeliaran ke dalam rumah dan mengacak segala macam benda. Ada
beberapa
orang yang memiliki pandangan atau pengertian bahwa hakekat
realita itu luas
dan indah --apa yang kadang-kadang disebut pandangan luhur--
tetapi kemudian
mereka menjadi tidak puas sama sekali pada kehidupan biasa.
Pandangan luhur
itu bukan memperkaya hidup mereka, melainkan pandangan membuat
mereka merasa
lebih miskin sepanjang waktu. Seringkali penyebab orang-orang
berubah dari
penyakit syaraf menjadi penyakit jiwa adalah mereka melihat
situasi lapang
dan harmonis serta betapa luasnya segala sesuatu, dan bagaimana
dunia ini
bekerja, tetapi kemudian mereka bergantung pada pemahaman itu
sea
bisa belajar berhenti di kala matahari terbenam dan kala
matahari terbit.
Kita bisa belajar mendengar angin, kita bisa belajar
memperhatikan bahwa
sedang turun hujan, salju, es batu, atau sedang cerah. Kita
bisa
menghubungkan diri dengan cuaca, yaitu diri kita sendiri, dan
kita dapat
menyadari itu sedih adanya. Semakin sedih suatu peristiwa, akan
semakin
banyaklah pelajarannya; semakin banyak pelajarannya, akan
semakin terbukalah
hati kita. Kita bisa berhenti berpikir bahwa peristiwa yang
berjalan mulus
dan tenang adalah baik, dan bahwa peristiwa yang berlangsung
kasar dan gelap
tidaklah baik. Jika kita mampu memahaminya dalam hati kita,
kita akan dapat
membuat secangkir teh yang tepat.

XIV
TIDAK MEMILIH SAMSARA MAUPUN NIRVANA (3)

Chogyam Trungpa Rinpoche menyukai ritual. Ia mengambil dari
semua
aliran --termasuk Tibet, Jepang, dan Inggris-- untuk
menciptakan ritual,
salah satu di antaranya ialah cara memasuki di dalam ruang
altar. Anda duduk
di dalam ruang sembahyang dan lalu tiba-tiba anda dengar
derakan tongkat
upacara (gandi), dan bunyi “ping” dari gong kecil, dan dentang
genderang
besar: “krak”, “ping”, “boom”, “krak”, “ping”, “boom”. Dengan
semakin
dekatnya bunyi itu, anda tahu bahwa Rinpoche sedang memasuki
ruangan. Lalu,
muncullah dia, dengan pengiring prosesinya. Ia baru saja
memasuki ruang
altar untuk memberikan ceramah, tetapi bagaimana pun, ritual
itu menciptakan
suatu lingkungan di mana ruangan akan terbuka luas. Anda merasa
seperti
berada di dalam sebuah ruang tanpa batas waktu. Waktu itu bukan
22 Juni
1989; bukan siang atau malam, atau suatu tanggal tertentu dalam
kalender,
yang ada hanya ruang. Ia tahu bahwa jika ia menciptakan semua
suara dan
ritual ini, kita semua akan menarik manfaat dari pengalaman
tanpa batas
waktu itu.
Nenek moyang kita telah memahami iklim, bahwa matahari terbit
dan terbenam,
dan tentang bumi, dan mereka menyelenggarakan upacara untuk
merayakan semua
itu. Dengan demikian, tidak seorang pun yang bisa melupakan
fakta bahwa kita
semua berhubungan, ritual pubertas, dan semua perayaan yang
lain dirancang
dengan baik, seperti sebuah tarian yang indah. Leluhur kita
tahu bagaimana
melakukan semua ini dan mereka menurunkan pengetahuan tentang
ini, dan
itulah yang disebut dengan silsilah. Rusa Hitam adalah seorang
suci suku
Indian Sioux di tahun 1880-an, suatu masa di mana suku tersebut
sedang
berkecil hati, kehilangan semangat, sebagai akibat cara hidup
mereka, yang
telah menerapkan suatu ikatan rasa saling berhubungan, sedang
terancam
punah. Namun, kondisinya masih cukup dini sehingga mereka belum
kehilangan
total. Pada waktu berusia sembilan tahun, ia melihat kuda-kuda
berdatangan
dari empat penjuru. Di satu arah kuda-kuda itu berwarna putih,
di arah yang
lain berwarna merah bata, di arah yang lain lagi berwarna
kuning, dan
satunya lagi berwarna hitam. Bersama kuda-kuda itu, datang
gadis-gadis yang
membawa barang suci, dan kakek-kakek yang menyanyikan ramalan.
Masing-masing
arah memiliki simbol ritualnya sendiri. Ia tidak menceritakan
penglihatannya
pada siapa pun karena ia yakin tidak akan ada orang yang
mempercayainya
nanti. Akan tetapi, ketika ia berumur tujuh belas tahun, ia
merasa ia agak
gila, jadi akhirnya ia mengungkapkannya pada dukun, yang segera
mengerti dan
berkata, “Kita harus melakukan sesuatu.” Mereka melakukan
semuanya, mencat
tubuh mereka seperti yang tampak dalam penglihatannya itu.
Ketika menginjak unur dua puluh tahun, segalanya telah
bercerai-berai. Ia
akhirnya bergabung dengan kelompok Pertunjukan Barat Liar
Buffalo Bill,
dengan orang-orang Indian yang lain. Mereka dibawa dengan
“kapal api” ke
Eropa untuk mengadakan sebuah pertunjukan di London bersama
semua kuda dan
pakaian Indian mereka. Satu malam, Ratu Victoria datang
menyaksikan
pertunjukan itu. Nah, anda tentu tidak mengira ada persamaan
antara Rusa
Hitam, seorang Oglala Sioux dari benua Amerika di tahun 1886,
dengan Ratu
Victoria, tetapi di malam itu tidak ada orang lain yang datang
--cuma Ratu
Victoria dengan kendaraan dan pengiringnya yang
berkilau-kilauan. Tatkala
pertunjukan usai, ia bangkit dan berjabat tangan dengan semua
pemain. Rusa
Hitam benar-benar menyukainya. Lalu ia menghormat pada mereka,
dan mereka
begitu terkesan padanya dan pada pembawaannya, sehingga para
perempuan
melakukan apa yang disebut tremolo dan para lelaki
bersorak-sorai, lalu
mereka semua memberi hormat padanya. Rusa Hitam menjulukinya
sebagai “Nenek
Inggris”. Ia begitu agung dan ramah. “Ia kecil dan gemuk, dan
ia baik
terhadap kita.” Sebulan kemudian, ia mengundang mereka ke pesta
ulang tahun
pernikahannya yang ke dua puluh lima. Seperti yang ia
ceritakan, ketika ia
dan orang-orang Indian lainnya tiba di bangunan yang besar itu,
setiap orang
berteriak, “Jubilee! Jubilee! Jubilee!” Rusa Hitam mengatakan
ia masih belum
tahu apa artinya itu, tetapi kemudian ia mampu memahami apa
yang dilihatnya.
Pertama-tama, dalam kereta kuda emasnya, datang Ratu Victoria,
semua kudanya
diselimuti dengan emas dan pakaiannya menyala-nyala keemasan.
Lalu, dalam
kereta hitam dengan kuda hitam, datang cucu-cucu Ratu, dan
dalam kereta
hitam dengan kuda abu-abu, datang sanak keluarganya. Ia
menggambarkan semua
kereta dan semua kuda itu, lalu semua orang tiba dalam pakaian
yang indah,
datang dengan menunggang kuda hitam berjambul. Keseluruhan
perayaan itu
memberi kesan pada mereka. Ia mengatakan bahwa sebelum perayaan
itu, ia
merasa seperti seseorang yang belum pernah memiliki suatu
penglihatan, namun
dengan melihat semua kemegahan dan keindahan itu, ia
berhubungan kembali
dengan hatinya. Tatkala Ratu Victoria dengan kereta kuda
emasnya melewati
orang-orang Indian, ia meminta keretanya berhenti dan ia
berdiri serta
memberi hormat lagi pada mereka. Sekali lagi, mereka
melemparkan semua
peralatan ke udara, bersorak-sorai, dan bergembira ria
melakukan tremolo,
dan lalu mereka beryanyi untuk Nenek Inggris. Hal itu
menggembirakan hati
mereka.
Ritual bisa berupa Ratu Inggris atau orang Indian itu. Ini,
bagaimana pun,
telah melampaui batasan waktu dan ruang. Dalam segala kasus,
saya pikir
selalu ada hubungan antara bercokolnya kesedihan dan keperihan
samsara di
dalam hati anda, dan pada waktu yang bersamaan, merasakan
perwujudan dan
kekuatan Matahari Timur Agung. Seluruh hidup kita bisa menjadi
ritual. Kita
bisa belajar berhenti di kala matahari terbenam dan kala
matahari terbit.
Kita bisa belajar mendengar angin, kita bisa belajar
memperhatikan bahwa
sedang turun hujan, salju, es batu, atau sedang cerah. Kita
bisa
menghubungkan diri dengan cuaca, yaitu diri kita sendiri, dan
kita dapat
menyadari itu sedih adanya. Semakin sedih suatu peristiwa, akan
semakin
banyaklah pelajarannya; semakin banyak pelajarannya, akan
semakin terbukalah
hati kita. Kita bisa berhenti berpikir bahwa peristiwa yang
berjalan mulus
dan tenang adalah baik, dan bahwa peristiwa yang berlangsung
kasar dan gelap
tidaklah baik. Jika kita mampu memahaminya dalam hati kita,
kita akan dapat
membuat secangkir teh yang tepat.

BAB XV
DHARMA YANG DIAJARKAN DAN DHARMA YANG DIALAMI (1)

Secara tradisional, ada dua cara mengungkapkan ajaran-ajaran
Sang Buddha:
dharma yang diajarkan dan dharma yang dialami. Dharma yang
diajarkan telah
ditampilkan secara terus-menerus dalam buku-buku dan
ceramah-ceramah dengan
cara yang murni dan segar sejak jaman Sang Buddha. Walaupun
semuanya berasal
dari India, dalam masa, ruang, dan kebudayaan yang sangat
berbeda dari yang
kita alami sekarang, saripati ajaran itu mampu menyebar hingga
ke Asia
Tenggara, Jepang, Cina, Korea, Vietnam dan Tibet --ke semua
tempat di mana
agama Buddha telah berkembang-- oleh orang-orang yang dapat
mengekspresikan
segala yang telah diajarkan kepada mereka. Hingga saat ini,
terdapat begitu
banyak buku-buku yang menguraikan tentang ajaran-ajaran dasar;
anda bisa
membaca buku karangan Joseph Goldstein, Ayya Khema, Suzuki
Roshi, Chogyam
Trungpa, Tarthang Tulku, atau hasil-hasil  terjemahan Herbert
Guenther.
Dengan begitu banyak cara, anda bisa membaca dan mendengarkan
ajaran, dan
kesemuanya mempunyai ciri khas yang berbeda-beda. Namun, anda
akan menemukan
bahwa jika anda memilih salah satu tema dari buku-buku itu,
seperti Empat
Kebenaran Mulia, kesunyian, atau welas asih, semuanya akan
berisi hal-hal
yang sama, berdasarkan gaya dan latar belakang mereka
masing-masing.
Ajaran-ajaran itu sama dan intisarinya juga.
Dharma yang diajarkan itu seperti permata-permata yang
berharga. Bagaikan
bodhicitta, permata itu dapat ditutupi debu, namun tidak
berubah oleh karena
debu. Ketika ada orang yang mengeluarkan permata itu di tempat
yang terang
dan menunjukkannya pada semua orang, permata itu akan
membangkitkan getaran
dalam hati dan batin orang-orang yang melihatnya. Ajaran-ajaran
itu juga
seperti lonceng emas indah yang tersembunyi dalam sebuah gua
yang dalam dan
gelap; jika ada orang yang membawanya ke luar dan
membunyikannya,
orang-orang akan dapat mendengar bunyinya. Itulah dharma yang
diajarkan.
Secara tradisional, disebutkan bahwa dharma dapat diajarkan,
tetapi
seseorang harus mempunyai telinga untuk bisa mendengarnya. Di
sini,
diberikan perumpamaan tiga pot. Jika anda seperti pot dengan
lubang besar di
bawahnya, maka dharma yang masuk hanya akan mengalir ke luar
dengan segera.
Jika anda seperti pot dengan ada racun di dalamnya, dharma
menjadi
terkontaminasi dan akan menjadi racun pula. Dengan kata lain,
jika anda
penuh dengan keresahan dan kepahitan, anda bisa mengkajinya
agar sesuai
dengan kepahitan dan kegelisahan anda. Jika pot itu dibalikkan,
tidak ada
yang bisa dimasukkan ke dalam pot itu. Anda harus sadar dan
terbuka untuk
mendengarkan dharma yang diajarkan.
Dharma yang dialami bukanlah dharma yang berbeda, walaupun
kadang-kadang
terasa cukup berlainan. Pengalaman yang umum adalah tatkala
anda
mendengarkan ajaran, ajaran itu menjalar ke dalam hati dan
batin anda, dan
anda merasa terilhami olehnya, tetapi anda tidak bisa
mengetahui kaitannya
dengan kehidupan anda sehari-hari. Ketika tekanan muncul, anda
kehilangan
pekerjaan,  atau orang yang anda kasihi meninggalkan anda, atau
sesuatu yang
lain terjadi dan emosi anda menjadi liar dan tidak
terkendalikan, anda tidak
dapat mengetahui apa kaitannya dengan Empat Kebenaran Mulia.
Rasa sakit
begitu hebat sehingga Empat Kebenaran Mulia tampak sebagai
sesuatu yang
menyedihkan. Trungpa Rinpoche suatu kali pernah berkata bahwa
dharma harus
dialami karena ketika sifat sejati hidup kita, termasuk di
dalamnya
rintangan, masalah, dan pengalaman-pengalaman yang membuat kita
mulai
bertanya-tanya, muncul semakin jelas, sekedar kepercayaan
filosofis tidak
akan mampu menjelaskan realita atas apa yang sedang kita alami.

BAB XV
DHARMA YANG DIAJARKAN DAN DHARMA YANG DIALAMI (2)

Apa yang akan anda temukan jika senantiasa mempelajari dharma
dan
mempraktekkan meditasi adalah bahwa tidak ada sesuatu pun yang
telah pernah
anda dengar tetapi terpisah dari hidup anda. Dharma adalah
studi tentang
kenyataan segala sesuatu, dan satu-satunya cara untuk dapat
menemukan
keadaan yang sebenarnya adalah dengan mempelajari diri anda.
Guru Zen,
Dogen, berkata, “Mengenali diri anda berarti melupakan diri
anda, dan jika
anda telah melupakan diri Anda, maka anda menjadi cerah oleh
segalanya.”
Mengenali diri anda atau mempelajari diri anda sendiri hanyalah
berarti
bahwa hidup anda adalah suatu pengalaman gembira, pengalaman
sedih,
pengalaman sembuh dan segar, pengalaman sakit. Itulah yang kita
punyai dan
itulah yang kita perlukan untuk mendapatkan pengalaman yang
hidup atas
dharma --untuk menyadari bahwa dharma dan hidup kita adalah
sama.
Saya terperanjat membaca kutipan pada papan pengumuman kemarin,
bunyinya,
“Latihan sehari-hari hanyalah untuk mengembangkan sikap
penerimaan dan
keterbukaan sepenuhnya terhadap semua situasi, emosi, dan
masyarakat.” Anda
membacanya, anda mendengarnya, dan mungkin saya bahkan telah
membicarakannya, tetapi pada dasarnya, apakah maknanya? Tatkala
membacanya,
anda seperti mengetahui apa artinya, tetapi ketika anda mencoba
melakukannya, usaha anda kelihatan bertentangan dengan
pernyataan itu, maka
pandangan awal anda atas makna tersebut akan buyar; anda
menemukan sesuatu
yang segar dan baru yang belum pernah anda sadari sebelumnya.
Pengalaman
pribadi akan dharma berarti hidup dengannya, mengujinya,
berusaha menemukan
apa arti sesungguhnya dalam hal anda kehilangan pekerjaan,
ditinggal
kekasih, sekarat karena penyakit kanker. “Terbukalah dan
terimalah semua
situasi dan masyarakat.” Bagaimana anda melakukannya?
Barangkali ini adalah
nasihat terburuk yang pernah diberikan pada anda, tetapi anda
harus
menemukan caranya sendiri.
Seringkali kita mendengar ajaran-ajaran itu dengan sikap
subyektif sehingga
kita berfikir bahwa kita sedang diberitahu sesuatu yang benar
dan sesuatu
yang salah. Akan tetapi, dharma tidak pernah mengatakan kepada
anda mana
yang benar dan mana yang salah. Dharma hanya mendorong anda
untuk menemukan
sendiri. Namun, karena kita harus menggunakan kata-kata, kita
membuat
pernyataan. Misalnya, kita katakan, “Latihan sehari-hari
hanyalah untuk
mengembangkan sikap penerimaan dan keterbukaan sepenuhnya atas
semua
situasi, emosi, dan masyarakat.” Ini kedengaran seperti apa
sesuatu yang
benar dan jika tidak melakukannya, berarti kita salah. Akan
tetapi, itu
bukan maksudnya. Yang dimaksudkan di sini adalah mendorong anda
menemukan
sendiri mana yang benar dan mana yang salah. Cobalah hidup
dengan cara itu
dan lihat apa yang terjadi. Anda akan berhadapan dengan semua
keraguan,
ketakutan, dan harapan, dan anda akan bergumul dengan itu
semua. Tatkala
anda mulai hidup dengan cara itu, dengan bertanya, “Apa makna
peristiwa  ini
yang sesungguhnya?”, anda akan menemukan bahwa hidup cukup
menarik. Tidak
berapa lama kemudian, anda akan lupa bahwa anda sedang
bertanya-tanya; anda
cuma berlatih meditasi atau anda cuma menjalani hidup, dan
kemudian anda
memiliki suatu pemahaman, yang artinya anda mempunyai pandangan
segar atas
apa yang benar. Pemahaman itu datang dengan tiba-tiba,
seolah-olah anda
sedang berkeliaran di dalam kegelapan dan seseorang
menghidupkan semua lampu
dan menunjukkan sebuah istana. Anda katakan, “Wow! Ini sudah
ada di sini
sejak dulu juga.” Akan tetapi, pemahaman itu sangat sederhana;
tidak selalu
“Wow!” Ini seolah-olah dalam sepanjang hidup anda, ada setumpuk
bubuk putih
di atas meja anda, namun anda tidak tahu apakah benda itu. Anda
agak takut
untuk menyelidiki. Mungkin itu LSD, kokain, atau racun tikus.
Suatu hari,
anda membasahi tangan anda. Anda menyentuh tumpukan putih itu
dengan jari,
lalu mengecapnya, dan astaga, rupanya garam. Tidak ada orang
lain yang
mengatakan pada anda apa sebenarnya benda itu --begitu jelas,
begitu
sederhana, begitu jernih. Jadi, kita semua mempunyai pemahaman.
Saya kira
semua pembicaraan ini adalah suatu kegiatan berbagi pengertian.
Seolah-olah
kita telah menemukan sesuatu yang belum pernah diketahui orang
lain,
walaupun begitu mudah dan sederhana.
Anda tidak pernah bisa menyangkal dharma yang dialami karena
dharma ini
begitu mudah dan benar. Namun, menempuh jalan di antara dharma
yang
diajarkan dan dharma yang dialami menyangkut ijin pada diri
anda dan
mendorong diri anda untuk tidak selalu percaya atas apa yang
sudah diajarkan
pada anda, namun senantiasa mempertanyakannya. Yang perlu anda
lakukan
adalah hidup dengan demikian dan ini akan menjadi jalan anda.
Kutipan di
atas papan pengumuman itu berlanjut dengan pernyataan bahwa
Jalan untuk
melakukan ini adalah menjadi bersikap terbuka dan jangan
sekali-kali menarik
diri. Jangan berpusat pada diri anda. Ini bukan sebuah kata
mutiara yang
manis, tetapi ajaran paling mendalam yang diletakkan dengan
cara yang
seakan-akan sederhana. Anda boleh berpikir, “Oh ya, jangan
menarik diri,
baiklah, tetapi apa artinya.” Tentu saja, ini tidak berarti
bahwa apabila
anda menarik diri, berarti anda jahat; anda telah diajarkan
tentang maitri,
kasih sayang, sikap tidak menghakimi, dan sikap untuk menerima
diri sendiri,
tidak takut menjadi diri anda. Anda mengerti apa yang saya
maksudkan? Dalam
“Zen Mind, Beginner’s Mind”, Suzuki Roshi berkata bahwa ia
menerima sepucuk
surat dari salah satu muridnya yang mengatakan, “Roshi
terhormat, Anda
mengirimkan kepada saya sebuah kalender dan setiap bulan ada
pernyataannya
yang bagus sekali, namun saya belum memahami pernyataan yang
ada hingga
bulan Februari, dan saya merasa bahwa saya tidak hidup sesuai
dengan
pernyataan-pernyataan itu”. Suzuki Roshi tertawa atas kenyataan
bahwa
orang-orang menggunakan dharma untuk membuat diri mereka merasa
bodoh. Atau
orang yang mempunyai daya tangkap secara konsep yang baik akan
dharma
menggunakan kemampuannya untuk menjadikan dirinya angkuh dan
sombong. Jika
anda merasa diri anda salah paham terhadap ajaran, ajaran itu
sendiri akan
selalu menunjukkan pada anda di mana anda telah menyimpang. Ini
berarti,
dharma itu bagaikan jaring tanpa jahitan yang membuat kita
tidak mampu
melepaskan diri darinya.

BAB XV
DHARMA YANG DIAJARKAN DAN DHARMA YANG DIALAMI (3)

Dharma harus benar-benar di bawa ke dalam hati, bukan cuma
digunakan sebagai
suatu cara untuk merasa nyaman dan aman atau untuk terus
melanjutkan
kebiasaan memuaskan diri atau kebiasaan berjuang untuk
kesempurnaan. Pada
awalnya, anda mungkin menggunakan dharma seperti cara anda
menggunakan yang
lain-lain, tetapi kemudian, karena itu adalah dharma, anda akan
merasakan
bahwa dharma itu sedang anda manfaatkan untuk memuaskan diri
atau untuk
menjadi seorang yang perfeksionis --”Astaga! Saya telah
menggunakannya untuk
mengubah dunia menjadi menyenangkan dan terang atau membuatnya
menjadi
tempat yang keras dan sengsara.”
Trungpa Rinpoche memberitahu kita bahwa seperti kebanyakan
tulku (seseorang
yang merupakan inkarnasi dari guru yang telah mencapai
pencerahan)
menunjukkan sifat kebatinan guru tersebut, ia dibesarkan dengan
peraturan
yang sangat ketat. Ia dipukul jika melakukan sesuatu yang tidak
dianggap
tepat untuk seorang tulku, dan ia harus belajar sangat keras.
Ia katakan
bahwa ia anak yang sengsara sehingga sering dihukum, tetapi ia
pun cukup
cerdas dan agak bangga atas dirinya sendiri. Gurunya tidak
pernah memujinya;
mereka selalu memarahinya dan menyuruhnya bekerja lebih keras
lagi. Biarpun
begitu, ia bisa mengatakan bahwa mereka cukup terkesan dengan
kecemerlangannya. Ketika tiba waktunya bagi ia untuk
mengunjungi guru-nya,
Jamgon Kongtrul dari Sechen, untuk menguji pelajarannya, ia
tidak bisa
menunggu lagi untuk menunjukkan pengetahuan dan kecerdasannya.
Waktu itu
pagi hari dan cahaya masuk melalui jendela menyinari wajah
Jamgon Kongtrul.
Rinpoche duduk di sebelahnya. Jamgon Kongtrul sangat hening
untuk sesaat,
dan akhirnya ia berkata, “Sekarang, coba katakan padaku apa
yang anda
ketahui tentang enam paramita.” (Enam paramita, atau
“kesempurnaan” adalah
kemurahan hati, disiplin, kesabaran, semangat, meditasi, dan
pengetahuan)
Rinpoche, dengan penuh percaya diri, menguraikan semuanya
berikut segala
referensinya dan semua penjelasan berbeda dari guru-guru yang
berlainan.
Setelah semuanya telah selesai disebutkan, Jamgon Kongtrul
berdiam diri
lagi, lalu berkata, “Tapi, apa yang kamu rasakan tentang semua
itu?” Agak
tertegun, Rinpoche berkata, “Apa masalahnya dengan apa yang
saya rasakan
mengenai itu? Inilah yang selalu diajarkan dan telah diajarkan
seperti ini
sejak pertama kali dibabarkan dan begitulah adanya.” Jamgon
Kongtrul
katakan, “Baik sekali untuk mengetahuinya secara intelektual,
tetapi apa
yang kamu rasakan mengenainya? Apa pengalaman anda atas semua
ini?” Rinpoche
berkata bahwa itulah cara Jamgon Kongtrul selalu mengajarnya.
Ia selalu mau
tahu pengalamannya mengenai disiplin, atau kemurahan hati, dan
sebagainya.
Itulah apa yang ditanamkan Jamgon Kongtrul di dalam diri
Rinpoche.
Dalam hal dharma yang diajarkan, Trungpa Rimpoche mendengarnya
dengan sangat
baik dan jelas. Hidupnya sendiri banyak dihabiskan untuk
mempelajarinya, dan
ia selalu menghendaki kita mempelajarinya. Akan tetapi, ia
paling banyak
menekankan agar orang-orang mencari makna sebenarnya dan tidak
cuma menerima
pendapat orang lain tanpa mempertanyakannya. Tatkala Rinpoche
berbicara
tentang sila, misalnya, ia menerangkannya dengan sangat baik,
anda boleh
menghafal dua ratus lima puluh atau tiga ratus sila di luar
kepala berikut
semua referensinya, tetapi yang terpenting adalah anda bisa
mendapatkan
makna sejati dari sila. Misalnya saja, anda tahu sila pertama
adalah jangan
membunuh, dan anda barangkali tahu bagaimana sila ini bisa ada,
dan anda
mungkin tahu  logika bahwa membunuh akan menambah keresahan ego
dan bahwa
menaati sila ini akan memotong rantai sebab dan akibat --anda
mungkin
mengetahui semuanya, tetapi pertanyaannya adalah, ketika nafsu
untuk
membunuh muncul, mengapa anda ingin membunuh? Apa yang
sebenarnya terjadi?
Dan apa manfaat jika tidak membunuh? Apa yang dilakukan
pengendalian diri?
Apa yang anda rasakan tatkala menahan diri? Apa yang
diajarkannya?
Demikianlah cara Rinpoche dilatih, dan dengan cara itu pulalah
ia melatih
kita.
Dharma yang diajarkan dan dharma yang dialami adalah deskripsi
tentang
bagaimana cara hidup, bagaimana menggunakan hidup anda untuk
membangunkan
diri anda, bukan meninabobokannya. Dan jika anda memilih untuk
menghabiskan
hidup anda dengan berusaha menemukan apa artinya bangun dan apa
artinya
tidur, saya pikir anda bisa mencapai pencerahan.

BAB XVI
BERPIJAK PADA SEBUAH PERAHU

Kala berkeliling dan berjumpa dengan begitu banyak orang dari
begitu banyak
latar belakang budaya maupun non-budaya yang berbeda-beda, yang
saya temukan
adalah, bahwa untuk masuk lebih dalam, harus ada semacam usaha
sepenuh hati
pada kebenaran atau berusaha untuk mau mencari, mau mencari apa
itu ngedon,
atau makna sejati. Oleh karenanya, jika anda hendak
mendengarkan Dharma,
anda bisa mendengarnya dari banyak tempat yang berbeda, namun
anda tidak
berusaha aktif sebelum anda bisa menemukan suatu cara tertentu
yang
berdering di hati anda dan anda memutuskan untuk mengikutinya.
Kemudian anda
menjalin hubungan dengan silsilah ajaran tertentu itu dan
aliran kebijakan
tertentu itu. Setiap agama, kepercayaan filosofis, atau
kelompok keagamaan
memiliki kebijakan tertentu yang dibawa serta digalinya.
Pokoknya, sungguh
baik untuk berpijak pada sebuah perahu, apapun jenis perahu
itu, karena jika
tidak, pada saat terluka sedikit saja anda sudah akan pergi dan
mencari yang
lain.
Baru-baru ini saya diminta untuk mengisi acara program akhir
pekan dalam
suatu supermarket kebatinan suatu kelompok keagamaan. Tempatnya
seperti
sebuah mall, dengan sekitar tujuh puluh jenis barang yang
dijajakan. Ada
sebuah poster besar, semacam pengumuman di kampus, yang
menyatakan,
Kebijakan Dasar, kamar 606; Perjalanan Antar Bintang, kamar
609; Kerendahan
Hati, kamar 666; dan sebagainya. Saya termasuk salah satu yang
ditawari di
sana. Orang yang anda temui di tempat parkir, atau kala makan
siang akan
berkata, “Jadi, apa yang anda pilih minggu ini?” Sangat
menarik, karena
sudah lama saya tidak menemukan yang seperti ini. Dulu saya
pernah
mengikutinya; untuk berhenti dari kegiatan ini, saya harus
mendengarkan
Rinpoche yang mengatakan bahwa berbelanja pada dasarnya selalu
untuk mencari
rasa aman, selalu berusaha untuk merasakan diri anda baik.
Ketika seseorang
berpijak pada sebuah perahu, apapun jenis perahu itu, maka
orang mulai
menempuh perjalanan ksatria yang sesungguhnya. Jadi, itulah
yang saya
rekomendasikan. Saya khususnya hendak menyatakan bahwa karena
seperti yang
telah anda perhatikan, pada titik ini saya sendiri bersikap
bebas dalam
memilih referensi dan hal-hal yang mengilhami saya, yang
memberi kesan pada
anda bahwa anda boleh pergi mengikuti kelompok Tarian Matahari
di suatu
akhir pekan dan kemudian bergabung dengan kelompok Thich Nhat
Hanh pada
akhir pekan berikutnya, lalu ke Lokakarya Krishnamurti. Pada
dasarnya, saya
tidak mendorong anda untuk bersikap seperti itu. Yang terbaik
adalah
menekuni suatu bidang dan biarkan bidang itu membantu anda
menjalani
perubahan. Pada saat anda telah benar-benar berhubungan dengan
saripatinya,
dan anda sedang berada dalam perjalanan, segala sesuatu akan
berbicara
kepada anda dan segala sesuatu akan mengajari anda. Anda tidak
merasa
sebagai seorang yang berbangga diri lagi, namun anda juga
mengetahui bahwa
wahana anda itu adalah yang sesuai untuk anda.
Cara yang digunakan Trungpa Rinpoche untuk melatih
murid-muridnya merupakan
gabungan antara aliran Kagyu dan Nyingma dari agama Buddha
Tibet. Ketika
pertama kali datang ke Amerika Utara dan mulai mengajar, ia
benar-benar
menyukai apa yang ia temukan di sana. Ia melihat bahwa
murid-muridnya tidak
mengetahui apa pun. Ia membandingkan mereka dengan sekumpulan
kuda liar atau
sebuah kandang yang penuh dengan anak anjing yang lucu-lucu.
Mereka adalah
anak-anak muda yang terbuka, energik dan polos, kebanyakan di
antara mereka
“drop out” dan berambut panjang serta berjenggot, tanpa baju,
tanpa sepatu.
Ia menyukainya karena itu adalah lahan yang sangat subur. Di
Inggris, di
mana ia bertemu dengan kaum terpelajar Barat, orang-orang yang
tertarik pada
agama Buddha adalah kaum terpelajar Buddhis yang tidak mampu
mendengarkan
dharma karena mereka tidak mampu melepaskan gagasan-gagasan
mereka. Itulah
rintangan mereka, yang ia, saya yakin menikmatinya. Rintangan
di Amerika
Utara adalah materialisme kebatinan. Ia memberikan banyak
ceramah di
waktu-waktu awal itu yang berhubungan dengan pertanyaan ini;
beberapa bab
pertama dari bukunya “Cutting Through Spiritual Materialism”
(Memutuskan
Materialisme Kebatinan) menyampaikannya dengan sangat jelas.
Saya hendak
mengatakan bahwa untuk empat atau lima tahun secara praktis
ajaran yang
diberikan Rinpoche dalam banyak bentuk yang berbeda-beda,
dengan berbagai
judul, adalah “Berhentilah berbelanja ke mana-mana dan
menetaplah serta
selamilah suatu aliran kebijakan.” Ia mengajarkan bahwa
berpindah ke
mana-mana dalam hal kebatinan hanyalah bentuk lain dari
materialisme.
Mencoba mendapatkan kenyamanan, mencoba mendapatkan rasa aman,
sementara
jika anda berpijak pada satu perahu dan mulai mendalaminya, ia
akan membawa
anda melalui banyak perubahan. Anda akan bertemu dengan
naga-naga anda; anda
akan terus didorong untuk keluar dari sangkar. Aliran itu akan
menjadi
upacara inisiasi yang besar, dan kebijakan besar akan datang
darinya,
pertumbuhan dan perkembangan kebatinan yang asli. Hidup
seseorang akan tidak
akan sia-sia. Ia menekankan bahwa murid-muridnya harus berhenti
berkeliaran
dalam bidang kebatinan untuk menjadi kuat, tinggi, atau sakti.
Ia sangat
sinis dan menolak segala macam “perjalanan”, beginilah ia
menyebutnya, anda
bisa membayangkan perjalanan di Amerika Utara di tahun 1970.
Banyak di
antara kita tidak perlu membayangkannya. Kita mengingat dengan
baik --kita
ini kelinci percobaan!

Dilanjutkan ke file terakhir

 

 
Back to Main Page