DENGAN SENJATA OTOMATIS, JIHAD SERANG DESA- DESA DI
POSO PESISIR
DESA BETALEMBA :
Selasa,27 November 2001 Pk. 09.00 Pagi, sekitar 2000 Laskar jihad yang dilengkapi
berbagai senjata api organik dan otomatis antara lain AK 47, Mini mix dan lain-lain
melakukan penyerangan di wilayah Poso Pesisir, sekitar 300 anggota GAM yang
berseragam TNI –AD membawa senjata api dengan magazine terbalik di atas
senjata. Kali ini Desa Betalemba menjadi sasarannya. Jihad bergerak dari Desa
muslim Tabalu,kampung tetangga Desa Betalemba (kristen). Jihad menyerang
dengan membawa beberapa truck Fuso kosong untuk menjarah dan mengangkuti
barang-barang elektronik, bahan makanan, hasil kebun, ternak sapi ditarik tali
berjalan kaki, dan harta benda warga kristen lainnya, Satu Loader yang dilengkapi
senapan Mesin berjalan didepan untuk merobohkan rumah, gereja dan membuka
jalan jihad karena warga kristen merobohkan pohon ke jalan untuk menghalangi gerak
maju jihad, satu truck tangki bensin milik PRIMKOPAD (TNI - AD) untuk menyemprot
rumah dan gereja lalu membakarnya dengan melempari bom-bom molotov. Desa
Betalemba sudah pernah diserang dan dibakar sebagian pada tanggal 18 Oktober
2001. Rumah-rumah yang dibakar saat ini merupakan sisa dari penyerangan
sebelumnya.
Ada 8 orang aparat TNI-AD yang berjaga di desa Betalemba ketika jihad menyerang,
2 orang beragama muslim dan 6 orang beragama kristen. pada saat jihad menyerang,
2 orang prajurit yang beragama islam tersebut maju kedepan sambil melepaskan
tembakan seolah-olah menembak jihad padahal ujung moncong senjata mengarah ke
udara, setelah jauh dari induk pasukannya ia bergabung dengan jihad dan balik
menembaki 6 orang temanya dan warga kristen Betalemba.
Warga kristen terus melakukan perlawanan dan pertahanan seadanya sementara
yang lain mengevakuasi anak-anak, wanita dan orang jompo.
Sekitar pukul 11.00 siang Komandan Regu penjagaan di desa itu meminta bantuan ke
Kompi Raksatama 711 Kawua.
Pk.15.00 sore, rumah-rumah dan bangunan lainnya yang ada di Betalemba sudah
habis dibakar Laskar Jihad.
Warga Betalemba dan Patiwunga mencoba melakukan perlawanan seadanya untuk
mempertahankan desanya di ujung kampung namun mereka hanya bisa bertahan
sampai Pkl 17.00 sebab jihad berhasil menguasai separuh desa Patiwunga dan
menjarahnya kemudian membakar habis. sementara pasukan bantuan dari Kompi
Raksatama 711 Kawua yang ditunggu tidak datang.
Dalam serangan ini jatuh korban satu orang warga desa Betalemba tewas diterjang
peluru jihad, 4 orang luka-luka ( 2 orang di bawa ke Palu dan 2 orang lagi di bawa ke
Tentena beberapa orang korban luka-luka di rawat di Puskesmas – Puskesmas.
Pk. 20.00 datang perintah dari Kompi Raksatama 711 Kawua untuk menarik semua
pasukan yang bertugas di Betalemba, padahal saat itu jihad sedang
gencar-gencarnya menyerang habis-habisan dan membumihanguskan desa
Betalemba dan Patiwunga. DANRU (Komandan Regu) yang beragama kristen hanya
bisa menangis menghadapi tragedi ini. Dengan derai air mata dan kecemasan yang
mendalam Penduduk desa Betalemba dan Patiwunga berusaha menahan aparat
tersebut untuk tetap tinggal dan membantu warga menjaga desa mereka. Namun
mereka harus di tarik sesuai perintah dari Kompi 711 Kawua. (selama ini pasukan
kristen di militer memang masih belum sadar situasi dan tetap berpegang teguh pada
SUMPAH SAPTA MARGA sementara pasukan lainnya sudah bekerja sesuai
"prosedur" dan berpegang pada "SUMPAH MARGA SATWA")
Sekitar 1200 Warga Bali beragama Hindu semuanya di evakuasi ke desa Tolae,
Sausu dan Tambarana Kecamatan Parigi.
DESA PATIWUNGA DAN TANGKURA :
Rabu, 28 Nopember 2001 sekitar Pk. 07.00 Setelah membumihanguskan desa
Betalemba dan separuh desa Patiwunga keesokan harinya, jihad terus melanjutkan
serangannya ke desa Patiwunga tetangga desa Betalemba sementara aparat
keamanan sudah di tarik ke kesatuannya sehingga hanya warga kristen sendiri yang
terus mencoba melakukan perlawanan dengan senjata tradisional berupa panah dan
parang menghadapi jihad yang di perlengkapi dengan senjata api otomatis.
Pasukan jihad yang menyerang memakai "seragam TNI - AD dan BRIMOB (kaos
hitam milik Brimob dan seragam loreng TNI-AD) di lengkapi dengan senjata api
otomatis, sehingga sulit di bedakan mana Laskar Jihad dan mana TNI. Pada saat
jihad menyerang desa kristen di Poso pesisir tersebut, semua satuan TNI dan
BRIMOB yang berjaga di tarik mundur. jika jihad datang aparat keamanan Republik
Indonesia di tarik mundur.
Dengan leluasa jihad mencuri semua hasil kebun, ternak, harta benda lainnya dan
membakar semua pemukiman serta gereja di desa Patiwunga. rumah-rumah dan
gedung gereja yang rata-rata permanen di ledakkan dengan bom - bom berkekuatan
tinggi.
dua orang warga kristen tewas di tembak jihad dan dimakamkan pada hari Kamis, 29
Nov. 2001 pada Pk. 07.00. yakni Kede (30) warga Desa Betalemba dan salah seorang
warga Patiwunga bernama Udin Yusuf (27).
Pada sore hari sekitar pukul 15.00 waktu setempat, setelah desa Patiwunga sudah
jadi abu, jihad terus melanjutkan serangannya ke Desa Tangkura. menghadapi
serangan jihad dengan berbagai senjata api otomatis tersebut, warga kristen akhirnya
mundur ke hutan-hutan dan pegunungan sambil melihat desanya sudah jadi lautan api
di iringi dentuman bom yang menggelegar. Warga melihat 3 truk besar jenis Fuso dan
1 truck biasa jenis Toyota ang melakukan pengangkutan barang-barang yang dijarah
dari rumah penduduk, antara lain barang elektronik, bahan makanan, hasil kebun, dan
ternak sapi ditarik dengan berjalan kaki. Satu truck biasa jenis Toyota yang di cabut
plat nomornya di gunakan untuk dukungan Logistik dan persenjataan sedangkan
Loader dipakai untuk menyingkirkan halang rintang yang dipasang warga dan juga
dipakai untuk merobohkan bangunan gereja dan rumah warga selain penghancuran
dengan bom. Desa Tangkura akhirnya berhasil dibumihanguskan jihad.
Akibat penyerangan selama dua hari ini, banyak keluarga yang harus terceraiberai
antar anggotanya. Menurut informasi, para lansia (lanjut usia), anak-anak dan
perempuan sampai sekarang masih terus berlari tanpa arah menuju hutan-hutan
mencari perlindungan.
Jihad Muncul, Aparat Hilang
PENYERANGAN KE DESA DEWUA DAN SANGGINORA
Kamis, 29 November 2001 merupakan hari ke tiga penyerangan Laskar Jihad ke
beberapa perkampungan kristen di wilayah Poso Pesisir.
Setelah berhasil membumihanguskan Desa Betalemba, Patiwunga, Tangkura selama
dua hari berturut-turut, sekitar pukul 11.00 jihad meneruskan penyerangan ke desa
Dewua. Desa ini terletak sekitar 18 Km. dari Tangkura. Warga Kristen mencoba
melakukan perlawanan, namun pada Pk. 14.00 jihad berhasil menguasai, menjarah
dan membakar habis desa Dewua. Warga desa yang kecil ini tidak mampu
menghentikan langkah jihad. Apalagi semua aparat kemanan sudah ditarik. Semua
aparat keamanan yang bertugas di desa desa kristen yang sedang di serang dan
akan diserang jihad mendapat perintah dari kesatuannya untuk ditarik mundur (JIHAD
DATANG APARAT HILANG )
Formasi pasukan jihad yang menyerang di desa Dewua dan Sangginora adalah,
Pasukan barisan depan memakai seragam merah-merah kemudian diikuti pasukan
berseragam hitam-hitam mengapit pasukan berjubah putih dan berjenggot dan
semuanya membawa senjata api otomatis.
Setelah membumihanguskan desa Dewua, jihad melanjutkan serangannya ke desa
Sangginora yang hanya dipisahkan oleh sebuah sungai, halang rintang berupa batu,
drum, pohon-pohon besar yang ditaruh warga di mulut jembatan di angkat dengan
Loader yang sudah dipersiapkan dan di bawa dari Poso Kota serta juga di perlengkapi
dengan senjata mesin.
Warga kristen terus melakukan perlawanan namun pada Pk. 17.00 warga sudah tidak
mampu membendung serangan jihad yang di perlengkapi senjata otomatis, bom,
granat dan lain-lain.
Pada sore hari (29/11) jihad sudah menguasai dan membakar habis desa Sangginora
Serangan kali ini didukung alat berat jenis Loader untuk penggusuran, 3 truk besar
jenis fuso untuk mengangkut barang jarahan, 1 truck biasa untuk dukungan logistik
makanan dan persenjataan, dan tangki pertamina milik PRIMKOPAD / TNI – AD.
Ironis memang, ketika keadaan tidak bergolak aparat selalu nampak di sepanjang
ruas-ruas jalan trans sulawesi dengan memamerkan untaian pelurunya. Namun saat
jihad datang tiba-tiba mereka semua hilang jika aparat Kristen yang berjaga maka
datang perintah dari kesatuan untuk di tarik mundur. "Pasukan" gabungan bersenjata
lengkap tersebut akhirnya dengan leluasa membumihanguskan desa Sangginora
yang cukup besar itu. Sekitar 500 rumah orang kristen yang dibakar dikedua desa ini
termasuk 2 gedung gereja.
Beberapa hari sebelum kejadian ini di tugu jembatan Poso 2 terlihat ada mobil lapis
baja yang diparkir untuk dukungan keamanan tetapi ternyata alat itu tidak berfungsi
sama sekali.
INFO SEMENTARA DATA KORBAN PADA PENYERANGAN
SELASA, 27-29 NOVEMBER – MINGGU, 2 DESEMBER 2001
Desa Betalemba:
76 rumah di bakar habis
2 bangunan Gereja, GKST dan GPDI Betalemba
2 Kantor Desa di bakar habis
3 Sekolah Dasar (SD Inpres) di bakar habis
1 Pura agama Hindu yang terletak di lorong Purnama di bakar habis
Korban tewas di tembak jihad : Kede (30), warga Betalemba
UdinYusuf (27), warga Patiwunga
Ruben Suba (40), warga Tangkura
Desa Patiwunga:
200 rumah di bakar habis
2 Bangunan Gereja, GKST dan GPDI Patiwunga
1 SD Inpres di bakar habis
Desa Tangkura:
300 rumah di bakar habis
1 Kantor Desa dan Balai Pertemuan di bakar habis
3 bangunan Gereja, GKST Gloria Tangkura, Advent dan GPDI di bakar habis
2 SD Inpres di bakar habis
Desa Dewua:
1 GKST Jemaat Kanaan Dewua di bakar habis
1 SD GKST Dewua di bakar habis
134 rumah di bakar habis
Desa Sangginora:
GKST Kalvari di bakar habis
Sekitar 260 rumah dibakar habis
1 Puskesmas di bakar habis
Situasi terakhir di Tentena:
Sekitar 8175 orang pengungsi yang sudah terevakuasi ke Desa Napu sedangkan
sekitar 3000 Orang pengungsi yang masih berada di hutan-hutan pegunungan desa
Dewua dan Sangginora..Saat ini ± 60.000 ribu pengungsi berada di Tentena dan
mereka sangat rawan pangan, obat-obatan dan pakaian. Sangat sulit mengirim
bantuan ke sana karena jalur dari Palu – Napu sudah tertutup akibat penghancuran
desa Tangkura, Dewua, Sangginora. Sedangkan jalur dari Ujung Pandang sedikit
terganggu lagi setelah 2 Pos Brimob di serang pada akhir Nopember 2001 yang lalu,
jihad kembali menyerang sebanyak 4 Pos di desa Panda jaya pada 3 Desember
2001. sulit mendapatkan jaminan kemanan di jalur ini karena jihad – jihad bersenjata
lengkap tidak pernah di razia di daerah ini walaupun sudah terang-terangan
menyerang aparat Pemerintah.
Saat ini jihad menguasai lima desa yang mereka serang dan mereka bermarkas di
Tangkura, mereka mencuri coklet yang lagi panen dan hasil kebun lainnya.
Seharusnya aparat yang datang dari Jakarta mengusir mereka karena mereka bukan
penduduk desa itu, apalagi melakukan pencurian ternak dan hasil kebun.
Kamis, 6 Desember 2001 jihad berupaya menyerang warga kristen di Lembomawu
pinggiran Poso Kota namun aparat yang berjaga mengambil tindakan tegas sehingga
terjadi baku tembak dengan pihak jihad. Akhir-akhir ini banyak orang yang mengaku
sudah masuk Tentena dan pedalamannya datang ke jawa, baik orang Poso sendiri
maupun orang luar Poso mereka juga datang membawa berita tentang situasi Poso
mereka juga mengaku sering turun lapangan menginvestigasi. Namun setelah saya
mengecek dan mengkonfirmasi ke pada teman-teman yang memang setiap hari
berada di front terdepan dilapangan dan mengkoordinir evakuasi korban, Pengungsi,
dan lain-lain mereka semua kaget dan menjadi marah, ada yang mengatakan sudah
mendapat informasi dari CC GKST ada yang tinggal di jakarta (setelah saya
mendapat Info dari seorang Ibu bahwa ada seseorang yang juga mengaku sudah
masuk Poso dan masuk ke pedalamannya dan memberikan nomor teleponnya),
maka kemarin Sabtu tanggal, 8 Desember 2001 saya menelponnya di Jakarta dan
memang ia mengaku demikian, bahkan katanya setiap hari ia mengontak Pdt.
Damanik dan mendapat info Poso dari Pdt. Damanik. Selesai menelponnya saya
langsung mengontak Pdt. Damanik dan Pdt Damanik kaget dan tertawa mendengar
info ini. ada juga seorang aparat pemerintah yang mengaku memimpin evakuasi
pengungsi Tangkura, Dewua dan Sangginora ia membawa laporan Poso kepada
seorang teman di jakarta (orang barat), ketika ia di perkenalkan kepada saya ia
menjadi sangat sinis kepada saya. Ia mengatakan,.......saya ini kepala.................. di
tentena, anda siapa, apakah anda pernah ke Tentena dan tahu situasi ? setelah saya
jelaskan bahwa sejak Poso meletus pada Desember 1998 saya sudah ke Poso dan
terus meliput sampai hari ini dan melakukan perjalanan kaki di hutan-hutan dan
pegunungan Sangginora – Dewua- Sulewana – Pandiri – Malitu dan Tangkura ia
semakin sinis dan menjauh dari saya, ia mebantah laporan saya tentang adanya
pengungsi di hutan sebab katanya ialah yang mengevakuasi seluruh pengungsi dan
sudah tidak ada lagi yang di hutan. Ketika hal ini saya konfirmasikan lagi ke teman di
Tentena (CC GKST) dan Palu mereka menjadi sangat marah dan akan mengeur yang
bersangkutan, bagaimana ia tiba – tiba bisa berkata demikian sudah banyak korban
jatuh ia hanya ongkang-ongkang kaki di kantor???
Untuk hal seperti ini saya menghimbau, jangan gunakan penderitaan orang lain
untuk kepentingan anda.
Jangan jual penderitaan orang lain dan mencari keuntungan dari –nya.
Jangan membuat laporan palsu sehingga berita mengenai Poso menjadi
tumpang tindih.
Jika anda ingin mendapatkan berita yang akurat, usahakanlah bisa datang ke
poso dan Tentena supaya anda bukan saja dapat berita yang akurat tetapi juga
bisa punya gambaran yang kongkrit mengenai peristiwa Poso dan Penderitaan
umat. Dan jika anda ingin menyumbang anda pun tahu kemana sumbangan itu
harus di berikan.
Akhir-akhir ini saya dan teman-teman agak selektif memberikan berita
mengenai poso karena adanya upaya-upaya dari oknum-oknum tertentu yang
mencoba memanfaatkan data-data kami dan kemudian mengaku data itu dari
lapangan dan ia juga sudah ke Poso.
Kepada orang-orang "suku Ananias- Safira, Yudas Iskandar dan suku Zakeus
(baca Suku = Tabiat) kami mengetuk hati nurani anda agar berhenti dari
kelakuan seperti itu dan mau dengan tulus melayani umat.
Perlu di ketahui bahwa untuk menangani masalah pengungsi, GKST telah
menunjuk Pdt. Irianto yang menangani semua pengungsi dari gereja manapun
asalnya. Anda dapat berkoordinasi dengannya atau dengan Pdt. Damanik dan
Noldy Tacoh di Tentena. mereka-mereka inilah yang setiap hari berkutat dan
berada di front terdepan untuk mengurusi masalah umat.
BANTAHAN UNTUK RADIO NEDERLAND. Berita mengenai Poso dalam
wawancara Radio Nederland dengan Nur Kerompot adalah tidak benar, 80 %
berita itu tidak benar. Nur Kerompot adalah seorang yang berasal dari Toli-toli
Sulawesi Tengah, beragama islam yang pernah tinggal di Palu dan kini sudah
sekitar 2 tahun tinggal di Makassar, ia bekerja pada salah satu koran terbitan
jakarta dan menjadi kroresponden di Makassar. Ia tidak representatif berbicara
masalah Poso karena ia sendiri tidak pernah ke Poso dan Tentena apalagi
tinggal di sana. ia hanya mengambil berita-berita dari media massa terutama
media laskar jihad dan berita yang tidak imbang dari media lainnya.
Received via email from: JK @ Masariku@yahoogroups.com
|