HASUTAN DUNGU SI MAHENDRADATTA
Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Saudara-saudara sebangsa,
Jika anda seorang pengacara yang andal, laris, dan dipercaya, apakah anda akan
bergabung dengan tim pengacara yang memakai atribut agama, sebagai pelaris atau
penjamin kepercayaan bagi karier anda? Saya kira "tidak" adalah jawaban anda,
sebagaimana jawaban saya, jika pertanyaan ini ditujukan kepada saya. Kebesaran
seorang pengacara dan kadar pengabdian seorang ahli hukum kepada hukum dan
keadilan, tidak ditentukan oleh banyak atau tingginya gelar yang disandang.
Kepastian hukum hanya menuntut moralitas yang cukup untuk berpihak kepada
kebenaran dan kejujuran, demi kemanusiaan. Selain dari itu, seorang praktisi hukum
hanya akan menjadi penghianat hukum dan ilmu pengetahuan (logika), yang menipu,
membodohi dan menghasut orang banyak, untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak
bersih. Salah satu dari para praktisi hukum tersebut, yg. menjadi penasiha hukum
"laskar jihad", si Mahendradatta MA, adalah orang yang akan kita cermati
pernyataannya di bawah ini.
DEWAN PIMPINAN PUSAT FORUM KOMUNIKASI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Instruksi PDS, Bentuk Salah Kaprah dan Salah Paham Penguasa Daerah
Ambon, LaskarJihad.or.id 7 Maret 2002 Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM)
Mahendradatta, SH., MA, menilai instruksi Penguasa Darurat Sipil (PDS) Daerah
Maluku nomor : 06/PDSDM/II/2002 tentang pembatasan terhadap pemberitaan mass
media Maluku sebagai sebuah kesalah-kaprahan dan kesalah-pahaman yang
dilakukan oleh PDS.
JOSHUA:
Jika Instruksi PDSD-Maluku dikatakan sebagai 'sebuah kesalah-pahaman, orang
akan terkesan bahwa "instruksi tersebut dikeluarkan atas kesalah-pahaman, atau
kesalah-tafsiran terhadap sesuatu, apakah itu sumber hukum ataupun sasaran dari
instruksi tersebut" Kita akan lihat, apakah si ahli hukum ini memberikan penjelasan
yang terkait dengan istilah 'kesalah-pahaman' atau 'kesalah-kaprahan' yang
digunakannya ataukah dia sekedar buka mulut.
Dari pembahasan ini, kita akan bisa mengukur "kualitas TPM", sebagai salah satu
organisasi yang paling suka meyangkutkan istilah "Muslim" atau "Islam" pada nama
organisasi mereka.
DEWAN PIMPINAN PUSAT FORUM KOMUNIKASI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Instruksi PDS, Bentuk Salah Kaprah dan Salah Paham Penguasa Daerah Menurut
Mahendra, instruksi adalah sebuah produk hukum yang hanya mengikat dalam
sebuah instansi. Instruksi tidak bisa dijadikan sebagai sebuah aturan untuk mengikat
pihak-pihak yang ada di luar instansi, seperti yang tengah dilakukan PDS, dengan
mengeluarkan instruksi untuk mass media yang ada di Maluku.
JOSHUA:
Mengapa Instruksi Presiden bisa diberlakukan di seluruh wilayah Negara? Karena
secara sederhana, 'presiden adalah pemimpin dari instansi yang bernama negara'.
Dengan demikian, Instruksi dari seorang Penguasa DS Daerah Maluku, akan
diberlakukan di dalam wilayah DSD-Maluku. 'Siapapun atau apapun', termasuk media
massa yang berada di Maluku, berada di dalam wilayah kewenangan 'instansi'
DSD-Maluku, dan wajib tuduk pada Instruksi PDSD-Maluku.
Jika tidak karena kebodohan, maka alasan satu-satunya yang bisa mendasari
pernyataan si Mahendradatta MA, di atas, adalah "niat jahad", dan pernyataannya
dapat dikategorikan sebagai penipuan, pembodohan dan hasutan.
DEWAN PIMPINAN PUSAT FORUM KOMUNIKASI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Instruksi PDS, Bentuk Salah Kaprah dan Salah Paham Penguasa Daerah Mahendra
bahkan mempertanyakan keabsahan instruksi yang membatasi mass media tersebut.
Sehingga, kata Mahendra, instruksi tersebut belum memiliki kekuatan hukum yang
cukup untuk membatasi pemberitaan mass media.
JOSHUA:
Di sini, si Mahendradatta MA, mencoba menyinggung 'sesuatu' yang berkaitan
dengan istilah 'kesalah-pahaman' tersebut di atas, dengan meyorot 'kekuatan hukum'
atau yang saya sebutkan sebagai 'sumber hukum bagi sebuah Instruksi
PDSD-Maluku'. Kita akan cermati argumentasinya di dalam hal ini.
DEWAN PIMPINAN PUSAT FORUM KOMUNIKASI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Instruksi PDS, Bentuk Salah Kaprah dan Salah Paham Penguasa Daerah Dalam
instruksi ini, PDS menggunakan Keppres RI Nomor 88 Tahun 2000 tentang Keadaan
Darurat Sipil di Propinsi Maluku dan Maluku Utara sebagai dasar pijakan dalam
mengeluarkan instruksi ini. Namun hal itu menurut Mahendra, Keppres Darurat Sipil
itu tidak tepat bila dijadikan sebagai landasan.
JOSHUA:
Pada bagian ini, Mahendradatta MA, menyorot dasar hukum bagi penatapan
PDSD-Maluku, yaitu 'Keppres RI Nomor 88 Tahun 2000', tetapi menolak penggunaan
Keppres tersebut sebagai sumber hukum oleh PDSD-Maluku di dalam memproduksi
ketetapan hukum yang baru, berupa Instruksi. Terlepas dari persoalan menyangkut
dasar hukum, istilah "Penguasa Darurat Sipil Daerah" mengisyaratkan adanya
pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat selaku PDSP kepada PDSD untuk
menentukan segala kebijakan bagi daerah yang ditetapkan berada di dalam Keadaan
DS. Sebagai seorang ahli hukum, Mahendradatta MA, seharusnya tahu benar, bahwa
sebutan "Penguasa" tidak mungkin diberikan kepada seseorang atau suatu badan,
tanpa disertai kewenangan menjalankan kuasa. Kecuali, Mahendradatta dapat
menunjukkan contoh tentang "Penguasa yang tidak berkuasa' dan memberikan
penjelasan ilmiah hukum tentang kejanggalan tersebut.
Kesimpulan sementara yang bisa diambil adalah bahwa argumen Mahendradatta
tentang penolakan penggunaan Keppres RI Nomor 88 Tahun 2000, sebagai dasar
hukum Instruksi PDSD-Maluku, "tidak dapat diterima", secara hukum dan logika.
DEWAN PIMPINAN PUSAT FORUM KOMUNIKASI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Instruksi PDS, Bentuk Salah Kaprah dan Salah Paham Penguasa Daerah Sebab,
lanjut Mahendra, Keppres Darurat Sipil itu dikeluarkan agar Maluku mendapatkan
perhatian khusus dibanding daerah-daerah lain. Bukan untuk membuat Maluku
tersisihkan. Selama ini, Mahendra menilai, Maluku seperti sebuah wilayah di luar
NKRI, dimana Gubernur selaku PDS telah membuat aturan-aturan sendiri.
JOSHUA:
Jika ditanya, "Perhatian khusus dari siapa?", tentulah jawabannya adalah "Dari
Pemerintah RI". "Apa bentuk nyata dari "perhatian dari perhatian khusus Pemerintah
RI tersebut?" "Yang pertama adalah menetapkan Maluku berada di dalam keadaan
DS, melalui Keppres RI Nomor 88 Tahun 2000"! Tanya-jawab semacam ini akan
membawa kita ke dalam 'lingkaran argumentasi' yang tidak akan ada ujungnya,
karena si Mahendradatta MA, telah, sengaja atau tidak sengaja, "menyalah-kaprahi"
banyak orang mengenai alasan pemberlakuan keadaan DS di Maluku. Perhatian
Khusus Pemerintah RI terhadap suatu daerah, tidak harus diberikan melalui
penetapan keadaan DS.
Orang bodoh juga tahu bahwa istilah "darurat" akan selalu berhubungan dengan
sesuatu yang 'gawat, genting, berbahaya, dan memerlukan penanggulangan
secepatnya'. Untuk Maluku, istilah "darurat" berhubungan dengan "kerusuhan masal
yang berkepanjangan", yang membutuhkan pengananan khusus dan segera, dan di
dalam kerangka itulah, PDSD-Maluku difungsikan oleh Keppres RI Nomor 88 Tahun
2000. Artinya, PDSD-Maluku adalah perpanjangan tangan PDS-Pusat, untuk
menjamin terlaksananya penaggulangan masalah daerah dengan "segera". Walaupun
harus saya akui bahwa Instruksi PDSD-Maluku tersebut sudah tak layak disebut
sebagai 'tindakan segera', tetapi Instruksi tersebut tetap memiliki kekuatan hukum
terhadap semua media massa yg. berada di dalam wilayah DSD-Maluku.
Instruksi PDSD-Maluku TIDAK memisahkan Maluku dari wilayah hukum Negara RI.
Jika Mehendradatta mengatakan yang sebaliknya, maka dia seharusnya menganalisa
"isi" Instruksi tersebut dan bukan mempermasalahkan Keppres RI Nomor 88 Tahun
2000 sebagai landasan hukumnya. Jika Instruksi tersebut telah melanggar wewenang
yang diberikan PDS-Pusat kepada PDSD-Maluku, maka Mehendradatta MA, harus
menujukkan butir-butir di dalam Keppres yang telah dilanggar. Selebihnya,
Mahendradatta MA, hanya mencoba menipu dan mebodohi serta menghasut orang
banyak dengan mengandalkan gelar menterengnya di bidan hukum dan predikat
"Muslim" yang disandang organisasinya (TPM).
DEWAN PIMPINAN PUSAT FORUM KOMUNIKASI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Instruksi PDS, Bentuk Salah Kaprah dan Salah Paham Penguasa Daerah Sementara
itu menanggapi isi instruksi tersebut, Mahendra menilai, instruksi PDS ini penuh
dengan pasal-pasal karet. Sebab makna dari kata-kata yang termaktub dalam
instruksi ini hanya PDS-lah yang bisa menafsirkan. Mahendra menyinggung tentang
kata-kata provokasi yang diterjemahkan sendiri oleh PDS. Begitu pula dengan
keresahan yang diakibatkan oleh berita-berita provokasi tersebut.
JOSHUA:
Jika Mahendradatta MA, menyebutkan adanya 'pasal-pasal karet' di dalam Instruksi
tersebut, maka dia harus "menujuk pasal-pasal tersebut dan memberikan
interpretasinya", sehingga pasal-pasal tersebut layak disebut sebagai 'pasal-pasal
karet'. Enehnya, si Mahendradatta MA, malah mengaku bahwa "hanya PDSD-Maluku
yang bisa menterjemahkan pasal-pasal tersebut"! Hal ini menimbulkan pertanyaan,
"Lalu, atas dasar apa Mahendradatta MA, menyatakan adanya pasal-pasal karet di
dalam Instruksi tersebut?"
Ketika dr. Alex Manuputty, Ketua FKM, ditahan, disidang dan dihukum, karena
melanggar Instruksi PDSD-Maluku, mengapa tidak ada seekor kutu busuk hukumpun
yang mempermasalahkan keabsahan Instrukis PDSD-Maluku? Bagaimana para ahli
hukum seperti si Mahendradatta MA, bisa mengintepretasi pasal-pasal Konvensi
Linggarjati, Renville, Rum-Royen dan Konvensi Meja Bundar, jika produk hukum
sekelas Instruksi PDSD-Maluku saja, mereka sudah tidak becus mengartikannya?
DEWAN PIMPINAN PUSAT FORUM KOMUNIKASI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Instruksi PDS, Bentuk Salah Kaprah dan Salah Paham Penguasa Daerah "Untuk
menuduh sebuah media telah menyebarkan berita-berita yang bersifat provokatif,
setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi. Yang pertama PDS harus mampu
menunjuk berita mana yang bersifat provokatif. Yang kedua, PDS harus menunjukkan
kerusuhan atau keresahan apa yang diakibatkan," kata Mahendra kepada
laskarjihad.or.id, Rabu (06/03), via telpon.
JOSHUA:
Saya setuju dengan syarat pertama, dan saya percaya banyak rekaman siaran radio
SPMM yang bisa diperoleh, baik dari Posko Maranatha, CCDA, Masariku dan
lain-lain. Syarat kedua tidak bisa diterima begitu saja. Pertama, sebuah hasutan tidak
selalu harus mendapatkan respons. Dengan kata lain, tidak adanya respons terhadap
sebuah hasutan, bisa disebabkan oleh data tahan objek yang cukup tinggi terhadap
hasutan dan tidak berarti yang disebarkan itu bukan hasutan. Kedua, kalimat yang
berisikan istilah 'hasutan' dan 'keresahan' di dalam Instruksi tersebut mesti
diungkapkan secara utuh. Jika di dalam kalimat tersebut terdapat istilah "bisa/dapat",
misalnya "…...mengandung provokasi yang bisa/dapat meresahkan…..", maka istilah
"bisa/dapat" telah menggugurkan syarat kedua di atas. Begitupun, saya yakin bahwa
PDSD-Maluku akan mampu menunjukkan beberapa contoh yang menghubungkan
'provokasi radio SPMM dengan keresahan/kerusuhan' yang diakibatkannya, sebab
masalah menyangkut siaran SPMM sudah diperdebatkan sejak lama, mulai dari
masa Kapolda Maluku, Firman Gani, hingga saat ini.
DEWAN PIMPINAN PUSAT FORUM KOMUNIKASI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Instruksi PDS, Bentuk Salah Kaprah dan Salah Paham Penguasa Daerah PDS harus
mampu menjelaskan hubungan kausalitas dan korelasi antara berirta yang dituduh
provokatif dengan keresahan yang diakibatkan. "Apabila PDS tidak mampu
menunjukkan, maka tuduhan provokator terhadap sebuah media, itu tidaklah tepat,"
tandasnya.
JOSHUA:
Saya ingin menanyakan dua pertanyaan kepada ahli hukum kita, yang lagi naik daun
karena menggunakan simbol "Muslim" pada nama organisasinya ini. "Apakah sebuah
pemberitaan dikatakan bersifat provokatif, karena isinya, ataukah karena reaksi
pembaca/pendengarnya?"
Anda menuntut agar PDSD-Maluku untuk memberikan "bukti" bagi ungkapan "berita
yang bersifat provokatif", dan "kejadian yang merupakan respons masyarakat
terhadap pemberitaan tersebut". "Dapatkah anda memberikan "bukti" bagi istilah
"makar", yang sering dialamatkan kepada RMS, dengan menggunakan keahlian anda
di dalam bidang hukum, sebagai seorang pembela hak-hak legal dari "laskar jihad"?"
Dapatkan anda menunjukkan "peristiwa" yang menghubungkan "provokasi
RMS-Kristen dengan respons warga Kristen Maluku" seperti yang dituduhkan oleh
klien anda, "laskar jihad"?" "Apakah isi buku iblis yang ditulis oleh Rustam Kastor,
bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara hukum?" Dan yang terakhir,
"Dapatkah anda membuktikan bahwa "keberadaan laskar jihad", baik sebagai
organisasi massa yang melakukan perjuangan bersenjata demi keutuhan bangsa,
sebagai organisasi yang melanggar Instruksi PDS-Pusat, Presiden RI, untuk
menyusup ke Maluku, maupun organisasi yang memberlakukan "hukum rajam"
sebagai bagian dari Syariat Islam di Maluku, adalah hal-hal yang SAH menurut
hukum yang berlaku di dalam Negara ini?"
Jawaban pertanyaan-pertanyaan ini adalah "ukuran itikad" anda untuk berkecimpung
di dalam masalah hukum, dan memilih untuk mengunakan TP-Muslim sebagai nama
organisasi anda, dan memilih untuk menjadi pembela "laskar jihad"!
DEWAN PIMPINAN PUSAT FORUM KOMUNIKASI AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Instruksi PDS, Bentuk Salah Kaprah dan Salah Paham Penguasa Daerah Mahendra
juga mengatakan, kalaulah memang ada berita-berita yang bersifat provokatif, namun
berita tersebut tidak mengakibatkan terjadinya sebuah keresahan, maka media
tersebut tidak bisa disebut sebagai media provokatif.
Dan ini adalah lubang yang dibuat oleh penguasa dalam membuat peraturan.
Dan lubang itulah, kata Mahendra, yang akan menjebak penguasa tersebut. (fs)
JOSHUA:
Sepertinya, pernyataan si Mahendradatta MA, di sini, merupakan jawaban bagi
dengan pertanyaan pertama saya di atas. Sayangnya, jawaban ini lebih bersifat
'pernyataan' yang akan menimbulkan pertanyaan baru. Konsekuensinya, istilah
seperti "persuasif" dan "represif" akan menjadi relatif, karena tergantung dari
bagaimana respons objek terhadap perlakuan tersebut. Kapan kepastian hukum
dapat ditegakkan, jika praktisinya selalu membawa segala sesuatu ke dalam domain
relatifitas?
Saya yakin, si Mahendardatta MA, tidak sadar ketika menggunakan istilah
"penguasa", sebab dia sendiri sudah menggugurkan "dasar hukum bagi penguasa"
dengan memajukan argumen tentang ketidak-absahan penggunaan Keppres RI
No.88, Thn.2000, sebagai dasar hukum dikeluarkannya Instruksi PDSD-Maluku. Yang
"menggali lobang untuk diri sendiri" adalah Mahendradatta sendiri, dengan
pernyataan-pernyataan yang tidak bisa diterima oleh logika manusia normal dan
bertentangan dengan norma dan kepastian hukum yang merupakan bidang
gelutannya.
Karena itu, "judul di atas tetap", bahwa si Mahendradatta telah menghianati
profesinya untuk menjadi orang yang mengubah kepastian hukum menjadi semacam
'hasutan dungu', untuk melestarikan kejahatan kliennya, "laskar jihad", di Maluku.
Salam Sejahtera!
JL.
|