The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

 Komentar Joshua Latupatti


SOROTAN TERHADAP 11-POINT MALINO II
  Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya 

Salam Sejahtera!

Saya adalah pencinta damai dan pendukung segala usaha menuju perdamaian. Tetapi saya juga adalah pencinta kebenaran dan kejujuran. Saya akan selalu berusaha agar kebenaran dan kejujuran mendasari segala usaha ke arah perdamaian dan perdamaian itu sendiri. Atas dasar keyakinan itulah, saya menyoroti ke 11 Point Kesepakatan Damai Maluku yang dicetuskan di Malino, 12-2-02.

Republika; Rabu, 13 Februari 2002; 11 Poin Perjanjian Damai Maluku
1. MENGAKHIRI SEMUA BENTUK KONFLIK DAN PERSELISIHAN.

JOSHUA:
Saya sangat mendukung point ini, yang merupakan langkah awal untuk menuju perdamaian Maluku. Tanpa point yang satu ini, Malino II hanyalah sebuah cerita komedi yang tidak lucu.

2. MENEGAKKAN SUPREMASI HUKUM SECARA ADIL DAN TIDAK MEMIHAK.

JOSHUA:
Point yang satu ini juga amat penting dan saya akan mendukungnya, setelah diberikan penjelasan tentang "kurun waktu bagi pemberlakuan point ini". Point ini seharusnya bisa "berlaku surut", sehingga seluruh masalah yang terkait dengan Kerusuhan Maluku, baik sebelum, di dalam dan sesudah kerusuhan. Dengan demikian, semua kejahatan dan pelanggaran hukum bisa dibawa kedalam terang kebenaran dan keadilan. Seluruh persoalan yang berkaitan dengan Kerusuhan Maluku harus diselesaikan secara tuntas, untuk menghilangkan kebiasaan "saling menuduh tanpa bukti, sekedar untuk menlindungi kejahatan sendiri, seperti yang lazim dilakukan oleh "laskar jihad"!

Yang harus diingat adalah bahwa "hukum tidak akan membawa damai"! Proses hukum digunakan untuk menyelesaikan sengketa, tetapi bukan untuk mendamaikan kedua pihak yang bertikai.

Perdamaian itu tercapai karena kedua belah pihak bersedia menerima kesalahan dan mengakui kebenaran orang lain. Mengakui kesalahan sendiri dan mengampuni kesalahan orang adalah KEKUATAN sebuah perdamaian. Saya setuju dengan Suara Pembaruan Daily, 2002-02-13, tentang "Rekonsiliasi, Pengampunan, dan Rehabilitasi", tetapi orang tidak bisa "mengampuni kesalahan orang lain, jika orang lain itu tidak mau mengaku bersalah, dan kesalahannya tidak pernah diungkapkan"!

3. MENOLAK SEGALA BENTUK GERAKAN SEPARATIS TERMASUK REPUBLIK MALUKU SELATAN.

JOSHUA:
Point ini adalah point yang "MENGOTORI" seluruh isi kesepakatan Malino II. Point ini membuat kedua belah pihak, Kristen dan Islam Maluku, terlihat seperti "kerbau dungu yang sudah di cucuk hidungnya, oleh Pemerintah Indonesia", dan "sekawanan keledai munafik dan pengecut, yang menjual kebenaran demi secuil perkenaan manusia".

Siapapun yang menyinggung masalah RMS, dan menghubungkannya dengan Kerusuhan Maluku, berkewajiban untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut,

a. Memberikan rumusan jelas tentang arti kata "MAKAR", dan apakah "keluar dari bingkai NKRI" berbeda dengan "mengubah bingkai NKRI", di dalam artian MENGHIANATI PANCASILA.

b. Membuktikan secara ilmiah berdasarkan Konvensi, Peraturan dan Hukum Internasional, serta Konstitusi dan sistem Perundang-undangan yang berlaku di dalam wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS), bahwa RMS benar melakukan MAKAR pada tahun 1950.

c. Membuktikan keterkaitan RMS secara organisatoris dengan Kerusuhan Maluku, apakah sebagai "dalang" ataupun sebagai "eskalator".

Jika kedua Delegasi Malino II sungguh bertekad untuk melaksa nakan Piont-2 ( Menegakkan supremasi hukum secara adil dan tidak memihak ), maka mereka sudah harus memulainya dengan "meletakkan dasar hukum pada Point-4 ini"! Jika ketiga butir ini tidak atau tidak mampu dilaksanakan, maka Point-4 harus dicabut, untuk menghilangkan 'kotoran' dari Kesepakatan Malino II. ( Saya akan mengomentari "kebohongan tentang RMS" ini secara lebih rinci di dalam tulisan berikut. )

4. SEBAGAI BAGIAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI), MAKA BAGI SEMUA ORANG BERHAK UNTUK BERADA DAN BERUSAHA DI WILAYAH MALUKU DENGAN MEMPERHATIKAN BUDAYA SETEMPAT.

JOSHUA:
Secara umum saya tidak mendukung point ini. Tetapi jika dilihat secara khusus menyangkut Maluku yang berada di dalam konflik dan kerusuhan, point ini sepertinya "dibuat dengan tujuan tertentu", seperti "memutihkan keberadaan "laskar jihad" di Maluku"!

Keberadaan seorang atau sekelompok WNI didalam wilayah RI mengikut-sertakan dua hal, yaitu "hak" dan "kewajiban", yang tidak bisa dipisahkan. Point ini lebih merupakan "jaminan bagi hak", dengan "secuil persyaratan menyangkut kewajiban"! Seorang WNI berhak berada di dalam wilayah RI, tetapi dia berkewajiban untuk memberikan jaminan bahwa keberadaannya tidak akan menimbulkan berbagai masalah pada daerah yang didatanginya, seperti masalah pengangguran, pencurian, kerusuhan, dll. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa sementara hukum menjamin hak untuk berada dimana saja di dalam wilayah RI, HUKUM JUGA MENUNTUT HAK UNTUK DITAATI DAN DITEGAKAN! Oleh sebab itu, Maluku yang RUSUH tidak dapat diperlakukan seperti daerah yang berada di dalam keadaan normal, seperti yang tercermin di dalam Point-5 ini.

Point-4 ini juga harus memperlihatkan keterkaitan erat dengan Point-2 di atas. Apakah keberadaan "laskar jihad" itu SAH MENURUT HUKUM NEGARA sehingga berhak masuk dan tinggal di Maluku? Apakah penyusupan "laskar jihad" ke Maluku, yang merupakan pembangkangan terhadap 'perintah Presiden RI, adalah tindakan LEGAL menurut hukum? Apakah masuknya "milisi sipil" di Maluku, tidak bertentangan dengan Hukum Darurat Sipil? Jika "laskar jihad" ke Maluku demi mempertahankan keutuhan NKRI seperti yang mereka gembar-gemborkan, apakah "tindakan bela negara seperi ini SAH menurut Hukum"? Point-4 ini hanya menjamin supremasi hukum dari sisi "hak warga negara", tetapi "sisi kewajiban warga negara dicecerkan"!

Saya juga adalah "pencinta hukum Adat"! Tetapi jika berbicara mengenai 'memberdayakan hukum Adat', maka Maluku harus dikembalikan pada keadaan semula, dengan mengubah "desa" dan "kelurahan" menjadi "Negeri Adat" lagi! Semua pendatang yang masuk Maluku melalui "proyek trasmigrasi kotor, Jawanisasi dan Islamisasi Maluku" ala Soeharto, serta "proyek banjir BBM-nya Habibe-ICMI" untuk merusak keseimbangan Pela Gandong-Salam Sarani Maluku, harus ditinjau kembali! Tanah-tanah Adat Maluku yang dirampok Negara, harus dikembalikan. Jika tidak apa yang diakui Yusuf Kalla sebagai "tugas Pemerintah" adalah omong kosong. Pemerintah NKRI tidak akan menghormati, apalagi memberdayakan Hukum Adat Maluku, dan Point-4 ini hanya menjadi liur yang mengering di bibir mulut yang menganga dari rakyat Alif Ur.

SEMUA PANDATANG HARAM DAN PERUSAK KESEIMBANGAN KEHIDUPAN PELA-GANDONG SALAM-SARANI MALUKU, HARUS KELUAR DARI MALUKU!

5. SEGALA BENTUK ORGANISASI, SATUAN KELOMPOK ATAU LASKAR BERSEN-JATA TANPA IZIN DI MALUKU DILARANG DAN HARUS MENYERAHKAN SENJATA ATAU DILUCUTI DAN DIAMBIL TINDAKAN SESUAI HUKUM YANG BERLAKU.

JOSHUA:
Saya sangat mendukung Point-5 ini, jika 'petunjuk pelaksanaannya' dikembangkan lebih lanjut, sesuai dengan Point-2 di atas. Dengan demikian, bukan hanya "Pemilik Senjata" yang menjadi objek dari Point-5 ini, tetapi para "pendana, penyedia, pemasok, dan pelindung"-nya, termasuk "perampoknya" (kasus penghancuran Markas Brimob Tantui, misalnya) juga diseret ke depan Pengadilan. Dengan demikian, "taka-teki PINDAD dan nomor seri angkatan" pada roket, mortir dan granat yang mogok meledak", bisa terjawab.

Selain itu, bukan hanya "kepemilikan senjata api tanpa izin" yg. menjadi tujuan pelaksanaan Point-5 ini, tetapi juga "soal penggunaan senjata api, amunisi dan perlengkapan TNI/Polri secara tidak benar", walaupun digunakan oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk itu, seperti anggota TNI/Polri. Ditungganginya "panser dan tank TNI oleh "laskar jihad" dkk, misalnya pada peristiwa musnahnya Gereja Silo, adalah salah satu contoh dari sekian teka-teki yang harus dijawab di Pengadilan.

6. UNTUK MELAKSANAKAN SELURUH KETENTUAN HUKUM, MAKA PERLU DIBENTUK TIM INVESTIGASI INDEPENDEN NASIONAL UNTUK MENGUSUT TUNTAS PERISTIWA 19 JANUARI 1999, FRONT KEDAULATAN MALUKU, KRISTEN RMS, LASKAR JIHAD, LASKAR KRISTUS, DAN PENGALIHAN AGAMA SECARA PAKSA.

JOSHUA:
Saya melihat point ini sebagai "point rekayasa Pemerintah" yg. juga menceminkan sifat
"laipose" (cari muka) orang Maluku, untuk mengurus hal-hal yang sudah kadaluwarsa, usang dan basi! Selama tiga tahun lebih, Pemerintah NKRI sepertinya tidak memiliki data apa-apa tentang Kerusuhan Maluku. Selama 52 tahun, Pemerintah NKRI masih harus mencari tambahan data tentang apa itu RMS? Pemerintah NKRI tentunya sangat bersukacita dengan point yang "melepaskan beban berat dari pundak mereka", karena Pemerintah NKRI yang sebenarnya sudah bisa mengatakan APAKAH RMS MELAKUKAN MAKAR ATAU RI YANG MERAMPOK MALUKU, sekarang terlepas dari kewajiban untuk mengatakan yang benar! Tim Rekayasa ini akan menjadi tameng dan bulan-bulanan permainan politik busuk Pemerintah NKRI, selama RMS tetap menjadi MOMOK kebenaran yang mereka takuti. Imbasnya dari ketidaksediaan Pemerintah NKRI untuk mengakui kebenaran sejarah RMS adalah masalah berkepanjangan yang harus ditanggung oleh rakyat Maluku di dalam bentuk penundaan pemulihan nama baik, tuduhan separatisme, dan intimidasi didalam berbagai bidang.

Oleh sebab ketidakjujuran Pemerintah NKRI, maka istilah NASIONAL terpasang di belakang nama TIM INDEPENDEN tersebut. Pemerintah sengaja membatasi "saksi sejarah dan peneliti ilmiah tentang RMS dari luar Indonesia, termasuk Pemerintah Belanda yang berkaitan erat dengan RMS. Orang Maluku yang ada di luar negeripun dikebiri, supaya "kesaksian mereka tentang apa itu RMS", bisa ditolak Pemerintah NKRI dengan alasan "tidak nasional' dan "tidak independen'. Selama istilah INDEPENDEN itu tidak memperoleh penjelaskan tambahan di dalam pengertian "independen terhadap siapa atau apa", Point-5 ini tetap terbuka lebar bagi permainan politik busuk Pemerintah!

Ketiadaan data (?) selama 52 tahun pasca RMS, dan 3 tahun Kerusuhan Maluku seharusnya mengingatkan kedua delegasi untuk memberikan BATAS WAKTU bagi pembentukan Tim, sampai pada pelaporan hasil invesigasi, serta evaluasi terhadap temuan Tim tersebut. Dengan begitu, masalah RMS tidak akan menjadi bola pimpong politik busuk Pemerintah. Persoalan terakhir adalah, SIAPA YANG LAYAK untuk mengevaluasi temuan Tim Invesigasi Independen ini? Pikirkan itu!

7. MENGEMBALIKAN PENGUNGSI SECARA BERTAHAP KE TEMPAT SEMULA SEBELUM KONFLIK.

JOSHUA:
Saya sangat setuju dengan point ini, jika diletakkan di dalam kerangka hukum, baik hukum negara maupun hukum adat, sebagai perwujudan Point-2 dan Poin-4 di atas. Pengungsi yang bukan warga asli Malukui, harus diingatkan bahwa mereka akan kembali masuk ke dalam wilayah Adat Maluku, dengan memperlihatkan dokumen yang SAH seperti KTP, 'surat lahir' dan 'sertifikat tanah'. Dengan demikian, yang bukan Pengungsi dan warga legal Maluku tidak akan menyusup ke Maluku. Akan terlihat sudah berapa banyak 'tanah adat' yang diserobot Pemerintah atas dasar Kepentingan Nasional, dan berapa banyak yang sudah jadi korban 'keserakahan Raja dan Saniri Negeri Adat' yang seharus nya dibawa juga ke depan Pengadilan!

Istilah "bertahap" juga dirasa perlu untuk mendapatkan keterangan tentang "batas waktu", untuk memaksa Pemerintah bekerja lebih serius. Batasan waktu juga mencegah kemungkinan "berkembang biak dan berakarnya laskar jihad dan turunannya" di Maluku, selama istilah "bertahap" itu masih bebas berlaku, sehingga mereka bisa beralasan untuk mendapatkan KTP-Maluku lalu menolak meninggalkan tanah adat Maluku yang mereka RAMPOK!

Salam-Sarani Maluku harus berhati-hati terhadap sepak-terjang Pemerintah NKRI, jika tidak ingin anak-cucu kalian hidup di dalam ratap dan kertak gigi, sebagai orang asing di rumah sendiri!

8. PEMERINTAH AKAN MEMBANTU MASYARAKAT MEREHABILITASI SARANA EKONOMI DAN SARANA UMUM SEPERTI FASILITAS PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAN AGAMA, SERTA PERUMAHAN RAKYAT AGAR MASA DEPAN SELURUH RAKYAT MALUKU DAPAT MAJU KEMBALI DAN KELUAR DARI KESULITAN.

JOSHUA:
Point ini lebih berbau "janji Pemerintah" daripada "point kesepakatan rakyat Maluku"! Istilah "akan" harus diganti dengan isti"berkewajiban untuk". Selain itu, masa depan anak-anak Maluku di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga harus dijamin oleh Pemerintah, sehingga tidak sukar bagi rakyat Maluku untuk menunjuk "jenderal" atau "menteri" asal Maluku. Perlu ditambahkan bahwa Pemerintah NKRI supaya berhenti menjadikan Maluku sebagai "tempat penampung barang bekas" atau "lapangan penumpukan barang rongsokan" dari Jawa. Maluku juga bukan ladang garapan Jakarta, melalui penempatan pejabat yg.tak laku di Jawa, tetapi berguna sebagai "kolektor" bagi Jakarta!

9. DALAM UPAYA MENJAGA KETERTIBAN DAN KEAMANAN SELURUH WILAYAH DAN MASYARAKAT DIHARAPKAN ADANYA KEKOMPAKAN DAN KETEGASAN UNTUK TNI/POLRI SESUAI FUNGSI DAN TUGASNYA.

JOSHUA:
Point ini tidak terdengar sebagai "kesepakatan rakyat Maluku" yang menjadi tugas Pemerintah, tetapi lebih merupakan "permohonan yang sedikit memelas" kepada Pemerintah. Bukanya istilah "diharapkan" yang harus di pasang di sini, tetapi HARUS! Jika point ini demikian lemah dan memelas, bagaimana Pemerintah bisa dicambuk untuk menindak secara hukum, para serdadu dan polisi yang sengaja memancing kerusuhan di Maluku untuk memperoleh keuntungan Pribadi? Bagaimana kita harus mencekal leher Pemerintah untuk menyeret para 'dalang hijau' yang berpangkat jenderal, para penghianat Sapta Marga, dan desertir TNI/Polri yang selalu BEBAS selama ini? Bagaimana jika para anggota TNI / Polri memang tegas, sesuai dengan fungsi dan tugasnya, tetapi percaya bahwa warga Kristen adalah Separatis RMS di Maluku, yang harus diberantas? Oleh sebab itu, ketegasan dan kejujuran juga harus meliputi "pengarahan pasukan" pasukan yang akan ke Maluku.

10. UNTUK MENJAGA HUBUNGAN DAN HARMONISASI SELURUH MASYARAKAT, PEMELUK AGAMA ISLAM DAN KRISTEN MAKA SEGALA UPAYA DAN USAHA DAK-WAH HARUS TETAP MENJUNJUNG TINGGI UNDANG-UNDANG DAN KETENTUAN LAIN TANPA PEMAKSAAN.

JOSHUA:
Kedua delegasi menyinggung masalah "menghargai Adat-istiadat Maluku" di dalam Point-4, dan sekarang mempermasalahkan dakwah yang menimbulkan iritasi di dalam keharmonisan hidup masyarakat Salam-Sarani Maluku. Yang saya herankan adalah bahwa mereka tidak meninggung PELA-GANDONG suatu milik bergarga rakyat Maluku, yang harus dipertahankan dan dihangatkan kembali, dan yang harus dihormati baik oleh Pemerintah Pusat, maupun semua orang yang berada dan akan masuk ke Maluku! Saya mengharapkan adanya semacam rekomendasi dari Malino II untuk "Kembali kepada Semangat Persaudaraan Pela-Gandong" bagi seluruh rakyat Maluku. Sayang!

Pesan saya kepada 'pengkhotbah Salam', "kalian tidak akan segera masuk Sorga, jika Yesus tidak mati di Kayu Salib. Kepada 'pengkhotbah Kristen', saya harus katakan bahwa Nabi atau bukannya Muhammad, tidak akan menambah dekat kalian dengan Sorga, biar sepersekian millimeter juapun. Oleh karena itu, berhentilah menggunakan Iman orang lain sebagai bahan bandingan di dalam khotbah kalian! Jika Pemerintah ini tidak mampu, biarlah kita jadikan Maluku sebagai daerah yang "bebas dari literatur yang menghujat iman orang lain"! Dengan semangat yang sama Maluku juga bisa ditetapkan sebagai daerah dimana istilah KAFIR dan SESAT adalah HARAM untuk digunakan satu terhadap yang lain. Biarlah Maluku kembali menjadi ladang subur bagi Semangat Persaudaraan Pela - Gandong, Salam-Sarani.

11. MENDUKUNG REHABILITASI KHUSUSNYA UNIVERSITAS PATTIMURA DENGAN PRINSIP UNTUK KEMAJUAN BERSAMA.

JOSHUA:
Inilah sarana dimana Pela-Gandong kita mulai hangatkan lagi! Cukup sudah Maluku dijadikan bola pimpong politik busuk untuk kepentingan luar Maluku. Seburuk-buruknya "Acang dan Obet", mereka adalah "orang bersudara", yang selama ini ditipu, dirampok dan diadu untuk saling bunuh, melalui penyuntikan "sejarah bengkok" dan "manipulasi iman". Mari kita kembali "lari obor Pattimura", demi Maluku dan demi anak-cucu Alif Ur.

Salam Sejahtera!

JL.
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/baguala67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044