From: "Joshua Latupatti" joshualatupatti@hotmail.com
Date: Mon, 21 Jan 2002 10:09:21 +0000
KAMORANG PARLENTE, KAMORANG BODO
download artikel in print friendly version Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Saudara-saudara sebangsa,
Saya harus menulis dan menulis lagi. Terlalu banyak kebodohan dan kemunafikan
yang menguasai udara Kepulauan Maluku. Celakanya, tidak banyak yang dapat
menangkap fenomena 'fatamorgana' (tipuan pandang) seperti itu, karena terbungkus
rapih oleh simbol-simbol agama. Jika kebodohan dan kemunafikan berselubung
agama ini saya telanjangi, nanti akan ada beberapa idiot penipu umat yang meneriaki
saya sebagai 'penghina Islam'. Tidak perlu kaget, karena Petinggi Negara, Pimpinan
MUI, sampai kepada "laskar jihad", juga menggunakkan taktik yang sama untuk
menutupi ketidakbenaran mereka.
Kali ini, sayangnya, yang akan saya kemukakan sebagai contoh di sini adalah
"kebodohan dan kemunafikan orang Maluku" sendiri. Itulah sebabnya, saya
menggunakan judul "KAMORANG PARLENTE, KAMORANG BODO", yang artinya
"Kalian Berdusta, Kalian Bodoh".
SOURCE: LIPUTAN6.COM; DATE: 2002-01-09
Kasus Ambon: Muslim Maluku se-Jabotabek Menyerukan Perdamaian Ribuan
muslim Maluku se-Jabotabek berharap konflik di daerah asal mereka segera berakhir.
Dengan mengubur masa silam dan saling memaafkan, masyarakat Maluku dapat
bersatu kem-bali. Liputan6.com, Jakarta: Sekitar dua ribu masyarakat muslim asal
Maluku se-jabotabek ber-harap konflik yang terjadi di Maluku segera berakhir.
JOSHUA:
Saya sebenarnya harus menghargai setiap kegiatan di dalam rangka membawa
Maluku ke arah perdamaian dan kerukunan. Saya juga percaya bahwa unsur
'memaafkan dan melupakan' adalah inti dari rekonsiliasi. Pertanyaannya adalah "Apa
yang perlu dimaafkan dan dilupakan?" Jawabnya mudah, "Kesalahan." Bagaimana
anda misalnya, bisa memaafkan kesalahan saya, sementara saya tidak pernah mau
mengakui kesalahan saya, dan malah berupaya menimpakannya kepada anda? Pada
hemat saya, "mengakui kesalahan" adalah hal yang terpenting, terberat dan paling
ditakuti banyak orang. Konflik Maluku jadi berkepanjangan, bukan karena kurangnya
keinginan untuk memaafkan, tetapi minimnya kapasitas pribadi untuk mengakui
kesalahan. Oleh sebab itu, lahirlah berbagai "cerita dusta dan pemutarbalikkan fakta",
untuk melindungi diri Saya mendapat kesan bahwa apa yang ditunjukkan di sini
adalah sebagian dari usaha pembenaran diri tersebut.
SOURCE: LIPUTAN6.COM; DATE: 2002-01-09
Mereka juga berikrar wilayah Maluku tetap berada dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
JOSHUA:
Coba pikirkan, apakah displai semangat rekonsiliasi secara besar-besaran ini
dilakukan dengan "mempersatukan Maluku" ataukah "menjaga integrasi nasional",
sebagai tujuan utama? Saya tidak menentang "ikrar" seperti itu, tetapi saya sudah
"muak" pada kemunafikan dibalik teriakan dan yel-yel seperti itu. Apa mungkin
terjadi, bahwa saya bisa melintasi berbagai halangan kesukuan dan agama untuk
menjadi satu di dalam kebinekaan bangsa, tapi gagal memeluk saudara sekandung
dan sedarah, hanya karena satu halangan yaitu agama? Saya adalah orang munafik
yang amat berbahaya, jika saya bisa melakukan hal itu. "Bersatulah dahulu dengan
saudaramu, barulah kamu mampu melakukan itu untuk orang lain."
SOURCE: LIPUTAN6.COM; DATE: 2002-01-09
Hal itu mengemuka dalam acara halal bihalal di Balai Sudirman, Jalan Sahardjo,
Jakarta Selatan, Selasa (8/1). Dalam kesempatan itu, selain tokoh muslim Maluku,
tampak hadir beberapa perwakilan tokoh agama lainnya. Acara tersebut juga dihadiri
Wakil Presiden Hamzah Haz beserta istri.
JOSHUA:
Halal-bihalal yang saya kenal di Maluku, biasanya menyertakan sejumlah besar
warga Kristen, yang malah merupakan Panitia Pelaksana. Halal-bihalal yang didorong
oleh semangat rekonsiliasi yang menggebu-gebu, seharusnya tidak bersifat
pemenuhan persyaratan formalitas dengan beberapa 'tokoh agama Kristen', saja.
Halal-bihalal seperti ini kerap kali memiliki kepentingan - kepentingan politis tertentu,
yang kali ini dibungkus didalam semangat rekonsiliasi 'semu'. Yang ingin disoroti
umum di dalam acara ini bukanlah "apa yang Muslim Maluku lakukan", tetapi "apa
yg. Kristen Maluku tidak lakukan", yaitu "tidak menginkan penghentian kerusuhan
yang berkepanjangan" dan "tidak menyatakan tekad untuk tetap di dalam NKRI".
Padahal, seseorang yang jujur dan lurus hatinya akan mengisyaratkan
"dienyahkannya laskar jihad dari Maluku", untuk menghentikan pertikaian dan
mewujudkan rekonsiliasi. Apa gunanya pernyataan tekad untuk tetap di dalam NKRI
secara fisik, tetapi merongrong 'jiwa NKRI, Pancasila' dari dalam dengan menunjang
"laskar jihad" untuk memberlakukan Syariat Islam di Maluku? Apa lagi yang ingin
kalian peroleh dari acara munafik ini? Ingin menyatakan bahwa kalian tidak lagi suka
bergerombol di daerah Tanah Abang, di Jakarta sana, untuk menyusun rencana jahat
terhadap Maluku, terutama terhadap warga Kristen Maluku? Ataukah kalian sudah
bosan memotong dan membunuh warga Kristen Maluku yang tanpa sadar masuk ke
sekitar Asemka, di daerah Grogol, Jakarta, yang dikuasai oleh si kepala preman
Ongen Sangadji? Atau kalian bertekad bahwa tidak akan ada lagi warga Kristen
Maluku yang lenyap secara misterius dari atas KM. Rinjani, KM. Lambelu, atau KM.
Bukit Siguntang? Acara seperti ini tidak berharga di hadapan Tuhan, yang tidak
mungkin kalian kelabui, dan tidak ada sedikitpun kebaikan yang dapat diberikan
kepada Maluku.
Dengan sangat menyesal, saya harus katakan bahwa "kehadiran si Hamzah Haz"
telah menurunkan penghargaan saya terhadap acara ini sampai ke tapak kaki saya.
Mengapa tidak sekalian kalian undang kelompok "pembela integrasi nasional - laskar
jihad", agar lengkaplah semua "pemain" di dalam sandiwara ini? Jika hendak
mempercantik wajah, pilihlah bedak yang bermutu, supaya wajah kalian tidak rusak
dan terlihat semakin memburuk. Sama halnya dengan yang di bawah ini.
SOURCE: REPUBLIKA; DATE: 2002-01-11
Tanda Penghargaan Peduli Maluku
JAKARTA -- Kelompok pengajian Wanita Muslimat Maluku Alfikri Jakarta menggelar
acara penghargaan 'Peduli Maluku'. Penghargaan ini diberikan pada beberapa pihak
yang dianggap memiliki kepedulian pada konflik horisontal yang terjadi sejak 19
Januari 1999 di Maluku.
JOSHUA:
Wanita adalah makhluk ciptaan Tuhan yang umumnya bertindak berdasarkan lebih
banyak 'perasaan' daripada 'pikiran'. Wanita lebih mengandalkan "naluri
kewanitaannya", dan naluri mereka biasanya jarang meleset. Kita bisa menipu
'pikiran' wanita, tetapi sukar untuk menipu 'naluri kewanitaannya'. Mereka semakin
tidak bias dibohongi, jika wanita itu bertekun di dalam bidang keagamaan, seperti
"Kelompok Pengajian Wanita Muslimat Maluku Alfikri Jakarta" ini. Sekali mereka
terpaut pada 'kebenaran', ancaman mautpun tak akan mampu meyurutkan langkah
mereka. Hal ini sudah dibuktikan oleh para wanita Israel, yang berani keluar rumah
untuk mengunjungi kubur Yesus, ketika para murid laki-lakiNya meringkuk ketakutan
di dalam rumah dengan pintu terpalang.
Ketika membaca berita tentang "penghargaan" yang diberikan Kelompok Pengajian
Wanita Muslimat Maluku Alfikri Jakarta, saya jadi berpikir bahwa pada akhirnya para
wanita tampil untuk mengibarkan bendera kejujuran dan kebenaran tentang Maluku,
sesuai dengan 'naluri kewanitaan' mereka, yang sering melahirkan keberanian yang
mencengangkan itu. Sayangnya, semakin jauh saya membaca, saya semakin
kecewa. Saya lupa, bahwa "wanita juga mampu membunuh dengan air mata
mereka". Hal ini membuat saya teringat lagi pada sekelompok wanita berkerudung
yang dengan pilu meneteskan air mata mereka di depan sebuah "peti mayat", yang
kemudian ternyata tidak berisi mayat, tetapi berisi "peralatan pembuat mayat", yaitu
"senjata dan amunisi". Di saat-saat seperti itu, wanita berubah menjadi "pembunuh
nan lemah-lembut", dan "pendusta nan berurai air mata". Inilah sisi negatif dari wanita
yang diperlihatkan lewat upacara Penganugerahan Penghargaan Peduli Maluku
tersebut.
SOURCE: REPUBLIKA; DATE: 2002-01-11
Bertempat di Balai Sudirman Jakarta Selatan, Selasa (8/1), penghargaan Peduli
Maluku diberikan kepada Medical and Rescue (Mer-C), Republika, SCTV, serta Letjen
TNI Suaidi Marasabessy dan Majen TNI (Mar) Nono Sampono.
JOSHUA:
Saya tidak hendak membantah kenyataan tentang 'jasa Mer-C bagi Muslim Maluku
khususnya. Tetapi Muslim Maluku bukanlah Maluku. Selain itu, Ketua Mer-C pernah
berniat membawa kasus "sweeping sarang siluman laskar jihad di Kebun Cengkeh",
sebagai "kasus pengrusakan Rumah Sakit", ke Jenewa. Mengapa jadi urung? Karena
itikadnya tidak bersih. Jika itikad seperti inilah yang dianggap sebagai 'jasa', cobalah
jujur untuk menyebutnya 'kepedulian terhadap Muslim Maluku', dimana "laskar jihad"
adalah Muslim Maluku.
Apa jasa si "republika" kepada Maluku, selain dari berperan sebagai "media iblis"
penunjang "laskar jihad"? Apa pula jasa SCTV kepada Maluku, selain menjadi "media
penyebar provokasi secara halus"? Entah sudah berapa banyak kali kedua media tak
jujur ini "mengadakan yang tiada dan meniadakan yang ada" tentang Maluku. Inikah
jasa yang diharapkan oleh para ibu Muslim Maluku?
Suaidi Marasabessy dan Nono Sampono? Ya, Robi. Apa saja yang bisa dihargai dari
"pentolan-pentolan TIM-19" rekayasa Wiranto, yang "impoten" ini? Apakah "ratusan
bendera RMS buatan Al Fatah dan Muslim Galunggung itu yang mengorbitkan Suaidi
Marasabessy di mata para ibu ini? Atau kah jasa si Nono Sampono yang
"menyimpan kebenaran tentang peristiwa terkutuk-19 Januari 1999, sore, yang
didengarnya sendiri dari warga Kristen Mardika? Apakah kalian memberikan
penghargaan kepada si Nono Sampono karena keberhasilannya di dalam melindungi
saudara dekatnya, "Ongen Sangadji", preman Muslim Jakarta , yang datang
membagi-bagi 'uang rusuh' di Maluku sebelum kerusuhan dan yang muncul di dalam
kerusuhan seperti "Rambo"? Ataukah jasa besar Suaidi Marasabessy di dalam
memimpin "pasukan vendetta dari Kostrad Wirabuana", Makassar, yang berselubung
pasukan pengaman kerusuhan, yang amat menyentuh hati kalian? Sekali lagi saya
katakan, jika jasa dan kepedulian seperti inilah yang berkenan kepada ibu-ibu Muslim
Maluku, cobalah jujur untuk tidak menggunakan istilah "Maluku". Saya malah tidak
yakin apakah "Kelompok Pengajian Wanita Muslimat Maluku Alfikri Jakarta" ini
memang layak untuk mewakili seluruh Muslimah Maluku atau tidak.
SOURCE: REPUBLIKA; DATE: 2002-01-11
Pemberian penghargaan ini dikemas dalam acara yang meriah dengan iringan lagu
salawat Badar, tabuhan beduk, musik tengah, takbir, puisi, dan senandung doa.
JOSHUA:
Setahu saya, lagu "Salawat Badar" itu adalah "lagu perang". Walaupun melodinya
terdengar manis mengalun, tetapi liriknya membangkitkan nafsu berperang.
Kelihatannya, lagu ini memang cocok untuk dinyanyikan pada acara seperti ini, dilihat
dari segi 'kepada siapa Penghargaan Peduli Maluku' (harusnya Penghargaan Peduli
Muslim Maluku) itu diberikan. Dengan kata lain, mereka memang layak menerima
penghargaan tersebut, jika penghargaan itu diberikan atas "jasa dan kepedulian untuk
merusuhkan dan menyengsarakan Maluku, melalui sebuah peperangan terekayasa.
SOURCE: REPUBLIKA; DATE: 2002-01-11
Selain itu anak-anak yatim korban kerusuhan Ambon dan Maluku Utara juga tampil
menye-nandungkan lagu. Kepada mereka diberikan pula bingkisan. Acara silaturahmi
ini ditutup de-ngan doa untuk kedamaian di pulau nan indah namun terus-menerus
berduka itu. n tid
JOSHUA:
Apakah kalian tidak sedang kerasukan, ibu-ibu? Kalian memberikan penghargaan
Peduli Maluku kepada para provokator, penipu dan media penghasut, lalu
menyanyikan 'Salawat Badar', dan kemudian berdoa untuk kedamaian Maluku? Apa
yang kalian katakan kepada Allah dan apa yang kalian ingin Allah perbuat bagi
Maluku? Memberkati dan menolong "laskar jihad" untuk mendatangkan damai bagi
Maluku, seperti yang dipesankan "Hamzah Haz"? Pergilah ke neraka, kalian para ibu
munafik dan perusak generasi penerus Maluku!!!
Jika kalian adalah Muslimah yang soleh dan dipenuhi dengan roh kejujuran, maka
orang yang pantas menerima Penghargaan Peduli Maluku, adalah "Bpk Thamrin Amal
Tomagola", sebagai salah satu putra Muslim Maluku yang membahayakan dirinya,
keluarganya dan keriernya demi kebenaran tentang Maluku. Sayang, kalian memang
tidak cukup berharga dan layak untuk beliau.
Salam Sejahtera!
JL.
|