KOMPAS, Selasa, 5 Maret 2002
Gubernur Maluku Ancam Tutup Media Massa
Penghasut
Ambon, Kompas - Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku yang juga
Gubernur Maluku M Saleh Latuconsina menegaskan, pihaknya tidak akan menolerir
media massa cetak maupun elektronik yang cenderung memprovokasi massa serta
melawan pemerintah melalui berita atau siaran-siarannya.
Apabila media massa tetap tidak mematuhi aturan hukum, jalan terakhir yang bisa
ditempuh adalah menutup media massa terkait. Latuconsina juga melarang segala
jenis minuman keras (miras) di Ambon dalam rangka mencegah terjadinya
ketegangan sosial, khususnya pascakericuhan hari Sabtu lalu.
Penegasan itu disampaikan Latuconsina, Senin (4/3), usai memberikan jawaban
kepada para pengunjuk rasa di Kantor Gubernur Maluku. Puluhan pengunjuk rasa
yang sebagian besar ibu-ibu meminta pemerintah tidak menutup Radio Suara
Perjuangan Muslim Maluku (SPMM) yang dikelola Laskar Jihad. Pengunjuk rasa
menganggap radio yang menyuarakan aspirasi umat Islam itu masih diperlukan. Di
pihak lain, pemerintah menilai siaran radio tersebut sering menyampaikan siaran yang
kurang pas dengan kondisi sekarang.
Suasana Kota Ambon hari Senin-dua hari setelah kericuhan saat pawai bersama
umat Kristen dan Muslim-sudah semakin kondusif. Meski demikian, masyarakat
tampak belum leluasa berbaur karena masih diliputi rasa takut kalau peristiwa Sabtu
lalu terulang. Kegiatan lebih terpusat pada komunitas masing-masing meski sejumlah
pegawai negeri dari berbagai instansi sudah mulai bekerja di tempat yang dianggap
netral, di sebuah hotel. Di Jalan Pantai Mardika atau di depan Hotel Ambon Manise
(Amans), interaksi antara umat Islam dan Kristen terjadi di pasar kaget.
Kemarin, PDSD Maluku memanggil tiga pengurus Radio SPMM, yakni Saina, Zulkifli,
dan Muhtar. Ketiganya didampingi penasihat hukum Nursiwan. Usai bertemu dengan
staf ahli bidang hukum PDSD Maluku Muhammad Elly, mereka langsung ke luar
ruangan. Kendati ketiganya diburu wartawan sampai ke halaman gubernuran, mereka
tidak bersedia diwawancarai. "No comment, no comment," kata Nursiwan.
Tidak lama berselang, puluhan pengunjuk rasa melakukan aksi. Mereka berteriak
lewat dua megafon dan mengusung sejumlah poster. Mereka meminta pemerintah
tidak menutup siaran Radio SPMM.
Menanggapi permintaan pengunjuk rasa, Latuconsina menegaskan, ia tidak pernah
mengatakan bahwa Radio SPMM ditutup. "Namun, saya akan menindak tegas
seluruh media massa yang memprovokasi dan melawan pemerintah. Bahwa Radio
SPMM kami panggil, itu dalam rangka proses penegakan hukum," katanya.
Sebelumnya, Latuconsina selaku Gubernur Maluku telah mengeluarkan Instruksi
Nomor 06 Tahun 2002 tanggal 19 Februari lalu. Inti instruksi tersebut adalah melarang
media massa melakukan provokasi dalam berita atau siarannya. "Jadi, bukan hanya
Radio SPMM saja, tetapi seluruh media massa yang melakukan provokasi,"
tegasnya.
Hari Minggu lalu aparat keamanan menyita 150 jeriken minuman keras tradisional
yang disebut "Sopi". Ke-150 jeriken yang masing-masing berisi 50 liter itu disita di
Pelabuhan Gudang Arang, saat kapal yang mengangkut miras itu merapat.
Latuconsina membenarkan penyitaan miras tersebut. "Saya instruksikan, jangan
hanya minuman kerasnya yang disita, tetapi juga kapalnya," katanya.
Menurut Latuconsina, pihaknya akan mengeluarkan instruksi larangan masyarakat
mengonsumsi, menjual, dan mengedarkan minuman keras jenis apa pun. Di
kantornya, Latuconsina memaparkan pula jumlah senjata organik yang dapat disita
atau dikumpulkan dari masyarakat.
Menyinggung kelompok-kelompok yang tidak setuju dan tidak bersedia
melaksanakan kesepakatan Deklarasi Malino II, Latuconsina mengatakan, pihaknya
tidak menghalang-halangi siapa pun yang menolak kesepakatan tersebut. Namun,
pihaknya akan menindak siapa pun yang mengganggu. "Boleh saja menolak, tetapi
jangan mengganggu. Saya berpendapat, jumlah orang yang menerima Deklarasi
Malino jauh lebih banyak dibanding yang menolak," katanya.
Sudah bagus
Di Jakarta, fasilitator Baku Bae (perdamaian Maluku) Ichsan Malik mengatakan,
secara politik perdamaian Malino II memiliki akar kuat di kalangan atas dan
menengah, namun sangat lemah pada tingkat akar rumput. Tanpa langkah tepat yang
melibatkan seluruh unsur, perdamaian Maluku akan menjadi sia-sia di kemudian hari.
"Perdamaian Malino II sudah bagus, namun bila langkah kelanjutannya tidak tepat,
justru akan mengundang kerawanan. Pada tahap awal saja, misalnya, pawai
perdamaian ala kampanye sudah menyinggung perasaan korban dan keluarganya.
Harus ditemukan pola perdamaian yang benar-benar berakar dari bawah," kata
Ichsan, kemarin.
Ia juga menyayangkan ucapan elite di Jakarta serta aparat militer yang mengancam
untuk "menggebuk" setiap orang yang mengganggu perdamaian Malino II. Padahal,
katanya, akan lebih baik bila keberhasilan di awal Deklarasi Malino II dilanjutkan
dengan pendekatan akal sehat, transformasi, penyadaran, serta negosiasi. Contoh
konkretnya adalah dengan memfasilitasi pertemuan antarkelompok masyarakat kecil
atau antartetangga yang terlibat konflik secara langsung sedikit demi sedikit.
Ichsan menambahkan, Tim Baku Bae-yang menyusun agenda perdamaian sejak
konflik membara dua tahun lalu-masih akan mengevaluasi perjanjian Malino II pada 6
dan 7 Maret mendatang. Pertemuan akan diikuti oleh kelompok penasihat hukum,
insan pers, intelektual, para raja, serta pemuda dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) di Ambon.
"Dalam pertemuan itu nanti kita akan membahas apakah resolusi konflik secara
politik di Malino sudah cukup. Kita juga akan membuat polling apakah Baku Bae
masih dibutuhkan. Kalau sudah cukup, kita akan stop," ujar Ichsan.
Tentang rencana pemerintah memberikan santunan kepada setiap korban, kata
Ichsan, hendaknya ditunda dahulu. Dia mengusulkan agar rehabilitasi ataupun
kompensasi langsung ditangani oleh negara dengan dasar hukum, misalnya peraturan
daerah.
Baku Bae adalah sebuah gerakan sosial untuk rekonsiliasi Maluku yang difasilitasi
oleh berbagai unsur masyarakat, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan
beberapa yayasan lokal. Baku Bae bertujuan untuk mencari akar masalah dan
penyelesaian secara hukum. (pep/sah)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|