KOMPAS, Kamis, 17 Januari 2002, 11:52 WIB
Masih Ada Dualisme Penanganan Masalah Keamanan di Maluku
Jakarta, KCM
Laporan: Martian Damanik
Salah satu penyebab masih berlangsungnya konflik di Maluku akibat Pangdam
XVI/Pattimura maupun Kapolda Maluku tidak mau secara langsung menjalankan
perintah dari Gubernur sebagai Penguasa Darurat Sipil (PDS) sebelum berkonsultasi
dengan Panglima TNI dan Kapolri.
Demikian pernyataan Wali Kota Ambon Yopy Papilaya, Ketua DPRD Kotamadya
Ambon Luky Wattimury dan sejumlah anggota DPRD Ambon yang datang menemui
Ketua DPR RI Akbar Tandjung di gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (17/1).
Menurut Wali Kota Ambon, masih ada dualisme dalam masalah penanganan
keamanan di Maluku. "Gubernur sebagai penguasa darurat sipil kalau memerintahkan
Pangdam dan Kapolda itu tidak langsung jalan, tetapi harus konsultasi dulu dengan
Panglima TNI atau Kapolri,” tegasnya.
Hal senada juga dikemukakan Ketua DPRD Ambon, dimana terkesan Pangdam dan
Kapolda tidak berkoordinasi dengan PDS dalam melakukan langkah-langkah
pengamanan di Maluku.
Untuk itu, mereka meminta kepada DPR RI agar mengingatkan pemerintah
khususnya Panglima TNI dan Kapolri agar dalam menjalankan perintah PDS,
Pangdam dan Kapolri tidak perlu berkonsultasi dengan pusat.
Mengenai situasi di Maluku, menurut mereka, konflik dan pertikaian masih terus
terjadi, khususnya di Kota Ambon yang disebut sebagai pusat konflik. "Kami merasa
persoalan di Maluku terpusat di Ambon. Ambon sebagai pusat konflik. Ambon paling
parah dari semua dimensi,” tandas Yopy.
Ia menambahkan, masih ada orang-orang yang memanfaatkan situasi di Ambon
untuk kepentingan ekonomi serta kepentingan politik. Sementara itu, salah seorang
anggota DPRD Ambon, Abdurahman menilai, TNI/Polri tidak sungguh-sungguh dalam
menegakkan keamanan di Maluku.
Itu terbukti dengan masih beredarnya sekitar 1.000 pucuk senjata organik yang
diambil pada saat pembakaran asrama Brimob.
"Senjata organik yang terkumpul baru 20,” ungkapnya.
Sedangkan anggota DPRD lainnya, Roby Saimima mengusulkan agar seluruh
anggota Polda Maluku untuk sementara dipindhakan ke daerah lain, karena sudah
terkontaminasi dengan konflik yang terjadi. "Itu harus dipindahkan untuk sementara,
seperti yang dilakukan pihak TNI, dengan memindahkan anggota batalyon yang ada
di Maluku," kata Roby.
Masalah lain yang disoroti dalam pertemuan tersebut adalah masih belum berjalannya
penegakan hukum di Maluku, dimana jumlah hakim sangat minim. Bahkan di
Kabupaten Pulau Seram dan Masohi sama sekali tidak ada hakim.
Untuk itu salah seorang anggota DPRD Lutfi Sanaki mengusulkan agar diangkat
hakim ad hoc untuk sementara waktu yang berasal dari berbagai kalangan. Dalam
pertemuan itu, selain dihadiri Akbar Tandjung juga Ketua Komisi I DPR Ibrahim
Ambong, Wakil Ketua Komisi I Astrid Susanto dan anggota Komisi II LT Sutanto.
(ima)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|