KOMPAS, Selasa, 22 Januari 2002
Digugat, Pertanggungjawaban Negara dalam Konflik Maluku
Jakarta, Kompas - Sejumlah pengacara dari Ambon, Senin (21/1), mempersoalkan
pertanggungjawaban negara dalam penanganan konflik di wilayah itu yang kini telah
memasuki tahun keempat. Mereka mempertimbangkan kemungkinan mengajukan
gugatan melalui class action terhadap institusi-institusi dan sejumlah aparatur negara,
termasuk Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) yang terlibat atau
melakukan pembiaran terhadap konflik Maluku.
Gagasan untuk menuntut institusi-institusi negara dan sejumlah aparat negara itu
muncul dalam rapat kerja pengacara Ambon yang berlangsung di Jakarta, sejak
Sabtu lalu.
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan Susilo
Bambang Yudhoyono mengonfirmasikan rencana kunjungannya ke Maluku, 25-27
Januari 2002. Dalam kunjungan itu Yudhoyono akan didampingi Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Jusuf Kalla, Panglima TNI Laksamana
Widodo AS, Kepala Kepolisian RI (Polri) Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, dan Menteri
Dalam Negeri Hari Sabarno. Mereka akan melakukan dialog dengan seluruh elemen
masyarakat dan birokrasi Maluku untuk mengidentifikasi persoalan di lapangan. Dari
dialog tersebut diharapkan dapat segera diambil keputusan.
Ichsan Malik, fasilitator gerakan Baku Bae mengemukakan, para pengacara juga
sepakat untuk membentuk pos bantuan hukum di Ambon yang mempersatukan para
pengacara Muslim dan Kristen untuk menangani kasus-kasus hukum berkaitan
dengan konflik Maluku. "Mereka juga sepakat terhadap perlunya dibentuk tim
investigasi untuk melakukan penyelidikan mengenai sebab-musabab terjadinya konflik
Maluku, mengungkap strategi negara yang dilakukan untuk mengatasi konflik Maluku,
dan aparat negara yang terlibat dalam konflik tersebut," kata Ichsan Malik.
Negara menghilang
Pengamat politik Cornelis Lay dan pengurus Komite untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (Kontras) Munir, di hadapan para pengacara Ambon sama-sama
menekankan perlunya masyarakat Ambon melihat kembali konflik di daerah itu yang
telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun. Konflik Maluku, katanya, selama ini
hanya dipahami sebagai konflik antara kelompok masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lain. "Seolah-olah peran negara hilang dalam konflik Maluku," papar
Munir.
Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, lanjut
Munir, negara bisa dituntut pertanggungjawabannya dalam konflik Maluku. Konflik
Maluku telah mengakibatkan korban kemanusiaan yang begitu parah. Yang perlu
dibuktikan adalah sejauh mana negara melakukan kejahatan dengan melakukan
pembiaran (crime by omission) dalam konflik Maluku.
Cornelis Lay mengajak masyarakat Maluku untuk mengemukakan semua kekerasan
di Indonesia yang terjadi selama Orde Baru bersumber pada negara. Ketika Orde
Baru runtuh dan masyarakat kesulitan melihat negara sebagai sumber kekerasan,
maka mereka memproyeksikannya kepada kelompok masyarakat yang lain. Cornelis
memandang penting perlunya dilacak kembali sebab-sebab konflik di Maluku karena
jangan-jangan akar persoalannya sebenarnya bisa dimintakan pada
pertanggungjawaban negara.
Dikelola intensif
Usai menerima kedatangan rombongan DPRD Maluku dan Wali Kota Ambon Max
Jopi Papilaya, Yudhoyono mengatakan bahwa Maluku harus dikelola lebih intensif
agar keamanan bisa benar-benar pulih dan proses perdamaian sebagaimana yang
terjadi di Sulawesi Tengah bisa dilakukan. "Kita sudah mengidentifikasi banyak hal di
bidang keamanan, di bidang hukum dan politik," kata Yudhoyono.
Selanjutnya, papar Yudhoyono, persoalan Maluku akan dibawa dan diolah di tingkat
pusat. Ada usulan supaya ada time frame-selama enam bulan ke depan dilakukan
secara intensif pemulihan keamanan, penegakan hukum, kemudian rekonsiliasi atau
proses perdamaian, sehingga ada sesuatu yang dicapai secara signifikan.
Papilaya meminta supaya pemerintah pusat dapat lebih serius dan lebih terprogram
dalam menyelesaikan masalah. Menurut dia, selama ini banyak cara telah ditempuh.
Akan tetapi, ada kelemahan koordinasi sehingga penanganan masalah Maluku
terkesan parsial. (wis/lok)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|