KOMPAS, Senin, 28 Januari 2002
Keputusan Status Maluku Utara Akan Diolah Minggu Ini
Ternate, Kompas
Setelah melihat langsung perkembangan situasi Maluku Utara, pemerintah akan
mengolah keputusan untuk mengubah status Maluku Utara dari status darurat sipil ke
tertib sipil dalam satu minggu ini. Jika dikembalikan ke tertib sipil, maka akan dibuat
satu mekanisme di mana kepala daerah akan memiliki otoritas dan kewenangan
dengan dibantu aparat yang memadai.Demikian dikemukakan Menteri Koordinator
Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Susilo Bambang Yudhoyono di
Bandara Sultan Babullah, Ternate, Maluku Utara, Minggu (27/1), sebelum bertolak ke
Jakarta usai melakukan kunjungan kerja selama tiga hari di Provinsi Maluku dan
Maluku Utara.
Menurut Yudhoyono, evaluasi yang dilakukan pemerintah bukan hanya dalam
kunjungan kali ini, namun pemerintah akan terus melakukan evaluasi dalam berbagai
kesempatan. Dari hasil peninjauan, Yudhoyono menyimpulkan bahwa dari aspek
keamanan, sebenarnya situasi di Provinsi Maluku Utara sudah membaik dan boleh
dikatakan hampir mendekati normal dibandingkan dengan daerah-daerah konflik yang
lain, misalnya di Poso, Aceh, atau Maluku.
Penegakan hukum, lanjutnya, sebenarnya juga bisa berlangsung dengan efektif. Yang
harus dipikirkan oleh pemerintah saat ini adalah aspek rehabilitasi dan rekonstruksi
sosial termasuk langkah-langkah penanganan pengungsi.
Bisa dicabut
Menurut Yudhoyono, sebenarnya keadaan darurat sipil di Maluku Utara bisa dicabut
dan dikembalikan ke tertib sipil, dengan catatan masih diperlukan sebuah kerangka
dan mekanisme untuk menuntaskan pemulihan keamanan, penegakan hukum, serta
rehabilitasi dan rekonstruksi sosial.
"Kami masih olah seminggu ini lagi dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang
lain. Pada saatnya nanti, kalau masih diberlakukan keadaan darurat sipil, berarti
harus ada pembatasan-pembatasan dari segi waktu ataupun barangkali sebagian
wilayah Maluku Utara sudah bisa kami kembalikan kepada keadaan tertib sipil,"
papar Yudhoyono.
Pilihan yang kedua-yang kemungkinan besar akan diambil pemerintah-kalau Maluku
Utara sudah dikembalikan ke tertib sipil, maka akan dibuat satu mekanisme seperti
yang dilakukan di Poso, di mana kepala daerah memiliki otoritas dan kewenangan
yang cukup untuk melakukan langkah-langkahnya dibantu dengan aparat yang
memadai, baik itu TNI/Polri maupun penegak hukum.
Pada laporannya yang disampaikan kepada Menko Polkam, hari Sabtu sore, Pejabat
Gubernur Maluku Utara Abdul Muhyi Effendie mengemukakan, kerusuhan sosial yang
bernuansa suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang terjadi di Maluku Utara
sejak Oktober 1999, telah mengakibatkan korban jiwa sebanyak lebih kurang 2.100
jiwa, dan rumah penduduk yang rusak/hancur sejumlah 19.937 unit. Selain itu, juga
terjadi arus pengungsi secara besar-besaran ke Kota Ternate, maupun tempat-tempat
lainnya yang dianggap aman sebanyak 266.137 jiwa.
Kini, berdasarkan data yang tercatat, jumlah pengungsi yang telah kembali dan
difasilitasi oleh pemerintah sebanyak 26.724 jiwa (6.318 kepala keluarga/KK). Namun,
kenyataan yang ada di lapangan, jumlah pengungsi yang telah kembali secara
swadaya diperkirakan mencapai sekitar 60.000 jiwa.
Pada pemantauan sepanjang Sabtu malam pekan lalu, jalan-jalan utama di Ternate
dipadati oleh penduduk yang menikmati malam minggunya dengan makan di berbagai
warung kaki lima yang ada di pinggir jalan, bahkan dengan santai menyantap buah
durian di tepi pantai. Suasana di Ternate tak lagi mencekam.
Suksesi gubernur
Hanya saja, kondisi keamanan yang baru saja pulih, saat ini masih tertekan dengan
adanya isu suksesi gubernur yang masih menggantung. Pada pertengahan Oktober
2001 lalu, pada kunjungannya ke Menko Polkam di Jakarta, Abdul Muhyi Effendie
mengatakan bahwa pemilihan Gubernur Maluku Utara 5 Juli 2001 lalu, yang
dimenangkan oleh Abdul Gafur, akan diulang karena disinyalir diwarnai praktik uang
(money politics).
Saat pers menanyakan soal kebijakan pemerintah berkaitan dengan suksesi
Gubernur Maluku Utara, Direktur Jenderal Pembinaan Kesatuan Bangsa Departemen
Dalam Negeri Muhantu AQ mengatakan, pada prinsipnya segala proses administratif
sudah diterima oleh pemerintah pusat.
Dikatakan, Menteri Dalam Negeri dan timnya sudah mengkaji secara detail dan telah
selesai memberikan satu rekomendasi kepada Presiden. "Tentunya yang paling
prinsip juga, di lapangan, di Ternate, harus kami lihat bahwa ada beberapa proses
seperti pemeriksaan kepolisian dan lain-lain. Hasilnya kami tunggu. Dengan hasil
yang sudah benar-benar jelas, itu akan menjadi pijakan keputusan Presiden," tutur
Muhanto. (lok)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|