ManadoPost Online, Sabtu, 1 Desember 2001
Uskup Manado Serukan 'SOS Poso'
MANADO- Uskup Manado Mgr Yosephus Suwatan MSC menyerukan seruan sangat
darurat -SOS (Save Our Soul: Selamatkan Jiwa Kami) bagi masyarakat Poso. Seruan
ini disampaikan Monsinyur Suwatan berkaitan dengan kondisi terakhir di Poso dan
beberapa daerah di sekitarnya yang dinilainya sudah sangat memprihatinkan karena
mengarah pada pembinasaan manusia. Bahkan, Kota Tentena yang kini sedang
menampung 30 ribu warga tak berdosa tinggal selangkah lagi diserbu kelompok
perusuh. Padahal saat ini tinggal Tentena kota relatif aman bagi pengungsi.
Sementara, Suwatan juga mengakui kalau dia telah menerima surat tembusan dari
kelompok masyarakat yang menamakan diri Masyarakat Kristen Kabupaten Poso
(MKKP). Kelompok ini dalam tembusannya telah menyurati Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB). Surat itu dialamatkan langsung ke Sekjen PBB Koffi Annan di Jenewa
Swiss, berkaitan dengan pertikaian antar agama di Kabupaten Poso Sulawesi
Tengah.
Ada lima poin pernyataan Masyarakat Kristen Kabupaten Poso dalam isi surat yang
dikirimkan mereka ke Sekjen PBB langsung. Pertama, meminta intervensi dari PBB
untuk menghentikan tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM yang sementara
terjadi di Kabupaten Poso, khususnya di desa-desa mayoritas penduduknya
beragama Kristen; Kedua, aparat keamanan (TNI/Polri) tidak mampu mengendalikan
keamanan masyarakat, sehingga kendali keamanan dipegang oleh 'Laskar Jihad.'
Poin ketiga, pemerintah Indonesia tidak mampu menghentikan dan menyelesaikan
konflik yang telah berlangsung selama 3 tahun terakhir dan telah menelan ribuan
korban jiwa serta harta benda. Keempat, Bilamana situasi ini tidak dihentikan, maka
penyerangan akan terus berlanjut dan mengakibatkan tragedi kemanusiaan yang
sangat dahsyat; Poin kelima, situasi terakhir (tanggal 29 November 2001, pukul
20.00) semakin mencekam. Di mana terjadi penyerangan, pembakaran, pembunuhan
dan penjarahan yang dilakukan oleh kelompok teroris yang berkedok 'Laskar Jihad.'
Demikian isi pernyataan yang ditulis berbahasa Inggris untuk Sekjen PBB yang
ditandatangani lima tokoh masyarakat dan tokoh agama, mewakili masyarakat Poso.
Mereka terdiri dari Crisis Center Gereja Kristen Sulawesi Tengah sekretaris eksekutif
Oldy Tacoh. Ketua Umum Forum Komunikasi Masyarakat Tanah Poso Drs J Santo,
ketua umum Angkatan Muda Sintuwu Maroso (Amsimar) Kabupaten Poso F.WL.
Sowolino SE MSi, Pastor Paroki Wakil Umat Katolik Kabupaten Poso Jimmy
Tumbelaka Pr, dan Ketua Umum Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah Pdt
A Rampalodji.
Oleh Suwatan, tembusan surat untuk PBB itu kemudian diteruskannya ke seluruh
media cetak disertai siaran pers dari Keuskupan Manado, yang juga dikirimkan
termasuk ke jaringan berita Manado Post Group yang diterima malam tadi. ''Poso
merupakan wilayah pelayanan Keuskupan Manado, karenanya kami ikut prihatin
bahkan sangat berharap bantuan keamanan secepatnya. SOS untuk Poso,'' seru
Suwatan.
Dalam siaran pers itu, Uskup Manado Suwatan MSC mengakui, antara tanggal 27
hingga 29 November 2001, ia mendapat berita-berita yang amat mencemaskan
tentang penyerangan, penjajahan, dan pembakaran rumah-rumah penduduk, gedung
sekolah SD, kantor, balai desa, dan rumah-rumah ibadat di lima desa.
KRONOLOGIS PERISTIWA
Kronologis peristiwa itu menurut Uskup Suwatan yakni pada Selasa, 27 November
bulan lalu, pada pagi hari Desa Bataleba diserang. Aparat gabungan TNI-Polri yang
berjaga di desa tersebut bukan tandingan perusuh-perusuh yang bersenjata organik
lengkap dan besar jumlahnya. Lepas tengah hari Desa Betalemba dikuasai perusuh.
74 rumah dibakar dan 3 orang korban luka tembak.
Rabu, 28 November 2001, serangan berlanjut ke Desa Patiwunga dan habis dibakar
200 rumah, sebuah bangunan sekolah dan sebuah rumah ibadat. Berikutnya hari
yang sama Desa Tengkura diserang dan sekitar jam 14.00 sudah habis dibakar
perusuh 300 rumah, satu kantor desa dan sebuah rumah ibadat. Tiga orang
dilaporkan meninggal.
Keesokannya hari Kamis, para perusuh terus mengadakan penyerangan dan pukul
09.00 memasuki desa Sanginora, hingga pukul 11.00 mesyarakat coba mengadakan
perlawanan. Aparat keamanan tidak ada di lokasi. Akhirnya pukul 17.00 Desa
Sanginora dan Debua dikuasai perusuh. Kelima Desa yang sudah dikuasai para
perusuh sudah mendekati daerah Tentena.
Sebentar lagi para perusuh akan masuk ke Tentena dan diperkirakan akan terjadi
pertikaian yang besar. Masyarakat di desa-desa yang diserang itu telah melarikan di
ke Tentena.
Menurut Uskup Suwatan, sedikitnya saat ini ada 30 ribu banyaknya orang yang ada
di Tentena.
Mereka penuh kecemasan, ketakutan dan kekuatiran. ''Karena, dengan dikuasainya
Desa Sanginaro dan Debua, gerak perusuh selangkah lagi akan memasuki Tentena.''
Lagi pula jumlah para perusuh ada sekitar seribu orang dengan persenjataan organik
yang lengkap.
Jadi dari tanggal 27 hingga 29 bulan lalu, ada 5 desa yang diserang dan dibakar habis
tenpa perlawanan berarti dari penduduk yang memang tidak siap bertempur melawan
pasukan perusuh yang bersenjatakan organik lengkap. Hak azasi manusia untuk
hidup dengan aman dan damai dihancurkan. Amat mengecewakan bahwa tidak ada
parat keamanan untuk menghalangi dan mengusir para perusuh. Rakyat tidak
mendapat perlindungan yang diharapkan dari pemerintah dan aparat keamanan.
Menurut Uskup Suwatan, mereka merasa dibiarkan saja.
Uskup mengaku tidak dapat mengerti bahwa dalam negeri RI yang berdaulat ini tidak
diambil tindakan terhadap sepasukan sipil bersenjata yang merajalela seperti itu. Ia
pun menyerukan SOS! Mendesak minta perhatian sungguh-sunguh dari pemerintah
dan bantuan aparat keamanan untuk penduduk Kabupaten Poso, terlebih saat ini
amat kritis bagi penduduk di sekitar kota Tentena. ''Kiranya seruan ini didengar dan
ditindaklanjuti,'' harap Uskup. (myw)
Risbang © Copyright 1996, MANADO POST Online
|