The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Pernyataan Pers Sikap Koalisi LSM Maluku


Pernyataan Pers Sikap Koalisi LSM Maluku

Penanganan konflik di Maluku yang hingga kini telah mencapai masa 3 tahun, belum memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir, justru sebaliknya menunjukan perkembangan eskalasi yang tak menentu. Selama tahun 2001 dalam masa pemberlakukan status darurat sipil tidak terlihat adanya perubahan kondisi yang signifikan dengan tujuan diberlakukannya Perpu No.23 tahun 1959 oleh pemerintah. Kondisi ini dapat terlihat dari munculnya berbagai bentuk/motif kekerasan yang terjadi, dan merisaukan masyarakat selama setahun ini. Mencermati dinamika konflik, kebijakan dan pola-pola penanganan serta keseriusan sikap pemerintah dalam tanggung jawab penyelesaian konflik, sangat memprihatinkan dan bahkan menimbulkan ketidakpastian. Koalisi ORNOP melihat bahwa penyelenggara negara tidak menjalankan fungsi perlindungan terhadap warga negara sesuai mandat yang diperoleh, dan cenderung melemparkan tanggung jawab konflik kepada masyarakat, dengan menerapkan kebijakan penanganan yang menemp! atkan masyarakat sebagai sumber konflik utama. Koalisi ORNOP mengangkat beberapa catatan kritis selama tahun 2001, berkaitan dengan situasi konflik di Maluku, antara lain :

1. Pemberlakukan status Darurat Sipil di Maluku melalui keputusan sepihak dari pemerintah pusat, secara sengaja merupakan suatu upaya mengalihkan tanggung jawab dalam penyelesaian konflik, dan cara pengalihan tuntutan tanggung jawab militer selama pelaksanaan Banmil (bantuan militer).

2. Pelaksanaan Darurat Sipil tidak membawa dampak positif terhadap pemulihan kondisi Maluku, terlihat dari kurang lebih terjadi 200 kali konflik fisik selama masa pemberlakukan darurat sipil.

3. Penerapan status Darurat Sipil tidak diikuti dengan adanya pelimpahan kewenangan secara penuh dari penguasa darurat sipil pusat (PDS-P) kepada penguasa darurat sipil daerah (PDS-D) dan para pembantunya, sehingga menimbulkan kerancauan dalam memahami peran serta tanggung jawab alat-alat penyelenggaraan negara di daerah. Terjadi diskoordinasi komando antara PDS-P dan PDS-D, sehingga para pembantu PDS-D lebih cenderung loyal terhadap sistem komando institusinya. Terlihat indikasi terjadinya distorsi dalam sistem komando dan alokasi wilayah pengamanan oleh aparat keamanan.

4. DPRD menerapkan sikap double standard dalam menjalankan perannya karena disisi lain DPRD mengeluarkan produk-produk legislasi, tetapi tidak menjalankan fungsi kontrol, misalnya dengan meminta pertanggung jawaban gubernur selaku PDS-D.

5. Tidak ada agenda-agenda yang jelas untuk penyelesaian konflik Maluku dari DPR-RI, ditandai dengan tidak adanya pertanggung jawaban hasil kerja Panja Maluku DPR-RI, yang akhirnya membubarkan diri secara diam-diam. Demikian pula tidak dimasukannya Maluku dalam agenda nasional (prioritas), serta ketidakjelasan tugas dan fungsi dari Pansus kerusuhan di DPRD Maluku, serta Pansus kerusuhan di DPRD Kota Ambon.

6. Terjadi politisasi dalam rangka proses penegakan hukum, termasuk inkonsistensi dalam penerapan kebijakan PDS-D.

7. Terjadi ketidak-seimbangan antara realitas pelanggaran hukum dengan proses pelanggaran hukum yang tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat, karena terjadi diskriminasi dan tidak adanya transparansi dalam penerapan hukum.

8. Ada upaya pengaburan sumber-sumber konflik dengan menciptakan konflik internal dalam masyarakat maupun dalam tubuh alat-alat penyelenggara negara, dan terjadi segregasi dalam tubuh aparat keamanan maupun aparat penegak hukum.

9. Proses penegakan hukum tidak optimal karena belum adanya jaminan perlindungan terhadap saksi/korban. Dengan adanya jaminan perlindungan saksi/korban diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam proses penegakan hukum.

10. Fungsi perlindungan negara diabaikan, mengakibatkan banyak terjadi penanggaran HAM (ringan dan berat) yang dilakukan oleh masyarakat sipil maupun aparatur penyelenggara negara, antara lain : pembunuhan, penghilangan paksa, penyiksaan, pengusiran dan aneksasi wilayah, pemerkosaan, peralihan agama secara paksa, dan lain-lain.

11. Mekanisme domestik dalam rangka penyelesaian konflik Maluku, dan penegakan/perlindungan HAM tidak lagi efektif, dilihat dari adanya 14 rekomendasi KOMNAS HAM kepada pemerintah, yang sampai sekarang tidak ditindak lanjuti secara serius. Termasuk tidak dimasukannya kasus Maluku secara detil dalam country report Indonesia pada sidang ke 67 Komisi Tinggi HAM PBB tahun 2001.

DESAKAN (REKOMENDASI)

Dari apa yang dipaparkan ini, maka desakan atau rekomendasi yang dapat disampaikan Koalisi terhadap pemerintah (Penguasa Darurat Sipil) adalah :

1. Kembalikan status Darurat Sipil ke Tertib Sipil, dan mengalihkan pengendalian keamanan ke KODAM dan POLDA Maluku. Dengannya diharapkan agar alat-alat penyelenggara negara di daerah dapat difungsikan secara normal dan optimal.

2. Mendesak pemerintah agar mengundang pelapor khusus HAM Komisi Tinggi HAM PBB, untuk secara independen melihat perkembangan situasi konflik dan HAM di Maluku, dan memberi advis kepada pemerintah dalam mencari solusi penyelesaian konflik. Demikian pula pemerintah diminta untuk mengundang konsultan international guna memberi asistensi tentang upaya-upaya manajemen konflik.

3. Sebagai bagian dari tanggung jawab penyelenggara negara, maka pemerintah harus memasukan Maluku secara lengkap dan transparan dalam country report, pada sidang komisi tinggi HAM PBB ke 68 tahun 2002, untuk menjadi salah satu agenda pembahasan.

PERNYATAAN SIKAP

Berbagai pemikiran atau rekomendasi yang telah disampaikan di atas, maupun desakan langsung yang dilakukan masyarakat, jika dalam kurun waktu 4 bulan kedepan tidak ditindaklanjuti sebagai tanggung jawab penyelenggara negara, maka :

1. Koalisi ORNOP/LSM/NGO akan mendorong masyarakat untuk menyampaikan mosi tidak percaya kepada pemerintah, DPR-RI, serta DPRD Maluku, dan menarik kembali mandat yang telah diberikan.

2. Menyiapkan suatu proses legal standing untuk menggugat negara atas terjadinya pelanggaran HAM selama berlangsungnya konflik Maluku.

Ambon, 29 Desember 2001

KOALISI ORNOP
Anggota Koalisi ORNOP :
1. Suster Fransisco (Yayasan Rinamakana)
2. Rony Siwabessy (CRP)
3. John Lefmanut (Yayasan Titamae)
4. Nus Ukru ( Baileo Maluku)
5. Rolly Ubro (Yayasan Lantera)
6. Nus Sapteno (YLPHM)
7. Ulis Leunufna (Baileo Maluku)
8. Lory Sipasulta (Yayasan Hualopu)
9.Yanes Leatemia (Yayasan Salawaku)
10. Ny. Olly Lassol (Yayasan Rinamakana)
11. Sven Loupatty (Yayasan Hualopu)
12. Rosa Penturi (Yayasan Pelangi)
13. James Abrahams (Yayasan Paparisa)
14. Jefry Dangaeubun (Yayasan Paparisa)
15. Mercy Barends (LPPM)
16. Agus Rahawarin (Yayasan Siwalima)
17. Herman Palangama (Yayasan Rinamakana)
18. Ateng Haulussy (Yayasan Arman)
19. George Corputty (Baileo Maluku)
20 Jacky Manuputty (Independent)

 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/baguala67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044