Terjebak di Amplaz
Dear All,
Betha ingin berbagi cerita dengan basudara semua menyangkut kejadian di amplas
hari Sabtu (2/3) kemarin dimana kebetulan betha merupakan salah seorang yang ikut
terjebak di Ambon Plasa. Mungkin sebagian basudara akan memaki dan mencemooh
atas tindakan bodoh yang sudah katong lakukan, namun inilah kenyataan yang terjadi
selama 3 hari ini di Ambon, dimana kedua komunitas sudah bebas masuk keluar
tanpa memandang daerah demarkasi. Namun betha akui bahwa tindakan ke Amplas
merupakan suatu tindakan yang gegabah. Untuk itu sebelumnya betha mohon maaf
dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada basudara semua
khususnya di Ambon yang telah dibuat repot dengan segala usaha untuk
memperjuangkan katong supaya bisa keluar dari Amplas. Kiranya Tuhan membalas
semua kebaikan basudara semua.
Pada saat insiden diluar terjadi sekitar jam 1 lewat, kami yang berada di Amplas tidak
tahu menahu soal itu, memang pada saat itu ada pengumuman di pertokoan bahwa
semua laki-laki segera turun ke lantai 1 , saat itu saya berada di kasir lantai 3 untuk
membayar belanjaan dan sempat bertanya ke kasir karena ada perasaan was-was.
Namun menurut kasir bahwa pengumuman itu ditujukan kepada karyawan laki-laki.
Setelah selesai membayar, kami (saya, istri dan 2 orang saudara) segera turun untuk
segera pulang, namun pada saat kami sampai di lantai 1 semua rolling door dalam
posisi setengah tertutup, kami berpikir bahwa matahari segera ditutup mengingat
kami selama ini tidak pernak ke amplaz jadi tidak tahu-menahu mengenai waktu buka
dan tutup. Ternyata sebelum kami keluar ada seorang ibu yang memberitahukan
bahwa jangan keluar dulu karena ada insiden di luar. Kemudian oleh pegawai
matahari kami diarahkan untuk keluar namun harus satu persatu dan harus langsung
menuju ke Pos Kota, pada saat itu memang ada sebagian warga yang berlari keluar
baik dari pihak muslim maupun dari pihak kristen. Kami sendiri sempat kelaur sampai
di dekat eskalator diantar oleh salah seorang teman muslim, namun melihat kondisi
yang semakin tidak menentu akhirnya kami memutuskan untuk segera masuk
kembali ke pertokoan matahari. Dalam pikiran saya saat itu adalah apa yang bisa
dilakukan oleh teman kami tersebut apabila massa sudah menyerang. Dan benar saja
dugaan kami, karena pada saat kami masuk kembali ke pertokoan, serbuan massa
menyerang di lantai 1 dengan teriakan "Mana Obeth?". Serentak rolling door segera
ditutup dan sempat kami melihat di kaca samping pertokoan begitu banyak massa
dan umumnya memakai seragam sekolah. Situasi saat itu memang bagitu
menakutkan karena massa sudah masuk ke wilayah aplaz. Kami kemudian disuruh
segera naik ke lantai 2. Pada saat kejadian di pertokoan Matahari saya sempat
melihat beberapa petugas dari satuan Brimob yang siaga di depan pintu pertokoan
dibantu oleh karyawan matahari.
Kami kemudian membaur dilantai 2 dengan teman-teman dari pihak muslim yang juga
ikut terjebak bersama-sama dengan kami. Pada awal kejadian untuk teman-teman
yang Muslim bisa langsung keluar, namun sebagian besar dari mereka memilih tetap
tinggal di dalam pertokoan bersama-sama dengan kami dan yang membuat kami
terharu sebagian dari mereka sempat bicara bahwa kalau terjadi sesuatu "katong mati
dolo baru kamong". Selama di dalam pertokoan tidak ada seorangpun dari
teman-teman Muslim yang memanfaatkan kondisi untuk memperkeruh keadaan,
sebaliknya malah mereka terus-menerus membesarkan hati kami. Malah ada
beberapa teman muslim yang sempat membelikan minuman dan biskuit di lantai 1
untuk kemudian dibagi-bagikan kepada kami. Pihak Matahari sendiri menyediakan
Aqua yang dibagikan secara gratis untuk semua orang yang terjebak didalam
pertokoan. Kondisi di pertokoan memang relatif aman namun tetap ada perasaan
was-was dari pihak kami. Terlihat aparat kemanan serta karyawan matahari
berjaga-jaga disetiap pintu dan tangga.
Setelah kurang lebih dua jam kami bersama-sama dengan teman-teman muslim
akhirnya kami diperintahkan untuk memisahkan diri dimana pihak Kristen tetap di
lantai 2 (dekat toko buku) dan pihak muslim di lantai 3. Saat itu ada beberapa
basudara Kristen yang mulai bertanya-tanya kenapa kami harus dipisahkan, sempat
juga terlintas pikiran negatif dalam benak kami. Ternyata kami dipisahkan untuk
dihitung terkait dengan penyiapan mobil untuk evakuasi. Ada perasaan senang
setelah itu karena saat evakuasi sudah dekat, ternyata kami harus menunggu lagi
karena kondisi diluar belum memungkinkan. Saat menunggu, ada beberapa perwira
yang sempat mengunjungi kami untuk memberikan arahan bahwa kondisi semakin
baik sehingga tidak perlu takut.
Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba (kurang lebih pukul 5 sore). Kami disuruh
berkumpul lagi, dibriefing sebentar menyangkut mekanisme evakuasi. Awalnya
evakuasi akan dilakukan tiap sepuluh orang dan memprioritaskan ibu-ibu serta
anak-anak (ada 2 anak kecil yang ikut terperangkap bersama orang tua mereka).
Namun kemudian dikurangi menjadi 8 orang. Setelah rombongan pertama berangkat,
sepuluh menit kemudian kami langsung diperintahkan untuk segera naik ke lantai 3
dan akan dievakuasi secara bersama-sama melalui pintu khusus karyawan dilantai 1
sisi samping Ambon Plaza. Saat proses evakuasi semua orang terlihat tergesa-gesa
plus ketakutan mengingat massa tetap masih berkerumun diluar, apalagi ditambah
dengan bunyi letusan bom yang membuat kami semakin ketakutan. Pada saat kami
sudah diluar untuk bersiap-siap naik mobil, terlihat ada beberapa orang dar massa
yang mencoba membuat kegaduhan namun segera ditenangkan oleh pihak aparat.
Mobil TNI kemudian membawa kami ke Gereja Maranatha disambut dengan
teriakan-teriakan oleh basudara-basudara kami. Ada yang mencemooh namun ada
juga yang terlihat senang. Kami dapat mengerti kondisi mereka mengingat selama
kurang lebih 4 jam mereka sangat menguatirkan kondisi kami. Kemudian kami
dikumpulkan di dalam gereja untuk kemudian di data. Terlihat Pak Ketua Sinode
kelihatan lega dengan mendatangi beberapa orang untuk berbincang-bincang.Setelah
itu ada sambutan dari Bpk. Ketua Sinode kemudian dilanjutkan dengan doa bersama
dan jabat tangan. Akhirnya semua orang yang terjebak diperbolehkan pulang setelah
dijemput oleh keluarga masing-masing.
Melalui pengalaman diatas kiranya katong semua lebih berhati-hati dalam melangkah
khususnya di masa-masa sosialisasi karena belum semua pihak dapat menerima
hasil Malino II. Mungkin kami perlu bersabar untuk mewujudkan proses perdamaian
ini. Satu yang perlu manjadi tekad buat katong semua bahwa PERDAMAIAN INI
SUDAH HARGA MATI DAN TIDAK BISA DITAWAR LAGI.
Melalui media ini juga betha mau menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya
buat basudara Kristen yang sudah berupaya untuk mengevakuasi kami juga kepada
basudara Muslim yang bersama-sama kami di Ambon Plaza maupun yang diluar
yang mengupayakan proses evakuasi, pihak Matahari dan jajaran TNI, Polri serta
Pemda. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa akan membalas semua budi baik saudara.
Enrico Matitaputty
|