HASIL INVESTIGASI TRAGEDI EWIRI KECAMATAN BURU SELATAN KABUPATEN BURU
Sungguh tragis nasib masyarakat Kristen di Kecamatan Buru Selatan, karena hanya berselang 37 hari dari digusurnya desa Waemulang pada hari Kamis, 01 Nopember 2001, peristiwa yang sama kembali terjadi di desa Ewiri, pada hari Jumaat 07 Desember 2001.
Berita digempurnya desa Ewiri telah termonitor via Bankom Alpha Omega pada hari Jumat, 07 Desember 2001, kira-kira pukul 10.00 WIT, namun karena keakuratan berita tersebut belum dapat dijamin oleh pihak Bankom sehingga pihaknya masih berupaya merahasiakan berita tersebut.
Pada pukul 17.00 WIT, setelah pihak Bankom Aalpha Omega menerima berita dari Leksula yang dijamin kebenarannya, saat itu baru berita tersebut disampaikan kepada pihak kami (Yayasan Solidaritas Masyarakat Buru).
Setelah memperoleh informasi dimaksud, pihak kami ( Emphi Sahetapy Sekretaris YSMB ) mengadakan pendekatan dengan Bung Tonny Pariela (Ketua PPK GPM), Bung Ot Lawalatta (Perwakilan KOMNAS HAM Maluku) dan salah satu tokoh masyarakat Buru Selatan (Bung Econg Solissa) sehingga pada pukul 19.30 WIT disepakati untuk segera menemui ketua DPRD Tingkat I Maluku (Bpk. Zeth Sahuburua) dikediamannya guna menyampaikan informasi yang diterima dari Leksula serta meminta ketua DPRD Tingkat I Maluku untuk dapat mengambil langkah-langkah menyangkut peristiwa dimaksud.
Kurang lebih pukul 20.00 WIT, kami berempat tiba di kediaman ketua DPRD yang pada saat itu beliau sedang beribadah, namun karena melihat kehadiran kami ketua DPRD menyempatkan diri dan bergeser ke salah satu ruangan untuk menjamu kami.
Di awal pembicaraan kami, kepada Bpk. Zeth Sahuburua kami berempat meminta maaf atas kehadiran kami yang telah membuat beliau tak dapat melanjutkan ibadahnya, dan ternyata permintaan maaf tersebut dapat dimaklumi oleh beliau, sehingga maksud kehadiran kami dapat segera disampaikan.
Kepada Bpk. Zeth Sahuburua selain kami menginformasikan apa yang telah terjadi di desa Ewiri, kami juga meminta kepada beliau untuk segera mengambil langkah langkah sesuai kapasitas beliau selaku tokoh utama representasi rakyat di Maluku. Mendengar informasi dan permintaan kami, Bpk. Zeth Sahuburua langsung menghubugni Gubernur Maluku, Pangdam XVI Pattimura, Kapolda Maluku, Danlanal Ambon, serta beberapa pejabat lainnya untuk berkoordinasi. Tak berlebihan, namun kami saksikan sendiri betapa seriusnya Bpk. Zeth Sahuburua menanggapi apa yang kami sampaikan, sehingga dari hasil koordinasi yang dilakukannya kami mendapat kepastian bahwa besok (Sabtu 08 Desember 2001 ) akan diberangkatkan satu buah kapal perang ke TKP, serta dari pihak Kodam XVI Pattimura akan mengirim satu buah pesawat helikopter juga ke TKP, selain itu ketua DPRD juga berjanji bahwa besok beliau akan menindak-lanjuti apa yang telah dibicarakan malam ini via telpon dengan seluruh pejabat terkait.
Kira-kira pukul 09.30 WIT, kami meninggalkanj kediaman Bpk. Zeth Sahuburua dan kembali menuju sekretariat PPK GPM. Di sekretariat PPK GPM kami berkoordinasi menyangkut langkah-langkah yang akan diambil keesokan harinya. Dari perbincangan beberapa saat, Ketua PPK GPM mengusulkan agar sebagai langkah awal maka besok hari kami akan beratatap muka dengan seluruh denominasi gereja, bertempat di kantor Sinode GPM.
Sabtu, 08 Desember 2001 tepat pukul 11.00 WIT bertempat di kantor BPH Sinode GPM pihak kami (Emphi Sahetapy) didampingi oleh Bung Tony Pariela, Bung Ot Lawalatta, Serta beberapa tokoh masyarakat Buru Selatan mengadakan pertemuan tertutup dengan seluruh pimpinan denominasi gereja se-kota Ambon. Adapun pertemuan dimaksud dilangsungkan selama lebih kurang satu jam, dan dipimpin langsung oleh Ketua BPH Sinode GPM (DR I.W.J Hendriks M,Th. Pertemuan ini menghasilkan salah satu kesepakatan utama, bahwa saat itu juga semua perwakilan denominasi segera menjumpai Ketua DPRD Maluku beserta ketua-ketua fraksi.
Lebih kurang pukul 12.30 WIT seluruh delegasi yang dipimpin oleh ketua BPH Sinode GPM tiba di kantor DPRD Tingkat I Maluku, dan langsung diterima oleh Ketua DPRD Tingkat I Maluku. Namun karena delegasi menuntut agar pewrtemuan tersebut harus dihadiri juga oleh ketua-ketua fraksi, maka pertemuan terulur beberapa saat sambil menunggu kehadiran ketua-ketua fraksi.
Di awal pertemuan dengan ketua DPRD Tingkat I Maluku beserta ketua-ketua fraksi, Ketua BPH Sinode GPM selaku pimpinan delegasi mengawali pembicaraan dengan meminta ketua DPRD untuk segera mengklarifikasi peristiwa Ewiri, sekaligus meminta pihak DPRD Tingkat I Maluku dapat melihat dan meresponi berbagai peristiwa yang dialami masyarakat Maluku akhir-akhir ini.
Setelah ketua BPH Sinode GPM menyampaikan maksudnya, pihak kami (YSMB) menyampaikan tuntutannya kepada pihak DPRD Tingkat I Maluku sebagai berikut :
Melanjutkan tuntutan kami, giliran ketua PPK GPM (Bung Tonny Pariela) berupaya untuk menggugah hati nurani pihak DPRD Tingkat I Maluku untuk dapat melihat penderitaan masyarakat Maluku sebagai tanggung jawabnya, dan berharap agar pihak DPRD Tingkat I Maluku jangan apatis seperti yang terlihat selama ini.
Menanggapi permintaan, tuntutan dan keluhan yang disampaikan delegasi ini, ketua DPRD Tingkat I Maluku menyatakan bahwa sebenarnya pihaknya sudah melakukan banyak hal, namun konflik di Maluku ini telah berkembang menjadi konflik multi dimensi, sehinga penanganannya tidak lagi semudah apa yang diperkirakan. Ketua DPRD Tingkat I Maluku selanjutnya menyatakan bahwa bagaimanapun pihaknya tak akan mengelak dari tanggung jawabnya, sekaligus beliau menyanggupi untuk menindak lanjuti tuntutan kami. Pertemuan ini berlangsung lebih kurang 1,2 jam.
Senin, 10 Desember 2001 pihak kami didampingi oleh Ketua BPH Sinode GPM, Perwakilan KOMNAS HAM Maluku, dan Ketua Klasis GPM Buru Selatan menemui Gubernur Maluku selaku PDSD. Ketua BPH Sinode GPM selaku pimpinan delegasi mengawali pembicaraan dengan PDSDM meminta untuk PDSDM segera mengklarifikasi kejadian di desa Ewiri dan harus segera mengambil langkah-loangkah konkrit. Sedangkan pihak kami ( YSMB ) menyampaikan enam butir tuntutan yang dibacakan langsung oleh Sekretaris YSMB Emphi Sahetapy sebagai berikut :
Dimana masing-masing unsur mempunyai legalitas tersendiri.
Pernyataan tertulis ini kemudian diserahkan kepada PDSDM.
Menanggapi apa yang disampaikan oleh Ketua BPH Sinode GPM serta tuntutan kami PDSDM mengatakan bahwa paskah tragedi Waimulang Beliau telah mengambil langkah-langkah, termasuk tindakan hukum terhadap beberapa oknum yang dicurigai terlibat dalam peristiwa dimaksud. Namun menurut PDSDM bahwa apa yang terjadi di desa Ewiri benar-benar diluar dugaan, dan untuk itu beliau telah menginstrusikan kepada para pembantunya, untuk segera mengejar, menangkap, dan mengusut para pelaku. Pada kesempatan yang sama PDSDM menyatakan seraya menjanjikan bahwa seluruh pemukiman yang hancur di kecamatan Buru Selatan yang berjumlah 19 desa/dusun harus segera direhabilitasi dalam waktu dekat ini.
Menunggu apa yang kami tuntutkan kepada Ketua DPRD Tingkat I Maluku yaitu pihak DPRD Tingkat I Maluku harus memfasilitasi pertemuan antara pihak kami dengan pihak PDSDM beserta para pembantunya, serta pembentukan tim investigasi terpadu, ternyata pihak DPRD Tingkat I Maluku telah memasuki masa reses, sehingga kami menghubungi Ketua PPK GPM ( Bung Tonny Pariela ), Sekretaris PPK GPM ( Bung Jacky Manuputty ) dan Perwakilan KOMNAS HAM Maluku ( Bung Ot Lawalata ) untuk menemui ketua DPRD Tingkat I Maluku pada hari Rabu, 10 Desember 2001 di kediamannya untuk menanyakan realisasi tindak lanjut oleh DPRD Tingkiat I Maluku, berdasarkan tuntutan kami sebelumnya. Sekaligus kami menginformasikan bahwa pihak kami telah membentuk tim investigasi yang akan menuju ke TKP ( Desa Ewiri) pada hari Sabtu, 22 Desember 2001, dan kami meminta agar ketua DPRD Tingkat I Maluku memfasilitasi keberangkatan Tim tersebut.
Mendengar apa yang kami sampaikan, Ketua DPRD Tingkat I Maluku pada prinsipnya sangat mendukung rencana keberangkatan tim investigasi yang kami bentuk, dan langsung menyetujui untuk memfasilitasi biaya keberangkatan tim dimaksud. Pada kesempatan yang sama Ketua DPRD Tingkat I Maluku juga memberikan saran dan petunjuk kepada kami dalam menjalankan misi tersebut, serta menitip pesan beliau berupa rasa dukacita dan penyesalan yang mendalam atas peristiwa yang menimpa masyarakat desa Ewiri, serta ucapan selamat merayakan Natal dan Tahun Baru kepada masyarakat setempat.
Kamis 20 Desember 2001, pihak kami dan perwakilan KOMNAS HAM Maluku menemui PDSDM untuk melaporkan sekaligus memohon restu atas rencana keberangkatan tim investigasi ke Desa Ewiri, dan kepada PDSDM kami mintakan untuk menerbitkan surat tugas atau keterangan atas keberangkatan tim investigasi dimaksud. Setelah maksud kami disampaikan, PDSDM pada prinsipnya sangat mendukung rencana tersebut sekaligus beliau memberikan saran dan arahannya yang tujuannya agar kegiatan yang kami laksanakan nanti bukan untuk mencari kesalahan atau pem,benaran terhadap salah satu kelompok, namun diharapkan fakta dan bukti-bukti yang diperoleh di TKP nantinya akan dipergunakan sebagai bahan acuan terhadap proses pengungkapan peristiwa dimaksud.
Tim investigasi terpadu yang dibentuk melibatkan beberapa unsur dengan komposisi sebagai berikut :
Ketua Tim : Empi Sahetapy (YSMB)
Wakil Ketua : Ot Lawalatta Sh, M Hum (KOMNAS HAM Perwakilan Maluku)
Anggota : 1. Max Pentury SE (FKKM)
Sabtu, 22 Desember 2001 menjelang keberangkatan, seluruh personil tim berkumpul di kantor BPH Sinode GPM. Tepat pukul 13.30 WIT, Ketua Klasis GPM Kota Ambon (Pdt. No. Pattinaja STh) memberikan sedikit petunjuk dan arahannya sekaligus memimpin doa untuk pelepasan tim.
Pukul 15.05 WIT, dengan menggunakan mobil truk milik satuan Brimob Polda Maluku tim menuju dermaga Lanal Halong, dikawal oleh 12 personil Brimob, termasuk 5 anggota Brimob yang memang ditugaskan untuk mengawal tim menuju TKP. Truk Brimob yang ditumpangi melewati jalur jalan Jenderal Sudirman (Galunggung), Dimana situasi daerah Galunggung terlihat sepi-sepi saja. Tepat pukul 15.30 WIT tim tiba di dermaga Lanal Halong Ambon.
Lebih kurang lima menit setelah tiba di dermaga Lanal Halong, Danru Brimob didekati oleh salah satu perwira TNI AL (Letnan Satu Hutagalung) untuk menginformasikan bahwa pihaknya menerima informasi dari salah satu anggota Kopasus di Tapal Kuda Ambon, bahwa di dalam KM Shinta yang akan kami tumpangi terdapat bom.
Setelah menerima informasi tersebut seluruh personil tim berembuk menyangkut informasi terserbut, namun tepat pukul 16.00 WIT pihak TNI AL telah mengambil langkah-langkah antisipasi dengan cara merazia seluruh penumpang dan isi kapal. Ternyata bom yang dimaksudkan tidak ditemukan, sehingga seluruh penumpang disuruh naik lagi ke kapal. Tepat pukul 17.50 WIT KM Shinta yang berpenumpang lebih kurang 300 orang termasuk tim meninggalkan dermaga Lanal Halong menuju Leksula.
Hari Minggu, 23 Desember 2001 pukul 08.15 WIT setelah menempuh perjalanan lebih kurang 14,5 jam KM Shinta merapat di dermaga Leksula.
Seluruh personil tim langsung menuju kediaman Camat Buru Selatan untuk menyampaikan surat PDSDM serta menginformasikan secara lisan maksud kedatangan tim. Pada kesempatan yang sama tim langsung meminta keterangan camat Buru Selatan menyangkut peristiwa Ewiri.
Setelah memperoleh keterangan camat Buru Selatan, seluruh personil tim ditemani opleh camat Buru Selatan menuju ke Kotis, tempat dimana Dan Yon 406 menginap. Kurang lebih satu jam kami bertatap muka dengan Dan Yon 406. Pada saat yang sama disampaikan juga surat PDSDM kepada Dan Yon. Kami juga meminhta pengawalan oleh anggota YONIF 406 ke TKP serta meminta keterangan Dan Yon 406 menyangkut peristiwa di desda Ewiri.
Pukul 13.00 WIT tim yang dikawal oleh 04 personil Yonif 406 dibawah pimpinan Pasi Intel-nya (Lettu Inf. Hutagalung) menuju desa Ewiri dengan menggunakan long boat sewaan dan tiba di desa Ewiri (TKP) tepat pukul 14.05 WIT.
Aksi teroris yang tak berperi kemanusiaan di desa Ewiri terjadi pada hari Jumaat tanggal 07 Desember 2001, kurang lebih pukul 08.00 WIT sampai dengan 11.00 WIT. Awal penyerangan teroris yang berjumlah lebih kurang 800 orang tersebut diketahui masyarakat lebih kurang pukul 08.00 WIT, yang ditandai dengan bunyi tembakan sebanyak satu kali dari arah utara desa Ewiri.
Saat mendengar bunyi tembakan tersebut, masyarakat pada umumnhya belum menyadari bahwa bunyi tembakan tersebut merupakan kode atau isyarat dari para teroris yang telah mengepung desa Ewiri, begitu pula dengan 15 anggota TNI AD Yonif 406 yang sedang bertugas mengamanklan desa Ewiri.
Pada saat masyarakat beserta aparat keamanan beupaya untuk mencari tahu asal dan pelaku bunyi tembakan tersebut, ternyata para teroris telah merengsek masuk ke dalam desa sehingga masyarakat berhamburan keluar dari rumahnya masing-masing, untuk menyelamatkan diri disamping aparat Yonif 406 yang berusaha untuk menghalau teroris.
Bersamaan dengan masuknya teroris dari arah utara, datang dari arah barat (melalui laut) 02 buah long boat dan 02 buah kapal motor yang menurunkan sejumlah teroris, sehingga desa Ewiri benar-benar terkepung dari dua arah, dimana masyarakat hanya dapat menyelamatkan diri dengan cara berlari ke arah Timur Desa Ewiri, namun ada juga yang sempat lolos ke arah Utara (Belakang desa).
Teroris yang menyerang desa Ewiri cukup banyak yang menggunakan pakaian loreng serta mengeluarkan tembakan senjata organik, diantaranya ada yang menggunakan senjata sejenis SMR (senjata mesin ringan), SMS (senjata mesin sedang), dan SMB (senjata mesin berat).
15 personil aparat TNI AD dari Yonif 406 telah berupaya semaksimal mungkin untuk menghalau gempuran teroris, namun jumlah mereka tak berimbang bila dibandingkan dengan jumlah teroris yang kurang lebih 800 orang. Akhirnya teroris berhasil membakar dan memporak porandakan 108 buah bangunan serta menjarah hampir seluruh harta benda milik masyarakat desa Ewiri, disamping membunuh dua warga dan mencederai tiga warga lainnya.
Setelah kurang lebih tiga jam para teroris membunuh, membakar, dan menjarah, namun karena teroris juga mendapat perlawanan yang cuklup sengit dari 15 personil TNI AD Yonif 406, maka kira-kira pukul 11.00 WIT, teroris terpaksa harus mundur dari desa Ewiri. Diantaranya ada yang kembali melalui jalur darat, dan ada juga yang kembali ke arah barat menggunakan kapal motor dan dua buah long boat.
Kebiadaban teroris di desa Ewiri mendatangkan sekjumlah korban jiwa dan harta benda sebagai berikut :
1. Nama : Lorina Lesnussa
Umur: 50 thn
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Meninggal dunia akibat dirajam dengan batu, kemudian dibakar.
2. Nama: Philipus Selsily
Umur: 76 thn
Pekerjaan: --
Meninggal dunia akibat mengalami luka tembak dibagian dada kiri.
1. Nama: Jembris Lesnussa
Umur : 18 thn
Pekerjaan : Tani
Mengalami luka tembak
2. Nama: Benjamin Solissa
Umur: 18 thn
Pekerjaan: tani
Mengalami luka tembak
3. nama: Herman Luhulima
Umur: 29 thn
Pekerjaan: Tani
Mengalami luka tembak
Dalam investigasi ini, Tim tidak menemukan barang bukti di TKP karena interval waktu kejadian sampai dengan kegiatan investigasi telah berselang 17 hari, namun melalui sumber terpercaya kami memperoleh informasi, bahwa sejumlah bahan bukti telah diamankan oleh pihak TNI AD Yonif 406.
1.Nama : E. Tasane
Jabatan : Kepala Wilayah Kecamatan Buru Selatan
Alamat : Desa Leksula Kecamatan Buru Selatan
Menurut Camat Buru Selatan bahwa benar telah terjadi penyerangan besar-besaran yang dilakukan oleh kurang lebih 800 teroris di desa Ewiri pada hari Jumat 07 Desember 2001 sekitar pukul 08.00 WIT hingga pukul 11.00 WIT.
Camat mengatakan bahwa informasi yang ia peroleh, teroris sebelum menyerang desa Ewiri terlebih dahulu mendatangi dusun Waemala (sebelah barat desa Ewiri, berjarak kurang lebih 1 Km). Di dusun Waemala pada saat itu sedang bertugas 15 aparat TNI AD dari batalyon 406.
Sebelum memasuki dusun Waemala pada kira-kira pukul 03.30 WIT, 15 aparat keamanan dari batalyon 406 yang semuanya beragama Islam telah disuguhkan makanan sahur, dimana dari sejumlah makanan sahur tersebut diberikan 1 cerek besar yang berisi kopi. Dan kemudian baru diketahui, bahwa kopi tersebut telah dimasukan sejenis obat bius/penenang yang diotaki oleh salah seorang petugas kesehatan (mantri) di dusun Waemala yang bernama La Baha.
Menurut Camat, memang makanan sahur bagi para petugas tersebut selalu diberikan oleh warga masyarakat dusun Waemala. Namun biasanya minuman yang diberikan terdiri dari beberapa jenis, diantaranya : air putih, teh manis panas dan kopi. Namun pada malam itu minuman yang diberikan oleh ibu-ibu di dusun Waemala hanya kopi saja dengan alasan untuk menahan rasa ngantuk.
Sebelum 15 anggota TNI Yon 406 makan sahur, terlebih dahulu mereka meminum kopi yang disuguhkan. Setelah kopi tersebut diminum, ke 15 aparat TNI tersebut langsung menjadi pusing dan sulit menguasai diri mereka, bersamaan dengan itu muncul para teroris yang langsung menodong dan menyandera ke 15 anggota Yonif 406 tersebut. Camat mengatakan bahwa salah seorang anggota Yon 406 yang masih agak sadar melihat 2 rekannya langsung ditutup matanya, sedangkan tangan Danpos diikat oleh para teroris. Ketiga anggota Yon 406 ini menurut Camat setelah penyerangan di desa Ewiri langsung ditawan oleh teroris kemudian dibawa ke Ambon dan saat ini sementara ditahan di Dan Pom Kodam XVI/Pattimura Ambon.
Setelah melumpuhkan 15 anggota Yonif 406, selanjutnya teroris mengadakan penyerangan ke desa Ewiri. Camat menandaskan bahwa tidak benar informasi bahwa, aparat TNI AD Yonif 406 mengadakan pembantaian di dusun Waemala. Masih menurut Camat, informasi yang ia terima bahwa teroris yang menyerang desa Ewiri tidak semuanya berasal dari dusun Waemala, tetapi ada juga yang berasal dari desa Biloro, Pasir Putih dan yang lainnya serta Laskar Jihad yang keseluruhan berjumlah kurang lebih 800 orang.
Dijelaskan oleh camat bahwa, setelah Danyon 406 menerima laporan tentang peristiwa di desa Ewiri dan mengetahui bahwa 15 anak buahnya yang bertugas di desa Waemala disandera oleh teroris, Danyon memerintahkan anak buahnya yang bertugas di Leksula untuk mengadakan penyisiran di dusun Waemala. Dalam rangka penyisiran tersebut, Danyon meminta kepada camat untuk menyediakan sarana transportasi, dan oleh Camat disediakan 4 buah long boat dan 1 buah speed boat.
Dari hasil penyisiran tersebut diketahui bahwa, 12 anggota Yon 406 yang disandera di dusun Waemala telah diselamatkan dan dibawa kembali bergabung dengan rekan-rekannya di desa Ewiri, selain itu ditemukan juga sejumlah barang bukti seperti, beberapa buah senjata rakitan, beberapa buah bom rakitan, sejumlah amunisi dan juga ditemukan granat asli yang berwarna kuning, disamping ditemukan sejumlah barang-barang berupa ransel milik anggota Yon 406 yang bertugas di desa Ewiri yang dijarah oleh teroris saat melakukan penyerangan di desa Ewiri. Barang-barang tersebut pada umumnya ditemukan dirumahnya petugas kesehatan (mantri la Baha). Informasi lain yang diperoleh dari penyisiran tersebut diketahui bahwa, salah satu warga Waemala yang bernama La Liu adalah pemimpin massa saat penyerangan ke desa Ewiri.
Camat Mengatakan bahwa informasi yang ia peroleh dari masyarakat, teroris selain menggunakan senjata organik ringan, ada juga yang menggunakan jenis senjata 12,7 sehingga anggota Yon 406 yang bertugas di Ewiri sulit untuk mengahadang mereka dan pada akhirnya harus mundur sambil berupaya menyelamatkan masyarakat dari gempuan yang begitu dahsyat.
Setelah penyisiran usai dan peninjauan ke TKP, melalui konfirmasi antara Camat dan danyon 406, Camat berkesimpulan bahwa motif teroris dalam aksinya di desa Ewiri adalah untuk melumpuhkan ekonomi masyarakat, sedangkan pembakaran tempat ibadah hanya merupakan suatu kedok saja bahwa kejadian tersebut bernuansa SARA. Camat menandaskan bahwa menurut Danyon 406 kejadian tersebut bukan dengan alasan balas dendam. Kesimpulan ini bersumber dari kenyataan di TKP dimana yang dibakar dan dijarah pada umumnya toko dan kios milik masyarakat, selain itu pembakaran dan pengrusakan rumah masyarakat terkesan dipilih-pilih.
Dikatakan camat bahwa dari hasil konfirmasinya dengan Danyon 406, menurut Danyon indikasi keterlibatan oknum-oknum TNI pada peristiwa di desa Ewiri memang ada. Namun saat camat sendiri mengadakan peninjauan di lokasi serta bertatap muka dengan masyarakat, nampaknya tidak ada masyarakat yang berani memberikan keterangan atau informasi menyangkut keterlibatan unsur TNI.
Camat juga mengatakan bahwa sesuai hasil informasi yang ia peroleh dari salah satu anggota Yon 406 yang dibius di Waemala (ia sempat mendengar) bahwa latar belakang ditawannya 3 anggota Yon 406 oleh teroris adalah untuk dijadikan jaminan terhadap teroris agar tidak diserang oleh anggota Yon 406 lainnya di desa Ewiri maupun sekembalinya ke Waemala dan seterusnya. Menurut Camat, pada awalnya ke 3 anggota Yon 406 tersebut ditawan di desa pasir Putih karena Desa pasir Putih merupakan basis teroris.
Masih menurut Camat, ia sudah mendapat tembusan surat panggilan dari Bupati Buru yang ditujukan kepada Kepala Desa pasir Putih untuk segera menghadap Bupati Buru di Namlea, namun Camat sendiri tidak mengetahui bahwa yang bersangkutan sudah memenuhi panggilan tersebut atau belum. Camat menegaskan bahwa surat tersebut adalah surat panggilan dan bukan surat penangkapan.
Sesuai informasi yang Camat peroleh dari masyarakat bahwa dua hari sebelum penyerangan ke desa Ewiri, ada 2 anggota Yon Armed 8 yang sebelumnya bertugas di desa Ewiri, berkunjung lagi ke desa Ewiri dengan alasan hendak meminang salah satu anak gadis di desa Ewiri.
Kepada Tim Investigasi Camat Buru Selatan menyatakan selama ia memangku jabatan sebagai camat Buru Selatan, telah 4 desa yang diserang dan dihancurkan (sebelum ia bertugas sudah 15 desa yang diserang dan dihancurkan). Menurutnya seluruh desa tersebut diserang para teroris yang datangnya dari arah laut (menggunakan transportasi laut). Selaku pimpinan wilayah Kecamatan, ia berharap agar pemerintah dapat memperhatikan sarana transportasi lokal di kecamatan Buru Selatan, selain itu untuk mengeliminir konflik yang ada. Camat juga berharap agar perairan Buru dapat dipantau atau dipatroli armada TNI AL. Selain itu camat juga menambahkan bahwa akhir-akhir ini ia melihat motif penyerangan yang dilakukan para teroris lebih mengarah kepada penjarahan untuk melumpuhkan ekonomi masyarakat. Hal ini menurut Camat dapat dibuktikan pada peristiwa Waemulang dan Ewiri dimana banyak warga masyarakat yang diselamatkan oleh teroris itu sendiri. Dan kalau memang tujuan teroris tesebut untuk membunuh, maka menurut Camat mungkin bisa terdapat ratusan korban masyarakat yang meninggal dunia.
Camat menambahkan bahwa sesuai informasi yang diperoleh dari masyarakat bahwa diantara para teroris, terlihat juga beberapa teroris yang hidungnya mancung, bertubuh besar dan berjenggot. Sehingga menurut Camat mungkin mereka-mereka itu bukan orang Indonesia. Selain itu Camat juga mengatakan bahwa teroris yang menyerang desa Ewiri kebanyakan bukan warga Dusun Waemala. Hal ini terbukti dari keterangan masyarakat Waemala bahwa setelah teroris melumpuhkan 15 anggota Yon 406, mereka juga langsung mengetok pintu-pintu rumah masyarakat Waemala sambil berteriak ; ayo keluar dan ikut menyerang, kalau tidak, kalian akan kami tembak.
Pada peristiwa di desa Ewiri menurut Camat terdapat 6 ( enam ) korban di pihak teroris yang berasal dari Dusun Waemala masing-masing :
Camat juga menuturkan bahwa beberapa waktu lalu saat ia berkunjung ke Namlea dalam rangka mengikuti Rakorbang, ia menyaksikan sendiri bahwa selama 10 hari ia berada di Namlea masyarakat setempat cukup bersahabat dengannya, dan menurutnya di Namlea tidak ada lagi istilah Acang dan Obeth. Selain itu masyarakat Nasrani dari beberapa desa di Kecamatan Air Buaya sudah mulai berdatangan ke Namlea. Camat menyatakan bahwa Bupati Buru juga berpesan kepadanya agar dapat mengamankan Wilayah Kecamatan Buru Selatan agar program pembangunan yang telah dicanangkan dapat segera dilaksanakan.
Menyangkut keberadaan Aparat TNI AD dari Yonif 406 yang mengamankan sebahagian wilayah Kecamatan Buru Selatan, Camat mengatakan bahwa karena jumlah mereka terlampau sedikit sehingga tidak semua desa/dusun bisa ditempati oleh mereka. Dan demi mengantisispasi kemungkinan terburuk yang bisa terjadi pada 4 desa yang masih tersiasa, terpaksa kebijakan Dan Yon menarik seluruh anggota-anggotanya yang telah ditempatkan dibeberapa desa untuk ditempatkan pada 4 desa yang masih tersisa. Menurut Camat kebijakan Danyon ini dapat dimaklumi, namun masyarakat yang desa/dusunnya telah tergusur dan masyarakatnya masih tetap berada di desanya sangat menjadi gusar dengan penarikan aparat dari desa mereka karena mereka masih trauma dan tetap merasa terancam. Sehingga Camat berharap agar anggota Yonif 406 yang masih tersisa di Maluku Utara dapat diperbanyak di Wilayah Kecamatan Buru Selatan. Karena menurut Camat kehadiran dan keberadaan aparat TNI AD Yonif 406 di wilayahnya cukup positif dan sudah teruji.
Diakhir percakapan Tim Investigasi dengan Camat, beliau atas nama masyarakat Kecamatan Buru Selatan menyampaikan beberapa permintaan dan harapannya kepada pemerintah antara lain sebagai berikut : Bahwa masyarakat telah bertanya kepada beliau, kami ini sebenarnya warga negara apa sampai kami ingin digusur dari petuanan kami tanpa memperoleh perlindungan ?. Camat menjawab bahwa jelas kita adalah warga negara Indonesia. Mendengar jawaban Camat, masyarakat secara spontan menuntut kepada Camat bahwa kalau memang kita warga negara Indonesia maka bapak tolong mintakan agar aksi teroris di wilayah kami ini segera dihentikan, karena masyarakat Nasrani di wilayah Kecamatan Buru Selatan selama ini tidak pernah memulai suatu tindakan seperti yang dilakukan oleh kelompok aneh ini. Camat juga menambahkan bahwa masalah kesehatan dan pendidikan di wilayah kerjanya hendaknya mendapat perhatian dan prioritas oleh pemerintah karena kedua faktor ini menjadi masalah utama di Kecamatan Buru Selatan.
2.N a m a: Lettu Inf. Hutagalung
J a b a t a n: Pasi Intel Yonif 406
Alamat Sementara: Leksula Kecamatan Buru Selatan
Menurut Pasi Intel saat kejadian di Desa Ewiri beliau sementara berada di Leksula, dan setelah menerima laporan sekaligus perintah dari Danyon 406 ( Letkol Inf. Chairul Anwar ) untuk segera menuju ke TKP ( desa Ewiri ), Pasi Intel langsung menyusun organisasi dan mempersiapkan anggotanya sebanyak 9 orang untuk menuju ke TKP dengan menggunakan Long Boat. Namun karena di Leksula tersedianya Long Boat sebagai sarana transportasi utama sangat terbatas, maka rencana keberangkata ke TKP menjadi terlambat karena harus berupaya untuk meminjam/mempersiapkan long boat dari masyarakat pemilik.
Setelah memperoleh Long Boat, tepat pukul 10.00 wit, Pasi Intel beserta 9 anak buahnya langsung menuju TKP. Kurang lebih 400 meter dari desa Ewiri, menurut Pasi Intel, telah terlihat kepulan asap yang sangat tebal di Desa Ewiri dan terdengar pula bunyi rentetan tembakan di pesisir pantai yang sangat banyak, serta terlihat pula 2 buah Kapal Motor besar telah berada di depan desa Ewiri. Menurut pertimbangan beliau untuk menuju sasaran dan langsung singgah ditepi pantai desa Ewiri sudah tidak memungkinkan karena telah terjadi kontak senjata. Lagi pula jumlah anggota dan persenjataan yang ada sangat terbatas. Selain itu menurut Pasi Intel pihaknya tidak mungkin untuk mengadakan perlawanan atau penembakan dari atas Long Boat, karena berada dipermukaan laut yang agak bergelombang. Untuk itu beliau bertanya kepada operator Long Boat bahwa untuk menuju ke Desa Ewiri , singgah dilokasi mana yang paling dekat. Oleh operator Long Boat dijawab bahwa kita singgah di desa Tifu ( sebelah Timur desa Ewiri ). Mendengar jawaban operator Long Boat, Pasi Intel langsung menginstruksikan untuk segera menuju desa Tifu. Dari desa Tifu Pasi Intel beserta 9 anak buahnya menuju TKP melalui jalan darat yang berbukit dan menjelang memasuki desa Ewiri, Pasi Intel dan anak buahnya telah bertemu dengan sejumlah masyarakat desa Ewiri yang telah mengungsi, dan saat pertemuan tersebut, masyarakat berteriak kepada Pasi Intel dan anak buahnya bahwa ; Pak cepat Pak mereka ada disana ( maksudnya para teroris ). Pasi Intel dan anak buahnya langsung berlari menuju ujung desa Ewiri. Setelah tiba di TKP kurang lebih pukul 12.15 wit, Pasi Intel bertemu dengan Dan Pos Yon 406 yang bertugas di desa Ewiri, selanjutnya Dan Pos mengatakan kepada Pasi Intel bahwa para teroris telah mundur kira-kira pukul 11.00 Wit.
Mendapat laporan Dan Pos, Pasi Intel langsung mengumpulkan seluruh anggotanya termasuk 9 anggota yang dibawa dari Leksula dan langsung memberikan instruksi untuk mengadakan penyisiran didalam desa Ewiri termasuk lokasi-lokasi rawan disekitar desa dan waktu yang diberikan oleh Pasi Intel untuk penyisiran hanya selama 30 menit. Setelah penyisiran usai, Pasi Intel meminta keterangan dari Dan Pos menyangkut peristiwa yang terjadi termasuk jumlah korban dan langsung Pasi Intel membuat Laporan kepada Danyon yang sementara berada di Leksula. Menurut Pasi Intel, teroris yang menyerang desa Ewiri juga menyerang dan menjarah Pos Yon 406 di desa Ewiri. Dan dari laporan Dan Posnya, Pasi Intel mengatakan bahwa sejumlah barang/perlengkapan yang dijarah dari Pos Yon 406 di desa Ewiri terdiri dari 15 buah ransel, kurang lebih 600 butir amunisi jenis SS1, M 16 dan SPR, 1 buah SPR, sejumlah burung peliharaan serta barang jemuran milik anggota Yon 406 di desa Ewiri.
Kurang lebih 30 menit setelah penyisiran, tiba di desa Ewiri Danki Yonif 406 beserta bebera anggotanya yang bertugas di desa Waehaka dengan maksud memberi bantuan ke desa Ewiri. Danki Yonif 406 di desa Waehaka melaporkan kepada Pasi Intel bahwa 3 anggota Yonif 406 yang bertugas di dusun Waemala disandera oleh teroris. Menerima laporan Danki, Pasi Intel memberikan arahan sebentar dan kemudian melaporkan informasi tersebut kepada Danyon melalui Radio. Setelah itu Pasi Intel segera menyusun organisasi baru guna pengamanan desa Ewiri.
Kebijakan yang ditempuh Pasi Intel setelah mendapat petunjuk dari Danyon adalah menarik seluruh anggota Yonif 406 yang bertugas di dusun Waemala yang masih tersisa 12 personil ( pada awalnya berjumlah 15 anggota namun 3 anggota telah disandera teroris ), untuk merapat ke desa Ewiri. Namun penarikan anggota dari dusun Waemala ini baru dapat dilaksanakan keesokan harinya ( Sabtu, 08 Desember 2001 ) setelah Danyon tiba di dusun Waemala.
Menurut Pasi Intel, sesuai hasil interogasinya terhadap anggotanya yang bertugas di dusun Waemala menyangkut peristiwa yang dialami mereka, diperoleh keterangan bahwa pada pagi hari ( Jumat, 07 Desember 2001 ) pukul 02.00 wit, Ibu-Ibu di dusun Waemala mengantarkan sejumlah makanan sahur kepada anggota Yonif 406 di Posnya. Makanan sahur yang dibawakan Ibu-Ibu tersebut terdiri dari nasi, sayur rebung santan, ikan, sambal goreng dan minuman kopi.
Setelah makanan dan minuman yang diantarkan tersebut disantap, seluruh anggota yang memakan menjadi ngantuk dan tertidur di pos penjagaan. Saat tertidur, kira-kira pukul 05.00 Wit teroris menyerang pos penjagaan dari arah belakang yang diawali dengan membangunkan 2 anggota yang tertidur diserambi dan kemudian mengajaknya masuk kedalam pos, pada saat bersamaan pos telah terkepung oleh teroris. Masih menurut Pasi Intel, seluruh anggota Yonif 406 yang bertugas di dusun Waemala beragama Islam dan seluruhnya menjalankan ibadah puasa. Pasi Intel mengatakan bahwa dari keterangan anggotanya ( korban pembiusan ), bahwa kopi yang disuguhkan Ibu-Ibu di dusun Waemala katanya adalah untuk menghilangkan rasa ngantuk, namun setelah diminum, kopi tersebut menurut para anggota berasa ketir dan langsung mereka merasa ngantuk dan tertidur sehingga pada saat diserang mereka seperti orang yang baru bangun tidur dan pikiran mereka masih ngambang. Kondisi ini dirasakan oleh mereka sampai dengan siang hari menurut Pasi Intel. Pasi Intel juga menambahkan bahwa, Wadan Pos di dusun Waemala sempat mengetahui saat teroris hendak membawa Dan Pos beserta 2 anggota lainnya ke arah utara dusun Waemala namun ia hanya dapat meminta kepada teroris yang menyandera ketiga rekannya tersebut supaya jangan dibawa…. Jangan dibawa, namun ia sendiri tidak dapat berbuat apa-apa karena kondisinya sangat tidak memungkinkan. Pasi Intel menambahkan bahwa ketiga anggota Yonif 406 yang disandera para teroris itu dengan maksud agar dusun Waemala tidak diserang dan penyerangan mereka ( teroris ) ke desa Ewiri tidak diapa-apakan oleh anggota Yonif 406 di Ewiri serta untuk menjamin agar dusun Waemala tidak diapa-apakan setelah mereka meninggalkan dusun Waemala kembali ke markasnya. Selain itu menurut Pasi Intel, para teroris sebelum menyerang desa Ewiri mereka terkesan telah membagi tugas. Hal mana nampak dari adanya 25 orang dengan menggunakan senjata organik dan rakitan serta berpakaian loreng maupun pakaian biasa, tetap tinggal menjaga anggota Yon 406 yang tersisa di Waemala, sambil mengawasi agar jangan sampai anggota-anggota tersebut melakukan kegiatan yang mencurigakan, dan melaporkan kepada satuan lainnya di desa tetangga.
Pasi Intel menandaskan bahwa jelas masyarakat dusun Waemala terlibat langsung dalam penyerangan ke desa Ewiri namun tidak semuanya. Hal ini dapat dibuktikan saat diadakan razia di dusun Waemala dimana ditemukan daftar nama dari masyarakat yang direkrut dan kemudian nama mereka diubah sesuai keinginan kelompok Laskar Jihad, serta ditemukan juga buku-buku ajaran Laskar Jihad.
Menurut Pasi Intel saat diadakan rasia di dusun Waemala ditemukan sejumlah barang bukti dirumah-rumah masyarakat dusun Waemala yang pada umumnya dalam keadaan terkunci dan telah ditinggal pemiliknya, termasuk rumah mantri La Baha yang banyak ditemukan bahan-bahan bukti. Bahan bukti tersebut berupa : Bahan peledak rakitan, amunisi SS1 yang sudah terangkai, senjata tajam, ransel milik anggota di desa Ewiri, dokumen-dokumen ajaran serta daftar nama masyarakat yang direkrut. Adapun bahan bukti tersebut saat ini telah diamankan di Kotis Yonif 406. Selain itu menurut Pasi Intel saat rasia di dusun Waemala yang terlihat hanya orang-orang tua, anak-anak kecil dan perempuan-perempuan tua namun ada juga beberapa anak muda, tetapi pada saat dimintai keterangannya semua mengatakan tidak tahu. Masih menurut Pasi Intel, beberapa hari sebelum penyerangan ke desa Ewiri, lima orang Laskar Jihad datang di dusun Waemala dengan alasan akan mengadakan kegiatan keagamaam berupa dakwah. Kelima anggota Laskar Jihad yang katanya berasal dari pulau Jawa tersebut saat tiba di dusun Waemala langsung berhubungan dengan mantri La Baha, Kepala Dusun Waemala serta beberapa tokoh masyarakat lainnya. Kehadiran mereka selalu dipantau oleh anggota Yonif 406 di Dusun Waemala, namun Pasi Intel tidak mengetahui berapa lama kelima anggota Laskar Jihad tersebut berada di dusun Waemala dan pada saat peristiwa di desa Ewiri Pasi Intel juga tidak mengetahui keberadaan mereka.
3. N a m a : Letkol Inf. Chairil Anwar
J a b a t a n : Komandan Batalyon 406
Alamat Sementera : Leksula Kecamatan Buru Selatan
Danyon 406 menuturkan bahwa pada hari Jumaat, 07 Desember 2001 sekitar pukul 03.00 WIT (dini hari), kelompok teroris telah masuk kedusun Waemala, tetapi beberapa jam sebelumnya oleh ibu-ibu di dusun Waemala yang biasanya menyediakan makanan sahur kepada 15 anggota Yonif 406 yang bertugas di Waemala telah mengantarkan makanan sahur disertai juga dengan satu cerek minuman kopi, yang kemudian baru diketahui bahwa kopi tersebut telah dicampur dengan semacam obat tidur, sehingga disaat teroris tiba, ke 15 anggota Yonif 406 yang telah meminum kopi tersebut sudah tergeletak dengan kondisi tidak berdaya.
Mengetahui bahwa seluruh anggota Yonif 406 tidak berdaya, teroris pada awalnya menyandera 2 anggota Yonif 406, dan selanjutnya memanggil Dantim Yonif 406 yang bertugas di Waemala untuk mengajak turut serta dengan teroris dalam penyerangan ke desa Ewiri. Ajakan kolompok teroris ini ditolak oleh Dantim, sehingga Dantim juga turut disandera bersama 2 anggotanya yang terdahulu, dengan demikian anggota Yonif 406 yang disandera oleh kelompok teroris di dusun Waemala berjumlah 3 orang.
Setelah menyandera Dantim dan 2 anak buahnya serta tidak berhasil mengajak anggota Yonif 406 lainnya untuk ikut menyerang ke desa Ewiri, kelompok teroris selanjutnya mengadakan penyerangan ke desa Ewiri pada pukul 07.00 WIT. Disaat penyerangan ke desa Ewiri, kelompok teroris yang terdiri dari kurang lebih 100 orang laskar dan kurang lebih 600 warga masyarakat, menurut Dan Yon terjadi perlawanan yang dilakukan oleh 15 anak buahnya yang bertugas di desa Ewiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan jatuhnya beberapa korban jiwa dipihak teroris yang berasal dari masyarakat dusun Waemala serta ditemukannya beberapa buah senjata milik korban di TKP.
Sesuai kesaksian masyarakat di desa Ewiri, ada kejanggalan yang dirasakan oleh Dan Yon yaitu ; kelompok teroris yang menyerang desa Ewiri, diantaranya ada yang sempat menyuruh masyarakat desa Ewiri yang dikenalinya untuk berlari menyelamatkan diri. Menurut Dan Yon kejadian ini dialami oleh salah seorang ibu warga masyarakat desa Ewiri yang pada saat menyelamatkan diri bersama suaminya yang matanya buta, bertemu dengan Dan Tim Yon Armed 8 yang pernah bertugas di desa Ewiri beberapa waktu lalu. Selama bertugas di desa Ewiri Dantim Yon Armed 8 ini sering diberikan bantuan makanan oleh sang ibu tersebut. Menurut Dan Yon hal ini yang perlu dituntaskan, namun benar tidaknya informasi ini masih perlu dibuktikan. Dan Yon menambahkan bahwa informasi ini telah disampaikan kepada Dandim Maluku Tengah namun belum ada pengecekan atau tindakan dari pihak Kodim Maluku Tengah. Menurut Dan Yon, beliau ingin untuk meluruskan informasi tersebut apakah benar itu adalah Dantim Yon Armed 8 yang pernah bertugas di Ewiri. Dan Yon juga mengatakan bahwa diantara para teroris tersebut ada yang menggunakan pakaian loreng lengkap dengan atribut namun mereka memakai sebo/penutup kepala.
Selanjutnya Dan Yon mengatakan bahwa, peristiwa di desa Ewiri tidak semua rumah masyarakat yang dibakar, namun rumah-rumah para pengusaha seluruhnya dibakar dan dijarah. Sedang pos Yonif 406 di Ewiri semuanya habis termasuk seluruh barang-barang milik anggota Yonif 406. menurut Danyon pada awalnya anggota Yonif 406 yang bertugas di Ewiri berjumlah 30 personil, namun karena permintaan warga dusun Waemala, maka 15 anggota digeserkan ke dusun Waemala sehingga saat peristiwa terjadi di desa Ewiri hanya tersisa 15 anggota Yonif 406, dimana dengan jumlah personil yang hanya sebesar ini, anak buahnya sempat mundur saat konflik terjadi hal ini dikarenakan jumlah teroris terlampau banyak.
Setelah menerima informasi bahwa desa Ewiri diserang, menurut Dan Yon pihaknya langsung mengirim bantuan dari Leksula yang dipimpin Pasi Intel Yonif 406. namun pada saat hendak merapat ke desa Ewiri, mereka dihadang oleh 2 buah kapal motor besar yang di gunakan teroris (salah satu kapal menurut Dan Yon di ketahui milik saudara Syariffudin warga desa Pasir Putih), sehingga dengan kondisi yang tidak memungkinkan, pasukan bantuan yang dikirim terpaksa harus merapat di desa Tifu dan kemudian menuju TKP (desa Ewiri) dengan berjalan kaki.
Hari Sabtu, 08 Desember 2001 ( pagi hari ), Dan Yon turun langsung ke desa Ewiri dan setelah menyaksikan sendiri kondisi yang terjadi serta memperoleh keterangan bahwa ada anak buahnya yang bertugas di dusun Waemala disaandera teroris. Mendengar hal itu Dan Yon langsung memerintahkan anak buahnya untuk segera memanggil Kepala Dusun Waemala untuk menghadap beliau di desa Ewiri. Informasi yang diterima sebelum dipanggilnya Kepala Dusun Waemala bahwa, ketiga anak buahnya yang disandera tersebut dengan ancaman bahwa kalau mau ketiga anggota Yonif 406 yang disandera tersebut selamat, maka tidak boleh melaporkan keberadaan para teroris. Boleh melaporkan apabila kelompok teroris sudah pergi jauh dari dusun Waemala.
Setelah Kepala Dusun Waemala menghadap Dan Yon, menurut Dan Yon, beliau kembali mengancam Kepala Dusun Waemala dan memberi batas waktu kepadanya untuk segera melepaskan ketiga anak buahnya yang disandera dan apabila tidak , maka dusun Waemala akan dibumi hanguskan oleh pihaknya, dan itu berarti masyarakat dusun Waemala telah berurusan dengan TNI.
Pukul 16.00 Wit, Kepala Dusun Waemala disuruh kembali lagi ke Waemala dengan dikawal oleh anggota Yonif 406. Menurut Dan Yon, keesokan harinya ( minggu, 09 Desember 2001 ) ketiga anak buahnya yang disandera teroris telah dibebaskan di Pulau Ambon.
Menyangkut pemberitaan yang termuat dibeberapa media cetak di Ambon bahwa terdapat 2 anggota Yonif 406 yang saat ini sedang ditahan di Den Pom Ambon akibat ada indikasi keterlibatan mereka pada peristiwa Ewiri, Danyon mengatakan bahwa dengan keterbatasan sarana komunikasi dan transportasi, maka pihaknya sulit untuk memberikan maupun menerima informasi termasuk untuk mengklarifikasi kejadian di desa Ewiri. Sehingga menurut Danyon, beliau tidak dapat berbuat banyak menyangkut pemberitaan tersebut, namun beliau harapkan agar yang ingin mengetahui secara pasti kejadian di desa Ewiri, maka alangkah baiknya datang ke TKP dan menyaksikan sendiri.
Pada kesempatan yang sama Dan Yon menegaskan bahwa, menyangkut indikasi keterlibatan oknum-oknum TNI pada peristiwa Ewiri sesuai informasi dari masyarakat, hal ini perlu ditelusuri, diluruskan dan dibersihkan. Dan Yon mengatakan pula bahwa setelah peristiwa Ewiri, masih ada issue bahwa akan ada penyerangan lagi ke beberapa desa tersisa di Buru Selatan. Menurut Dan Yon, beliau sedang menunggu kehadiran kelompok teroris tersebut, karena beliau telah bertekad untuk menghabisi kelompok teroris yang menggunakan sebo/penutup kepala, serta ingin mengetahui siapa sebenarnya orang-orang tersebut. Masih menurut Dan Yon, ada korban yang mengalami luka tembak pada peristiwa Ewiri, dan saat dirujuk untuk diobati di Leksula, pihaknya menanyakan kepada korban bahwa apakah korban mengetahui pelaku penembakan dirinya, korban mengatakan bahwa yang menembakinya adalah aparat.
Ketika ditanyakan menyangkut proses dibebaskannya 3 anggota Yonif 406 yang disandera teroris, Dan Yon mengatakan bahwa, ketiga anggotanya tersebut dilepas tanpa negosiasi, dan Dan Yon pastikan bahwa, mereka dibebaskan karena Kepala Dusun Waemala telah diancam oleh Dan Yon sehingga melalui Kepala Dusun Waemala, para teroris mungkin diminta untuk membebaskan ketiga anggota tersebut di Pulau Ambon. Adapun proses pembebasan ketiga anggota Yonif 406 hingga kembali ditahan di Den Pom Ambon, menurut Dan Yon bahwa setelah dibebaskan teroris, 3 anggota Yonif 406 tersebut mencari jalan sendiri dan bertemu dengan mobil truck sipur. Selanjutnya dengan menumpang truck Sipur, mereka diserahkan ke Sektor I dan melalui Sektor I mereka diserahkan ke Den Pom Ambon.
Sementara menunggu berita menyangkut penahanan ketiga anggotanya di Den Pom Ambon yang sampai dengan saat ini belum diperoleh keterangan yang jelas, Dan Yon mengatakan bahwa beliau sangat menyayangkan proses penahanan terhadap ketiga anggotanya tersebut. Sehingga untuk kejelasannya beliau telah memerintahkan perwakilannya yang berada di Ambon untuk menanyakan pihak Den Pom Ambon apa alasannya menahan ketiga anggota tersebut, karena menurut Dan Yon ada prosedur penahanan dan berapa lama mereka harus ditahan. Selain itu menurut Dan Yon, yang berhak menahan mereka adalah Dan Yon selaku Ankumnya, dan apabila diperlukan maka melalui Dan Yon mereka dapat diserahkan ke Den Pom. Tapi yang terjadi saat ini, selama ketiga anak buahnya ditahan beliau tidak diberitahukan, bahkan beliau tidak mengetahui sudah berapa lama mereka ditahan dan atas dasar apa mereka ditahan. Dan Yon juga mengatakan bahwa setelah beliau mengecek, ternyata ketiga anggotanya tersebut bukan saja ditahan tetapi juga dipenjarakan. Hal ini yang tidak dapat diterima oleh Dan Yon selaku atasan atau orang tua yang berhak menghukum mereka bila bersalah. Dan Yon menambahkan bahwa beliau juga mempereoleh informasi bahwa yang melimpahkan anggotanya ke Den Pom adalah Sektor I, sehingga dengan nada bertanya beliau mengatakan bahwa kalau memang demikian maka apa sebenarnya status beliau. Karena menurut Danyon, pihaknya berada di Pulau Buru dengan status BP ke Kodim Maluku Tengah, dan sesuai petunjuk atasan, keberadaan Danyon 406 di Buru Selatan adalah sebagai Dansektor yang bertanggung jawab langsung ke Panglima Kodam XVI Pattimura. Jadi bila informasi bahwa ketiga anggotanya yang ditahan Den Pom Ambon adalah pelimpahan dari Sektor I, menurut Danyon hal tersebut telah menyalahi prosedur, apalagi beliau sama sekali tidak dikonfirmasikan.
Selanjutnya Danyon menjelaskan bahwa disaat pihaknya mengadakan penyisiran di dusun Waemala, saat itu ditemukan sejumlah masyarakat yang katanya berasal dari Desa Biloro. Namun ketika diinterogasi mereka mengatakan bahwa kehadirannya di dusun Waemala hanya jalan-jalan. Hal ini bertentangan dengan informasi dari anggota Yonif 406 di Waemala, bahwa ternyata warga Biloro tersebut juga turut mengancam anggota Yonif 406 di Posnya saat mereka tidak berdaya.
Dan Yon menambahkan bahwa saat ini jumlah personil Yonif 406 yang berada di wilayah Kecamatan Buru Selatan hanya berjumnlah 235 personil. Sehingga menurut Dan Yon dengan jumlah seperti ini bila dibandingkan dengan luasnya wilayah Kecamatan Buru Selatan, maka rasanya terlampau sedikit dan sangat tidak efektif dalam melaksanakan tugas tugas pengamanan, sehingga menurut Dan Yon, beliau berharap agar sisa pasukannya yang masih berada di Maluku Utara dapat segera dialihkan ke Pulau Buru sehingga wilayah ini dapat dikendalikan secara total oleh beliau.
Selain itu Dan Yon menandaskan bahwa, dengan kondisi geofrafis seperti yang ada di Kecamatan Buru Selatan ini, beliau sangat mengharapkan bantuan sarana transportasi laut, karena apabila pihaknya memiliki sarana transportasi laut, maka jelas frekuensi patroli laut dapat ditingkatkan karena pergerakan teroris selama ini selalu melalui laut.
Diakhir perbincangan dengan Dan Yon 406, sekali lagi beliau mengharapkan agar proses penahanan ketiga anggotanya dapat diperjelas karena, menurut beliau mereka itu sudah menderita. Apabila mereka terbukti bersalah, maka selaku pimpinan, Dan Yon siap untuk digantung atau menerima sangsi berupa apapun yang akan diberikan, dari pada anak buahnya diperlakukan tidak sesuai prosedur.
SAKSI UMUM
1. N a m a : Letda Inf. Muhdi
U m u r : 39 tahun
Jabatan : Danton Yonif 406 Desa Ewiri
Alamat Sementara : Desa Ewiri Kecamatan Buru Selatan
Saksi menuturkan bahwa pada hari Jumat, 07 Desember 2001 tepat pukul 08.05 Wit, saksi mendengar suara bunyi tembakan dari arah utara tepatnya dibelakang desa Ewiri. Bersamaan dengan terdengarnya bunyi tembakan tersebut, masyarakat desa Ewiri ada yang datang melaporkan kejadian yang sama kepada saksi selaku Danton. Menurut saksi, terlepas dari laporan masyarakat, saksi juga setelah mendengar bunyi tembakan tersebut, saksi telah mempersiapkan pasukannya untuk bergerak kearah bunyi tembakan tersebut.
Pasukan yang bergerak menuju arah bunyi tembakan dipimpin langsung oleh saksi. Setelah mendekat ke sasaran, saksi melihat kelompok teroris telah memasuki desa Ewiri dan yang berada digaris depan kurang lebih 200 orang, sedangkan yang masih berpencar dibagian belakang jumlahnya sangat banyak sehingga saksi sulit memperkirakan jumlahnya. Selain masuk dari arah utara ( belakang desa ), bersamaan juga masuk dari arah selatan ( laut ) kelompok teroris dengan menggunakan 2 buah Kapal Motor besar dan 1 buah long boat.
Teroris yang datangnya dari arah laut langsung mengeluarkan tembakan dari jenis senjata berat untuk memancing perhatian. Berbarengan dengan bunyi tembakan dari arah laut, kelompok teroris yang masuknya dari belakang desa juga mengeluarkan tembakan senjata organik diikuti dengan ledakan bom yang besar sekali. Seketika itu juga saksi mengatakan bahwa rentetan tembakan dari segala penjuru telah diarahkan kepada saksi dan pasukannya.
Menyadari bahwa desa Ewiri telah terkepung dari arah utara, barat dan selatan, saksi memerintahkan pasukannya untuk berpencar menjadi 2 regu guna menghadang kelompok teroris. Saksi sendiri tetap bertahan pada posisi belakang desa dengan kekuatan 8 personil, sedangkan 7 personil lainnya yang dipimpin oleh Wadanton diarahkan untuk mempertahankan desa dibagian selatan ( laut ). Menurut Saksi, saat peristiwa di desa Ewiri, anggota Yonif 406 yang bertugas berjumlah 15 personil.
Dengan kekuatan yang sangat tidak berimbang, saksi dan 7 anak buahnya berupaya sekuat tenaga menghadang kelompok teroris yang masuk dari arah utara ( belakang desa ) selama kurang lebih 3 jam. Saksi mengatakan bahwa, selama berperang dengan kelompok teroris saksi menyaksikan bahwa teroris yang masuk dari arah utara bagian barat selain menggunakan senjata mesin ringan, ada juga yang menggunakan jenis Minimi. Sedangkan yang masuk dari arah utara menggunakan Senjata Mesin Ringan ( SMR ) serta jenis senjata organik lainnya. Sementara bertempur habis-habisan, saksi mengatakan bahwa terdengar teriakan dari kelompok teroris bahwa ; "aparat….. kalian sudah terkepung…… segera mundur". Mendengar teriakan tersebut, saksi kembali membalas dengan teriakan bahwa ; "Hei Jihad …. Kalian penjahat……. Ini bulan ramadhan….. kalian nyerang dan jarah lagi". Saksi menuturkan kejadian ini dengan ekspresi yang sangat emosional disamping suara saksi yang bergetar, menandakan rasa kesedihannya. Saksi juga mengatakan bahwa, selain kelompok teroris yang berada digaris depan dengan menggunakan senjata serba canggih, dibagian belakang ( lapis kedua ) massa dengan jumlah yang besar dengan menggunakan bendera putih meringsek masuk sambil berteriak ; "maju…. Maju….. serbu…… serbu"
Saksi menuturkan bahwa disaat berperang ( baku tembak ), apabila saksi dan anak buahnya melepaskan tembakan 5 kali, maka akan dibalas oleh teroris dengan kurang lebih 100 kali tembakan beruntun.
Dengan kondisi yang sangat terdesak karena saksi dan pasukannya juga tidak memiliki senjata bantuan, maka saksi memerintahkan anak buahnya untuk mundur perlahan-lahan sampai ditengah desa dan kemudian berupaya untuk mempertahankan gedung gereja.
Menurut saksi, saat berupaya mempertahankan gedung gereja, ternyata desa Ewiri arah selatan bagian barat telah jebol dan teroris terus merengsek masuk, sehingga saksi memerintahkan anak buahnya untuk mundur lagi kearah timur ( dipinggir desa Ewiri ) dan menempati posisi ketinggian. Dari posisi ini, saksi dan pasukannya berupaya untuk menghalau kelompok teroris yang telah berada ditengah desa sambil membakar dan menjarah. Kelompok teroris baru mundur setelah bertempur kurang lebih 3 jam, dimana kelompok teroris berhasil membakar sebahagian besar rumah masyarakat termasuk gedung gereja, serta menjarah hampir seluruh harta benda milik masyarakat termasuk barang/perlengkapan yang berada di pos Yonif 406.
Ketika saksi ditanya menyangkut ciri-ciri para teroris, saksi mengatakan bahwa pada awalnya yang terlihat oleh saksi, kelompok teroris yang masuk dari arah utara umumnya menggunakan pakaian preman, topi hitam, baju coklat dan mengenakan rompi coklat serta menggunakan senjata lengkap dan bersepatu kets. Sedangkan yang masuk dari arah utara bagian timur menggunakan pakaian loreng, senjata lengkap serta memakai penutup kepala/sebo, yang menurut saksi jumlahnya cukup banyak. Saksi menambahkan bahwa secara keseluruhan yang saksi lihat, kelompok teroris memakai pakaian campuran, namun tidak ada yang memakai jubah putih.
Saksi menegaskan bahwa dilihat dari cara atau pergerakan teroris dalam beraksi, itu adalah cara militer dan bukan masyarakat sipil. Selain itu saksi juga mengatakan bahwa kuat dugaannya diantara kelompok teroris tersebut terdapat oknum-oknum TNI, hal ini dapat dibuktikan dari cara mereka memasuki desa dengan menggunakan senjata bantuan. Cara ini menurut saksi adalah ciri militer dalam menyerang dan memajukan pasukannya yang digaris depan untuk bisa bebas memasuki suatu lokasi sasaran. Masih menurut saksi, yang terjadi di desa Ewiri, disaat kelompok teroris hendak memasuki desa, dari arah belakang terdengar rentetan tembakan Senjata Mesin Ringan ( SMR ) dan Senjata Mesin Sedang ( SMS ).
Menyangkut perintah Dan Yon untuk mengadakan penyisiran ke dusun Waemala, saksi menjelaskan bahwa ; saat itu pasukan yang diturunkan berjumlah 80 personil yang dibagi dalam 2 kelompok. Masing-masing, 1 kelompok yang masuk dari arah belakang dusun Waemala ( melalui jalur darat ), dan 1 kelompok lagi melalui laut dengan menggunakan speed boat dan long boat. Dalam penyisiran itu menurut saksi, tidak terjadi konflik karena kelompok teroris telah meninggalkan dusun Waemala, selain itu masyarakat dusun Waemala khususnya pemuda/laki-laki juga telah melarikan diri termasuk tokoh-tokoh utamanya. Sedangkan barang bukti yang ditemukan, menurut saksi dapat dilihat di Kotis Yonif 406 di Leksula.
Diakhir perbincangan, saksi memohon kepada pimpinan di tingkat atas agar dapat memperhatikan fasilitas mereka khususnya sarana transportasi laut, karena menurut saksi, pihaknya seperti orang buangan karena tidak dapat kemana-mana, dikarenakan seluruh aktifitas di Kecamatan Buru Selatan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sarana transportasi laut. Selain itu menurut saksi, setelah melihat kesiapan dan perlengkapan kelompok teroris yang begitu hebat, saksi memohon agar dapat diperhatikan masalah amunisi dan bila dimungkinkan, saksi berharap dapat dilengkapi dengan granat ( TP ).
Dengan suara yang serak dihadapan sejumlah masyarakat desa Ewiri saksi mengatakan bahwa, pihaknya sangat merasa malu terhadap masyarakat desa Ewiri karena pihaknya tidak dapat mempertahankan desa Ewiri, namun menurut saksi, pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin namun inilah hasilnya dimana desa Ewiri bobol juga. Terserahlah apa penilaian masyarakat Ewiri terhadap kami, tetapi inilah yang dapat kami lakukan.
2. N a m a : Jerry Donald Selsily
U m u r : 35 tahun
Pekerjaan : T a n I
A l a m a t : Desa Ewiri Kecamatan Buru Selatan
Saksi menuturkan bahwa sekitar pukul 08.00 Wit terdengar bunyi tembakan diarah utara ( bagian belakang desa Ewiri ). Dengan terdengar bunyi tembakan tersebut masyarakat menjadi panik, namun sebahagian besar masyarakat masih ragu/sangsi apakah bunyi tembakan tersebut pertanda datangnya teroris ataukah bukan. Setelah lebih kurang 15 menit dari bunyi tembakan pertama, anggota Yonif 406 yang sedang bertugas di desa Ewiri telah berada diseputar lokasi bunyi tembakan, dan terdengar bunyi tembakan rentetan yang sangat banyak, namun menurut saksi, ia sendiri tidak mengetahui bahwa bunyi tembakan rentetan tersebut berasal dari kelompok teroris atau dari pasukan Yonif 406. Saat itu saksi berada pada posisi ditengah-tengah desa dan sedang berupaya menyelamatkan anak saksi keluar kearah timur desa Ewiri.
Setelah saksi berhasil menyelamatkan anaknya keluar desa, saksi kemudian kembali lagi ke dalam desa dengan maksud untuk menyelamatkan barang-barangnya serta mengambil peralatan apa adanya untuk dapat mempertahankan desa bersama masyuarakat lainnya. Namun pada saat kembali ke desa, terlihat oleh saksi kelompok teroris telah beraksi dibagian utara desa dan sementara dihalau ( baku tembak ) dengan aparat Yonif 406, namun saksi menambahkan bahwa nampaknya aparat Yonif 406 cukup kewalahan karena jumlah teroris terlampau banyak.
Disaat saksi bersama beberapa warga lainnya berada di posisi sebelah utara desa, saksi menyaksikan bahwa ada 4 teroris yang berpakaian loreng lengkap dengan senjata sedang menyeberangi jalan dalam desa. Satu diantara 4 teroris tersebut menurut saksi terkena tembakan aparat Yonif 406 hingga terjatuh. Saksi mengatakan juga bahwa karena posisi saksi terlampau jauh ( kira-kira 75 meter ) dari posisi teroris, sehingga saksi tidak dapat mengenali senjata yang digunakan oleh 4 teroris berloreng tersebut. Saksi juga menambahkan bahwa cara keempat teroris berloreng tersebut memasuki desa dengan gerakan berlari cepat sambil jongkok.
Menurut saksi upaya aparat Yonif 406 dalam menghalau kelompok teroris sudah maksimal, namun saksi menambahkan bahwa disaat kejadian kelihatannya aparat Yonif 406 belum siap atau dengan kata lain tidak siaga sehingga teroris dengan begitu mudah dapat merapat ke pinggir desa Ewiri tanpa terdeteksi dan kemudian menyerang desa Ewiri. Saksi juga mengatakan bahwa, disaat kejadian, saksi sangat yakin bahwa bunyi tembakan itu semua berasal dari senjata organik, karena jarang sekali terdengar bunyi tembakan satu demi satu.
Saksi mengatakan bahwa, kurang lebih 3 jam teroris beraksi didalam desa Ewiri dan setelah itu mereka mundur, sehingga kira-kira pukul 12.00 Wit, sebahagian masyarakat sudah dapat kembali ke desa untuk berupaya memadamkan api yang sementara berkobar dirumah-rumah masyarakat.
Setelah menuturkan kesaksiannya, saksi mengatakan bahwa ; pada prinsipnya saksi sangat membutuhkan perlindungan dari pemerintah, dalam hal ini TNI sebagai bahagian dari pemerintah. Karena menurut saksi ia adalah masyarakat bangsa Indonesia yang perlu dilindungi dan hal tersebut adalah hak dari warga negara Indonesia untuk memperoleh perlindungan, karena dalam Undang-Undangpun sudah menjamin kita untuk mendapat perlindungan. Selain itu saksi berharap kepada pemerintah agar kerusuhan ini dapat dihentikan dan para pelakunya harus dapat diusut sampai keakar-akarnya. Saksi berpendapat bahwa kelompok teroris ini pada umumnya Laskar Jihad, sehingga saksi berharap kepada pemerintah agar Laskar Jihad dan semua orang luar yang berada di Maluku khususnya Pulau Buru dapat segera dikeluarkan.
Saksi menambahkan bahwa, Laskar Jihad merupakan otak dalam penyerangan ke desa Ewiri. Hal ini menurut saksi, karena beberapa hari sebelum terjadi penyerangan ke desa Ewiri, menurut keterangan Dan Pos Yonif 406 di Waemala, datang ke dusun Waemala beberapa orang Laskar Jihad dengan alasan akan berdakwah, sehingga Dan Pos juga menghimbau kepada masyarakat Ewiri agar jangan terlalu cepat curiga terhadap kehadiran Laskar Jihad tersebut. Menurut Dan Pos apabila Laskar Jihad ini melakukan hal-hal yang mencurigakan, maka mereka akan berhadapan dengan aparat TNI ( Yonif 406 ). Namun yang terjadi kan lain !!! saksi menimpali.
Saksi menandaskan bahwa, saksi kenal betul dengan Kapal Motor yang digunakan teroris saat menyerang desa Ewiri, karena Kapal Motor tersebut sebelum kerusuhan pernah memuat muatan/kopra di desa Ewiri. Salah satu dari 2 Kapal tersebut milik Sdr. Syarifudin warga desa Pasir Putih, dan yang satunya lagi juga milik masyarakat desa Pasir Putih namun pemiliknya saksi tidak ketahui, tetapi saksi mengatakan bahwa, kapal tersebut dulu dinahkodai oleh Sdr. Sedek warga desa Waehaka.
3. N a m a : Herman Lehalima
U m u r : 23 tahun
Pekerjaan : T a n I
A l a m a t : Desa Ewiri Kecamatan Buru Selatan
Disaat mendengar bunyi tembakan disebelah utara desa Ewiri (belakang desa), saksi langsung berupaya menyelamatkan ayah saksi menuju kearah timur (menyeberangi sungai). Setelah berhasil menyeberangi ayahnya, saksi langsung kembali ke dalam desa Ewiri, dan pada saat itu saksi mendengar suara bunyi tembakan disebelah utara desa sangat banyak, namun saksi beranggapan bahwa bunyi tembakan tersebut berasal dari aparat Yonif 406 yang menghalau teroris, sehingga saksi langasung menuju rumah saksi.
Setelah saksi keluar dari rumahnya, saksi melihat ada 4 orang anggota Yonif 406 bersama 3 anggota masyarakat sedang berjaga-jaga didekat rumah saksi. Kurang lebih 5 menit kemudian 3 orang anggota Yonif 406 menuju kearah selatan (pantai) dan yang tinggal bersama saksi hanya 1 anggota Yonif 406 (pak Watno), kemudian pak Watno menyuruh saksi untuk mengisi amunisi kedalam magasen. Sementara mengisi magasen, saksi da pak Watno melihat kelompok teroris sudah menyeberangi jalan setapak didalam desa (saat itu kurang lebih pukul 08.30 WIT).
Mengetahui teroris sudah berada dalam desa Ewiri, Pak Watno menyuruh saksi untuk keluar dari tempat pertahanan awal mereka menuju ketempat yang dianggap lebih aman dan strategis. Namun tidak seberapa lama saksi dan Pak watno berada pada posisi pertahanan yang baru, mungkin karena kondisi semakin memburuk, Pak watno kembali mengajak saksi untuk mundur kearah timur desa. Mendengar ajakan Pak Watno tersebut, saksi mengatakan kepada Pak Watno bahwa, kita tunggu saja sampai mereka membakar rumah ini baru kita mundur. Karena situasi semakin buruk, Pak Watno kembali mengatakan kepada saksi bahwa, Pak sebainya kita mundur karena situasi semakin berbahaya, namun saksi kembali mengatakan kepada Pak Watno bahwa, belum bisa, kita tunggu saja disini dan apabila teroris masuk maka kita hantam saja dan usahakan tembak teroris yang membawa senjata organik. Tidak lama setelah saksi berkata demikian, masuk sekelompok teroris dan terlihat ada yang mengunakan senjata organik. Melihat hal tersebut, saksi langsung menyuruh Pak Watno bahwa, Pak tembak pak, namun Pak Watno kembali berkata kepada saksi bahwa, tidak bisa pak, sangat berbahaya karena massanya terlalu banyak. Kemudian saksi dan Pak Watno menuju kearah utara.
Menurut saksi teroris yang masuk dari arah tengah desa, yang saksi lihat tidak terlampau banyak, tetapi mereka semua menggunakan senjata yang canggih, dan mengenakan pakaian loreng, lengkap dengan ransel serta menggunakan topi rimba. Sedangkan yang ikut dibelakang dalam jumlah yang besar, itu memakai pakaian campuran dengan menggunakan senjata golok dan menjinjing gen minyak. Menurut saksi diantara kelompok teroris ada 1 orang yang saksi kenal saat berdiri didekat rumah Pak Guru Teis, namanya La Mudu warga dusun Waemala.
Setelah berada di posis sebelah utara, menurut saksi ia bersama Pak Watno berencana untuk mengepung teroris dari arah utara, namun saat terjadi tempak menembak antara Pak Watno dan teroris, mata saksi terkena selongsong peluru Pak Watno sehingga saksi terpaksa harus mundur bersama Pak Watno, namun saksi mengatakan bahwa saat itu juga terlihat teroris juga mulai terdesak dan berangsur mundur ke arah utara untuk kembali kedusun Waemala.
Saksi menambahkan bahwa setelah kelompok teroris mundur meninggalkan desa Ewiri, saksi bersama masyarakat lainnya ingin mengetahui jalan masuk kelompok teroris ke desa Ewiri, dan setelah pengecekan ternyata kelompok teroris yang masuk melalui jalan darat dari dusun Waemala itu menggunakan tiga ruas jalan setapak. Yang menjadi keheranan saksi, 1 jalan yang khusus dibuat oleh masyarakat desa Ewiri untuk menyelamatkan diri juga digunakan oleh kelompok teroris memasuki desa Ewiri. Menurut saksi, ia pastikan jalan ini tidak akan diketahui sama sekali oleh masyarakat lain selain masyarakat desa Ewiri. Sehingga saksi mencurigai yang memimpin kelompok teroris menggunakan jalan rahassia tersebut adalah anggota-anggota Yon Armed 8 yang pernah bertugas di desa Ewiri beberapa waktu lalu, karena hanya mereka saja yang mengetahui seluk beluk jalan tersebut.
Saksi menyatakan bahwa selaku masyarakat saksi masih membutuhkan kehadiran TNI khususnya aparat Yonif 406 di desa Ewiri, dan saksi berharap agar aparat Yonif 406 dapat lebih siap dalam menghadapi ancaman seperti yang telah terjadi.
4. N a m a : Ibu Sin Lesnussa
U m u r : 40 tahun
Status : Berkeluarga ( anak satu )
Pekerjaan : T a n I
A l a m a t : Desa Ewiri Kecamatan Buru Selatan
Menurut saksi, saat terdengar bunyi tembakan sebanyajk 1 kali kira-kira hampir pukul 08.00 Wit, saksi sementara berada di dekat Sekolah, namun saksi berpikir kelompok teroris masih jauh dari desa, sehingga saksi mengajak suaminya serta menggendong anak saksi untuk lari kearah utara ( belakang desa ) menuju ke kepala air.
Karena kondisi mata dari suami saksi buta, maka saksi harus berlari sambil menggendong anak saksi dan menuntun suami saksi. Tidak terlalu jauh dari desa, tepatnya dilokasi kepala air, tiba-tiba saksi mengangkat muka dan melihat Pak Gunawan ( DanPos Armed 8 yang pernah bertugas di Ewiri ) sedang berdiri didekat jembatan dan sejumlah teroris lainnya sementara berada di 2 buah rumah yang didekat situ yang kebanyakan menggunakan pakaian loreng. Saat mengetahui bahwa yang berada didepan Pak Gunawan adalah saksi, Pak Gunawan langsung menurunkan senjatanya yang semula diarahkan kepada saksi dan suaminya dan langsung memegang dada sambil tertawa. Pada saat itu menurut saksi, Pak Gunawan menggunakan pakaian loreng lengkap, memakai topi namun mengecat muka.
Saat bertemu dengan Pak Gunawan, saksi tidak berkata apa-apa dengan Pak Gunawan karena takut, dan langsung menuntun suaminya untuk berlari dan berkata kepada suami saksi bahwa lari…lari…. massa sudah ada. Belum terlalu jauh saksi meninggalkan Pak Gunawan, saksi mendengar bunyi tembakan, dan saksi pastikan bunyi tembakan tersebut berasal dari senjatanya Pak Gunawan. Berbarengan dengan bunyi tembakan tersebut terdenghar juga oleh saksi teriakan massa.
Dengan perasaan takut yang amat sangat, saksi bersama suami dan anaknya berlari terus kearah tempat pengungsian masyarakat Ewiri di pegunungan, dan saat itu saksi tidak mengetahui lagi apa yang terjadi di desa Ewiri dan yang hanya terdengar bunyi tembakan terus menerus.
Saksi mengatakan bahwa, saksi sangat kenal dengan Pak Gunawan karena selama Pak Gunawan bertugas di desa Ewiri kurang lebih 7 bulan dan baru digantikan dengan aparat Yonif 406 setelah peristiwa Waemulang, saksi sering menyediakan makanan kepada Pak Gunawan. Saksi juga menambahkan bahwa selama bertugas di Ewiri, yang saksi ketahui Pak Gunawan sangat baik termasuk dengan masyarakat lainnya, sehingga saksi seakan tidak percaya bahwa Pak Gunawan bisa memimpin teroris menyerang desa Ewiri. Masih menurut saksi bahwa pada saat itu bila yang saksi ketemu bukan Pak Gunawan, maksudnya aparat lain, maka menurut saksi, pasti saksi dan suami serta anaknya sudah mati.
Saksi juga mengatakan bahwa sebelum desa Ewiri diserang, 2 hari sebelumnya ada 2 anggota Yon Armed 8 yang datang ke desa Ewiri, mereka itu adalah Pak Imam dan Pak Bambang. Kedua anggota Yon Armed 8 ini berada di Ewiri selama 2 hari, dan saksi tidak mengetahui apa maksud kehadiran mereka di desa Ewiri.
Menurut saksi, dengan peristiwa di desa Ewiri ini, saksi sangat sedih, dan saksi berharap agar pemerintah dapat memperhatikan nasib masyarakat Ewiri yang sudah hancur ini.
5. N a m a : J. Selsily
U m u r : 55 tahun
Jabatan : Kepala Desa Ewiri
A l a m a t : Desa Ewiri Kecamatan Buru Selatan
Saksi mengatakan bahwa, tepat pukul 08.00 Wit terdengar bunyi tembakan dari arah utara desa Ewiri sebanyak 1 kali, yang kemudian saksi ketahui bahwa tembakan tersebut diarahkan oleh teroris kepada salah satu warga Ewiri yaitu Dominggus Lesnussa.
Setelah terdengar bunyi tembakan menurut saksi, masyarakat yang rumahnya berdekatan dengan arah bunyi tembakan mendengar ada suara minta tolong, saksi mengatakan bahwa bersamaam dengan bunyi tembakan tersebut, saksi sendiri juga keluar dari rumahnya dan saat itu saksi bertemu dengan sejumlah masyarakat yang diantaranya ada yang melaporkan bahwa, Pak ada orang yang berteriak minta tolong. Saksi mengatakan bahwa jarak antara bunyi tembakan pertama dengan bunyi tembakan rentetan kira-kira 10 menit.
Karena situasi sudah sangat mencekam, maka saksi tidak dapat bertahan lama didalam desa dan langsung menyelamatkan diri kearah selatan menyusur pinggiran pantai, dan setelah berada disebelah timur, saksi menoleh kearah barat ( kearah desa ), saat itu terlihat oleh saksi cukup banyak orang yang berpakaian loreng. Menyaksikan hal tersebut, saksi beranggapan bahwa yang memakai pakain loreng tersebut adalah aparat Yonif 406 yang bertugas di dusun Waemala yang datang untuk membantu rekan-rekannya di Ewiri. Namun saksi tidak mau terpengaruh dengan apa yang dianggapnya itu sehingga saksi memutuskan untuk berlari terus kearah timur guna mencari tempat yang lebih aman.
Saksi menjelaskan bahwa pada peristiwa Ewiri terdapat 2 warga meninggal dunia masing-masing, Philipus Selsily ( 76 tahun ) dan Lorina Lesnussa ( 54 tahun ). Sedangkan yang mengalami luka-luka sebanyak 3 orang masing-masing ; Jemris Lesnussa, Herman Lehalima ( 27 tahun ) dan Benjamin Solissa ( 21 tahun ). Menurut saksi, semua korban saat ini masih tetap berada di Leksula, karena faktor kesulitan dana maka niat mereka untuk ke Ambon belum terlaksana. Saksi juga menambahkan bahwa terdapat sejumlah kerugian harta benda milik masyarakat seperti bangunan rumah, tempat ibadah, gedung sekolah serta beberapa asset pemerintah. Selain itu saksi yakin bahwa para teroris sebahagian besar berasal dari dusun tetangga Waemala.
Selaku Kepala Desa, saksi menyampaikan harapannya kepada pemerintah agar rumah-rumah masyarakat yang tergusur ini dapat dibangun kembali, fasilitas pendidikan yang hancur juga diharapkan agar dapat dibangun, serta sarana kesehatan seperti Puskesmas Pembantu yang selama ini tidak pernah diperoleh masyarakat desa Ewiri agar dapat dibangun di desa ini disertai penempatan petugas kesehatan, karena menurut saksi apabila tidak ada petugas kesehatan maka bantuan obat-obatan yang diberikan beberapa LSM rasanya tidak ada manfaatnya.
Menurut saksi, upaya anggota Yonif 406 yang bertugas di desa Ewiri sudah maksimal dalam mempertahankan desa Ewiri. Hal ini menurut saksi dapat dibuktikan dengan hanya separuh saja bangunan di desa Ewiri ini yang dihancurkan teroris. Oleh karena itu saksi menyatakan bahwa selaku Kepala Desa, saksi sangat mengharapkan keberadaan aparat Yonif 406 di desa Ewiri.
6. N a m a : Bernadus Selsily
U m u r : 65 tahun
Pekerjaan : T a n I
A l a m a t : Desa Ewiri Kecamatan Buru Selatan
Saksi mengatakan bahwa indikasi keterlibatan oknum-oknum TNI Yon Armed 8 pada peristiwa di desa Ewiri cukup besar kemungkinannya. Menurut saksi dugaan ini dapat dibuktikan dengan hadirnya 2 anggota Yon Armed 8 masing-masing : Sdr. Bambang dan Sdr. Imam, dua hari sebelum desa Ewiri diserang. Saat berada di desa Ewiri, kedua anggota Yon Armed 8 ini menginap disalah satu warga masyarakat desa Ewiri asal Pulau Jawa yaitu Sdr. Wiji.
Menurut saksi, kedua anggota Yon Armed 8 ini sebelumnya pernah bertugas di desa Ewiri selama kurang lebih 7 bulan, dan mereka baru saja digantikan oleh aparat Yonif 406 setelah peristiwa di desa Waemulang ( 37 hari sebelum peristiwa Ewiri ).Kehadiran kedua anggota Yon Armed 8 ini di desa Ewiri dengan alasan yang tidak jelas, namun menurut saksi selama berada di desa Ewiri ( 2 hari ), saksi melihat mereka beberapa kali berjalan mengelilingi desa Ewiri sambil membawa kamera. Selain itu menurut saksi, sebelum kedua anggota Armed 8 ini meninggalkan desa Ewiri, mereka berpesan kepada Sdr. Wiji bahwa, kalau ada barang-barang, lebih baik dibawa kehutan saja, karena pasti akan ada penyerengan ke desa Ewiri. Pesan ini diceriterakan Sdr. Wiji kepada saksi beserta beberapa warga Ewiri lainnya.
Saksi mengatakan bahwa, saat peristiwa terjadi, saksi sementara berada ditepi pantai, dan ketika itu saksi melihat ada 2 buah kapal motor disekitar perairan dusun Waemala. Jarak antara dusun Waemala dan desa Ewiri kira-kira 1 Km. Pada saat itu saksi berpikir bahwa kedua kapal motot tersebut hendak memuat muatan di dusun Waemala.
Kira-kira pukul. 08.00 Wit, saksi sementara duduk-duduk ( beristirahat ) dibawah pohon baru ditepi pantai, saksi mendengar 1 kali bunyi tembakanyang saksi perkirakan bunyi tembakan tersebut dari arah utara ( belakang desa ). Menurut saksi tidak seberapa lama setelah terdengar bunyi tembakan tersebut, terlihat oleh saksi kepulan asap dari salah satu rumah didekat jembatan dibelakang desa ( masih cukup jauh dari desa ). Saksi menambahkan bahwa saat terdengar bunyi tembakan 1 kali tersebut, 2 buah kapal motor masih berada diperairan dusun Waemala.
Setelah saksi melihat kepulan asap, beberapa saat kemudian terdengar bunyi rentetan tembakan yang menurut saksi sangat seru/banyak sekali.
Saksi mengatakan, yang ia ketahui pada saat itu aparat Yonif 406 masih berada di pos mereka yang terletak di kaki air ( sebelah timur desa Ewiri dekat pantai ), namun aktifitas mereka tidak diketahui oleh saksi karena posisi saksi cukup berjauhan dengan pos Yonif 406.
Saat teroris merengsek masuk ke desa Ewiri, menurut saksi tiba-tiba muncul 2 buah long boat mendahului 2 buah kapal motor yang masih tetap berada di perairan dusun Waemala. Karena kondisi semakin gawat, saksi terpaksa menyelamatkan diri ke arah timur desa bersama masyarakat lainnya dan tidak mengetahui lagi apa yang terjadi di desa Ewiri, namun yang terdengar oleh saksi dari kejauhan bunyi tembakan yang tidak terhitung lagi jumlahnya.
Masih menurut saksi, setelah saksi kembali dari tempat persembunyian, ternyata kondisi desa sudah hancur sebahagian, namun barang-barang masyarakat seluruhnya sudah dijarah oleh teroris. Saksi mengatakan bahwa, toko-toko milik pengusaha setempat barang-barangnya dijarah terlebih dahulu dan kemudian bangunannya dibakar. Barang-barang yang dijarah termasuk beberapa buah mesin motor tempel, mesin listrik serta barang-barang berharga lainnya. Saksi juga menambahkan bahwa 2 kapal motot besar tersebut selain digunakan untuk mengantar dan menjemput teroris, kapal motor tersebut juga digunakan untuk mengangkut barang jarahan.
Saksi juga mengatakan bahwa saksi melihat sendiri saat kedatangan 12 anggota Yonif 406 yang diracuni di dusun Waemala ke desa Ewiri. Menurut saksi, pada saat itu kondisi mereka masih belum normal dan nampaknya diantara mereka ada yang masih pusing akibat pengaruh dari obat bius yang mereka minum.
A N A L I S I S
Peristiwa yang terjadi di Desa Ewiri disinyalir kuat memiliki kesinambungan dengan berbagai kasus sebelumnya di wilayah Buru Selatan. Setidaknya bila dibandingkan dengan pola penyerangan terakhir yang dilakukan terhadap desa Waimulang, maka peristiwa Ewiri cenderung memiliki kesamaan dalam motif maupun pola penyerangan. Bertolak dari pengamatan itu, kami mencoba memberikan beberapa catatan kritis berkaitan dengan kasus penghancuran desa Ewiri.
Pilihan waktu di pagi hari untuk memulai penyerangan cenderung sama dengan kasus-kasus penyerangan sebelumnya terhadap desa-desa Kristen di Buru Selatan khususnya, dan di Pulau Buru pada umumnya. Hal ini mungkin dipertimbangkan, mengingat di pagi hari masyarakat terkadang belum terbangun untuk memulai aktifitasnya. Dengan demikian bila pilihan arah penyerangan datangnya dari hutan, maka diharapkan masyarakat belum pergi ke kebun-kebun mereka untuk bekerja, yang tentunya akan mempersulit pola penyusupan dan pengepungan desa.
Pilihan arah penyerangan yang dilakukan cenderung serupa. Hal ini terlihat dari pola pengepungan dan penyerangan menggunting, dari arah laut dan hutan di belakang desa. Pilihan penyerangan dari beberapa arah ini tentunya akan mempersulit masyarakat yang diserang untuk meloloskan diri, selain menimbulkan efek psikologis pada kepanikan masyarakat. Pilihan ini juga tentunya akan menimbulkan efek traumatis bagi masyarakat untuk pergi ke hutan pasca penyerangan.
Strategi penyerangan yang diawali dengan pelumpuhan aparat yang mengawal desa; serangan berlapis dengan tembakan perlindungan untuk gerakan ofensif penyerang; penggunaan atribut-atribut standard TNI; penggunaan senjata-senjata standard TNI-POLRI, mengarahkan kita untuk menyimpulkan bahwa kelompok penyerang merupakan pasukan yang terlatih secara militer, serta cukup menguasai taktik dan strategi penyerangan. Analisa dan penyimpulan ini didukung oleh keterangan sekian banyak saksi, baik dari pihak masyarakat maupun aparat yang bertugas untuk mengamankan desa Ewiri. Bahkan diantara masyarakat ada yang mengenal secara langsung aparat dari kesatuan tertentu yang terlibat di dalam aksi penyerangan. Selain pasukan terlatih, maka masyarakat biasa juga dilibatkan secara langsung dalam rekruitment kelompok penyerang. Hal mana bisa dibuktikan dari penemuan daftar nama warga yang direkruit di desa Wamlana.
Dari kenyataan di atas tidak sulit untuk menyimpulkan bahwa penyerang merupakan pasukan terlatih dan mobile secara strategis, sambil melibatkan masyarakat lokal sebagai pasukan pendukung. Bukan saja dukungan dari segi rekruitmen personil perang, tetapi juga penggunaan fasilitas-fasilitas umum milik masyarakat dalam aksi penyerangan. Hal mana nampak dari penggunaan berbagai kapal ikan, long boat, maupun speed boat milik masyarakat asal penyerang, yang sebagiannya dapat diidentifikasi kepemilikannya oleh masyarakat Ewiri. Ironisnya beberapa kapal ikan yang digunakan untuk menyerang, adalah juga kapal yang sama yang dipakai dalam penyerangan ke desa Waemulang, dan desa-desa lain sebelumnya. Tentunya indentifikasi berulang ini akan memudahkan upaya penegakan hukum oleh aparat, bila hal itu mau dijalankan secara tegas dan kosekwen.
Selain itu dapat dikatakan bahwa penyerangan ke Desa Ewiri ini bermotif penguasaan wilayah dan melumpuhkan ekonomi. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta dilapangan bahwa pada saat penyerangan masyarakat dapat dengan bebas melarikan diri, kalau ada motif untuk melumpuhkan masyarakat maka pada saat penyerangan bisa terjadi pembantaian besar-besaran. Dalam penyerangan, terjadi pengrusakan terhadap beberapa buah toko dan kios, sebelum bangunan toko dirusakan semua barang-barangnya diangkut ke kapal yang selama penyerangan berlangsung tidak pernah berpindah dari depan dusun Waemala. Indikasi ini menyebabkan dugaan kuat bahwa penyerangan ini bermotif untuk melumpuhkan ekonomi. Selain itu, menurut keterangan masyarakat yang rumah-rumah mereka tidak mengalami pengrusakan, tetapi hampir semua barang-barng mereka dicuri atau diangkut ke kapal.
Kalau memang Aparat Keamanan yang ditempatkan di Pulau Buru, khusunya di Buru Selatan dapat mengantisipasi dari awal, maka dapat dikatakan bahwa penyerangan di desa Ewiri tidak akan terjadi. Hal ini disebabkan sudah ada petunjuk atau kasus yang dapat dijadikan pedoman atau pelajaran, yaitu penyerangan Desa Waimulang yang terjadi pada tanggal 1 Nopember 2001. Kenyataannya aparat keamana dalam hal ini pihak Kodam XVI Pattimura, Kodim Maluku Tengah tidak mempelajari kasus Waemulang dengan baik, sehingga penyerangan Desa Ewiri tidak dapat dideteksi sedini mungkin. Temuan lapangan membuktikan bahwa deteksi dini tidak ada, aparat keamanan yang ditempatkan di Desa Ewiri, hanya 15 personil, sedangkan perusuh yang datang menyerang berjumlah kurang lebih 800 orang (keterangan dari Pasi Intel Yonif 406 dan Danyon). Melihat pola penyerangan Desa Ewiri sama dengan penyerangan Desa Waimulang. Di mana, sebelum menyerang terlebih dahulu dilakukan penyekapan/penyanderaan kepada aparat keamanan yang berpos di Desa Waemala (desa tetangga yang muslim).
Penempatan aparat kemanan, dalam hal ini Yonif 406 yang menggantikan Kesatuan Armed 8, tidak diikuti dengan informasi awal tentang kondisi wilayah dan situsi keamanan di Buru Selatan. Selain itu penempatan aparat keamanan tidak ditunjang dengan sarana komunikasi dan transportasi yang dapat mendukung tugas pengamanan. Memperhatikan luasnya wilayah dan jarak antara desa-desa di Kecamatan Buru Selatan yang berjauhan, maka jumlah personil aparat keamanan yang ditugaskan di Buru Selatan terlalu sedikit.
Tragedi di desa Waemulang pada hari Kamis tanggal 1 Nopember 2001 masih merupakan misteri sehingga berbagai informasi dan temuan di TKP masih perlu dianalisa oleh Tim sehingga nantinya dapat dijadikan acuan bagi PDSD Maluku beserta para pembantunya dalam mengambil langkah-langkah konkrit demi penegakan hukum bagi mereka yang dicurigai sebagai pelaku.
Menurut kami alasan ini tidak dapat diterima karena apabila Kasdim beserta jajarannya peka dan peduli terhadap situasi keamanan di Kecamatan Buru Selatan dan bila dikaitkan dengan keterbatasan sarana transportasi serta begitu jauhnya jarak antara satu lokasi dengan lokasi yang lain, maka jelas jumlah aparat yang hanya 6 sampai dengan 7 personil pada satu lokasi pemukiman komunitas kristen sangat tidak masuk akal. Karena apabila Kasdim mengevaluasi maka jelas terlihat bahwa 98 % penyerangan dilakukan terhadap pemukiman Kristen, terorisnya selalu berasal dari pemukiman komunitas Islam.
Yang menjadi pertanyaan kenapa aparat yang ditempatkan dilokasi pemukiman komunitas Islam harus sama banyak dengan yang ditempatkan di pemukiman komunitas Kristen. Kalau memang kekurangan personil kenapa jumlah aparat yang dipemukiman Islam tidak dikurangi dan kemudian ditambah pada lokasi pemukiman Kristen (ini salah satu solusi).
2.Kasdim mengatakan bahwa di awal kunjungannya di Kecamatan Buru Selatan Ia sendiri menyaksikan bahwa penempatan aparat di Kecamatan Buru Selatan pada umumnya di lokasi pemukiman komunitas Islam.
Keterbukaan Kasdim ini menjadi catatan khusus bagi kami, karena apa yang selama ini kami lihat dan rasakan ternyata benar dimana telah terjadi diskriminasi yang sekaligus merupakan skenario penggusuran komunitas Kristen dari Pulau Buru khususnya di Kecamatan Buru Selatan. Karena sejak kerusuhan melanda Kecamatan Buru Selatan yaitu pada bulan Maret 1999, sejak saat itu pula telah ditempatkan aparat keamanan diwilayah Kecamatan Buru Selatan yang pada umumnya di lokasi pemukiman Islam dan sejak saat itu hingga tragedi Waemulang terjadi, 15 desa/dusun komunitas Kristen diwilayah Kecamatan Buru Selatan tergusur.
3.Dengan isak tangis yang sangat mengharukan, Danramil Leksula mengatakan bahwa apa yang dimintakan selama ini dari pihak Kodim Pulau Buru sama sekali tidak dipedulikan termasuk kebutuhan-kebutuhan yang sangat prinsip, sehingga Danramil beranggapan bahwa di Leksula seakan-akan tidak ada Koramil dan Ia bukanlah seorang Danramil, sehingga dengan diperlakukan seperti itu Danramil meminta untuk dipindahkan saja.
Terlepas dari seorang manusia biasa namun isak tangis dari seorang TNI sekaliber Danramil memang sangat mengandung arti. Disini terlihat bahwa pihak Kodim Pulau Buru terhadap bawahannya saja sudah tidak memperdulikan, bagaimana lagi dengan masyarakatnya. Maka pantaslah pola pengamanan di Kecamatan Buru Selatan tidak efektif.
Sesuai informasi dan temuan di TKP serta dikaitkan dengan jumlah teroris yang berseragam loreng lengkap, persenjataan yang serba organik ditemukan juga jenis senjata minimi serta cara-cara penggempuran dan arah datangnya teroris yang kesemuanya dari arah barat, serta sempat dikenalinya 2 oknum TNI-AD dari Yonif 731, maka indikasi kearah keterlibatan oknum-oknum TNI-AD dari Yonif 731 cukup kuat .
5. Keterangan Danyon Armed 8 bahwa karena keterbatasan yang ada maka pihaknya sulit untuk mendeteksi kegiatan-kegiatan masyarakat di Desa Pasir Putih. Menurut kami keterangan Danyon ini sangat menguatkan dugaan kami atas keterlibatan masyarakat di desa Pasir Putih beserta aparat TNI yang sementara bertugas didesa tersebut, hal ini lebih diperjelas lagi dengan dikenalinya 1 (satu) buah kapal motor yang digunakan teroris adalah milik masyarakat Desa Pasir Putih.
Selain itu Danyon Armed dalam pembicaraan tidak resmi dengan Ketua Tim Investigasi saat perjalanan dari Leksula menuju TKP, Danyon mengatakan bahwa pihaknya dihianati oleh masyarakat dusun Sekat .
Ucapan Danyon Armed ini juga semakin memperjelas dugaan kami bahwa para teroris sebelum menyerang desa Waemulang terlebih dahulu telah singgah / mampir didusun Sekat dan kemudian menyandera 6 (enam) anggota TNI-AD Armed 8 yang sementara bertugas didusun tersebut selanjutnya melalui dusun Sekat sebahagian teroris menggunakan jalan setapak hingga masuk ke Desa Waemulang (sebelah utara).
Menyangkut proses menyanderaan enam anggota TNI-AD Armed 8 yang bertugas di dusun Sekat sangat diperlukan penyelidikan terhadap enam anggota Armed tersebut, karena menurut kami terdapat dua kemungkinan yang terkait dengan penyanderaan dimaksud ;
Keterangan Danton Armed 8 yang berkedudukan di Leksula bahwa terdapat sembilan anggota Armed yang disandera pada tragedi Waemulang yang sekaligus diberikan juga nama –nama dari ke sembilan aparat tersebut adalah informasi yang sangat tertanggung jawab sehingga informasi disanderanya sembilan anggota Armed menurut kami dalah benar, namun proses penyanderaan yang masih perlu diperjelas melalui penyelidikan terhadap ke sembilan anggota Armed 8 tersebut.
7.Pernyataan sikap yang disampaikan oleh Raja Regentschap Masarete bahwa apabila pemerintah Kabupaten Buru tidak mampu melindungi masyarakat adat di Pulau Buru khususnya yang beragama Kristen maka selaku tokoh adat ia menyatakan akan keluar dari pemerintahan Kabupaten Buru dan akan tunduk kepada pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah.
Pernyataan sikap Raja Regentschap Masarete ini merupakan peringatan keras terhadap pemerintah daerah Maluku dan lebih khusus lagi kepada PDSD Maluku, dan apabila pernyataan ini tidak disikapi secara dini, maka sangat besar kemungkinan pernyataan tersebut akan diwujudnyatakan walaupun mengandung resiko. Dapat dikatakan demikian karena sesuai pemantauan kami selama ini masyarakat adat Pulau Buru khususnya yang beragama Kristen sudah sangat gerah dengan sikap pemerintah terhadap mereka, bukan saja dengan adanya gejolak kerusuhan tetapi menyangkut hak-hak adat yang terabaikan, terjadi diskriminasi diberbagai bidang termasuk keberadaan keanggotaan DPRD Kabupaten Buru yang sama sekali komunitas Kristen tidak terwakili begitupun dengan pengrekrutan calon pegawai Negeri Sipil pada Kantor Bupati Buru.
8.Dari katerangan sejumlah saksi dan temuan di TKP, Tim Investigasi merasa perlu untuk menganalisakannya sebagai berikut :
a. 4 Sesuai keterangan saksi bahwa teroris yang terlihat digaris depan pada umumnya berpakaian loreng dan bersenjata organik serta terlihat oleh saksi dua buah senjata jenis minimi.
Keterangan di atas sangat menguatkan dugaan kami bahwa tragedi di Desa Waemulang indikasi ke arah keterlibatan oknum-oknum TNI sangat besar
b.4 Salah satu saksi sempat mengenal 2 (dua) oknum TNI dari Yonif 731 masing-masing Pratu TNI Ike dan Pratu TNI Afifudin.
Keterangan – keterangan diatas menunjukan indikasi keterlibatan oknum TNI dari kesatuan Yonif 731 cukup besar.
Bersumber dari tulisan-tulisan tersebut diatas, menurut kami selain keterlibatan oknum-oknum TNI, sebahagian besar teroris adalah masyarakat sipil komunitas Islam yang berasal dari desa Pasir Putih, Waepandan, Walbele dan Sekat serta tidak tertutup kemungkinan juga berasal dari desa-desa komunitas Islam lainnya diwilayah Kecamatan Buru Utara.
Sesuai analisa kami penggunaan 8 buah kapal motor dan 2 buah long boat tersebut terkandung beberapa maksud :
Menurut kami kenyataan tersebut diatas merupakan suatu bukti nyata adanya konspirasi untuk menggusur komunitas Kristen dari Pulau Buru.
f |
4 |
Proses penyanderaan terhadap ke 6 ( enam ) anggota Armed 8 yang bertugas di dusun Sekat kemungkinannya sangat diragukan. |
|
4 |
Anggota Armed 8 yang berada di desa Waemulang saat peristiwa terjadi sama sekali tidak melakukan tindakan penghalauan. |
Kondisi tersebut diatas menimbulkan kecurigaan kearah keterlibatan oknum aparat TNI dari kesatuan Yon Armed 8 khususnya yang bertugas di Waemulang dan Sekat serta tidak tertutup kemungkinan keterlibatan anggota Yon Armed 8 yang bertugas di dusun Walbele.
g |
4 |
Pada saat peristiwa terjadi salah satu anggota Yon Armed 8 sedang membawa calon istri dan mertuanya di desa Waemulang yang juga turut menyelamatkan diri bersama masyarakat Waemulang. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4 |
Upaya Danton Armed 8 bersama 3 (tiga) anak buahnya untuk menyelamatkan masyarakat keluar dari desa . |
|
|
Hal-hal tersebut diatas juga menandakan bahwa keterlibatan anggota Yon Armed 8 khususnya yang bertugas di Waemulang sangat tidak beralasan, karena kalau kecurigaan keterlibatan mereka hanya bersumber dari tidak mengeluarkan tembakan sebagai bentuk upaya menghalau teroris, maka kemungkinan lain dari tidak dikeluarkannya tembakan bisa saja karena ;
Menurut kami apakah pihak Polda Maluku merasa segan terhadap pihak TNI, kalau memang segan berarti jelas sudah bahwa pihak Polda Maluku telah mengetahui bahwa tragedi Waemulang melibatkan oknum-oknum TNI.
Bila memang demikian maka sangat disayangkan apa manfaatnya kemandirian Kepolisian Republik Indonesia yang telah diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa selama ini. Selain itu dengan sikap Polda Maluku seperti ini bagaimana mungkin penegakan supremasi hukum yang diharapkan oleh seluruh masyarakat Maluku selama ini dapat di wujudkan.
Setelah menganalisa berbagai informasi dan temuan di TKP, sampailah kepada kesimpulan kami sebagai berikut :
1.Terkesan pihak Kodim Pulau Buru tidak peka terhadap situasi keamanan di Pulau Buru.
Situasi colling down yang baru beberapa saat dinikmati oleh masyarakat Maluku ternyata hanya ibarat seorang pekerja yang lelah kemudian beristirahat dan setelah tenaganya pulih ia melanjutkan aktifitasnya lagi.
Tragedi Desa Waemulang Kecamatan Buru Selatan pada hari Kamis 1 Nopember 2001 semakin menguatkan dugaan masyarakat Maluku khususnya masyarakat Kecamatan Buru Selatan bahwa penderitaan masyarakat Maluku khususnya komunitas Kristen belumlah berakhir dan nampaknya sulit untuk diakhiri bila melihat cara penanganan yang dilakukan oleh PDSD Maluku yang terkesan ada unsur pembiayaran dengan tidak ditegakannya supremasi hukum secara optimal, ataukah memang PDSD Maluku sudah tidak mampu lagi untuk mengatasinya.
Masyarakat pun bertanya-tanya siapa sebenarnya teroris yang sudah kurang lebih 3 (tiga) tahun gentayangan dan memporak-porandakan bumi Maluku ini ? pertanyaan ini mengemuka karena masyarakat sendiri melihat dan bahkan merasakan bahwa kelompok teroris ini benar-benar kebal hukum dan secara tidak langsung aktifitas mereka dibumi Maluku telah dilegalkan oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku maupun Pusat.
Kalau memang hukum tidak lagi diberlakukan didaerah Maluku maka sebaiknya disosialisasikan kepada masyarakat, namun nyatanya proses penegakan hukum itu masih diberlakukan. Contohnya bandar judi buntut masih di proses, sipelanggar maklumat PDSD Maluku juga sementara disidangkan. Timbul pertanyaan bagaimana dengan siprovokator penghancur Maluku, para pembunuh dan pembantai beribu-ribu jiwa, pembumi hangusan berpuluh ribu rumah masyarakat dan ratusan asset pemerintah, kok dibiarkan begitu saja ? apakah memang hukum dinegara ini hanya diberlakukan kepada kelompok-kelompok tertentu saja ? mudah-mudahan pemikiran ini salah.
Setelah hasil investigasi ini kami rampung dimana cukup banyak bukti yang dapat dijadikan acuan bagi PDSD Maluku beserta para pembantunya dalam mengungkapkan latar belakang dan pelaku dari Tragedi Waemulang, kami masih berkeyakinan melalui moment tragedi Waemulang ini PDSD Maluku beserta para pembantunya dapat menunjukan kepada masyarakat Maluku niat dan tekadnya dalam penegakan supremasi hukum sebagai salah satu solusi terbaik demi penyelesaian konflik Maluku yang telah mencoreng nama baik PDSD Maluku dan para pembantunya.
Kucuran darah dan air mata serta bergelimpangannya mayat orang Maluku dibarengi dengan porak-porandakannya sejumlah pemukiman ibarat suatu totonan yang tidak pernah berkesudahan. Apakah ini yang diinginkan orang Maluku ? atau sudah begitu besarkah kemurkaan Tuhan terhadap orang Maluku sehingga malapetaka ini tidak dapat dihalaukannya ? pertanyaan ini pasti akan terjawab asalkan orang-orang yang dipercayakan Tuhan untuk mengayomi orang Maluku dapat melakukan tugasnya sesuai apa yang di kehendaki Tuhan.
A m b o n, 27 Nopember 2001
TIM INVESTIGASI TRAGEDI WAEMULANG
Ketua Tim |
|
Komnas HAM Perwakilan Maluku |
|
|
|
Emphi Sahetapy |
|
Ot Lawalatta, SH, MHum |
YAYASAN SOLIDARITAS MASYARAKAT BURU
Johusua Lesnussa