Sinar Harapan, Sabtu, 2 Maret 2002
Dua WN Asing Diusir dari Ambon
Ambon, Sinar Harapan
Kantor Imigrasi Ambon telah mendeportasi seorang warga Aljazair dan Arab Saudi.
Kedua orang itu telah berada di pulau tersebut sejak awal Februari.
”Mereka datang ke Ambon dengan kapal penumpang KM Bukit Siguntang pada 8 Februari
lalu. Ketika tiba keduanya menunjukkan paspor dengan visa kunjungan sosial-bidaya
yang dikeluarkan KBRI Kuala Lumpur. Keduanya langsung diperiksa para aparat
keamanan dan imigrasi,” ujar Kapiten Bangun, kepala Kantor Imigrasi Ambon, Jumat
(1/3).
Pendeportasian Syahmi Farid Abu Huzaifa (Aljazair) dan H Husein A.A Al Zahrani
(Arab Saudi) didukung oleh sebuah keputusan dari Penguasa Darurat Sipil Maluku.
Kedua warga asing itu juga memiliki tiket Jakarta-Singapura, namun mereka kembali
ke Jakarta dengan kapal KM Bukit Siguntang pada 18 Februari 2002.
Sementara itu, demikian laporan Antara, berdasarkan informasi yang diperoleh dari
polisi di Maluku dan Kodam Pattimura di Ambon, ada indikasi beroperasinya jaringan
kelompok keagamaan tertentu di Maluku dan penguasa setempat telah berusaha
melarang masuknya orang-orang asing ke provinsi itu.
”Selain kedua orang asing itu, masih ada orang asing lain yang berkeliaran di pulau Seram,
Maluku Tengah, namun paspornya telah ditahan oleh aparat keamanan ketika dia
masuk ke Maluku,” ujar seorang pejabat yang menolak disebut namanya.
Menurut Kapiten Bangun, Departemen Luar Negeri mengeluarkan edaran bernomor
No 419/PK/10/2000 pada Oktober 2000 yang menegaskan setiap orang asing yang
ke Maluku, Aceh dan Irian Jaya harus mendapat izin dari penguasa darurat sipil di
wilayah-wilayah tersebut.
Minta Surat Bukti
Sementara itu, Kapolda Maluku Brigjen Pol. Soenarko Danu Ardianto, menegaskan,
masyarakat Kota Ambon yang akan menyerahkan senjata api rakitan,
organik/standar maupun bahan peledak dan amunisi, wajib meminta surat bukti serah
terima dari aparat kepolisian, guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
”Masyarakat berkewajiban meminta surat bukti tanda serah terima senjata api dan bahan
peledak dari polisi. Hal ini guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
bertanggungjawab,” katanya menjawab pertanyaan wartawan di Ambon, Kamis
(28/2).
Ia mengatakan, waktu penyerahan senjata api adalah 1-31 Maret 2002, dan sesudah
itu akan dilakukan sweeping, jika ada masyarakat yang masih memegangnya akan
ditindak dan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Mekanismenya, masing-masing menyerahkan senjata kepada pimpinan kelompoknya
dan pimpinan kelompok akan menyerahkan kepada Kades/Lurah. Kemudian oleh
Kades/Lurah diserahkan kepada aparat TNI/Polri.
Selain warga sipil, pihaknya juga mengeluarkan penegasan kepada aparat Polri yang
tidak berhak memegang senjata api dan bahan peledak yang bukan menjadi miliknya
untuk dikembalikan.
”Jadi bukan pada warga sipil yang diambil tindakan tegas, tetapi juga aparat Polri yang tidak
berhak memiliki dan menyimpan senjata api. Karena itu segera diserahkan secara
sukarela,” ujarnya.
Polda, katanya, akan berkerjasama dengan Kodam Pattimura, guna mengimbau
masyarakat di daerah itu untuk menyerahkan senjata secara sukarela sebagai wujud
tindaklanjut perjanjian damai di Malino, 11-12 Februari lalu.
Copyright © Sinar Harapan 2001
|