Sinar Harapan, Selasa, 5 Maret 2002
Masyarakat Maluku Serahkan Ratusan Pucuk Senjata
Ambon, Sinar Harapan
Masyarakat di Pulau Ambon dan Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, pada hari Senin
(4/3) secara sukarela mulai menyerahkan senjata berbagai jenis, sebagai bagian dari
kesekapatan Malino II. Ratusan pucuk senjata yang diserahkan itu terdiri dari senjata
api dan bom rakitan, maupun senjata organik.
”Walaupun masih banyak senjata organik yang belum diserahkan, tapi itikad baik mereka
untuk menyerahkan senjata mulai nampak dan batas waktu penyerahan ini masih
panjang,” kata Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku (PDSDM), M.S Latuconsina,
yang juga Gubernur Maluku, di Ambon.
Batas waktu penyerahan senjata adalah 31 Maret 2002, namun tidak tertutup
kemungkinan untuk diperpanjang mengingat kondisi wilayah cukup luas dan
terpisah-pisah.
Latuconsina mengatakan masyarakat tidak perlu enggan menyerahkan
senjata-senjata rakitan maupun organik sampai batas waktu yang ditentukan, karena
dijamin tidak akan dikenai sanksi.
Sementara itu, Pangdam XVI/Pattimura, Brigjen TNI Mustopo mengatakan, senjata
jenis organik yang masih beredar di masyarakat Maluku pada umumnya diperkirakan
mencapai 400 hingga 500 pucuk.
”Itu perkiraan saya, karena yang berada di tangan saya sekarang berjumlah 164 pucuk dan di
antaranya milik kepolisian yang hilang di desa Tantui,” katanya kepada Antara di
Ambon, Senin (4/3).
Ia mengatakan, senjata milik Polri akan dikembalikan pada saat penyerahan, namun
pelaksanaannya dilakukan nanti pada waktunya. ”Pokoknya kalau sudah kondusif
saya serahkan senjata mereka,” ujarnya.
Jangan Menghasut
Saleh Latuconsina, juga menegaskan, warga masyarakat bisa menolak 11 butir
kesepakatan Malino II, hanya saja diminta jangan menghasut karena bila
melakukannya, maka akan berhadapan dengan pemerintah.
Ketika ditanya mengenai aksi penolakan 11 butir kesepakatan Malino II oleh Forum
Silaturahmi Ibu-Ibu Muslim Baguala, di Ambon, Senin, ia mengatakan, penolakan
kesepakatan bisa saja dilakukan karena masih dalam tahapan sosialisasi yang
dijadwalkan sembilan bulan.
”Namun, saya tegaskan sekali lagi, jangan coba-coba menghasut masyarakat sehingga
situasi keamanan pasca Malino kembali keruh, sehingga harus berhadapan dengan
pemerintah yang sudah pasti memberlakukan tindakan represif sesuai ketentuan
hukum,” katanya.
Ia mengaku heran dengan pernyataan Forum Silaturahmi Ibu-Ibu Muslim Baguala
yang ternyata kontroversial dengan apa yang disampaikan pada Jumat (1/4). ”Saat
itu, ketika ditanya menyatakan menerima. Namun, hari ini (Senin-red) datang dan
menyampaikan menolak. Hanya saja, mudah-mudahan hingga batas waktu
sosialisasi semua komponen bangsa di Maluku bisa menerimanya,” katanya.
Dilaporkan, puluhan ibu-ibu dari Forum Silaturahmi Ibu-Ibu Muslim Baguala di Ambon,
Senin siang,
melakukan demonstrasi dan membacakan peryataan sikap terhadap Penguasa
Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku bahwa mereka menolak penutupan radio Suara
Perjuangan Muslim Maluku (SPMM). Mereka menuntut ditutupnya TVRI Stasiun
Ambon dan RRI Ambon karena menyiarkan berita-berita provokatif.
Latuconsina menyatakan, telah menerima aspirasi ibu-ibu itu. Ia menegaskan, tidak
menyatakan akan menutup radio SPMM. ”Saya nyatakan bahwa akan menutup
semua media yang melakukan provokasi. Jadi media dan orang siapa pun yang
melakukan provokasi dan melawan pemerintah akan ditangani,” tegasnya.
Lebih lanjut, PDSD Maluku, menjelaskan, media massa tidak akan ditutup
sewenang-wenang karena harus melalui suatu proses hukum, apa itu media cetak
maupun elektonik, termasuk siapa pun orangnya.
”Hari ini, salah satunya yakni radio SPMM dipanggil dalam kaitan dengan proses hukum.
Belum cerita penutupan,” demikian Saleh Latuconsina. Dari informasi yang
dihimpun, PDSD Maluku melalui instruksi No: 06/PDSDM/II/ 2002 tertanggal 19
Januari 2002 membatasi pemberitaan melalui mass media cetak dan elektronik.
6 Hilang
Saleh Latuconsina juga menegaskan pihaknya sedang menyelidiki enam orang yang
hilang akibat insiden penghadangan dan penyerangan terhadap pawai damai warga
Muslim dan Kristen dari Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat (MTB), dan Seram
Timur di kawasan Waihaong, Kodya Ambon, Sabtu (2/3) pekan lalu.
Dia mengatakan dilaporkan dari komunitas Kristen bahwa sedikitnya ada enam orang
yang belum kembali ke rumahnya setelah insiden yang mengakibatkan empat orang
terluka dan empat unit sepeda motor terbakar itu.
”Yang pasti, nanti ada keterangan soal mereka itu. Saya belum bisa menjelaskan lebih
lanjut,” kata Latuconsina yang bergegas meninggalkan kantor Gubernur Maluku
untuk berangkat ke Jakarta.
Diakuinya, ada enam orang yang dilaporkan ke PDSDM. ”Nanti kita cari apakah ada
di sini. Akan ditelusuri keberadaan mereka maupun soal laporannya,” katanya.
Sementara itu data yang dihimpun dari komunitas Muslim menyebutkan seorang
siswa SMK Negeri alternatif di Kebun Cengkih, Kecamatan Sirimau (Kodya Ambon),
Salmiah, hilang. Saat insiden tersebut, pelajar kelas 1 itu tengah berada di
perpustakan daerah.
Dari pemantauan, insiden Sabtu siang tidak mempengaruhi berbagai aktivitas
masyarakat, termasuk pembauran sejak 11 butir kesepakatan Malino ditandatangani.
Aparat keamanan senantiasa mewaspadai kemungkinan upaya-upaya provokasi dari
segelintir orang yang telah teridentifikasi. (Ant)
Copyright © Sinar Harapan 2001
|