The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Darurat Sipil di Maluku Utara Diharap Segera Berakhir


Sinar Harapan, Kamis, Feb. 7, 2002

Darurat Sipil di Maluku Utara Diharap Segera Berakhir

TERNATE – Masyarakat Maluku Utara (Malut) hingga saat ini terus menanti ketegasan sikap pemerintah pusat terhadap provinsi tersebut. Status Darurat Sipil yang diberlakukan di sana sejak awal 2000 diharapkan segera dicabut dan benar-benar berakhir sesegera mungkin.

Harapan masyarakat Malut itu dikemukakan kepada SH dalam sepekan terakhir secara terpisah oleh Sultan Ternate Drs Mudhafar Sjah, Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD Malut Ir Zainuddin Umasangadji, anggota DPRD Malut dari Partai Krisna Pendeta Karlos Maluf SMTh, aktivis PDIP Malut Bahardi Seng Ngorira dan tokoh muda Malut Drs. Umar Marasabessy.

Ungkapan harapan tersebut sehubungan dengan pernyataan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono ketika berkunjung ke Ternate dua pekan lalu. Yudhoyono menilai status Darurat Sipil di Malut sudah harus segera dicabut dan diturunkan menjadi Tertib Sipil. Kondisi sosial dan keamanan di provinsi itu sudah sangat kondusif.

Namun hingga sekarang ini, kepastian pencabutan status Darurat Sipil itu tak terkabarkan lagi, bahkan dikhawatirkan mengambang. ”Ada indikasi pemerintah pusat terlalu berhati-hati, sementara masyarakat di sana sudah sangat mendambakan kondisi normal,” ungkap Zainuddin Umasangadji.

Status Darurat Sipil diberlakukan terhadap Provinsi Malut melalui Keppres No.88 tahun 2000 untuk meredam tindak kerusuhan antarkomunitas yang merebak Desember 1999. Sejak itu, kondisi Malut, provinsi ke-27 (menggantikan Timor Timur) yang terbentuk melalui UU No.46 tahun 1999, berangsur-angsur pulih.

Sementara keadaan membaik, masalah lain pun muncul. Aparat keamanan terlihat cenderung jadi perpanjangan tangan kekuasaan. Akibatnya, banyak pelanggaran hukum diproses di luar prosedur. Anggota DPRD bahkan dibikin tak berkutik, yang membangkang langsung diciduk atau diintimidasi.

Seperti kasus Sahafin, kasus Pendeta Karlos, masyarakat tidak berani bicara. Lantaran itu pula, Sultan Mudhafar Sjah menyatakan masyarakat Malut lebih setuju status Tertib Sipil yang ditawarkan Menko Polkam diberlakukan sebagai Orde Sipil. ”Aparat keamanan, Polri dan TNI, tetap diperlukan, tapi mereka harus kembali pada fungsinya masing-masing. Jangan sampai dipakai lagi untuk menekan rakyat!” tegasnya.

 

Rentan Kontrol

Melengkapi Sultan, Zainuddin Umasangaji, yang juga alumni Lemhannas 1996, justru melihat fungsi kontrol. Katanya, di provinsinya baru terdapat dua Kodim, yakni Kodim 1501 Malut dan 1505 Halmahera Tengah. Begitu juga, Polres baru ada di dua wilayah tersebut.

Kodam masih di Ambon sehingga terjadi rentan kontrol yang berakibat mudahnya aparat dimanfaatkan penguasa daerah. Oleh karenanya, ia menganjurkan segera dibentuk Polda dan Korem Malut.

Ditambahkannya, pemerintah pusat perlu lebih jeli melihat interaksi yang terjadi di masyarakat Malut.

Wilayah-wilayah yang mengalami konflik tinggi di sana sekarang sudah sangat kondusif. Di Halmahera Utara, rakyat bahkan mendeklarasikan perdamaian dan menuntut pencabutan Darurat Sipil lantaran status itu dirasakan justru menyusahkan.

Sebelumnya, Menko Polkam sempat menyampaikan Action Plan 2002 untuk Malut, yakni pemulihan dan pemeliharaan keamanan, penegakan hukum dan langkah-langkah nyata perdamaian. Menanggapi hal ini, Sultan Mudhafar Sjah mengatakan, upaya pemulihan keamanan di Malut sebenarnya sudah terlaksana.

Sultan sebagai sentral figur adat, jelasnya, terbukti dapat meredam konflik antarkomunitas. Kepatuhan adat di Malut, imbuhnya, memiliki ikatan emosional, historis, dan sosiologis yang sangat kuat.

Perdamaian dengan sendirinya terwujud tanpa harus ada rekonsiliasi. Yang mendesak untuk ditegakkan adalah masalah supremasi hukum.

Uang-uang hasil korupsi semasa Darurat Sipil, menurut Mudhafar, harus segera dibongkar. Pelanggaran hukum harus cepat diproses, di samping prioritas pemulihan perekonomian rakyat. Dan untuk menjawab tantangan ini, katanya, gubernur definitif harus segera dilantik.

Satu-satunya Jalan

Pernyataan serupa juga dikemukakan Pendeta Karlos Maluf SMTh dari Gereja Masehi Injil Halmahera. Orde Sipil menurutnya harus segera diberlakukan di Malut dan secara hukum maupun politik gubernur terpilih harus segera dilantik. Itulah satu-satunya jalan untuk mengakhiri kontroversi yang berlarut-larut.

Senasib dengan M Sahafin anggota FPG DPRD Malut, Pendeta Karlos termasuk yang diintimidasi sejumlah oknum aparat sewaktu pemilihan Gubernur Malut 5 Juli 2001. Ia dan Sahafin dipaksa membuat pernyataan menerima uang dari gubernur terpilih, Abdul Gafur.

Namun, hal itu ditolaknya dan ia pun hengkang ke Manado. Sahafin belakangan ditangkap Polres Malut karena membuat bantahan terlibat politik uang.

Di lain pihak, aktivis PDIP Malut Bahardi Seng Ngorira menilai, kontroversi pemilihan Gubernur Malut yang berkepanjangan merupakan suatu proses belajar demokrasi. Itu terbukti dari sikap para kandidat yang tidak siap menerima kekalahan, mereka justru memanfaatkan situasi Darurat Sipil, termasuk menciptakan isu politik uang. Dikhawatirkan pula, hal tersebut akan ikut mempengaruhi proses pencabutan status Darurat Sipil.

Kekhawatiran yang sama juga dilontarkan Umar Marasabessy, tokoh muda Malut. Ia pun jauh-jauh hari sudah menggagas dialog publik bertopik ”Evaluasi Penyelesaian Konflik di Maluku dan Malut” yang hendak diselenggarakannya di Jakarta pada Kamis (7/2). Tujuannya menggalang opini publik tentang pentingnya penyelesaian secara cepat, komprehensif, menyeluruh, dan mendasar terhadap konflik di kedua provinsi tersebut. (str/johan kurniawan)

Copyright © Sinar Harapan 2001
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/baguala67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044