SUARA PEMBARUAN DAILY, Kamis 17 Januari 2002
Warga Ambon Siap Berunding di Malino
JAKARTA - Warga Ambon Maluku dari dua komunitas yang bertikai menyatakan
kesiapannya melakukan perundingan seperti yang pernah dilakukan warga Poso
Sulawesi Tengah (Sulteng) di Malino Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun, warga
Ambon berharap perundingan yang dijadwalkan akhir Januari itu tidak elitis.
Hal itu dikemukakan Walikota Ambon Maluku MJ Papilaya menjawab Pembaruan dan
Fajar seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR yang dipimpin
Ishak Latuconsina (Wakil Ketua) di Senayan Jakarta, Rabu (16/1) siang. Menurut
Papilaya, perundingan Malino untuk warga Ambon tersebut harus melibatkan
masyarakat sampai ke tingkat akar rumput.
Kalau perlu, kata Walikota Papilaya, perundingan itu jangan hanya melibatkan
tokoh-tokoh moderat. Mereka yang dikenal garis keras dari kedua belah pihak harus
dihadirkan pula sehingga setelah perundingan tidak ada lagi yang mengingkari
kesepakatan.
Tentang persiapan menjelang perundingan tersebut, Walikota yang bersama-sama
rombongan Ketua DPRD Ambon berikut pimpinan fraksi dan anggota DPRD Provinsi
Maluku asal pemilihan Ambon itu menyatakan telah menemui Menko Kesra Yusuf
Kalla. Tentang syarat-syarat perundingan itu, menurut dia akan disampaikan langsung
Yusuf Kalla ketika berkunjung ke Ambon Minggu (20/1).
Yang jelas kata dia, warga Ambon dari kedua belah pihak dengan sangat meminta
agar jangan menggunakan kata perdamaian atau rekonsiliasi dalam perundingan
nanti.
Alasannya, warga yang bertikai sudah sangat trauma dengan kata-kata itu, sebab
setiap kali ada upaya perdamaian dan rekonsiliasi selalu berubah menjadi kerusuhan
lagi.
Sementara itu, dalam RDP yang hanya dihadiri sebagian anggota Komisi I DPR
tersebut, terungkap pula bahwa tidak efektifnya darurat sipil di Maluku karena aparat
sudah ikut dalam komunitas kedua belah pihak yang bertikai. Aparat keamanan dari
kesatuan tertentu berpihak ke satu komunitas tertentu, sedangkan kesatuan lainnya
berpihak ke kubu yang satunya lagi.
Delegasi yang antara lain terdapat Ketua DPRD Ambon Luky Wattimuri itu juga
mengungkapkan kesan bahwa terjadi ketidakpatuhan Kepala Kepolisian Daerah
(Kapolda) Maluku maupun Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Pattimura
kepada Gubernur M Saleh Latuconsina sebagai Penguasa Darurat Sipil di daerah itu.
Ketidakpatuhan itu mengakibatkan, penanganan kerusuhan Ambon tidak tuntas
bahkan masih saja terjadi insiden-insiden kecil meskipun tidak lagi melibatkan
massa.
Mereka juga mengeluhkan kurangnya penegakan hukum atas para pelaku kerusuhan
di Ambon. Lebih tragis lagi, ada orang-orang yang sudah jelas-jelas diketahui sebagai
provokator baik oleh kedua belah pihak yang bertikai, namun dibiarkan berkeliaran
karena dibekingi oleh oknum aparat.
Seorang anggota DPRD Maluku dalam kesempatan tersebut juga mempertanyakan
peran Badan Intelijen Nasional (BIN) dalam penanganan kasus Ambon Maluku.
Dikatakan, selama ini disebut-sebut bahwa penyebab kerusuhan itu karena lemahnya
fungsi intelijen, tetapi yang dikhawatirkan intelijen mengenai tanda-tanda kerusuhan
itu berfungsi, hanya saja data yang diperoleh tidak ditindaklanjuti sesuai tujuannya.
(M-15)
Last modified: 17/1/2002
Copyright © Sinar Harapan 2002
|