TEMPO, No. 03/XXXI/18 - 24 Maret 2002
Ja'far Umar Thalib: "Saya Terhina dengan Tuduhan itu"
KANTOR Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal Jamaah di kawasan Cempakaputih,
Jakarta Pusat, itu terasa angker. Setiap tamu yang datang langsung dihadang dua
atau tiga orang berpenampilan khas: berjanggut, berpeci, dan bercelana
menggantung. Senyum mereka tampaknya tertinggal di saku bajunya. Layaknya di
pos militer, mereka menanyakan keperluan kedatangan tamunya sambil tak lupa
meminta kartu identitas dan mengharuskan mengisi buku tamu.
Namun, sesaat kemudian, suasana kaku itu mendadak lumer. Sang tuan rumah,
Ja'far Umar Thalib, Panglima Perang Laskar Jihad, yang selama ini dikenal sebagai
tokoh Islam garis keras, banyak mengumbar keramahan. Bahkan berkali-kali tawanya
pecah. Alhasil, wawancara selama satu jam itu ditingkahi tawa dan gurau. Toh, alur
perbincangan Dwi Arjanto dan Irfan Budiman dari TEMPO dengan ayah 10 anak dari
empat 4 orang istri ini, Jumat siang pekan silam, tetap terjaga. Petikannya:
Anda sudah membaca The New York Times?
Belum seluruhnya. Tapi, kalau disebut saya sebagai Usamah bin Ladin-nya
Indonesia, itu kurang ajar. Sebelum melakukan investigasi, mereka punya stigma
terhadap saya bahwa saya orang yang berbahaya, sehingga wawancara dan
kunjungannya ke kantor kami di Yogyakarta sekadar mencari bukti-bukti pendukung,
bukan untuk mencari kepastian.
Tapi tuduhan itu cukup membuat Anda bangga disebut Usamah-nya Indonesia?
Ha-ha-ha…. Saya mengenal betul Usamah. Latar belakang ilmu keagamaannya nol
dan jalan berpikirnya ekstrem. Saya tidak ikut-ikutan mengelu-elukan Usamah. Bagi
saya, disamakannya saya dengan Usamah adalah penghinaan.
Sebetulnya apa sih perbedaan Usamah bin Ladin dengan Anda?
Kami berpegang pada sunah, sedangkan dia bid'ah. Kami berusaha mempelajari dan
memahami ajaran-ajaran Rasulullah, sedangkan Usamah berusaha memolitisasi
ajaran-ajaran itu. Jelas tidak bakal ketemu.
Lo, bukankah Anda dan Usamah memiliki sikap yang sama, yakni anti-Amerika?
Kami memang anti-Amerika. Tapi saya tidak anti-warga negara Amerika. Kami
anti-kebijakan politik pemerintah Amerika yang sangat memojokkan kaum muslimin
di dunia. Orang Amerika itu kan ada yang muslim, mualaf. Buktinya, kami menerima
wartawan koran itu.
Jadi, Anda tidak anti-produk Amerika?
Iya. Saya juga minum Coca-Cola dan (produk) McDonald's. Sampai-sampai ada
wartawan Reuters yang sewaktu mewawancarai saya bertanya, "Anda itu
anti-Amerika, tapi kenapa kami dapati murid-murid Laskar Jihad mengenakan kaus
Nike?" Saya ketawa saja. Pandangan kami adalah anti-kebijakan politik pemerintah
Amerika. Jadi, kami tidak setuju diadakannya sweeping terhadap warga AS. Kami
khawatir itu akan mengenai sasaran yang bukan pihak yang terlibat langsung.
Disebutkan juga dalam artikel itu bahwa ada beberapa anggota Laskar Jihad yang
punya keahlian bikin bom. Komentar Anda?
Ha-ha-ha…, luar biasa. Kurang ajar memang. Padahal wartawan itu hanya pergi ke
Yogyakarta. Sedangkan di daerah-daerah konflik, penduduknya sudah terbiasa bikin
bom. Sebelum konflik pun mereka sudah biasa bikin bom ikan. Jadi, lucu sekali kalau
ditulis begitu.
Anda sadar diintai karena aktivitas Anda dan Laskar Jihad?
Kami tidak peduli mau diintai atau diamat-amati oleh Amerika. Kalau kami bergerak
ke suatu daerah, selalu media Amerika meributkannya. Kami ke Irianjaya melakukan
tablig akbar, tiba-tiba media Amerika ribut. Mereka menelepon saya, menanyakan
apa tujuan saya ke Irian. Mereka itu majalah Time, Los Angeles Times, (kantor berita)
AP, dan juga BBC. Mereka tanya kenapa saya ke Irianjaya. Ya, saya jawab,
"Kenapa? Kok usil? Bukankah itu wilayah Indonesia?" Apa urusan mereka?
Kalau aparat sendiri bagaimana?
Biasa saja. Kadang-kadang, kalau waktu tablig akbar, ada intel-intel Melayu.
He-he-he…. Buat kami, biar saja, yang penting tidak menggebuk.
Soal negara Islam. Betulkah Anda ingin mendirikan negara Islam?
Perjuangan kami bukan mendirikan negara Islam. Negara Islam itu sejatinya adalah
negara yang mayoritas penduduknya muslim. Pemimpinnya muslimin, kemudian di
negara itu azan diperdengarkan dengan bebas. Syiar-syiar agama seperti (ibadah) haji
dilaksanakan atau dipimpin oleh negara. Juga pelaksanaan zakat. Ada mahkamah
syariah, walaupun dalam bentuk terbatas seperti pada pengadilan agama, yang
mempunyai hak-hak secara hukum untuk sejajar dengan pengadilan negeri dalam
bidangnya. Mengapa harus mendirikan negara Islam? Sudah berdiri, kok.
© tempointeractive.com
|