TEMPO, 22 Feb 2002 14:40:44 WIB
Bila Melanggar Hukum, Laskar Jihad Bisa
Saja Dipulangkan dari Maluku
22 Feb 2002 14:40:44 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Kapolri Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar mengatakan,
pemulangan terhadap kelompok dari luar Maluku seperti Laskar Jihad, bisa saja
dilakukan bila ada kegiatan mereka yang melanggar hukum. "Kita kan negara
hukum," ujar Da'i usai salat Idul Adha di Masjid Al Ikhlas, Mabes Polri, Jakarta, Jumat
(22/2).
Da'i menjelaskan, salah satu butir kesepakatan Malino II, pada prinsipnya masyarakat
Maluku bisa menerima siapa pun sesama warga negara di Republik ini, kecuali
terhadap mereka yang kehadirannya melanggar hukum atau menimbulkan
permasalahan di Maluku. "Kita lihat saja nanti, apakah mereka melakukan
pelanggaran hukum atau tidak," kata dia. Da'i optimis masyarakat setempat akan
melakukan perlawanan bila ada orang luar Maluku yang melanggar hukum.
Mengenai kelompok-kelompok yang tidak mau menerima perjanjian Malino II, Da'i
tidak merasa khawatir. "Hanya sebagian kecil saja, sebagian besar tidak begitu,"
kata dia. Dia yakin, kelompok kecil ini akan terbawa oleh gelombang yang deras
untuk mengakhiri kesengsaraan di Maluku. Oleh karena itu, hingga saat ini, Polri
masih mentolerir sikap mereka yang menolak perjanjian tersebut.
Toleransi itu diberikan pada masa sosialisasi selama tiga bulan, dari target waktu
sembilan bulan untuk menyelesaikan masalah Maluku. Bulan pertama digunakan
untuk penyerahan senjata secara sukarela. "Setelah itu baru dilakukan langkah
selanjutnya, tetapi masih dalam kerangka penegakan hukum," kata dia.
Da'i menilai, adanya kelompok yang merasa tidak terikat perjanjian Malino II sebagai
hal yang wajar. "Saat ini adalah proses sosialisasi. Bila ada yang merasa kurang
jelas, tidak pas, atau bahkan menolak, itu wajar," papar dia. Karena itu upaya
sosialisasi akan terus dilakukan. Da'i yakin setelah memahami benar isi perjanjian,
pihak yang menolak akan berbalik pandangan, untuk selanjutnya bergabung. Karena
tujuan utama perjanjian ini adalah penghentian kekerasan dan konflik.
Da'i membantah adanya pendapat bahwa pertemuan atau perjanjian Malino II diatur
dari pusat.
"Pemerintah hanya memfasilitasi," ujar dia. Upaya memfasilitasi ini dilakukan secara
intensif sejak 25 Januari 2002 lalu. Pertemuan Malino itu merupakan pertemuan yang
keenam setelah dilakukan beberapa kali pertemuan pendahuluan. "Jadi prosesnya
sudah panjang," kata dia.
Da'i mengatakan, pertemuan tersebut digelar atas usulan-usulan perwakilan
masyarakat yang hadir pada pertemuan pendahuluan. (Retno Sulistyowati –
Tempo News Room)
© tempointeractive.com
|