BAGAI PUNGGUK MERINDUKAN BULAN
Perasaan rindu bisa menyenangkan. Berbahagialah orang yang
merindu. Apa jadinya kalau hati kita begitu keras seperti batu sehingga tidak
pernah bisa merindu.
Namun rindu juga bisa menyiksa. Hati yang rindu terasa perih.
Merindu berarti menderita. Pikiran kita yang kita rindukan itu terasa dekat
namun sekaligus terasa jauh. Seakan-akan ada tetapi tidak ada.
Perasaan rindu juga merupakan bagian dari iman. Orang beriman
rindu kepada Tuhan. Pengarang Mazmur 42 mengaku:
Seperti rusa yang merindukan sungai.......
demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah
Jiwaku haus kepada Allah
Bilakah aku boleh datang melihat Allah?
Inilah yang hendak kuingat
sementara jiwaku gundah gulana
bagaimana aku berjalan....
melangkah ke rumah Allah
Kerinduan mempunyai timbal balik. Rindu yang timbal balik ini
cenderung kita lupakan dalam hubungan iman. Kita mengira bahwa kitalah yang
merindu kepada Tuhan. Padahal Tuhan juga merindu pada kita. Bahkan sebenarnya
Tuhan lebih merindu ketimbang pihak kita. Ayub berkata kepada Tuhan,
"Engkau akan rindu kepada buatan tangan-Mu" (Ayub 14:15). Manusia
adalah buatan tangan Tuhan yang dibuat dengan tangan sendiri. Siapa yang tidak
bangga dan sayang pada buah karya tangan sendiri? Oleh sebab itu, Tuhan pun
bangga dan sayang pada manusia. Oleh sebab itu Allah yang digambarkan oleh
Yesus adalah Allah yang merindu pada manusia.
Tuhan Yesus menggambarkan Allah yang merindu itu dengan tiga
buah cerita yang serangkai dalam Lukas 15.
Cerita pertama. Ada seorang yang mempunyai seratus ekor domba.
Tiap petang dimasukkannya domba-domba itu ke dalam kandangnya. Dihitungnya
sampai lengkap. 96, 97, 98, 99...eh kurang satu! Ia langsung mencari domba yang
satu itu. Ia mencari kesana-sini. Sampai ketemu. Itulah Allah. Ia mencari kita.
Cerita kedua. Ada seorang yang mempunyai kalung yang terbuat
dari untaian sepuluh keping uang logam. Pada suatu malam untaian itu lepas.
Satu keping hilang. Ia langsung menyalakan pelita. Ia menyapu rumahnya untuk
mencari dengan cermat. Ia terus mencari. Sampai ketemu. Itulah Allah. Ia
mencari kita.
Cerita ketiga. Ada seorang yang ditinggal anaknya pergi ke
negeri yang jauh. Bapa itu tiap hari gelisah. Tiap hari ia menatapi cakrawala
ujung jalan kalau-kalau anaknya pulang. Pada suatu hari di kejauhan tampak ada
orang. Apa ini anaknya? Benar. Ini anaknya. Maka bapa yang sudah tua itu
berlari mendapatkan anaknya lalu merangkul dan mencium dia. Itulah Allah. Ia
ingin merangkul dan mencium kita.
Ketiga cerita itu menyimpulkan berita injil. Inti berita Injil
adalah: Kasih Kristus bukanlah kasih yang menunggu, melainkan kasih yang
merindu. Kasih Kristus bukanlah kasih yang menanti, menlainkan kasih yang
mencari.
Inti berita Injil itu menjadi kenyataan dalam
bentuk Adventus dan natal. Allah tidak menanti di tempat yang mahatinggi,
melainkan turun dan mencari ke bumi. mengapa? Karena Allah rindu pada kita, dan
obat penawar rindu hanya satu, yaitu bertemu.
Bukan hanya pihak kita yang merindukan Tuhan.
Pihak Tuhan pun merindukan kita. Di dalam Tawarikh tertulis: "..Kita
mencari Tuhan Allah kita dan Ia mencari kita...." (2Taw. 14:7)
Hidup beriman adalah hidup
merindu. Bukan rindu satu arah, melainkan dua arah. Rindu dari Allah yang
mencari dan rindu dari manusia yang menanggapi.
Taken From
: Selamat Bergumul

HomePage
GuestBook
MessageBoard
Pictures
IPIT's
Love Story
