Selasa,
12 Desember 2000, 09:02 WIB Jakarta,
Kompas
Sejumlah merek dagang obat yang mengandung ginkgo biloba
ternyata tidak mencantumkan kontra indikasi terhadap pemakaian obat tersebut.
Padahal, ginkgo biloba yang kerap dipromosikan dapat meningkatkan daya ingat dan
konsentrasi, mempunyai efek samping yang dapat menimbulkan penyakit lain yang
lebih serius.
Hal itu dikemukakan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen
Kesehatan Indonesia (YPKKI) dr Marius Widjajarta di Jakarta, akhir pekan lalu
(8/12). Marius menyebutkan, merek dagang yang dimaksud antara lain Cerevas,
Ceretop, Gincosan, Gingkan, Ginkona, Lanaginko-la, Prodement, Brenax,
Ginkgoforce, Ginokan, Tebokan, dan Cerebrovit.
"Bahkan ada produsen yang menyatakan, dosisnya dua kali
sehari untuk dewasa setelah makan pagi dan siang, dan terapi harus berlanjut
paling sedikit empat minggu. Padahal, obat yang mengandung ginkgo biloba tidak
boleh dikonsumsi oleh orang normal untuk pemakaian rutin," kata Marius.
Obat yang mengandung ginkgo biloba berindikasi meningkatkan
sirkulasi darah di sistem syaraf pusat dan tepi, pada penderita gangguan
sirkulasi darah, dengan gejala-gejala menurunnya daya ingat, gangguan
konsentrasi, telinga berdenging, vertigo, dan rasa nyeri pada saat berjalan.
Kontra indikasinya, hipersensitif terhadap ginkgo biloba, dengan efek samping
dapat menyebabkan sakit kepala, gangguan saluran cerna, alergi kulit, gangguan
sistem pembekuan darah, mimisan (episthaxis), dan pendarahan di bawah kulit (purpura).
Marius mengutip WHO Pharmaceutical Newsletter Nomor 1 tahun
2000 dan WHO Signal edisi Agustus 2000, menjelaskan, ada kasus-kasus efek
samping ginkgo biloba yang terjadi di Perancis, yang menyebabkan trombocytopenia
purpura (jumlah trombosit dalam darah menjadi berkurang), mimisan, dan
perdarahan di bawah kulit. Di Kanada, efek samping yang ditimbulkan antara lain
berupa bleeding disorder dan perdarahan intrakranial. Kasus serupa sebelumnya
terjadi di Cyprus, Selandia Baru, dan Jerman yang menimbulkan efek cardiac
arrhythmia (gangguan irama jantung).
Informasi tersebut, lanjut Marius, juga pernah dimuat dalam
Info POM Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) Departemen
Kesehatan, namun tidak disosialisasikan kepada masyarakat luas. "Kami
sangat menyesalkan tindakan Ditjen POM yang tidak mensosialisasikan kembali
secara jelas informasi mengenai ginkgo biloba kepada masyarakat, sehingga
masyarakat terkecoh oleh informasi yang menyesatkan dari produsen. Di samping
itu Ditjen POM harus memberi sanksi tegas pada produsen yang tidak mencantumkan
indikasi, kontra indikasi, maupun efek samping obat tersebut," ujar Marius.
(lam)
Obat "Ginkgo Biloba"
Timbulkan Efek Samping
http://www.kompas.com/health/news/0012/12/657.htm