Pertanyaan ini telah membingungkan banyak orang sejak pertama kalinya manusia tidak puas tinggal di gua dan berusaha menemukan beberapa cara untuk menikmati hidup yang lebih menyenangkan. Mungkin perbandingan karakteristik antara manusia yang sukses atau gagal berikut ini akan membantu menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Manusia yang berhasil secara spesifik mengetahui apa yang dia inginkan, memiliki rencana untuk meraihnya, percaya pada kemampuan diri untuk mewujudkannya, dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk memperoleh keberhasilan tersebut. Manusia yang gagal tidak memiliki rencana hidup yang spesifik, percaya bahwa semua keberhasilan itu merupakan hasil "keberuntungan," dan memiliki inisiatif hanya kalau dia dipaksa untuk melakukannya.
Manusia yang berhasil itu seperti salesman ahli yang telah belajar seni mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama dengan sukarela guna mewujudkan rencana-rencana atau tujuan-tujuannya. Manusia gagal itu mencari-cari kesalahan pada orang lain. Dia keluar untuk mengungkapkan pada orang lain tentang sikapnya yang suka mengkritik.
Manusia yang berhasil itu berpikir sebelum berbicara. Dia memperhitungkan akibat dari perkataannya dengan hati-hati. Dan dia menekankan apa yang dia sukai tentang orang lain, meminimumkan apa yang tidak dia sukai tentang orang lain atau tidak menyebutkannya sama sekali. Manusia yang tidak berhasil melakukan hal yang sebaliknya. Dia berbicara dahulu, berpikir kemudian. Kata-katanya hanya membawa penyesalan dan memalukan dan membuat dia kehilangan keuntungan-keuntungan yang tidak dapat kembali lagi karena telah menimbulkan sakit hati.
Manusia yang berhasil mengekspresikan pendapatnya hanya setelah dia memiliki informasi yang cukup sehingga dengan cerdik dia dapat mengungkapkannya. Manusia yang gagal mengekspresikan pendapatnya tentang subyek yang sedikit atau sama sekali tidak dia ketahui.
Manusia yang berhasil mengatur waktu, penghasilan, dan pengeluarannya. Dia hidup sesuai dengan kemampuannya. Manusia yang gagal memboroskan waktu dan penghasilannya dengan meremehkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Orang yang sukses punya perhatian yang besar terhadap orang lain, terutama mereka yang punya sesuatu yang sama dengan dirinya, dan menjalin hubungan persahabatan dengan mereka. Orang yang gagal hanya menjalin hubungan dengan mereka yang diharapkan bisa memberikan sesuatu kepadanya.
Manusia yang berhasil berpikiran terbuka dan bertoleransi terhadap segala masalah, juga terhadap semua manusia. Manusia yang gagal berpikiran tertutup, tidak bisa bertoleransi, sehingga hal ini menutup dia dari kesempatan baik, kerjasama yang saling menguntungkan, dan pengakuan orang lain.
Manusia yang berhasil menyesuaikan diri dengan perubahan jaman dan memikul tanggungjawab yang penting untuk mengetahui apa yang terjadi, tidak hanya perubahan di dalam bisnis, profesi atau masyarakatnya, tetapi juga perubahan di seluruh penjuru dunia. Manusia yang gagal hanya mementingkan kebutuhan masa sekarang, dia berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan segala cara yang tersedia - entah itu baik atau jahat.
Manusia yang berhasil menjaga agar pikiran dan pandangannya tetap positif setiap saat. Dia memahami bahwa ruang yang dia tempati di dunia ini dan keberhasilan yang dia nikmati tergantung pada kualitas dan kuantitas pelayanan yang dia berikan. Dia terbiasa untuk menyumbangkan lebih banyak pelayanan dibandingkan apa yang dia janjikan. Manusia yang gagal hanya "menerima tanpa memberi," atau memakan apa yang bukan merupakan hasil kerjanya. Dan kalau dia gagal untuk mendapatkannya, maka dia menyalahkan kerakusan orang lain.
Manusia yang berhasil sangat menghormati Pencipta Alam Semesta dan mengekspresikan penghormatannya dalam doa-doa dan dengan senang membantu orang lain. Manusia yang gagal tidak memiliki kepercayaan pada siapapun kecuali pada hawa napsunya sendiri akan makanan dan tempat tinggal serta berusaha memuaskannya di manapun dia berada dengan mengorbankan orang lain.
Sebagai kesimpulannya, ada perbedaan besar dalam perbuatan dan perkataan antara manusia yang berhasil dan manusia yang gagal. Tetapi setiap manusia menduduki tempatnya masing-masing sesuai dengan sikap mentalnya terhadap diri sendiri maupun orang lain.