Pikiran yang jernih tidak pernah berasal dari perasaan kuatir. Manusia yang cerdik mengetahui hal ini. Mereka berusaha menghilangkan kekuatiran dengan bantuan orang lain yang pikirannya tidak digelapkan oleh perasaan-perasaan takut dan kuatir.
Dalam tahap pertama terjadinya Depresi Besar, John Collier datang ke kantor saya untuk mengutarakan masalah yang dia kuatirkan sehingga membuat badannya jatuh sakit. Sebenarnya Collier memiliki jawahan atas masalahnya, tetapi keadaan pikirannya tidak mengijinkan dia untuk memaham jawabannya.
Collier memiliki pabrik sepatu di Boston. Saat
mulai terjadi depress, bank yang
memberinya pinjaman menghentikan
bantuannya dan menyita peralatan-peralatan miliknya. Dia tidak bisa mendapatkan pinjaman lagi tanpa memberikan
jaminan.
Beberapa
pertanyaan sederhana mengemukakan fakta ini: Collier sudah berpengalaman di bidang pembuatan sepatu
selama lebih dari
dua puluh tahun. Dia telah memiliki sekelompok pembeli yang telah menjadi pelanggannya
sejak bisnisnya didirikan. Collier juga menjadi tua-tua di salah satu gereja terkenal di Boston. Kehidupan rumahtangganya
juga bahagia.
Setelah sama menyimpulkan apa saja yang dimilikinya, Collier kaya dalarn
nilai-nilai kehidupan, dan ini merupakan
hal yang sangat pen ting.
"Ya, saya tahu itu," Jawabnya, "tetapi saya tidak punya uang!"
"Manusia yang
memiliki aset-aset seperti yang Anda
miliki tidak akan pernah kehabisan uang," jawab saya, "karena
itulah jaminan paling baik yang
bisa dimiliki seseorang."
"Tetapi pihak
bank tidak berpikir dengan cara demikian."
"Bank memang
tidak berpikir dengan cara demikian," tegas saya, "tetapi ada
cara-cara untuk menemukan orang yang dapat membantu Anda. Sekarang, inilah saran
saya:
Adakan rapat dengan mengundang
sepuluh orang yang paling terpandang
yang kamu tahu. Orang yang memiliki sarana keuangan leblh dari cukup.
Dan juga sepuluh orang pedagang eceran yang telah membeli sepatu-sepatu Anda.
Mintalah pinjaman uang dari mereka untuk mendirikan bisnis Anda kemball."
Sulit
bagi saya untuk menyelesaikan pembicaraan saya saat melihat mata Collier tidak
menampakkan ketakutannya lagi. Dia mulai tersenyum, me ngambil catatan di
sakunya, dan mulai menulis. Setelah selesai
menulis,
kemudian dia memberikan bukunya pada
saya, yang berisi
daftar hanya lima orang, semua mantan pelanggannya.
"Nama-nama
inilah, "katanya, "lima orang
yang akan bersedia menolong
saya. Mereka telah menjadi pelanggan sepatu saya selama bertahun-tahun. Mereka
tahu kualitas produk saya, dan mereka percaya pada saya dan juga sepatu saya.
Saya akan meminta bantuan
keuangan yang saya butuhkan kepada mereka
dengan cara rnemberikan potongan harga ekstra atas semua sepatu yang mereka beli dari
saya nantinya."
Kemudian
saya menerangkan pada Collier bahwa dia telah menggunakan rencana yang sangat
bermanfaat sama seperti yang telah digunakan oleh Henry Ford saat hari-hari
pertama berdirinya Ford Motor Company. Saya menerangkan bahwa Ford mendapatkan
modal usaha yang dia perlukan dari orang-orang yang membell mobilnya, yaitu
dealer-dealer
mobilnya.
"Hal
ini sangat jelas bagi saya sekarang, " komentar Collier.
"Tetapi yang membingungkan saya adalah mengapa saya tidak pernah berpikir dengan
cara demikian sebelum bertemu Anda." Pertanyaan yang sama juga telah
mengganggu pikiran banyak orang, yaitu mereka yang sudah memiliki jawaban
atas masalah mereka sendiri, tetapi memerlukan orang lain agar memberitahukan
jawaban atas masalah tersebut kepadanya.
Collier pulang kemball ke Boston. Tujuh bulan kemudian saya menerima surat yang menerangkan bagaimana dia telah melaksanakan rencananya. Di samping suratnya saya juga menerima jam saku yang bagus, di situ tertulis: "Untuk Napoleon Hill, yang telah memperkenalkan dengan diri saya yang sebenarnya."
Tulisan itu menceritakan seluruh kisahnya.
Yang perlu saya kerjakan hanyalah melepaskan Collier dari genggaman rasa takut
yang menyebabkan dia menetapkan batas-batas yang tidak perlu di saat dia
membutuhkan bantuan.
Pelajaran terbaik yang dapat dipelajari setiap orang adalah dengan menemukan fakta ini: Aset kita yang terbesar adalah berupa kemampuan kita untuk mendapatkan bantuan dari mereka yang mampu dan dengan senang hati memberikan petunjuk untuk kita di saat kita sendiri tidak mengetahui jalan keluarnya.