Layanan Khusus Buruh Migran Indonesia-Korea...........

Nasib 54 Calon TKI Terkatung-katung

Bandung, Kompas

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Mayjen Pol Drs Nana Permana menyatakan siap mengusut penipuan terhadap 54 orang calon tenaga kerja Indonesia (CTKI) oleh sebuah agen pengiriman TKI ke Korea Selatan. Ini diungkapkan Kapolda Jabar di Bandung, Rabu (26/6), menyusul pengaduan para CTKI tersebut kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung sehari sebelumnya. "Karena kasusnya delik aduan, kami siap membantu mereka jika mereka sudah melaporkannya ke polisi," kata Nana Permana.

Dalam pengaduannya kepada Direktur LBH Bandung, Ny Melani SH, Selasa lalu, ke-54 TKI tersebut mengaku dijanji akan diberangkatkan ke Korea Selatan (Korsel) oleh PT Pandu Abdi Pertiwi Perwada (PAPP) sejak delapan bulan lalu. Namun, hingga kini janji itu belum terealisasi. "Ironisnya, uang setoran kami tidak bisa diambil kembali," ungkap Yayan Taryana (24), mewakili rekan-rekannya.

Menurut Yayan, gaji yang diiming-imingkan cukup menggiurkan. Untuk operator saja, dijanjikan gaji Rp 800.000 sebulan ditambah jaminan asuransi dan fasilitas tempat tinggal. Informasi tentang lowongan kerja itu diperoleh di Kantor Depnaker Bandung melalui iklan sebuah koran di Bandung, September 1995.

Ia menjelaskan, untuk memenuhi persyaratan yang dikeluarkan pihak perusahaan, mereka menyetorkan uang Rp 1,4 juta per orang. Rinciannya, Rp 5.000 untuk pendaftaran, Rp 95.000 biaya psikotes dan tes kesehatan, Rp 1,1 juta untuk biaya proses CTKI di Korsel dan bukti buku tabungan dari Bank BNI sebesar Rp 200.000. Jumlah tersebut kemudian Rp 2 juta berupa pinjaman dari Bank BNI yang akan diganti kemudian.

"Berdasarkan pertemuan 30 September 1995 di gedung DPD Golkar Jabar, pihak PAPP berjanji memberangkatkan kami bulan Desember 1995," katanya.

"Setelah mengikuti 10 hari pelatihan, hingga kini janji itu belum terealisasi juga. Dari 163 pendaftar CTKI itu, sebagian besar di antranya telah meninggalkan pekerjaannya karena tergiur janji itu. Mereka menganggur sejak pelatihan itu," kata Yayan yang sebelumnya bekerja di PT Indoprana Tunggal Jaya. Celakanya, lanjut dia, ijazah SMA para CTKI masih ditahan pihak BNI 46 sehingga, mereka kesulitan mencari pekerjaan baru.

"Kami bahkan pernah menyurat 29 April 1996 kepada PAPP dengan tuntutan jika pada akhir Juni 1996 ini kami belum diberangkatkan, maka PAPP diminta mengembalikan seluruh uang setoran ditambah ganti rugi materil dan moril sebesar Rp 23,5 juta per orang. Tapi kami justru dikeluarkan dari daftar CTKI," tuturnya.

Ke pengadilan

Direktur LBH Bandung Melani SH mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya penyelesaian secara damai melalui perundingan dengan pihak manajemen PAPP. "Tapi kalau upaya ini tidak digubris, kami terpaksa mengajukan gugatan pidana penipuan," tandasnya.

Sementara itu, pihak manajemen PAPP yang dihubungi secara terpisah melalui telepon mengatakan, pihaknya hingga kini belum mengirimkan para CTKI dari lima angkatan karena calling visa dari Korsel belum turun. "Penjelasan lebih lanjut tolong hubungi kepala perwakilan perusahaan beberapa hari lagi," kata Nia, pegawai bagian keuangan PAPP. (ama/nn)

¡¡


Indonesia perlu Meniru Filipina

Mataram (Bali Post) -
Cerita-cerita sedih tentang tenaga kerja Indonesia (TKI) terutama tenaga kerja wanita (TKW) yang berkerja di luar negeri tidak sedikit. Kendati demikian, tidak harus ditanggapi dengan rasa haru biru. Karena yang terpenting perlunya ada UU yang mengatur tentang perlindungan TKI. Bahkan dalam hal perlindungan TKI, Indonesia perlu meniru Filipina yakni menempatkan Atase Ketenagakerjaan di tiap negara yang ada TKI.

Hal tersebut dikemukakan Direktur Perlindungan dan Penempatan TKI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Drs. Moch Chodjin di sela-sela dialog publik tentang TKI, Sabtu (9/6).

Lebih jauh Chodjin yang pernah menjabat Kakanwil Depnaker NTB menyebutkan, TKI sudah banyak menyebar di beberapa negara, baik Asia Pasifik maupun Timur Tengah bahkan Eropa, tetapi yang ada atasenya baru di dua negara yaitu Malaysia dan Arab Saudi. ''Kalau kita mau melindungi TKI seharusnya di tiap negara tujuan harus ada Atase Ketenagakerjaan,'' katanya.

Dia merasa bersyukur karena meski baru 15 hari menjabat sebagai direktur, sudah ada political will dari pemerintah untuk memperhatikan TKI, dengan dibuatnya RUU Perlindungan TKI. Sebab tambahnya, kunci penyelesaian masalah TKI adalah komitmen nasional.

Seperti diketahui, TKI kerap menjadi objek pemerasan oleh berbagai pihak, sebelum berangkat ke luar negeri mereka sudah harus berhadapan dengan berbagai kepentingan. Demikian pula setelah di luar negeri, bahkan sampai saat pulang pun mereka menjadi lahan empuk untuk diperas. Tidak kurang terlibat oknum instansi pemerintah yang seharusnya membantu dan melindungi mereka. ''Kalau TKI pulang diperas di bandara, di jalan raya atau tempat lainnya apakah itu tugas Depnaker. Siapa yang ada di bandara siapa yang berkuasa di jalan kan bukan saya,'' tukasnya.

Chodjin menyatakan rasa syukur, karena sebelumnya masalah TKI tidak pernah dibahas di sidang kabinet. Namun saat ini Wapres Megawati sudah menunjukkan kemauan membahas masalah TKI di sidang kabinet serta mengangkat Kepmen dan Permen menjadi UU, sehingga nantinya semua pihak tunduk dengan aturan tersebut.

Menurutnya, langkah yang harus ditempuh adalah melakukan tindakan prefentif, dalam arti meningkatkan skill dari CTKI (Calon Tenaga Kerja Indonesia). Sebab katanya, sumber semua masalah adalah TKI yang unskill (tanpa memiliki keterampilan-red). Keberangkatan tenaga unskill ungkapnya, jumlahnya akan terus ditekan. Untuk TKI ke Taiwan dan Korea misalnya, minimal lulusan SLTA.

Meski ada kasus TKI ujarnya, tetapi pernyataan untuk menghentikan pengiriman jasa TKI harus dikaji ulang. Bukan berarti tidak mengindahkan atau hirau dengan kondisi yang ada, satu orang manusia nilainya sama dengan manusia lainnya. Tetapi harus pula dipikirkan hal-hal lain yang menjadi kebutuhan rakyat. (048)

Desa Tapen

Desa Tapen terbagi dalam 5 dusun yaitu Sekarputih, Seturi, Wonorejo, Ringinputih dan Kandangan. Total jumlah penduduknya sekitar 2200 jiwa, yang terdiri dari 540 KK, dimana konsentrasi terbesarnya di dusun Sekar Putih. Wilayah Desa Tapen sebagian besar berupa hamparan dataran rata, dengan jalan desa yang sudah beraspal. Mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah bertani, baik pertanian irigasi maupun tadah hujan. Pola tanam pertaniannya sangat monoton yaitu padi - palawija - padi - dst., dan belum ada kultivasi tanah yang baik. Selain berbasis pertanian terdapat pula industri rumahan seperti produksi "rengginang" di tiap dusun, "lempeng/krupuk" di Sekarputih, Seturi dan Ringinputih, dan tikar "mendong" di Kandangan yang dikerjakan para lansia. Pada setiap rumah juga penduduk memiliki 8 s.d. 10 pohon mangga yang dijual dengan sistem tebasan setiap musim panennya. Terdapat pula banyak tanaman mlinjo, terutama di dusun Seturi dan Sekarputih namun belum dibudidayakan misalnya dibuat emping, juga banyak terdapat tanaman "suwek", tapi belum juga dikembangkan produksinya. Sejumlah pemuda/pemudi bekerja sebagai TKI di Korea, Hongkong atau Malaysia, ada pula yang bekerja di kota sebagai buruh kasar atau pembantu rumah tangga. Masalah yang timbul dari fenomena ini meskipun dalam skala kecil adalah ketika mereka pulang dan menularkan budaya kota yang negatif seperti minum - minuman keras, dlsb. Fasilitas air bersih penduduk dipenuhi dari air tanah, dimana hampir setiap rumah memiliki sumur dan sarana MCK

¡¡

Kembali ke halaman depan >>  



Tolong menolong Ulurkan tangan mu...Mari bersatu..Membangun negeri.........