SEJAK kran keterbukaan
dibuka di era Gus Dur, komunitas Tionghoa memang diberi
kesempatan sama dengan etnis lain. Yah, karena memang
dasarnya semua berhak punya akses dan kesempatan yang
sama kok.
Di industri musik, kran itu semakin
deras mengucur. Empat anak mudah sepakat membentuk
boysband bernama FOUR SEASONS dengan lagu-lagu berbahasa
mandarin. Jangan salah, mereka adalah anak-anak
Indonesia [kebetulan gape bahasa Mandarin], dikemas
futuristik dengan tampilan boysband
Mereka
adalah empat anak muda asal Jakarta Spring (Franco),
Summer (Hendrik), Autumn (Josep), dan Winter (Tjhan N
Grundig) mewarnainya dengan penampilannya yang berkiblat
pada gaya boyband ala Mandarin.
Di bawah bendera
label rekaman Universal Music Indonesia, Four Seasons
menjadi grup boyband yang pertama di Indonesia, yang
lagu-lagunya berbahasa mandarin.
"Kami memilih
bahasa mandarin, karena pangsa pasar mandarin cukup baik
di indonesia," ujar Budi. "Album kami sempat tertunda
tiga tahun. ini perjuangan yang amat berharga,"
katanya.
Menurut Budi, album mereka saat ini
cukup sukses. Sejak diluncurkan awal bulan Desember
lalu, albumnya sudah laku sekitar 80 ribu copy. Mereka
juga akan menjalani tur ke lima kota di Indonesia, yakni
Semarang, Surabaya, Medan, Manado, dan
Jakarta.
"Kami harapkan grup kami dapat didukung
oleh rakyat Indonesia. Meski berbahasa mandarin, tapi
kami anak bangsa," pungkas Budi.
Di album
perdananya ini, mereka mengandalkannya pada tembang Wo
Bu Pa (I Am Not Affraid) yang dikemasnya secara dinamis.
Selain memberi warna khas Mandarin, mereka ternyata juga
mencomot salah satu lagu populer yang ada di Indonesia,
yakni tembang Kenangan Terindah milik Samsons. Dalam
album ini mereka mencatumkannya dengan judul Ziu Mei Li
De Hui Yi (The Most Beutiful Memory).
Yah,
inilah universalitas musik yang sesungguhnya. Tidak ada
batasan apapun. Four Seasons membuktikan hal itu.
|