WAHYU
DAN AKAL - IMAN DAN ILMU Kolum tetap harian fajar - 213
|
|||||||||||||||
![]() |
Makan dan Makan
Harta |
![]() |
|||||||||||||
|
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM Ada sebuah ujar-ujar yang mempergunakan makan sebagai kriteria umum dalam hal apa yang termasuk dalam pengertian: sangat miskin, miskin, memadai, kaya dan sangat kaya. Kata ujar-ujar itu orang sangat miskin adalah orang ketika bangun pagi mempermasalahkan apa yang akan dimakan hari itu. Orang miskin, kata ujar-ujar itu, adalah orang yang mempermasalahkan apa yang akan dimakan besok. Adapun orang yang memadai tidak lagi mempermasalahkan apa yang akan dimakan, melainkan dengan siapa ia makan. Yaitu sebelum makan ia terlebih dahulu memilah-milah siapa yang akan diundang makan bersama ke rumahnya. Sedangkan orang kaya, menurut ujar-ujar itu, adalah orang yang mempermasalahkan di mana ia akan makan. Apakah dengan anak isteri di rumah kalau sempat, ataukah di restoran yang mana dengan relasi bisnis, ataukah di tempat peristirahatan dengan "gula-gula"-nya. Terakhir, menurut ujar-ujar itu, orang yang sangat kaya adalah orang yang memprogramkan siapa yang akan dia makan. Apakah relasi bisinisnya yang akan ia caplok, ataukah bank yang akan dia bobol dengan perangkat halus, atau gadis manis mana yang akan menjadi mangsanya, ataukah dengan kekayaannya itu mencoba meloncat kodok untuk mendapatkan popularitas dengan metode rekayasa pengurus tandingan. Makan sebagai kriteria umum untuk golongan kaya dan sangat kaya itu mempunyai konotasi yang negatif. Kriteria itu diberi predikat umum, yang berarti bahwa itu pada umumnya. Tentu ada golongan khusus di antara orang kaya dan sangat kaya itu yang tidak demikian. Katakanlah yang dikenai kriteria itu adalah "main stream" sedangkan yang khusus itu dari golongan "pencilan". Ujar-ujar perihal makan
dijadikan kriteria itu, tidaklah jauh menyimpang dari realitas, kalau
belum boleh dikatakan sesuai benar dengan realitas. Manusia terdiri atas
komponen ruhaniyah yang immaterial dan komponen biologis yang dapat
diindera. Secara biologis manusia itu digerakkan oleh iradah (naluri)
mempertahankan dan meningkatkan kehidupan materialnya. Itulah yang
disebut dengan Nafsun Ammarah dalam Al Quran. Pada binatang, nalurinya
hanya sebatas mempertahankan hidup. Beruk pemetik kelapa misalnya kalau
sudah diberi makan secukupnya, puaslah ia. Akan tetapi buruh pemanjat
kelapa senantiasa ingin mendapatkan upah yang lebih tinggi. Konon
kabarnya orang yang berpesta pora di kalangan petinggi kerajaan Romawi
disediakan oleh tuan rumah bulu halus sejenis burung. Orang yang sudah
kenyang menggelitik kerongkongannya dengan bulu burung itu sehingga ia
muntah. Setelah itu ia dapat makan sepuasnya kembali, lalu menggelitik
kerongkongan lagi, sehingga terjadilah proses makan dengan tidak
puas-puasnya. Nanti berhenti kalau tidak sanggup menggelitik
kerongkongan lagi, karena sudah menjadi tunasakring, artinya teler
berat. Berfirman Allah dalam Al Quran: Syahru Ramadha-na Lladziy Unzila Fiyhi lQuran Hudan linNa-si waBayyinatin minalHuday walFurqa-ni (S. Al Baqarah, 185), bulan Ramadhan yaitu di dalamnya diturunkan Al Quran, petunjuk bagi manusia, penjelasan mengenai petunjuk itu dan pemisah (yang tegas mana yang baik, mana yang buruk) (2:185). Ayat (2:185) itu
berkaitan dengan perintah puasa agar orang beriman dapat meningkatkan
dirinya menjadi taqwa (2:183). Ayat yang berhubungan dengan peningkatan
diri secara ruhaniyah ini (2:183) telah dibahas dalam Seri 212 yang baru
lalu. Dalam Seri yang baru lalu itu dibahas hubungan iman, digambarkan
sebagai anak panah yang menancap pada dinding kotak sebelah kiri, dengan
proses puasa, digambarkan dengan kotak, dengan taqwa yang digambarkan
sebagai anak panah keluar dengan pangkal panah pada sisi kotak yang
sebelah kanan. [kalau gambarnya kocar-kacir, copy-paste ke MS Word,
pakai font courier new] Ayat (2:185) menjelaskan tentang kotak proses yaitu berpuasa. Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia, Hudan linNa-si, yaitu manusia yang terdiri atas komponen ruhaniyah dan jasmaniyah yang bersifat biologis. Dengan berpuasa terjadilah proses latihan pengendalian dalam diri nanusia, yaitu energi ruhaniyah yang memancar sebagai akal budi mengendalikan kekang mengendarai naluri hewaniyah. Inilah konfigurasi RasuluLlah sebagai manusia menunggang buraq dituntun oleh Jibril AS pembawa wahyu, wahyu menuntun kemanusiaan yang selanjutnya kemanusiaan mengendalikan naluri hewaniyah mempertahankan dan meningkatkan kehidupan biologis dalam wujud: makan, minum dan sex untuk melanjutkan keturunan. Al Quran memberikan pula penjelasan mengenai petunjuk
itu, waBayyinatin minalHuday, memberikan penjelasan tentang tolok ukur
supaya kita dapat mengevaluasi diri kita mengenai hasil perjuangan
mengendalikan naluri hewaniyah ini. Allah berfirman pada ayat terkhir
dari "paket puasa Ramadhan": *** Makassar, 28 Januari 1996[H.Muh.Nur Abdurrahman] |
||||||||||||||
![]() |
hmna | ![]() |
|||||||||||||
hak cipta terpelihara HMNA |
|||||||||||||||