WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU Kolum tetap harian fajar - 224
|
|||||||||||||||
![]() |
Kampanye
Penggunaan Kondom dalam Upaya Pencegahan Inveksi HIV? |
![]() |
|||||||||||||
|
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM Menurut hasil investigasi Sukarelawan Antisipasi Remaja AIDS PKBI dan Kelompok Relawan Antisipasi AIDS terdapat berjenis kelas (kls) pelacur, yaitu kls jalanan, kls perek (perempuan eksperimen), kls bordel, kls perusahaan (pub, bar, karaoke, bilyar room), kls salon, kls panti pijat, kls penghuni hotel dan kls telepon serta pager, demikian diberitakan Harian "Pedoman Rakyat" edisi Kamis, 18 April 1996. Nampaknya efektivitas dakwah hanya bersifat preventif, yaitu maksimal hanya terbatas dalam hal memelihara orang-orang baik agar tidak terjerumus ke dunia hitam. Jerih payah dakwah tidak signifikan (bermakna) dalam meredam bisnis jasa seks yang transaksinya berlangsung menjamur. Jadi di
satu pihak dakwah jalan terus, sedangkan pada pihak yang lain transaksi
jual beli jasa seks juga jalan terus. Hal inilah yang dirisaukan oleh
para aktivis yang terjun dalam lapangan upaya pencegahan penularan
penyakit AIDS, oleh karena dengan kondisi yang masing-masing jalan terus
itu, maka jalur agama dinilai kurang efektif dalam upaya pencegahan itu.
Maka tinggallah kondomisasi yang dianggap lebih efektif walaupun
disadari bahwa kondomisasi itu hanya sekadar mengurangi intensitas
penularan HIV, virus penyebab AIDS tersebut. Dikatakan mengurangi
intensitas (bukan mencegah) penularan, oleh karena menurut Prof DR
H.Roesli Ngatimin, yang pakar di bidang Kesehatan Masyarakat itu, hasil
penelitian menunjukkan, pemakaian kondom hanya mampu menanggulangi
risiko infeksi HIV sebesar 26%. Seperti diketahui penyebaran
HIV itu melalui salah satu ataupun kombinasi jalur: seks bebas,
homoseksual, jarum suntik (narkotika) dan melalui darah, baik itu dari
ibu yang mengandung ke jabang bayi, maupun melalui transfusi darah dari
orang ke orang. Dan sudah kita maklum pula bahwa para ulama baik sebagai
lembaga (MUI) maupun sebagai orang per orang tidak ada yang setuju,
artinya menolak dengan tegas pemakaian kondom dalam upaya mengurangi
intensitas penularan HIV, virus yang melumpuhkan sistem pertahanan tubuh
tersebut. Untuk kelancaran Pembangunan Nasional, bangsa Indonesia perlu membuka diri secara selektif. Kita tidak boleh menutup diri dari nilai-nilai operasional dari luar. Yang baik kita terima, seperti misalnya nilai operasional kinerja (produktivitas, efektivitas, efisiensi). Dalam konteks pembangunan di Indonesia ini yang disebut baik adalah nilai operasional yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, khususnya nilai akhlaq. Kiranya perlu dijelaskan istilah akhlaq dengan moral, untuk menghindarkan kerancuan peristilahan. Aktualisasi nilai syari'at yang berlandaskan nilai aqidah berwujudkan ibadah, dan ibadah membuahkan akhlaq. Sedangkan aktualisasi nilai budaya membuahkan moral. Nilai budaya dianggap benar berdasar atas kesepakatan komunitas.
Nilai-nilai Al Furqan (aqidah dan syari'at) adalah kebenaran mutlak,
karena bersumberkan wahyu dari Yang Maha Mutlak: Kondomisasi menyangkut nilai operasional kinerja, khususnya efektivitas. Kondomisasi tidak dapat dilepaskan dari sistem nilai komunitas di barat, yaitu kebebasan seks. Bagi komunitas yang menerima nilai bebas seks sebagai suatu kesepakatan (nilai budaya), kondomisasi bukan masalah. Dalam kondisi yang demikian itu, kondomisasi yang bertumpukan budaya bebas seks hanyalah menjadi urusan pribadi, sehingga dalam kalangan lembaga (dan para anggota lembaga itu) yang aktif dalam penanggulangan penyebaran HIV itu, kondomisasi bukanlah masalah yang harus ditentang, bahkan sangat dianjurkan oleh karena menyangkut nilai operasional kinerja khususnya efektivitas. Alhasil, kondomisasi yang mengandung nilai operasional kinerja khususnya efektivitas yang bertumpu di atas nilai budaya bebas seks tidak sesuai dengan nilai agama terkhusus nilai akhlaq. Itu berarti bahwa atas dasar amar ma'ruf nahi mungkar, kondomisasi itu harus ditolak. Maka seharusnya pula kondomisasi ditolak oleh lembaga Islami (dan orang-orang dalam lembaga itu) yang aktif dalam penanggulangan penyebaran HIV tersebut di Indonesia, atas dasar amar ma'ruf nahi mungkar tersebut. Oleh karena kondomisasi harus dirolak atas dasar amar ma'ruf nahi mungkar, maka harus ditempuh upaya penaggulangan penyakit AIDS yang bersifat strategis tanpa kondomisasi. Hal ini telah dibahas dalam Seri 206, 10 Desember 1995 dengan judul: Upaya Strategis Menangkal Penyakit AIDS. WaLlahu A'lamu bi shShawab. *** Makassar, 21 April 2002 [H.Muh.Nur Abdurrahman]
|
||||||||||||||
![]() |
hmna | ![]() |
|||||||||||||
hak cipta terpelihara HMNA |
|||||||||||||||