![]() |
SEKITAR LUMAJANG - ARTIKEL |
|
KOTA BAKSO Indeks Lumajang | Indeks Pokok | |
||
Sebutan kota Bakso ini saya berikan sebagai orang
pendatang ke Lumajang dengan persepsi mengharapkan kekhususan makanan kota
ini yang lain seperti di kota-kota di mana saya pernah tinggal.
Bulan November 2001, musim hujan, cuaca pagi gerah, sore dan malam sering dingin, kami (saya dan isteri saya) mulai pindah ke Lumajang. Saya bekerja pada suatu kelompok perusahaan yang utamanya mengolah kayu karet dan pinus untuk diekspor ke Jepang. Letak pabrik sekitar 7 KM dari pusat kota Lumajang. Pada hari-hari Minggu saya coba berkeliling kota ini untuk mencari tempat mangkal makan pagi, makan siang, dan makan malam kalau nanti kepingin demikian. Hasil survai? Puluhan depot dan warung bakso! Tiga (3) buah depot ikan bakar, lima (5) depot/warung sate kambing, 1 (satu) warung sate ayam, dua (2) warung rujak cingur dan gado-gado yang notabene tidak mempunyai tempat parkir mobil, kecuali satu (1) restoran ikan bakar, "Restauran Lina" yang terletak, 10 KM dari kota Lumajang! Ini berarti saya harus membiasakan diri menikmati makanan masakan isteri saya sepenuhnya (bersyukur isteri saya kalau memasak memang memenuhi selera makan saya). Ya, apa salahnya saya mencoba Bakso di warung bakso Dance di Jalan Brantas. Eh. Boleh juga bakso di sini. Ada bakso tenisnya (waktu itu hanya Rp 2.500/ satu mangkok) dan rasanya cocok dengan licah saya. Saya hati-hati "ngandok bakso" karena saya baca banyak pedagang bakso memakai "borax" suatu jenis zat kimia yang mencegah kebasian namun berbahaya bagi kesehatan manusia (tentunya juga satwa - penggemar bakso). Dari sejumlah teman kantor direkomendasikan untuk mencoba bakso di warung bakso Unyil di depan sekolah SD Katolik Susteran, dan di Labruk Lor. Kadang-kadang saya ditraktir oleh boss saya yang kalau lapar sering makan bakso di pabrik yang dijual oleh pedagang bakso yang diijinkan masuk areal pabrik (di sini Rp 1.500/mangkok) . Baru kemudian saya mengenal tempat "ngandok" bakso di dekat Alun-alun Lumajang. Di warung ini juga tersedia rujak cingur, pecel, dan ada pedagang surat kabar dan tabloit mingguan (belum ada pedagang majalah seperti di Kantor Pos Malang - saya bandingkan dengan Malang, karena saya lahir dan dibesarkan di sana, kemudian pada umur 24 mulai merantau ke Banyuwangi, Jakarta, Balikpapan, Samarinda, Bontang, Sangata, dan Mataram - NTB.) Oleh: G. Trisunjata
|
||
|
||
Ditampung oleh G. Trisunjata; 15 Desember 2004 |