![]() |
SEKITAR LUMAJANG - ARTIKEL |
|
Waduh, Jalannya Tertutup Indeks Lumajang | Indeks Pokok |
||
Pulang kantor mendekat magrib adalah bagian dari kehidupan
routin pekerja seperti saya. Dengan mobil Toyota Kijang 1996, saya
tenang-tenang melaju pulang melalui route biasa. Ini perlu untuk
melindungi diri saya dalam arti saya masing dalam cakupan program
perlindungan Kecelakaan Kerja Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja).
Perlindungan jaminan dari Jamsostek tidak berarti kita diberanikan untuk
lengah dalam mengendari. Ini perlindungan terhadap pekerja agar berangkat
dari rumah ke tempat kerjanya dan pulangya melalui route yang biasa bila
pekerja mengalami kecelakaan dapat hak santunan.
Namun .... waktu mau belok di Jalan Brantas, saya melihat ada tanda lalu baru "Dilarang masuk" lengkap dengan palang jalan menghalangi kendaraan masuk kecuali sepeda motor. Ini berarti saya harus lewat route yang tidak biasa. 20 meter dari tempat tersebut terlihat ada "terob" - tenda dengan hiasan-hiasan dan ucapan "Selamat Datang para tamu". Ada orang merayakan pernikahan keluarganya rupanya. INI KEKHUSUSAN KOTA LUMAJANG. Jalan ditutup untuk maksud pribadi seperti itu. Di mana saja di kota Lumajang. Karena saya sudah belajar berdialog diri untuk mengendalikan diri (anda dapat baca di e-book "Dialog Diri" yang dapat anda download dari situs ini), saya teruskan perjalanan saya ke jalan ke rumah saya yang satunya. Eh, di sini juga ditutup. Ini bagaimana? Ada dua jalan masuk ke daerah rumah sewaan saya, keduanya dipalangi tidak bisa masuk! Dan saya belum hapal jalan tikus di kota ini. Toko buku di sini (hanya satu!!) tidak menjual peta kota Lumajang. Entah tahun berapa Lumajang akan memiliki peta kotanya. Saya hentikan mobil dan bertanya pada orang-orang di sekitarnya jalan mana lagi supaya saya dapat ke Jalan Citarum. "Lewat Sumberrejo Pak!", jawab seseorang. Setelah menerima petunjuk seperlunya saya mengikuti petunjuk itu. Jalan putar jauh yang saya tidak pernah melaluinya. Modal saya hanya kebiasaan "paling-paling kesasar dan kalau kesasar ya balik lagi. Pengalaman kan? Plus Satu Tiap Hari." Eh, tahunya jalan itu cukup jauh, masuk ke desa-desa dan lewat jalur sawah tanpa penerangan. Setelah bertanya 2 kali lagi baru saya mendapatkan keyakinan bahwa jalan yang saya tempuh sudah benar. 30 menit kemudian baru saya sampai di rumah sewaan kami. Syukur kepada Tuhan. Apa pesan cerita ini (Jawa: "eliding crito/ dongeng/ inti cerita/pesan cerita"). Ini sub-budaya Lumajang. "Kurang peduli hak orang lain." Maaf, rekan-rekan Lumajang, ini kalimat lugas. Jalan yang saya biasa saya lewati tadi sebenarnya bisa dibuat separuh untuk lalu lintas umum, dan separuh lagi untuk kepentingan tenda pesta, seperti biasanya dibuat oleh rekan-rekan di kota lain (yang peduli hak orang lain). Kekurang-pedulian terhadap hak orang lain juga terjadi bila seseorang memperbaiki rumah. Jalan umum dipakai untuk menimbun pasir dan bahan bangunan! Separuh jalan dipakai, sedangkan sebenarnya bisa saja ditempatkan di halaman rumah, kalau mau! Pilihan anda? Ya, sebagai pendatang baru, saran saya "Terimalah sebagai pengalaman dengan hati dingin." Proaktif? Ya, jual ide perbaikan kebiasaan "menghargai hak orang lain" kepada orang yang telah anda kenal baik di kota tersebut. Oleh: G. Trisunjata
|
||
|
||
Ditampung oleh G. Trisunjata; 15 Desember 2004 |