BULAN kuning bulat di langit ketika Aram membuka jendela. Sambil menahan tangis dia berbisik. "Selamat tinggal bulan, mungkin besok kita tidak bertemu lagi. Besok saya akan pindah rumah bersama ibu dan bapak," katanya.

Aram termenung di depan jendela sambil menatap bulan keemasan yang tampak makin cantik, perlahan-lahan naik makin tinggi ke langit. Awan putih tipis menutupinya, angin malam terasa dingin. Aram menutup jendela setelah melambaikan tangan ke arah bulan yang indah.

Malam itu Aram tidak bisa tidur. Dia berpikir tentang teman-teman yang akan ditinggalkannya. Dia berpikir tentang tempat baru yang akan ditempatinya. Bagaimana kalau dia tak bisa lagi bertemu dengan teman-temannya setelah pindah. Bagaimana kalau tidak ada anak-anak teman bermain di tempat yang baru. Badannya terasa letih setelah ikut membantu ibu bapaknya mengemas barang untuk pindahan besok, tapi matanya sulit terpejam. Ibu bilang rumah baru mereka itu bagus, terletak di dekat bukit yang banyak pohon dan bunga-bunga. Tapi Aram ingin teman-temannya juga ada di sana. Semoga rumah baru itu tidak terlalu jauh, harapnya.

Aram akhirnya tertidur karena badannya yang letih dan matanya yang berat tidak lagi bisa menahan kantuk. Ketika terbangun keesokan harinya, Aram masih belum bisa melupakan ketakutannya. Dia takut pindah, tak suka berpisah dengan teman-temannya. Wajah Aram tampak cemas dan murung.

Pagi itu, teman-teman Aram datang dan berkumpul di depan rumahnya. Mereka ingin mengantar Aram pindah.  Mereka membantu menaikkan barang-barang Aram ke dalam truk. Kursi kecil, kotak mainan, meja kecil, kotak-kotak berisi buku dan tas pakaian Aram.

"Selamat tinggal Acil, Boni, Tio, Kumi, Dido," Aram terisak sambil menyalami temannya satu persatu. Acil, Boni, Tio, Kumi dan Dido merangkul Aram. Mata mereka juga tampak basah. "Nanti kita main lagi ya," kata Aram.

Ayah kemudian memanggil Aram untuk naik ke mobil. Barang mereka sudah diikat di bak belakang. Tak satu pun tersisa. Rumah lama mereka sudah kosong. Aram bisa melihat ruang depan rumah itu tampak seperti lebih luas kini setelah kosong. Bahkan satu gambar di dinding pun tak ada yang tersisa. Hatinya terasa kosong seperti ruangan itu juga. Dia ingin tetap di sini.

Ketika mobil mulai berjalan menjauh, Aram mengarahkan pandangannya ke belakang. Dia melambai-lambai lagi kepada teman-temannya yang ikut berlarian di belakang mobil, melepas kepergian sahabat mereka. Lama kelamaan mereka tidak bisa lagi mengiringi laju mobil. Makin lama sosok Acil, Boni, Tio, Kumi dan Dido semakin jauh dan mengecil. Aram tak mau melepas pandangan dari mereka. Tapi akhirnya sahabat-sahabat Aram hilang dari pandangannya.

Mobil telah jauh dari rumah lama mereka dan kini berkelok masuk ke tempat yang belum pernah diketahui Aram. Aram kecut, matanya melihat ke kiri dan ke kanan. Dia merasa takut berada di tempat yang tak dikenalnya. Ibu dan bapaknya mencoba menenangkan Aram dengan menyebutkan nama-nama tempat yang mereka lewati.

Tak lama kemudian mobil berhenti di depan sebuah rumah kecil berwarna kuning muda dengan atap genteng merah tua. Wajah ibu dan bapak tampak gembira melihat rumah yang baru dan bagus itu, namun si kecil Aram lesu dan murung.

"Ini rumah baru kita," kata Bapak. "Ayo turun."

Bapak membuka pintu rumah. Rumah baru ini masih bersih dan harum. Dinding ruang tamunya berwarna putih dengan cat yang masih bagus. Kamar Aram terletak di dekat ruang tengah dengan jendela menghadap ke taman dengan kolam kecil. Aram tak bergeming melihat kamarnya yang baru.

Barang-barang diturunkan dari mobil. Aram membantu mengangkut barang-barang kecil miliknya ke kamar yang baru. Hari mulai senja. Langit kemerahan. Setelah semua barang dimasukkan ke dalam rumah, ibu menyiapkan makan malam. Aram merasakan sepi yang luar biasa di rumahnya yang baru.

Ketika akan tidur dia merasa kamarnya begitu luas dan menakutkan. Dia ingin tidur di kamar ibunya, tapi dia sudah terlalu besar. Barang-barangnya kebanyakan masih berada di dalam kotak dan bungkusan-bungkusang yang belum dibongkar. Kamar itu terasa asing.

Aram sulit lagi memjamkan mata meski badannya terasa letih. Dia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke arah jendela. Dibukanya jendela, angin malam terasa segar. Ketika dia menengadah ke langit, Aram tersentak. Ada bulan di sana. Hatinya melompat bahagia. Seorang teman yang sudah ditinggalkannya di tempat yang lama ternyata masih bisa ditemuinya di tempat yang baru. Aram merasakan kehangatan seorang sahabat lama menyelusup ke dalam hatinya. "Terima kasih bulan," bisiknya. Diam-diam dia yakin besok pasti dia bertemu anak-anak yang bisa menjadi teman barunya.

Dengan jendela yang dibiarkan terbuka, Aram tertidur di kamar barunya. Sinar bulan mengantarkannya ke alam mimpi, bertemu lagi sahabat-sahabat lama, Acil, Boni, Tio, Kumi dan Dido.[]

Tokyo, Januari 2003. Tidak dipublikasikan


Kembali ke Halaman Depan