DATANGLAH ke sebuah kios di dalam stasiun kereta mana pun di Jepang, Anda akan melihat berbagai majalah komik setebal kamus berjejer dan menumpuk di depannya. Majalah itu tampak begitu populer. Banyak penumpang kereta, remaja maupun dewasa, kelihatan asyik melahap sketsa hitam-putih itu dalam perjalanan, lantas membuangnya begitu saja di tempat sampah setelah selesai. Pemungut majalah bekas kemudian mengumpulkannya untuk didaur ulang, dijual ke toko buku bekas.
Budaya perkomikan Jepang telah mengakar dan merambat jauh dalam masyarakatnya. Di tengah kecenderungan menurunnya grafik pembelian dan pembacaan buku di Jepang, penjualan komik tak tampak lesu. Sekitar empat puluh persen produk penerbitan Jepang saat ini berbentuk komik. Setiap bulannya terbit kurang lebih 350 hingga 500 buku komik. Dua belas komik terbit sebagai majalah mingguan, yang terpopuler di antaranya adalah Shonen Magazine dengan tiras empat juta eksemplar setiap pekan.
Membaca komik (manga) merupakan kegiatan di waktu luang yang lebih mudah dan murah dibanding ke bioskop atau membaca novel, dan bahkan mungkin lebih digemari dibanding menonton televisi dan mendengarkan musik. Bacaan yang ditawarkan dalam bentuk komik juga beraneka ragam. Ada buku "how-to", buku-buku akademik, dan pengantar untuk bidang-bidang ilmu seperti hukum atau ekonomi. Berbagai perusahaan juga menggunakan bentuk komik untuk brosur dan iklannya.
Manga untuk anak sekolah dasar ditulis dalam bahasa yang mudah dimengerti, dengan cerita sederhana dan lucu. Manga untuk anak sekolah menengah dan atas menyinggung soal keremajaan seperti masalah cinta, mengenal lawan jenis, atau tekanan di sekolah. Manga untuk orang dewasa sering menceritakan situasi imajiner di sebuah perusahaan. Dalam manga yang berbentuk serial, tokoh dalam ceritanya ikut bertumbuh, menjadi dewasa, menikah, menjadi orangtua, dan membesarkan anak-anaknya. Mereka melalui tahap-tahap kehidupan yang sama dengan pembacanya. Ada pula manga yang ditulis untuk kelompok pembaca setengah baya, bahkan untuk orang lanjut usia. Bukan hanya berdasarkan kelompok umur, ada komik dengan target pembaca berhobi khusus, seperti mahjong, memancing, golf, dan pachinko. Juga ada komik cerita genre seperti sains-fiksi, horor, misteri, serta adaptasi literatur klasik dan pengantar sejarah.
Film seri televisi maupun layar lebar berdasarkan komik yang populer serta barang-barang dengan karakter komik tak pernah urung meraih sukses di pasar. Beberapa tahun belakangan bermunculan pula kafe-kafe manga yang menyediakan ratusan komik untuk dibaca pelanggan sambil menikmati secangkir kopi. Komik pun barangkali bisa membantu menyelamatkan ekonomi Jepang yang sedang goyah. Beberapa pemerintah daerah menggunakannya untuk memancing wisatawan.
Kota Kawakami di Okayama-ken adalah pelopor dalam soal ini. Pada 1994, kota ini membuka museum komik yang menyimpan edisi-edisi awal majalah komik dari beberapa dekade yang lalu, edisi orisinal komik klasik yang populer seperti Tetsuwan Atom (Astro Boy) dan Tetsujin 28-go (Gigantor), serta edisi langka lainnya.
Anpanman, tokoh komik berkepala roti isi kacang-merah giling yang sangat populer di kalangan anak usia prasekolah dan sekolah dasar, punya museumnya sendiri di Kahoku, Kochi-ken, sejak 1996. Kota Kahoku merupakan tempat asal pencipta karakter ini. Kebanyakan fasilitas publik yang terkait dengan komik di seluruh Jepang memang didirikan untuk mengenang para kartunis dan komikus yang lahir di daerahnya. Kota Takarazuka di Hyogo-ken mendirikan museum yang dipersembahkan untuk Osamu Tezuka (1926-1989), pengarang Tetsuwan Atom dan berbagai karya lain yang terkenal.
Kota Masuda di Akita-ken, tempat kelahiran Tsurikichi Sanpei, pengarang Fishing-Crazy Sanpei, juga mendirikan museum manga. Pada sebuah jalan sepanjang 800 meter yang melintasi kota Sakai Minato di Tottori-ken berjejer 80 patung perunggu berbentuk makhluk-makhluk supranatural yang muncul dalam serial Gegege no Kitaro, yang ditulis oleh seorang penduduk asli kota itu. Masih di Tottori-ken, kota Daiei, tempat asal pencipta komik Maitantei Conan (Detektif Conan), membuat "Conan Avenue" untuk menyainginnya.
Museum manga baru akan terus bermunculan. Kota Ishinomaki di Miyagi-ken pada tahun ini akan membuka museum untuk mengenang Shotaro Ishinomori (1938-1998), seorang komikus termasyhur yang lahir di sana. Sebuah distrik perbelanjaan di kota Shimizu, di Shizuoka-ken, berencana mendirikan museum yang akan ditujukan khusus untuk karakter Chibimaruko-chan, sebuah serial semiautobiografis yang ditulis oleh seorang komikus kelahiran kota itu.
Jika Anda seorang otaku (penggemar berat) manga yang sempat berkunjung ke Jepang, Anda tentu tidak akan lupa untuk singgah ke kota-kota komik ini. Manga punya kekuatan untuk menjadikan pembacanya cinta akan apa pun yang terkait dengan karakter dalam ceritanya. Tak heran jika industri merchandising dan film (anime) yang terkait dengan sebuah manga yang populer selalu berhasil menarik minat konsumen. Sebagai dua budaya pop Jepang yang telah menjalar ke seluruh dunia, manga dan anime tampaknya memang bisa menjadi sumber pemasukan daerah yang handal.[]
Tokyo, Februari 2002. Pernah dimuat di Rubrik Sakura Mizan Online
Kembali ke Halaman Depan