The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Pattimura
Maps
Ambon Info
Help Ambon
Statistics
Links
References
Referral

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024
& 1367286044


Ambon Island 

 

AMBON Berdarah On-Line
About Us

 

 

  Ambon Island

  Ambon City

 

 

   Latupatti

  Want to Help?

BERITA HARIAN UMUM SIWALIMA
EDISI: Sabtu, 05 Mei 2001

  1. Laskar Jihad Harus Tahu Diri, RI bukan Negara Agama
  2. Attamimi Dinilai Pemberontakan
  3. Hari Ini, Polda Serahkan BAP Manuputty
  4. Keliru Nilai Dewan 'Tidur Melulu'
  5. Rakyat Maluku Butuh Tim Monitoring HAM Internasional


Panglima Laskar Jihad Diciduk Polisi
Ambon Siaga I, Atamimi Tunggu Giliran (?)

Surabaya, Siwalima

Polemik seputar peran yang dimainkan Panglima Laskar Jihad Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah, Ustad Ja'far Umar Thalib di Maluku tampaknya akan segera berakhir dengan proses hukum terhadapnya. Buktinya, kemarin pagi, polisi menciduk Ja'far Umar Thalib di Surabaya, Jawa Timur, dan langsung digelandang ke Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut berkaitan dengan tuduhan bahwa dirinya telah melakukan sejumlah tindakan kriminal.

Ja'far Umar Thalib digelandang aparat kepolisian ke Markas Besar Polri di Blok M, Jakarta setelah sebelumnya diciduk di Surabaya dalam pengawalan ekstra ketat dari aparat kepolisian. Ia tetap tampil dengan pakaian khas seorang pemimpin ummat Muslim --jubah putih dan tutup kepala putih. Jenggot khasnya pun masih menghiasi wajahnya. Sesekali ia tampak tersenyum, ketika dikerumuni wartawan di Mabes Polri.

Menurut Ja'far yang ditemui wartawan sebelum shalat Jumat di Mabes Polri, kemarin, dirinya ditangkap dengan alasan telah dua kali dipanggil tidak mau datang. Namun dia sendiri mengaku kalau dirinya sama sekali tidak pernah menerima surat penggilan. Dalam surat panggilan itu, jelas dia, dirinya dituduh membangkitkan rasa permusuhan, pembunuhan dan penganiayaan.

Namun demikian, Ja'far menolak semua tuduhan itu. Dia malah balik menuding kepolisian telah membuat tuduhan yang mengada-ada. Ya, "Tuduhan itu adalah hal yang dibuat-buat," tandasnya.

Yang menarik, Ja'far sendiri mengaku sudah tahu kalau dirinya bakal diciduk aparat kepolisian. Ya, "Saya sudah tahu rencana penangkapan terhadap saya empat bulan yang lalu, ketika Keuskupan Amboina, Uskup Mandagi mengatakan bahwa nasib Ja'far akan sama seperti mantan Wakil Panglima Pejuang Pro Integrasi (PPI) Timtim, Eurico Guterres," kata Ustad Ja'far Umar Thalib, yang kemarin tampak didampingi oleh Eggy Sudjana sebagai pengacaranya.

Karena keberatan dengan penangkapan, penahanan dan tuduhan telah melakukan tindakan kriminal yang dialamatkan kepadanya, Ustad Ja'far menegaskan bahwa dirinya akan menempuh jalur hukum. Namun ia tidak merinci apakah akan menempuh proses gugatan praperadilan atau jalur lainnya. Yang jelas, kata dia, dirinya akan menempuh proses hukum atas tindakan kepolisian kepadanya.

Sementara ketika ditanya bagaimana jika pasukan Laskar Jihad Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah marah dengan penahanan dirinya, Ja'far mengatakan, "Ya itu tugas Polri."

Sementara, Kapolri Jenderal Polisi Surojo Bimantoro yang ditemui usai shalat Jumat menyatakan bahwa dari hasil penyelidikan awal yang dilakukan, Ja'far bisa dijatuhi hukuman atas tuduhan provokasi dan penjatuhan hukuman rajam bagi anggotanya. Polisi, menurut Kapolri, telah membaca wawancara Ja'far Umar Thalib di sebuah majalah tentang hal itu. "Ini kan bertentangan dengan hukum positif yang berlaku. Ia kita tangkap tadi pagi di Surabaya dan hari ini (kemarin-Red) segera diproses. Kita kan memulai tahap penyidikan dan akan dimulai dari Polda Maluku," ujarnya.

Berkaitan dengan hukuman yang akan dijatuhkan atas tuduhan tersebut, Kapolri mengatakan tergantung kepentingan penyidikan.

Ketika ditanya bagaimana seandainya tokoh-tokoh Islam datang ke Mabes Polri sehubungan dengan penangkapan ini, Kapolri menyatakan, "Ya kalau mau datang silakan saja. Itu kan hal wajar sebatas tidak melanggar ketentuan hukum positif."

Sebagaimana diberitakan Siwalima, kemarin, Ja'far Umat Thalib mengaku kalau sejak 10 Maret lalu telah diberlakukan syariat Islam di Maluku. Akibatnya, empat orang dibunuh karena dianggap telah melanggar hukum Islam. Bahkan, seorang anggota Laskar Jihad Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah asal Surabaya dihukum rajam hingga tewas di Desa Ahuru, Kecamatan Sirimau, gara-gara dilaporkan telah memperkosa seorang pembantu rumah tangga di Ponegoro, Kecamatan Nusaniwe, Ambon.

Menurut catatan Siwalima, sejak kedatangannya ke Kota Ambon, awal April 2000 lalu, Laskar Jihad Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah telah menyulut kontroversi di masyarakat. Sejumlah tragedi bumi hangus perkampungan Kristen disebut-sebut ikut pula dimainkan oleh Laskar Jihad, seperti kasus bumi hangus pemukiman penduduk di Poka, Rumahtiga, Wailela dan sejumlah perkampungan lainnya. Pun, ada yang mensinyalir kalau Laskar Jihad pimpinan Ja'far Umar Thalib terlibat dalam kasus Islamisasi paksa terhadap umat Kristen di sejumlah daerah di Maluku.

Siwalima sendiri pernah diancam akan dihabisi dan diratakan dengan tanah oleh Ustad Ja'far Umar Thalib saat hendak dikonfirmasi melalui handponenya di tengah suasana tegang pada pertengahan tahun lalu. Namun saat ditanya apakah betul yang menerima telepon adalah Ja'far Umar Thalib, penerima telepon mengaku kalau dirinya bukan Ustad Ja'far, walau nomor handpone yang dihubungi adalah milik Ustad Ja'far.

Ustad Ja'far sendiri pernah dipersoalkan di Ambon berkaitan dengan khotbahnya pada Tabligh Akbar di Mesjid Raya Al-Fatah Ambon. Ketika itu, Siwalima juga dimintai keterangan sebagai saksi karena telah memberitakan Tabligh Akbar tersebut. Sayangnya, kasus tersebut kemudian tidak jelas juntrungannya. Malah, kemudian terjadi silaturahmi PDSD Maluku dengan Ja'far Umar Thalib dan kawan-kawannya di Mapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Polda Maluku maupun PDSD Maluku selama ini ketika dikonfirmasikan soal tuntutan agar Ja'far Umar Thalib diproses secara hukum selalu menyatakan bahwa mereka harus mempertimbangkan secara matang dampaknya terhadap iklim kondusif yang mulai berlangsung di Maluku. Bahkan, sampai kemarin, sumber Siwalima di Mapolda Maluku menuturkan bahwa pihak Polda tidak lagi menangani kasus Ja'far Umar Thalib dan Laskar Jihad. "Sekarang itu menjadi urusan Mabes Polri," jelas sumber di Mapolda, kemarin.

Gubernur Maluku Dr. Ir. Saleh Latuconsina, Kapolda Maluku Brigjen Polisi Firman Gani dan Pangdam XVI/Pattimura Brigjen TNI I Made Yasa yang hendak dikonfirmasikan soal antisipasi kemungkinan terjadinya ketegangan di Kota Ambon berkaitan dengan penangkapan Ja'far Umar Thalib, sedang tidak berada di tempat. Gubernur Latuconsina masih berada di Jakarta, sedangkan Kapolda dan Pangdam sedang melakukan perjalanan dinas ke Ternate.

Siaga Satu
Sementara itu, sumber-sumber Siwalima di Mapolda Maluku, kemarin petang, menyatakan, sejak ditangkapnya Ja'far Umar Thalib di Surabaya, Ambon dinyatakan dalam status siaga satu. Aparat kepolisian maupun TNI dikabarkan sudah diperintahkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya ketegangan di Kota Ambon.

Kapolda Firman Gani sendiri rupanya sudah tahu kalau Ja'far Umar Thalib sudah ditangkap sebelum dirinya bertolak ke Ternate. Pasalnya, saat ditanya Siwalima soal kemungkinan polisi mencokok Panglima Laskar Jihad itu, Kapolda tersenyum dan hanya berkata, "Dia (Ja'far Umar Thalib-Red) sudah lulus".

Bagaimana dengan Ustad Mohammad Attamimi? Apakah Attamimi juga akan ditangkap polisi? Kapolda hanya menuturkan, "Kasih kepercayaan kepada polisi untuk menanganinya."

Ditegaskan bahwa semua perbuatan harus dipertanggungjawabkan. "Kita kan negara hukum dan kalau tidak hari ini berarti besok," tandas Kapolda, tanpa menjelaskan secara pasti kapan pihak kepolisian akan menciduk Attamimi atau pihak lainnya yang disinyalir terus memprovokasi massa.

Oleh karena itu, sambung Kapolda Firman Gani, "Saya juga minta kepada tokoh-tokoh Islam maupun Kristen supaya berhenti melakukan provokasi maupun penghujatan kepada umat. Saya juga mengharapkan kepada umat secara keseluruhan agar melakukan suatu introspeksi. Berikan kesempatan kepada PDS untuk menyelesaikan permasalahan ini satu per satu."

Dijelaskan bahwa pihaknya sudah menyepakati langkah-langkah Polda dalam membantu penyelesaian konflik Maluku. Langkah pertama, papar dia, adalah menuntaskan keterlibatan anggota polisi dalam konflik. "Ini mempunyai waktu panjang, karena bagaimana kita mau melakukan penegakan hukum kalau semua perintah untuk penegakan hukum dikeluarkan secara keseluruhan. Ini kan harus dilakukan satu per satu, dan kalau tidak dikeluarkan lebih susah lagi karena dia (polisi) ada disini tetapi terlibat. Nah kita mesti yakin dulu bahwa betul sekarang sudah tidak ada, atau minimal sedikit sekali, anggota yang terlibat karena sudah dilakukan pendekatan-pendekatan hukum," papar Firman Gani.

Ia juga menghimbau para elit politik untuk memahami langkah-langkah yang telah disepakatinya. Ya, "Saya minta supaya elit politik umat Kristen dan Islam bisa mengerti ini supaya langkah-langkahnya bertahap dan tidak mengobarkan kerusuhan baru, ya kalau misalnya kita melakukan penegakan hukum secara tegas pada waktu itu dimana keterlibatan anggota Polisi masih banyak saya kira korban juga akan jatuh banyak," ujar Kapolda.

Dijelaskan bahwa pihaknya sudah melaporkan berbagai persoalan di Polda Maluku kepada Kapolri. Ya, "Masalah ini juga sudah laporkan kepada bapak Kapolri empat hari yang lalu saat saya berjumpa dengan beliau di Jakarta, bahwa keterlibatan anggota sudah bisa dikurangi secara signifikan dan kita sudah bisa melakukan penegakan hukum secara tegas. Oleh karenanya, kita akan dibantu oleh pihak Jakarta didalam melakukan penegakan hukum tersebut, baik terhadap orang Islam yang melakukan provokasi maupaun orang Kristen, dan kita yakin kapolri akan melakukan langkah-langkah yang bisa menyelesaikan masalah ini," tuturnya, optimis.

Dia menambahkan, "Kapolri mengarahkan kita tetap melakukan penegakan hukum dengan tetap menjaga konflik ini tidak berlanjut dan kalau ada resiko maka kita hadapi bersama dengan pihak TNI dan seluruh masyarakat."

Oleh sebab itu, sambung dia, "Masyarakat Islam dan Kristen juga harus mendukung kalau mereka memang menginginkan perdamaian ini. Jangan sampai orang berpikir bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani masalah ini tetapi sebenarnya masyarakat Maluku Islam-Kristen yang kurang bisa mendukung upaya-upaya serius yang dilakukan oleh pemerintah kendati itu semua merupakan trauma yang dialami oleh kedua komunitas."

Disinggung soal radio Suara Perjuangan Muslim Maluku (SPMM), Kapolda Firman Gani menandaskan, "Ya, berikan kesempatan kepada saya untuk melakukan langkah-langkah kedepan dan percaya ini akan dilakukan sesuai dengan upaya penegakan hukum yang sementara kita kiatkan, dan saya percaya bahwa kapolri, kapolda dan seluruh masyarakat cinta kepada masyarakat Indonesia."(kcm/S10)


Soal Pemberlakukan Syariat Islam di Ambon
Laskar Jihad Harus Tahu Diri, RI bukan Negara Agama

Ambon, Siwalima

Pemberlakuan syariat Islam di Ambon membuktikan bahwa Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal-Jamaah tidak lagi mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kesatuan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bahkan, Laskar Jihad dinilai tengah berusaha membentuk negara dalam negara. Atau, dapat disebut sebagai kelompok separatis.

Demikian simpul pendapat yang dihimpun Siwalima dari anggota komisi politik DPRD Kota Ambon dari FPDI-P, Rein Toumahuw, SH dan pengamat hukum Unpatti, George Leasa, SH, MH di Ambon, kemarin. Keduanya, dimintai komentar soal pemberitaan Gatra yang mengutip Panglima Laskar Jihad Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah, Ja'far Umar Thalib bahwa telah diberlakukan syariat Islam di Ambon sejak 10 Maret lalu.

Toumahow mengatakan, pemberlakuan syariat Islam yang mengakibatkan terjadinya pembunuhan seorang anggota Laskar Jihad dengan hukum rajam merupakan bukti nyata bahwa Laskar Jihad melakukan makar. Ya, "Itu adalah bukti, Laskar Jihad sudah melakukan tindakan makar dan disintegrasi yang mengarah pada penghancuran bangsa dan pemisahan dari NKRI. Olehnya, PDSDM harus mengambil tindakan tegas terhadap Laskar Jihad serta mementahkan syariat Islam tersebut, karena apapun alasannya negara ini bukan negara agama atau negara Islam," ujarnya.

Menurut praktisi hukum ini, PDSD Maluku telah melakukan diskriminasi dala penerapan hukum di daerah ini. "Seperti PDSDM hanya mengadili pimpinan eksekutif Front Kedaulatan Maluku, terkait dengan pengibaran bendera RMS yang tidak menimbulkan ekses negatif bagi masyarakat, sedangkan pimpinan Laskar Jihad yang sebelumnya sudah melakukan tindakan makar dan membuat provokasi tidak ditangkap dan diadili, serta anggota DPRD Maluku, Kutni Tuhepaly yang tertangkap tangan membawa bom saja tidak diproses. Lalu rakyat mau bicara apa lagi tentang hukum," ucap dia, bertanya-tanya.

Dikatakan, pemberlakukan syariat Islam adalah suatu bentuk kejahatan yang lebih hebat daripada RMS. "Karena syariat Islam berarti mengganti ideologi bangsa. Untuk itu, PDSDM harus menindak Laskar Jihad. Dan sangat disesalkan supremasi hukum yang selama ini dipuja tidak bisa menjadi panglima, karena hanya diterapkan bagi kelompok tertentu, dan ditakutkan kelompok yang selalu ditindak akan habis kesabarannya serta menumpahkan kekesalannya dengan tindakan yang mungkin saja lebih besar dari sebelumnya," tandasnya, dan menambahkan agar syariat Islam tidak diterapkan di daerah ini.

Toumahuw menilai pemberlakuan syariat Islam di Ambon merupakan sesuatu yang konyol yang dilakukan oleh orang-orang frustasi yang tersingkir dari pemerintahan Orde Baru. Dia juga menilai Usthad Moh. Attamimi sebagai corong Laksar Jihad yang sedang membuat trik-trik politik untuk menduduki kursi ketua MUI Maluku. "Untuk itu, saya ingin himbau kepada warga Muslim Ambon agar hati-hati dalam menyikapi berbagai persoalan yang terjadi, karena saya juga kasihan terhadap warga Muslim Ambon yang secara tidak langsung sedang dijajah oleh orang luar. Untuk itu, Muslim Ambon harus membantu PDSDM memulangkan Laskar Jihad," tuturnya, berharap.

Diungkapkan pula bahwa masalah pemberlakuan syariat Islam merupakan perhatian serius dari Dewan Kota Ambon. "Karena secara rasio, tidak mungkin syariat Islam ini diakui oleh seluruh warga Muslim dan kalau Jaffar katakan bahwa ini merupakan kesepakatan dengan Muslim Ambon, maka ini merupakan kebohongan besar yang telah diciptakan oleh Jaffar, karena sepengetahuan saya, Muslim Ambon itu cinta damai," tutur Toumahuw.

Selain itu, kata dia, syariat Islam tidak direkomendasikan masuk dalam hukum positif dan tidak dinyatakan berlaku secara nasional. "Untuk itu, syariat Islam tersebut tidak boleh diberlakukan, dan seharusnya Laskar Jihad tahu diri, bahwa dia itu siapa?" ucap dia.

Di tempat terpisah, Leasa menegaskan bahwa pemberlakuan syariat Islam di Maluku merupakan sebuah gerakan separatis. Sebab tindakan ini sudah berada di luar ideologi NKRI. "Ini benar-benar separatis. Kalau negara ini berdasarkan asas Islam, barangkali boleh-boleh saja. Tapi ini kan tidak. Negara kita berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang berlaku universal. Nah, kalau sekarang sudah berlakukan Syariat Islam pada daerah ini yang merupakan bagian dari wilayah NKRI, berarti sudah bertentangan dengan ideologi negara dan hukum yang berlaku di Indonesia," tegasnya.

Menurutnya, syariat Islam adalah hukum yang berlaku bagi umat Islam berdasarkan pada Al-Quran. Tapi hukum yang berlaku bagi warga negara Indonesia (WNI) adalah hukum positif. "Nah, kalau pemberlakuan syariat Islam mau dipaksakan pemberlakuannya bagi warga negara Indonesia, maka sudah berada di luar koridor NKRI. Negara kita menghendaki unifikasi hukum. Itu berarti, ada satu hukum yang berlaku di Indonesia. Sehingga yang berhak memberikan hukuman mati kepada orang, itu negara punya hak. Itu-pun kalau perbuatan seseorang itu, secara kemanusiaan tidak bisa dipertanggungjawabkan lagi. Jadi kalau ada pemberlakuan hukum yang lain, selain hukum positif, maka ini sudah bertindak di luar NKRI," papar Leasa.

Jadi, sambung dia, "PDSD Maluku punya alasan yang kuat untuk menangkap pelaku perajaman tersebut. Masak, mereka dibiarkan menerapkan ketentuan hukum di luar hukum positif yang berlaku di negara ini. Tindakan mereka ini sudah di luar hukum positif yang berlaku. Ini berarti mereka telah bertindak di luar konsep NKRI. Nah, kalau sudah begini berarti separatis namanya."

Dijelaskan bahwa negara hukum menghendaki adanya unifikasi hukum atau suatu kesatuan hukum bagi seluruh warga Indonesia tanpa pandang bulu, tanpa membedakan agama, golongan suku. "Jadi kalau ada pemaksaan kehendak seperti itu, maka otomatis berada di luar NKRI, dan ini sebuah pemberontakan terhadap negara," jelas Leasa.

Dia berharap agar PDSD Maluku menyikapi masalah ini secara serius. "Kalau tiap hari orang dibunuh seperti itu, lalu menjustifikasi dengan syariat Islam. Wah, ini bisa berbahaya. Apa benar di Indonesia seperti itu hukumnya. Kalau di luar Indonesia, barangkali. Ya, kalau ada orang melakukan kejahatan, negara yang akan memberikan hukuman bukan individu atau kelompok yang menghukum. Jadi PDSD Maluku jangan tinggal diam dengan persoalan ini. Ini bentuk separatisme. Dan ini sangat berbahaya. Karena hal ini akan menimbulkan kehancuran bagi bangsa ini," tandas Leasa, mengingatkan.

Senada dengan Leasa, praktisi hukum Nelson Sianressy, SH menandaskan bahwa RI merupakan negara hukum (rechtstaat) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, bukan negara kekuasaan (machstaat) atau negara Islam. "Indonesia terdiri dari beberapa komponen yang berbeda dengan salah satu komponen yaitu agama yang berbeda-beda dan semua komponen yang ada dalam negara harus tunduk kepada aturan yang ada dalam negara ini. Kira-kira syariat ini datangnya dari mana? Mari kita melihat kembali sejarah terbentuknya negara Indonesia. Secara konstituante pun kita bangsa Indonesia sudah menerima kesepakatan-kesepakatan pendahulu kita," jelasnya sembari mengingatkan bahwa apa yang dilakukan Laskar Jihad merupakan sesuatu yang mustahil.

Menurut dia, masalah pemberlakuan syariat Islam tidak boleh hanya menjadi perhatian PDSD saja, tetapi juga PDSP. "Cuma yang sekarang bertanggung jawab menangani hal ini dengan segera yaitu PDSD sehingga masyarakat atau golongan tertentu tidak membuat hukum sendiri, membentuk dualisme hukum atau bahkan pluralisme hukum yang sangat bertentangan dengan hukum positif," ujar Sianressy.

Komitmen Islam
Sementara itu, anggota FPDI-P DPRD Maluku, Chris Sahetapy menuturkan bahwa syariat Islam merupakan komitmen Islam sejak Indonesia merdeka untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dengan memasukan Piagam Jakarta pada UUD 1945 pasal 29 ayat 2. "Hal itu ditolak oleh ketiga tokoh founding father dari Indoensia timur, yakni Sam Ratulangie, dr. Leimena dan Latuharihari. Ketiga tokoh ini yang menolak pemberlakuan syariat Islam," ungkapnya.

Dikatakan, komitmen Indonesia untuk tetap membangun republik ini memang benar-benar menjadi negara yang menghormati agama-agama yang ada. "Sehingga pembukaan UUD 1945 alenea 4, pasal 27, 29 hingga 32 merupakan harga mati bagi NKRI. Dengan demikian, akan terlihat bahwa Indonesia benar-benar melaksanakan pemerintahannya dan tidak terjadi diskriminasi antara suku, agama dan ras," jelasnya.

Ditanya apakah pemberlakuan syariat Islam di Maluku merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum, Sahetapy menegaskan, "Bagi saya, ya sudah tentu merupakan pelanggaran hukum. Dan, saya yakin bahwa PDSD sudah mengetahui hal itu. Kalau PDSD tahu itu yang sementara ini di perjuangkan oleh kelompok Islam fundamentalis, semenjak kemerdekaan Islam yang dibawah oleh Kartosuwiryo sebagai pimpinannya.dan itu harus dilawan. Tetapi lain yang terjadi karena PDSD Maluku tidak pernah mengeluarkan perintah untuk melarang hal itu." (S15/S12/CR1/S14)


Attamimi Dinilai Pemberontakan
Saad: Larangannya Salah!

Ambon, Siwalima

Larangan yang dikeluarkan Satgas Amar Ma-ruf Nahi Mungkar pimpinan Ustad Attamimi merupakan sebuah konsep di luar NKRI. Attamimi selain dinilai sebagai pemberontak/pengacau, juga dinilai telah menentang kebijakan pemerintah.

"Kenapa saya katakan begitu, negara ini memberikan jaminan hak hidup, untuk hidup berdampingan satu dengan yang lain, tanpa membedakan suku, agama dan ras. Jadi kalau ada yang melarang satu kelompok berhubungan dengan kelompok yang lain, merupakan pikiran yang sudah berada di luar koridor NKRI. Dan dia dan kelompoknya telah mengacaukan semua kebijakan PDS untuk mewujudkan rekonsiliasi," tandas Pejabat Sementara Dekan Fakultas Hukum Unpatti, George Leasa, SH, MHum kepada Siwalima, kemarin di Ambon.

Menurutnya, Attamimi dan kelompoknya sangat menentang keras orang atau kelompok yang berada atau bicara sesuatu yang berada di luar NKRI. "Misalnya Front Kedaulatan Maluku (FKM) yang mereka soroti akhir-akhir ini. Tapi justru mereka sendiri berpikir, bertindak di luar NKRI".

"Masa, pemerintah sementara mengupayakan terwujudnya rekonsiliasi, kok, Attamimi malah, berusaha untuk mengacaukannya dengan melarang kedua komunitas untuk saling berhubungan. Dan ini sudah nyata-nyata dinyatakan. Jadi PDSD Maluku tidak susah-susah lagi untuk mencari, siapa menentang rekonsiliasi. Ini sama saja dengan perang terhadap negara atau memberontak terhadap negara. Sebab pemerintah menginginkan ini, dia berkeinginan lain," papar Leasa.

Dikatakan, pemikiran Attamimi jelas sudah berada di luar NKRI. Oleh karena itu PDSD harus segera menangkap Attamimi. "Dan PDSD jangan bilang bahwa sulit mencari provokatornya. Sebab ini hanya membodohi masyarakat. Kan, tinggal ditangkap, orangnya sudah jelas kok. Kalau PDSD katakan bahwa memiliki kewenangan yang terbatas, itu sangat keliru. Dr Saleh Latuconsina, harus ingat bahwa dia bukan Pemerintah Darurat Sipil, tapi Penguasa Darurat Sipil. Jadi semi otoriter. Kasarnya saya bisa katakan bahwa nafasnya PDSD saja, itu sudah menjadi hukum bagi daerah ini. Kewenangan itu ada, tapi tergantung dari PDSD, mau atau tidak," kata Leasa.

Ditambahkan, basudara Salam-Sarani yang mengadakan transaksi jual beli, itu menandakan bahwa kita saling membutuhkan. "Dan ini tidak bisa dipungkiri oleh siapapun atau kelompok manapun. Sebab ini ciri sebuah kehidupan yang berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Leasa.

Larangannya Salah
Senada dengan Leasa, Wakil Ketua DPRD Maluku, Kolonel Art. Moch Saad, SIP, menilai larangan transaksi yang dikeluarkan Pimpinan Satgas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar, Ustad Mohammad Attamimi kepada para agen transaksi Salam agar tidak melakukan transaksi dengan agen Sarani dinilai sebagai sebuah bentuk pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia (HAM).

"Apabila ada tindakan dari oknum yang melarang untuk tidak terjadinya transaksi agen Salam dengan agen Sarani, itu merupakan hal yang salah. Karena upaya rekonsiliasi yang digulirkan sejak Januari 1999 dan sudah mulai berhasil. Mengapa di tahun 2001 ini harus ada lagi pembatasan-pembatasan," ungkapnya kepada Siwalima, kemarin.

Dikatakan, dirinya sudah melihat ada perkembangan dikalangan grass root untuk melakukan upaya rekonsiliasi. "Saya melihat para pedangang membuat transaksi jual beli tanpa memandang latar belakang mereka. Sehingga jika memang ada yang melarang untuk penghentian transaksi, ya kita ketuk pintu hatinya. Apakah sudah benar melarang seseorang untuk mencari nafkah? wong, mereka nafkahnya hanya disitu," kata Saad.

Dikatakannya, tidak ada suatu agama pun yang menganjurkan untuk saling berkelahi dan saling membunuh. "Rekonsiliasi ini mengajak kita untuk kembali bersatu, dan melupakan rasa dendam yang ada. Apabila dendam selalu diikuti maka kedamaian itu tidak pernah ada".

"Sebagai manusia kita hidup saling membutuhkan. Dan jangan kita melihat kelas, jangan melihat etnis dan jangan melihat kelompok agama. Mari kita bersatu kembali," tandasnya.

Mengenai langkah yang akan diambil oleh dewan terhadap oknum-oknum provokator seperti Atamimi, Saad memngaku dewan hanya bisa mengeluarkan pernyataan, baik itu memorandum, saran dan lain sebagainya kepada PDSD. "Dan dalam hal ini segera dilakukan DPRD Maluku, karena semua ini sudah diagendakan. Kita akan menyikapi sesuai dengan prosedur yang berlaku," jelas Saad. (S14/S12)


Hari Ini, Polda Serahkan BAP Manuputty
Kapolda: Di Pengadilan, Belum Tentu Dia Bersalah !

Ambon, Siwalima

Tekad Polda Maluku untuk segera menuntaskan berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka kasus makar, dokter Alex Manuputty --Pimpinan Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM)-tampaknya akan jadi kenyataan. Buktinya, BAP Manuputty sudah usai diberkaskan, dan direncakan hari ini, Sabtu (5/5), Polda akan menyerahkannya kepada Kejaksaan Tinggi Maluku.

"Itu jika hari Sabtu mereka (kejaksaan-Red) bekerja. Tetapi kalau tidak, kita tunggu saja sampai hari Selasa, sebab hari Senin hari libur," papar Kapolda Maluku, Brigjen Polisi Firman Gani, kepada Siwalima di Mapolda Maluku sesaat sebelum berangkat ke Ternate, kemarin.

Sampai kemarin, Kapolda tetap pada pendapatnya semua soal proses hukum terhadap Manuputty. Dijelaskan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan intensif terhadap terhadap tersangka maupun para saksi dari kalangan anggota FKM. "Tetapi yang perlu dipegang oleh kita sekalian bahwa sampai dengan di pengadilan pun dokter Alex Manuputty belum tentu dinyatakan jelas-jelas bersalah," tandasnya, menjawab Siwalima di Mapolda sesaat sebelum berangkat ke Ternate.

Dia mengharapkan agar masyarakat tidak terprovokasi dengan isu-isu yang berkembang di masyarakat. "Tetapi masyarakat diharapkan menunggu alasan Manuputty saat di pengadilan nanti, apakah alasannya menaikan bendera kemudian alasannya melakukan suatu keinginan untuk mengangkat RMS ke permukaan. Tunggu saja saat pengadilan," ucap Kapolda.

Menjawab pertanyaan soal tuduhan terhadap tersangka serta dasar hukum dalam menjaring tersangka, Firman Gani --yang direncanakan 15 Mei nanti akan melakukan serah terima jabatan Kapolda Maluku ini-- menjelaskan bahwa Manuputty diduga telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam pasal 106 KUH Pidana mengenai perbuatan makar. "Kalau perbuatan makar itu bisa dibuktikan ya tentu pasti dikenakan. Tetapi kalau tidak dapat dibuktikan, maka dikenakan pasal 110 atau 154 tentang perbuatan yang bersifat provokasi dan lain-lain," jelasnya.

Sumber-sumber Siwalima menyebutkan, kemungkinan besar Manuputty tidak akan bisa dijaring dengan tuduhan makar. Pasalnya, apa yang dilakukan Manuputty, baik dalam kasus deklarasi FKM maupun kasus pengibaran bendera RMS dinilai masih belum memenuhi unsur makar karena tidak ada indikasi adanya kekuatan bersenjata yang dipakai Manuputty dalam aktifitas FKM. "Apa yang dilakukan Manuputty itu dalam kerangka self determination (penentuan nasib sendiri) yang diatur dalam konvensi internasional mengenai hak-hak asasi manusia (HAM). Apakah kita mau kalau Indonesia kembali dipersoalkan dunia internasional karena menghukum orang-orang yang memperjuangkan HAM-nya," ucap sebuah sumber Siwalima yang minta namanya tidak dikorankan.

Sementara itu, sumber Siwalima di Mapolda Maluku malah memuji sikap Manuputty dalam pemeriksaan. "Beliau sangat ksatria mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam pemeriksaan, Pak dokter (Manuputty) bersikap sangat jujur dan tidak bikin repot pemeriksa," ucap sumber di Mapolda Maluku.

Minta Transparan
Sementara itu, seorang tokoh pemuda Muslim, Abu Rumahkefing, S.Sos meminta agar proses hukum yang tengah dijalani Pimpinan Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM), dr. Alex Manuputty dilakukan secara transparan. Hal ini diperlukan untuk meredam keresahan di kalangan masyarakat, sekaligus untuk menjawab keinginan masyarakat untuk mengetahui bagaimana proses hukum tersebut berlangsung.

"Sebab, secara cermat harus disadari oleh pihak kepolisian bahwa semenjak ditangkapnya dr Alex Manuputty, warga masyarakat dari dua komunitas ini baik Muslim maupun Kristen menginginkan agar proses hukum yang sementara berjalan terhadap dokter Manuputty itu perlu untuk ditransparansikan kepada masyarakat," ujar Rumahkefing kepada Siwalima, kemarin.

Dikatakan, transparansi proses hukum terhadap Manuputty itu perlu dilakukan agar bisa meluruskan rumor di masyarakat bahwa penangkapan dan penahanan Manuputty merupakan akibat dari adanya desakan kelompok tertentu, bukan atas dasar upaya penegakan hukum. Sehingga untuk mematahkan rumor tersebut, ia berpendapat, Polda Maluku harus dapat membuka selubung proses hukum terhadap Manuputty. "Karena andaikata proses hukum hari per hari yang dilakukan terhadap Manuputty tetap terselubung bagi masyarakat, jangalah keliru bila akhirnya rumor ditangkap karena adanya desakan itu dibenarkan oleh sebagian kelompok masyarakat," tutur dia, mengingatkan.

Karenanya, Rumahkefing berharap agar proses hukum terhadap Manuputty dilakukan secara transparan dan dapat diketahui masyarakat. Dengan begitu, "Otomatis ada kepuasaan tersendiri bagi masyarakat baik Muslim maupun Kristen soal tindak lanjut Polda terhadap kasus Manuputty itu. Sebab mereka bisa mengetahui sudah sejauhmana proses yang dilakukan terhadap Manuputty tersebut," jelas dia.

Adanya keresahan di masyarakat akan proses hukum terhadap Manuputty, menurut dia, bisa disebabkan oleh ketidakjelasan policy (kebijakan) Polda Maluku. Dimana, Manuputty pernah ditangkap dan kemudian dilepaskan kembali tanpa alasan yang jelas. "Oleh karenanya, kita khawatir hanya kebetulan ditahan, dan tidak adanya proses hukum secara transparan untuk dikatahui masyarakat akhirnya dilepaskan secara diam-diam. Kita belajar dari pengalaman ketika awalnya Manuputty ditahan saat mendeklarasikan FKM yang bertujuan mengembalikan kedaulatan RMS. Saat itu, Polda menahan Manuputty namun pada kenyataanya dia akhirnya bebas dengan alasan hukum yang tidak jelas," ungkap Rumahkefing.

Jika kondisi itu yang akan berlangsung, dia khawatir akan memicu ketidakpuasan dan keresahan masyarakat dari kedua komunitas, baik Islam maupun Kristen. "Akibat dari ketidakpuasan masyarakat itu secara otomatis akan menimbulkan problem baru. Sehingga kami usulkan sekali lagi agar proses hukum terhadap Manuputty itu ditransparansikan kepada masyarakat. Biar hanya sedikit saja, tetapi itu perlu untuk diketahui masyarakat guna mencegah keresahan dalam masyarakat," pinta Rumahkefing. (S10/S11)


Keliru Nilai Dewan 'Tidur Melulu'
Sahuburua: Dewan Sudah Agendakan LJ, FKM dan SPPM

Ambon, Siwalima

Kritik pedas yang dialamatkan kepada DPRD Maluku yang 'tidur melulu' terhadap kegundahan masyarakat seperti kehadiran Laskar Jihad, Front Kedaulatan Maluku (FKM) dan pemberlakuan Syariat Islam di Maluku akhirnya ditepis Ketua DPRD Maluku, Ety Sahuburua, SH.

"Menyangkut masalah-masalah yang ada kaitannya dengan perkembangan situasi dan kondisi saat ini, dan ada yang mengatakan bahwa kita di DPRD tidak menaruh perhatian, saya kira itu suatu hal yang keliru. Karena semua persoalan itu telah kita agendakan setelah pelantikan anggota antar waktu DPRD Maluku," tandas Sahubrua di Baileo Karang Panjang, Jumat (4/5).

Agenda itu, kata dia, yakni masalah FKM, Laskar Jihad dan Radio Suara Pembela Muslim Maluku (SPMM). "Sebenarnya agenda itu sudah dibicarakan kemarin-kemarin, tetapi ada pemikiran agar seluruh anggota dewan bisa terlibat. Kita tunggu saja pelantikan 16 anggota antar waktu ini, sehingga genap 45 orang dan bersama-sama kita akan membicarakannya," jelasnya.

Jadi, "Tidak benar dikatakan bahwa dewan tidak peduli. Itu khan sudah merupakan agenda kita karena masalah itu sangat sensitif sehingga apapun yang dibicarakan kita harus hati-hati. Kalau salah menempatkan pokok-pokok pikiran baik kepada PDSD maupun pusat, maka dapat saja menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu apapun yang akan kita bicarakan, kita pertimbangkan secara matang. Dan itu pasti dewan akan lakukan itu," janjinya.

Dikatakan, setelah membicarakan agenda-agenda itu, maka dewan pun akan menentukan sikapnya, "Apakah semacam satu statement ataukah dalam bentuk memorandum, itu akan kita keluarkan dalam waktu dekat ini. Mudah-mudahan dengan harapan-harapan ini, tugas-tugas kita dapat dilakukan dengan baik".

Syariat Islam
Menyinggung pemberlakuan Syariat Islam di Maluku oleh Laskar Jihad, seperti yang diungkapkan Panglima Perangnya Jafar Umar Thalib, Sahuburua yang juga Ketua DPD Partai Golkar Maluku ini berpendapat, "Ya, itu khan menurut Umar Thalib. Tetapi kita tetap berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dimana di dalamnya semua umat beragama menganut agamanya sesuai dengan keyakinannya masing-masing, dan itu kebebasan yang tidak boleh dilanggar dan dilawan oleh siapapun".

Olehnya, kata dia, dikembalikan kepada ketentuan hukum yang berlakuyang termakjub dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan falsafah. (S14)


Rakyat Maluku Butuh Tim Monitoring HAM Internasional
Ubro: Perlu Gerakan Advokasi Pelanggaran HAM

Ambon, Siwalima

Arus dukungan untuk menghadirkan Tim Monitoring Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional ke Maluku menyusul berbagai motif pelanggaran HAM yang tak terselesaikan oleh Pemerintah Indonesia selama kurung waktu 2 tahun kerusuhan, ternyata terus menggelembung ke permukaan.

"Hak Asazi Manusia itu berlaku secara universal atau menyeluruh. Untuk itu, kepedulian HAM itu bukan terbatas nasional saja tetapi meluas hingga tingkat internasional. Sebab dilihat dari kondisi kerusuhan yang terjadi selama ini, sebenarnya telah menunjukan ketidakmampuan dari negara dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Olehnya, sudah saatnya Tim Monitoring itu ke Maluku karena rakyat membutuhkannya," timpal praktisi hukum, Antoni Hatane, SH di Ambon kemarin.

Dijelaskan, kondisi yang terjadi di Maluku selama ini berikut berbagai pelanggaran HAM seperti kasus Islamisasi di Pulau Teor, Kesui dan Salas, nyata-nyata telah menggambarkan ketidakmampuan negara dalam menyelesaikan kasus demi kasus di Maluku. Bahkan terkesan, negara membiarkan pelanggaran itu terus terjadi lantaran tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya.

Kenapa? "Karena telah tergambar nyata bahwa di Maluku ini terjadi suatu pelanggaran HAM tingkat berat. Di Maluku ini telah terjadi penghilangan terhadap hak-hak hidup, hak-hak kebebasan dan hak kemerdekaan orang dan yang merupakan suatu pelanggaran HAM dalam klasifikasi berat. Namun ini tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara sederhana seperti yang diterapkan negara lewat PDSD selama ini, bahkan tak mampu untuk diselesaikan dengan baik," kritiknya.

Solusinya, kata dia, harus dimulai dengan pembentukan tim monitoring. "Dan itu sangat tepat jika Tim Monitoring HAM Internasional diturunkan ke Maluku. Sebab, ketika orang bicara soal keberadaan perwakilan HAM di Ambon yang merupakan pengembangan dari KPMM. Namun pada kenyataanya perwakilan HAM yang dibentuk itu pun sama sekali belum menghasilkan satu pun bukti nyata dalam menyelesaikan pelanggaran HAM dari banyak pelanggaran yang timbul," sindirnya.

Dia mengaku, Tim Monitoring perlu hadir di Maluku karena secara jujur perlu dikatakan negara sudah tidak mampu memberikan perlindungan HAM terhadap masyarakat di Maluku.

Gerakan Advokasi
Sementara itu, Koordinasi Yayasan Lantera Maluku, Drs Rolly Ubro menjelaskan bahwa Indonesia termasuk Maluku di dalamnya merupakan bagian daripada dunia ini. Olehnya, hal-hal yang terjadi di Maluku akan menjadi perhatian dunia, apalagi bicara tentang masalah kemanusiaan yang sifatnya universal, yang punya jangkauan di seluruh penjuru dunia.

"Ketika masyarakat Maluku dalam kehidupan kemanusiaannya merasa telah dirugikan, telah dikebiri hak-haknya, telah terjadi pelanggaran-pelanggaran hak asasinya oleh sekelompok orang ataupun pemerintah kemudian meminta advokasi atas hak kemanusiaannya, maka saya pikir itu suatu kewajaran dan harus mendapat perhatian pemerintah. Tapi bila pemerintah tidak tanggap, kemudian rakyat mengharapkan perhatian lembaga yang berkompeten di aras internasional (Tim Monitoring HAM Internasional), itu pun sesuatu yang positif," tandasnya.

Diakuinya, keinginan itu, bukan datang dari satu komunitas masyarakat saja, tetapi dari dua komunitas yang telah terseret dalam konflik. "Saya pikir ini memang keinginan masyarakat Maluku untuk menghadirkan Tim Monitoring HAM Internasional tapi tentunya sangat tergantung bagaimana mereka mengikuti aturan-aturan yang berlaku di daerah kita sekarang ini," ingat Ubro.

"Kita sekarang khan berada dalam keadaan darurat sipil, apakah dalam darurat sipil itu menghendaki adanya tim-tim monitoring internasional yang dilakukan oleh PBB atau tidak? Tetapi saya sangat yakin, karena kita bagian dari dunia maka upaya-upaya monitoring itu sangat perlu pun ini harus menjadi perhatian penguasa darurat sipil," ungkapnya.

Untuk persoalan yang sama, kata dia, pemerintah Indonesia sudah punya Komnas HAM dan perwakilannya di Maluku. "Itu kan harus melalui tahapan yang harus dilakukan. Semestinya kita berfikir positif, jangan karena belum apa-apa kita sudah divonis oleh pikiran kita sendiri tentang hal-hal yang sebetulnya belum sepenuhnya dikerjakannya. Ini akan sangat tidak mendukung memulainya suatu gerakan, misalnya upaya-upaya identifikasi terhadap kasus-kasus Islamisasi yang terjadi di Teor maupun di Bula atau wilayah-wilayah lainnya," ujarnya mengingatkan.

Terpenting sekarang, kata dia, sebetulnya gerakan-gerakan advokasi harus dilakukan. "Persoalannya sekarang misalnya dari perwakilan HAM di Maluku ini sudah melakukan gerakan-gerakan advokasi secara meluas dengan masyarakat atau tidak?," tanyanya.

Menurutnya, advokasi itu harus dilakukan secara bertahap, mulai tahap bertindak sebagai suatu pengalaman di lapangan. "Tahap berikutnya mengungkapkan sesuatu berdasarkan pengalaman di lapangan melalui tindakan mendeskripsikan fakta-fakta, kemudian menganalisa fakta dan data serta menyimpulkannya sebagai hasil analisis berupa pelajaran dan pengetahuan baru bagi masyarakat," paparnya sembari mempertanyakan model pengkajian yang dilakukan Komnas HAM Perwakilan Maluku selama ini.

"Kesan saya selama ini khan hanya turun mengambil data kemudian mencatatnya. Langkah selanjutnya sudah tidak jelas sama sekali. Ini yang mungkin lemah pada pekerjaan-pekerjaan advokasi yang selama ini dilakukan oleh perwakilan HAM maupun oleh lembaga-lembaga HAM bentukan pemerintah itu," tambahnya, menggugah. (S11/CR2)

Received via email from: Masariku@yahoogroups.com

Copyright © 1999-2001  - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/maluku67
Send your comments to alifuru67@egroups.com