The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Maps
Help Ambon
Statistics

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024 &
1367286044


 

AMBON Berdarah On-Line
About Us

Materi Konferensi Pers

GEREJA PROTESTAN MALUKU DAN KEUSUKUPAN AMBOINA
Jl. Patimura No.26 Ambon. Telp.0911-3438332. Fax 0911-355337

Konferensi Pers Sehubungan dengan Pertemuan antara delegasi Gereja Protestan Maluku dan Keusukupan Amboina dengan Presiden RI di Istana Negara,
Sabtu, 2 September 2000
Membicarakan upaya-upaya penghentian kekerasan di wilayah Maluku

Sehubungan dengan belum adanya prespektif yang jelas mengenai penyelesaian kerusuhan Maluku, maka untuk kesekian kalinya Presiden RI, K.H. Abdurrahman Wahid bertemu dengan delegasi masyarakat Maluku yang beragama Kristen (Protestan dan Katolik) dan Islam. Delegasi Protestan dan Katolik dipimpin oleh masing-masing : Pdt. S.P. Titaley, STh, yang menjabat Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) sekaligus Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia di Wilayah Maluku (PGI Wilayah Maluku) dan Mgr. P.C. Mandagi, MSc, yang menjabat Uskup Diosis Amboina. Kedua delegasi selanjutnya bertemu Presiden secara terpisah sejak Sabtu tanggal 2 September 2000. Selain itu Presiden juga merencanakan bertemu Muspida Tingkat I Maluku. Bertindak sebagai fasilitator dari kegiatan pertemuan ini adalah kelompok Pokja Masalah Maluku yang beranggotakan sejumlah warga Maluku (Islam maupun Kristen) yang berdomisili di luar daerah Maluku.

  1. Pertemuan delegasi Protestan dan Katolik dengan Presiden RI, berlangsung di Istana Negara, pada hari Sabtu, 2 September 2000. Dalam pertemuan itu telah disampaikan kepada Presiden beberapa hal yaitu :

1). Gambaran singkat tentang kerusuhan Maluku sejak letusan pertama kerusuhan di kota Ambon, pada tanggal 19 Januari 1999; dikembangkannya berbagai tuduhan, penggalangan rasa kebencian serta stigma RMS yang      dilemparkan ke pihak Kristen.

2). Gambaran singkat tentang kehadiran kelompok sipil bersenjata yang menamakan diri Laskar Jihad dari luar Maluku dan akibat-akibat yang ditimbulkannya berupa peningkatan eskalasi dan penyerangan terbuka yang mehancurkan sejumlah desa Kristen setelah konflik relatif mereda selama Februari-April 2000

3). Gambaran singkat mengenai keterlibatan TNI khususnya TNI/AD yang tidak saja memihak secara emosional pada salah satu kelompok yang bertikai tetapi terlibat penuh dalam melakukan penyerangan, pembunuhan, penghancuran desa-desa dan pengusiran masyarakat asli Maluku beragama Kristen keluar dari desa-desanya.

Berdasarkan gambaran-gambaran tersebut, serta akibat-akibatnya yang paling memilukan berupa terbunuhnya ribuan manusia serta pengungsian ratusan ribu orang ke wilayah-wilayah aman, telah dikemukakan empat pandangan mengenai kerusuhan Maluku yang perlu dipahami dalam rangka penghentian kerusuhan.

      Pertama. Kerusuhan Maluku bukanlah konflik horisontal yang bermotif agama semata-mata, tetapi adalah konflik vertikal dan konflik ideologis yang menggunakan isyu dan atribut agama.

      Kedua. Kerusuhan Maluku adalah sebuah konspirasi politik berbagai kelompok di pusat dan daerah, yaitu kelompok militer (TNI/AD), kaum fundamentalis dan jihad. Elit politik nasional dan lokal (termasuk kroni-kroni Orde Baru) dengan tujuan akhirmenciptakan kestabilan untuk memperoleh/memperbaiki posisi tawar politik atau merongrong dan menjatuhkan pemerintahan yang ada.

      Ketiga. Pelaksanaan tugas-tugas kepemerintahan, penegakan hukum dan pengamanan masyarakat relatif gagal sehinga kerusuhan tetap berlangsung dan terjadi pelanggaran HAM, yaitu pelanggaran terhadap masing-masing : hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan rasa aman, hak milik pribadi, hak bertempat tinggal di suatu wilayah termasuk hak atas tanah-tanah adat.

      Keempat. Nampaknya pihak-pihak yang mendalangi kerusuhan di Ambon adalah pihak-pihak yang terlibat dalam power play di sekitar kekuasaan Pemerintah yang sah sehingga Pemerintah tidak dapat menjalankan tugasnya secara effektif serta menjamin hak asasi rakyatnya di Maluku.

3. Bertolak dari keempat pandangan tersebut maka upaya untuk menghentikan pertikaian di Maluku maupun untuk membangun rekonsiliasi sosial, mutlak ditempuh minimal 10 langkah. Di antara 10 langkah tersebut, kami sampaikan dua langkah yang sering ditangggapi secara keliru oleh masyarakat, bahkan oleh para pengamat, politisi dan anggota kabinet. Kedua langkah dimaksud adalah :

1). Melibatkan PBB dalam penyelesaian masalah Maluku, dalam 4 bentuk yaitu :

a. Misi Kemanusiaan (Humanitarian Aid).
b. Pengamat Internasional (
International Observer).
c. Misi Pemelihara Perdamaian (
Peace Keeping Mission).
d. Investigasi oleh Tim Independen (
Independent Investigating Team).

Pelibatan PBB dalam rangka menghentikan pertikaian dan membangun rekonsiliasi sosial ini merupakan keniscayaan karena masalah hancurnya kemanusiaan yang menjadi prioritas penyelesaian kerusuhan Maluku adalah masalah yang melampaui batas-batas wilayah dan ideologi. Karena itu dukungan untuk mengatasi masalah kemanusiaan merupakan concern umat manusia yang melampaui batas-batas wilayah, suku, ras, bangsa, negara, agama dan ideologi.

Perlu dicatat bahwa bantuan internasional demi kemanusiaan bukanlah untuk pertama kalinya diminta untuk mengatasi masalah kerusuhan Maluku. Usaha mengatasi kemerosotan ekonomi Indonesia kini dilakukan dengan meminta bantuan internasional. Usaha untuk membangun sistem politik dan demokrasi Indonesia yang merosot juga dilakukan dengan meminta bantuan internasional misalnya melalui pembiayaan penyelenggaraan dan pengawasan/pemantauan Pemilihan Umum 1999.

Dukungan terhadap para pengungsi kerusuhan Maluku selama ini juga telah diberikan oleh lembaga-lembaga internasional baik kepada glongan Islam maupun Kristen. Karena itu bantuan internasional untuk mengatasi kerusuhan Maluku dan akibat-akibatnya bukan langkah yang dicari-cari atau a-nasionalis tetapi mutlak perlu karena Pemerintah mengalami berbagai kendala untuk mengatasinya karena saratnya power play yang memperlemah effektivitas kerja Pemerintah.

2).   Proses dialog antar sesama orang Maluku untuk menghentikan kekerasan hanya dapat berlangsung secara effektif jika Laskar Jihad segera dikeluarkan dari seluruh wilayah Kepulauan Maluku. Sangatlah jelas bahwa peningkatan eskalasi yang memungkinkan meletusnya kerusuhan babak baru, Mei 2000, terjadi setelah Laskar Jihad memasuki wilayah Kepulauan Maluku/Maluku Utara.

Diberlakukannya situasi Darurat Sipil, 28 Juni 2000 pkl. 00.00 ternyata tidak sanggup menurunkan eskalasi kerusuhan. Sedikitnya 6 penyerangan terbuka telah terjadi dalam masa darurat sipil dan Pimpinan Laskar Jihad menyatakan secara resmi melalui berbagai media bahwa -- setidaknya -- dua di antara penyerangan itu adalah aksi Laskar Jihad yang masih akan terus beraksi menyerang ke pusat-pusat pemukiman umat Kristen di pulau Ambon (wilayah Passo, Kudamati dan Benteng).

Kita mencatat bahwa Pemerintah Pusat telah melarang masuknya Laskar Jihad ke wilayah Maluku. Penguasa Darurat Sipil di Maluku juga telah meminta Laskar Jihad untuk meninggalkan wilayah Maluku. Pangdam XVI Pattimura, Brigjen I Made Yasa sendiri telah mengakui kesulitan TNI mengatasi aksi-aksi perusuh karena mereka memiliki persenjataan yang jauh lebih canggih dari yang dimiliki oleh militer.

Fakta lapangan menunjukan -- dan diakui oleh pihak laskar Jihad -- bahwa terdapat sejumlah korban Laskar Jihad (tewas dan luka) akibat konflik di wilayah-wilayah pemukiman Kristen yang mengalami penyerangan. Semua itu menggambarkan bahwa posisi dan peran Laskar Jihad dalam kerusuhan Maluku adalah kontributor kerusuhan, faktor ancaman dan fenomena pelanggaran hukum nasional secara terang-terangan dengan mengatas-namakan Agama.

Persoalan penting bagi masyarakat Maluku adalah bagaimana mungkin perundingan antar saudara sekandung, sekampung dan selatar-belakang budaya dilakukan dengan baik sementara masih ada pihak ketiga yang terus memanas-manasi keadaan dan mengeluarkan ancaman-ancaman kekerasan dengan mengatas-namakan agama. Yang paling aktual adalah bukti bahwa penyerangan Laskar Jihad dilakukan dengan dukungan miter.

Bukankah ini bukti nyata peran militer dalam melanggengkan kerusuhan dengan menggunakan atribut agama ? Selain itu Laskar Jihad bukanlah peace keeping force, juga bukan representasi sikap umat Islam Indonesia termasuk yang berada di Maluku. Sehingga mengeluarkan Laskar Jihad tidak sama sekali identik dengan pengusiran umat Islam atau sikap bermusuhan terhadap umat Islam yang selama ini sengaja dikesankan oleh pihak-pihak tertentu. Keluarnya Laskar Jihad akan mendorong sesama warga Maluku (Islam dan Kristen) duduk berupaya bersama dengan tenang untuk membicarakan cara-cara penghentian kekerasan berdasarkan rasa saling percaya.

4. Dengan pandangan serta usul-usul tersebut di atas maka delegasi yang mewakili umat Kristen telah menyampaikan pendiriannya kepada Presiden dan kini kepada masyarakat Indonesia mengenai apa yang perlu dilakukan untuk memungkinkan berlangsungnya upaya perundingan atau dialog antar masyarakat yang terlibat pertikaian untuk menghentikan kekerasan.

Atas Nama Umat Kristen di Maluku

Pastor Agus Ulahayanan                                                                                                     

Drs. Joppy Papilaya, Ms

Received via e-mail from : Peter
Copyright © 1999-2000  - Ambon Berdarah On-Line * http://go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/ambon67
Send your comments to alifuru67@egroups.com