Materi Konferensi Pers
GEREJA PROTESTAN MALUKU DAN KEUSUKUPAN AMBOINA
Jl. Patimura No.26 Ambon. Telp.0911-3438332. Fax 0911-355337
Konferensi Pers Sehubungan dengan Pertemuan antara delegasi Gereja Protestan
Maluku dan Keusukupan Amboina dengan Presiden RI di Istana Negara,
Sabtu, 2 September 2000
Membicarakan upaya-upaya penghentian kekerasan di wilayah Maluku
Sehubungan dengan belum adanya prespektif yang jelas mengenai penyelesaian kerusuhan
Maluku, maka untuk kesekian kalinya Presiden RI, K.H. Abdurrahman Wahid bertemu dengan
delegasi masyarakat Maluku yang beragama Kristen (Protestan dan Katolik) dan Islam.
Delegasi Protestan dan Katolik dipimpin oleh masing-masing : Pdt. S.P. Titaley, STh, yang
menjabat Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) sekaligus Ketua Persekutuan
Gereja-gereja Indonesia di Wilayah Maluku (PGI Wilayah Maluku) dan Mgr. P.C. Mandagi, MSc,
yang menjabat Uskup Diosis Amboina. Kedua delegasi selanjutnya bertemu Presiden secara
terpisah sejak Sabtu tanggal 2 September 2000. Selain itu Presiden juga merencanakan
bertemu Muspida Tingkat I Maluku. Bertindak sebagai fasilitator dari kegiatan pertemuan ini
adalah kelompok Pokja Masalah Maluku yang beranggotakan sejumlah warga Maluku (Islam
maupun Kristen) yang berdomisili di luar daerah Maluku.
Pertemuan delegasi Protestan dan Katolik dengan Presiden RI, berlangsung di Istana
Negara, pada hari Sabtu, 2 September 2000. Dalam pertemuan itu telah disampaikan
kepada Presiden beberapa hal yaitu :
1). Gambaran singkat tentang kerusuhan Maluku sejak letusan pertama
kerusuhan di kota Ambon, pada tanggal 19 Januari 1999; dikembangkannya
berbagai tuduhan, penggalangan rasa kebencian serta stigma RMS yang
dilemparkan ke pihak Kristen.
2). Gambaran singkat tentang kehadiran kelompok sipil bersenjata yang
menamakan diri Laskar Jihad dari luar Maluku dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya berupa peningkatan eskalasi dan penyerangan terbuka yang
mehancurkan sejumlah desa Kristen setelah konflik relatif mereda selama
Februari-April 2000
3). Gambaran singkat mengenai keterlibatan TNI khususnya TNI/AD yang tidak
saja memihak secara emosional pada salah satu kelompok yang bertikai tetapi
terlibat penuh dalam melakukan penyerangan, pembunuhan, penghancuran
desa-desa dan pengusiran masyarakat asli Maluku beragama Kristen keluar dari
desa-desanya.
Berdasarkan gambaran-gambaran tersebut, serta akibat-akibatnya yang paling
memilukan berupa terbunuhnya ribuan manusia serta pengungsian ratusan ribu
orang ke wilayah-wilayah aman, telah dikemukakan empat pandangan mengenai
kerusuhan Maluku yang perlu dipahami dalam rangka penghentian kerusuhan.
Pertama. Kerusuhan Maluku bukanlah konflik horisontal yang bermotif agama
semata-mata, tetapi adalah konflik vertikal dan konflik ideologis yang
menggunakan isyu dan atribut agama.
Kedua. Kerusuhan Maluku adalah sebuah konspirasi politik berbagai kelompok di
pusat dan daerah, yaitu kelompok militer (TNI/AD), kaum fundamentalis dan jihad.
Elit politik nasional dan lokal (termasuk kroni-kroni Orde Baru) dengan tujuan
akhirmenciptakan kestabilan untuk memperoleh/memperbaiki posisi tawar politik
atau merongrong dan menjatuhkan pemerintahan yang ada.
Ketiga. Pelaksanaan tugas-tugas kepemerintahan, penegakan hukum dan
pengamanan masyarakat relatif gagal sehinga kerusuhan tetap berlangsung dan
terjadi pelanggaran HAM, yaitu pelanggaran terhadap masing-masing : hak untuk
hidup, hak untuk mendapatkan rasa aman, hak milik pribadi, hak bertempat
tinggal di suatu wilayah termasuk hak atas tanah-tanah adat.
Keempat. Nampaknya pihak-pihak yang mendalangi kerusuhan di Ambon adalah
pihak-pihak yang terlibat dalam power play di sekitar kekuasaan Pemerintah yang
sah sehingga Pemerintah tidak dapat menjalankan tugasnya secara effektif serta
menjamin hak asasi rakyatnya di Maluku.
3. Bertolak dari keempat pandangan tersebut maka upaya untuk menghentikan pertikaian di
Maluku maupun untuk membangun rekonsiliasi sosial, mutlak ditempuh minimal 10 langkah. Di
antara 10 langkah tersebut, kami sampaikan dua langkah yang sering ditangggapi secara keliru
oleh masyarakat, bahkan oleh para pengamat, politisi dan anggota kabinet. Kedua langkah
dimaksud adalah :
1). Melibatkan PBB dalam penyelesaian masalah Maluku, dalam 4 bentuk yaitu :
a. Misi Kemanusiaan (Humanitarian Aid).
b. Pengamat Internasional (International Observer).
c. Misi Pemelihara Perdamaian ( Peace Keeping Mission).
d. Investigasi oleh Tim Independen ( Independent Investigating Team).
Pelibatan PBB dalam rangka menghentikan pertikaian dan membangun rekonsiliasi sosial ini
merupakan keniscayaan karena masalah hancurnya kemanusiaan yang menjadi prioritas
penyelesaian kerusuhan Maluku adalah masalah yang melampaui batas-batas wilayah dan
ideologi. Karena itu dukungan untuk mengatasi masalah kemanusiaan merupakan concern umat
manusia yang melampaui batas-batas wilayah, suku, ras, bangsa, negara, agama dan ideologi.
Perlu dicatat bahwa bantuan internasional demi kemanusiaan bukanlah untuk pertama kalinya
diminta untuk mengatasi masalah kerusuhan Maluku. Usaha mengatasi kemerosotan ekonomi
Indonesia kini dilakukan dengan meminta bantuan internasional. Usaha untuk membangun
sistem politik dan demokrasi Indonesia yang merosot juga dilakukan dengan meminta bantuan
internasional misalnya melalui pembiayaan penyelenggaraan dan pengawasan/pemantauan
Pemilihan Umum 1999.
Dukungan terhadap para pengungsi kerusuhan Maluku selama ini juga telah diberikan oleh
lembaga-lembaga internasional baik kepada glongan Islam maupun Kristen. Karena itu bantuan
internasional untuk mengatasi kerusuhan Maluku dan akibat-akibatnya bukan langkah yang
dicari-cari atau a-nasionalis tetapi mutlak perlu karena Pemerintah mengalami berbagai kendala
untuk mengatasinya karena saratnya power play yang memperlemah effektivitas kerja
Pemerintah.
2). Proses dialog antar sesama orang Maluku untuk menghentikan kekerasan
hanya dapat berlangsung secara effektif jika Laskar Jihad segera dikeluarkan dari
seluruh wilayah Kepulauan Maluku. Sangatlah jelas bahwa peningkatan eskalasi
yang memungkinkan meletusnya kerusuhan babak baru, Mei 2000, terjadi setelah
Laskar Jihad memasuki wilayah Kepulauan Maluku/Maluku Utara.
Diberlakukannya situasi Darurat Sipil, 28 Juni 2000 pkl. 00.00 ternyata tidak
sanggup menurunkan eskalasi kerusuhan. Sedikitnya 6 penyerangan terbuka telah
terjadi dalam masa darurat sipil dan Pimpinan Laskar Jihad menyatakan secara
resmi melalui berbagai media bahwa -- setidaknya -- dua di antara penyerangan itu
adalah aksi Laskar Jihad yang masih akan terus beraksi menyerang ke
pusat-pusat pemukiman umat Kristen di pulau Ambon (wilayah Passo, Kudamati
dan Benteng).
Kita mencatat bahwa Pemerintah Pusat telah melarang masuknya Laskar Jihad
ke wilayah Maluku. Penguasa Darurat Sipil di Maluku juga telah meminta Laskar
Jihad untuk meninggalkan wilayah Maluku. Pangdam XVI Pattimura, Brigjen I
Made Yasa sendiri telah mengakui kesulitan TNI mengatasi aksi-aksi perusuh
karena mereka memiliki persenjataan yang jauh lebih canggih dari yang dimiliki
oleh militer.
Fakta lapangan menunjukan -- dan diakui oleh pihak laskar Jihad -- bahwa
terdapat sejumlah korban Laskar Jihad (tewas dan luka) akibat konflik di
wilayah-wilayah pemukiman Kristen yang mengalami penyerangan. Semua itu
menggambarkan bahwa posisi dan peran Laskar Jihad dalam kerusuhan Maluku
adalah kontributor kerusuhan, faktor ancaman dan fenomena pelanggaran hukum
nasional secara terang-terangan dengan mengatas-namakan Agama.
Persoalan penting bagi masyarakat Maluku adalah bagaimana mungkin
perundingan antar saudara sekandung, sekampung dan selatar-belakang budaya
dilakukan dengan baik sementara masih ada pihak ketiga yang terus
memanas-manasi keadaan dan mengeluarkan ancaman-ancaman kekerasan
dengan mengatas-namakan agama. Yang paling aktual adalah bukti bahwa
penyerangan Laskar Jihad dilakukan dengan dukungan miter.
Bukankah ini bukti nyata peran militer dalam melanggengkan kerusuhan dengan
menggunakan atribut agama ? Selain itu Laskar Jihad bukanlah peace keeping
force, juga bukan representasi sikap umat Islam Indonesia termasuk yang berada
di Maluku. Sehingga mengeluarkan Laskar Jihad tidak sama sekali identik dengan
pengusiran umat Islam atau sikap bermusuhan terhadap umat Islam yang selama
ini sengaja dikesankan oleh pihak-pihak tertentu. Keluarnya Laskar Jihad akan
mendorong sesama warga Maluku (Islam dan Kristen) duduk berupaya bersama
dengan tenang untuk membicarakan cara-cara penghentian kekerasan
berdasarkan rasa saling percaya.
4. Dengan pandangan serta usul-usul tersebut di atas maka delegasi yang
mewakili umat Kristen telah menyampaikan pendiriannya kepada Presiden dan
kini kepada masyarakat Indonesia mengenai apa yang perlu dilakukan untuk
memungkinkan berlangsungnya upaya perundingan atau dialog antar masyarakat
yang terlibat pertikaian untuk menghentikan kekerasan.
Atas Nama Umat Kristen di Maluku
Pastor Agus Ulahayanan
Drs. Joppy Papilaya, Ms
Received via e-mail from : Peter
Copyright © 1999-2000 - Ambon Berdarah On-Line * http://go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/ambon67
Send your comments to alifuru67@egroups.com |