The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Maps
Help Ambon
Statistics

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024 &
1367286044


 

AMBON Berdarah On-Line
About Us


Siwalima Report 46
Provided By Harian Umum Siwalima Ambon & Masariku Network

Edisi Selasa 19 September 2000

POKOK-POKOK BERITA:

* Tanjung Wisata Ouw Saparua Telan Korban Dua Tewas, 4 Luka-luka
* Pangdam: Lepas Ego Sektoral-Kelompok
* Bito Temar Kecam Para Pimpinan Gereja
* Dr Talaway: Aparat Sulit Tangkap Penjahat Maluku
* Tepis Pertikaian, Gubernur Nyatakan Leksula Terkendali
* Bernadus Talaperu Dinyatakan Hilang
* Pangdam Minta Dansat Tingkatkan Kepemimpinan

1. Tanjung Wisata Ouw Saparua Telan Korban Dua Tewas, 4 Luka-luka

Ambon, Siwalima
Tragis! Sebulan colling down, Maluku kembali diterpa konflik di sekitar tanjung wisata Desa Ouw, Saparua, ketika Senin (18/9) pagi, muncul tembakan misterius yang diarahkan ke motor Pok-pok tujuan Seram, dan menewaskan anggota Brimob, Prada Baharuddin dan seorang warga sipil. Pun mencederai anggota Brimob lainnya, Prada Siagian hingga terjatuh di laut.

Informasi yang berhasil dihimpun dari wartawan Siwalima, Nus Latekay di Masohi semalam melaporkan, berdasarkan keterangan Kapolres Maluku Tengah (Malteng), Superintendent Drs Kadir Prayitno, menyebutkan, peristiwa naas itu dipicu oleh tembakan misterius ke arah sebuah motor Pok-pok dari Sirisori Islam, Saparua menuju sebuah daerah di Pulau Seram. Mengingat cuaca laut yang kurang bersahabat lantaran diterpa badai gelombang, motor Pok-pok tujuan Seram tersebut, terpaksa membanting haluan menyisir perairan sekitar Tanjung Ouw, Desa Ouw yang selama ini menjadi tempat wisata. Sialnya, tanpa diduga terdengar beberapa kali bunyi tembakan dari arah gunung di sekitar Tanjung Ouw. Kontan saja Prada Baharuddin tertembus timah panas di bagian kepala dan jatuh tergeletak di atas motor Pok-pok. Rentetan tembakan juga menewaskan seorang warga sipil. Sementara, anggota Brimob lainnya, Prada Siagian, mengalami luka-luka, dan kini dirawat di salah satu Rumah Sakit di Saparua. Dilaporkan, Prada Siagian sempat terjatuh ke laut dan berhasil diselamatkan.

Peristiwa yang berlangsung tiba-tiba itu, ternyata tersiar luas ke beberapa daerah, diantarnya Sirisori Islam dan Kota Masohi. Lantaran itu, konsentrasi massa di daerah Sirisori Islam pun tak terhindarkan. Kendati belum mengetahui secara pasti siapa sesungguhnya penembak misterius, massa Sirisori Islam akhirnya melancarkan serangan ke perbatasan Desa Ulath, Saparua dan berhasil membakar sebuah pos jaga Brimob di perbatasan Desa Ulath Sirisori Islam.

Hingga berita ini diturunkan belum diketahui berapa korban jiwa yang jatuh dalam pertikaian lanjutan itu. Hingga pukul 17.00 WIT masih terdengar bunyi ledakan bom dan sejumlah rumah telah hangus dilalap api.

Masohi Terkena Imbas
Sebaliknya di Kota Masohi, peristiwa tragis di Tanjung Ouw itu akhirnya merambat ke Masohi, bermula aksi penghadangan dan pelemparan terhadap sebuah mobil di kawasan Lasane, sekitar daerah pasar. Pun, penghadangan terhadap seorang tukang ojek, Yoppie Huliselan.

Setelah dicegat, Huliselan dibacok di bagian kepala dan mengalami luka tusuk pada sekujur tubuhnya. Begitupun seorang murid SD Negeri Soahuku, Thomas Rianikway (11) yang digonceng Huliselan, menjadi korban amuk massa. Tangan kiri Thomas Rianikway dipotong dan kepalanya dipukul dengan benda keras. Huliselan dan Rianikway kini dirawat di sebuah klinik di Masohi. Informasi yang dihimpun Siwalima menyebutkan klinik tersebut kini dijadikan sebagai rumah sakit alternatif.

Selain kedua korban tersebut, seorang warga masyarakat, Marthen Tahapare (38) pun kini sedang dirawat di rumah sakit alternatif tersebut setelah dalam peristiwa yang sama menderita luka serius akibat bacokan benda keras di kepalanya, sedangkan tangan kirinya dipukul hingga patah tulang. Kendati begitu pantauan Siwalima di Kota Masohi hingga sore kemarin, tampak situasi keamanan mulai normal walaupun masih terdengar ledakan bom secara sporadis. Pihak aparat keamanan tetap bersiap siaga di sepanjang wilayah perbatasan Islam-Kristen.

Kapolda Benarkan
Sementara itu, Kapolda Maluku, Brigjen Pol Firman Gani yang dikonfirmasi pertelpon ke kediamannya, Mangga Dua, tadi malam mengakui tewasnya Prada Baharuddin. Mengutip keterangan bawahannya, Prada Siagian yang kini sementara dalam perawatan di sebuah rumah sakit di Saparua, Kapolda Firman Gani mengatakan, tembakan itu dilepaskan secara tiba-tiba dari sebuah daerah kosong yang berada di sekitar Desa Ouw. "Diperkirakan tembakan itu datangnya dari daerah kosong, bukan dari pemukiman penduduk setempat. Dengan melihat korbanya dari kalangan Muslim.

Menyinggung kondisi terakhir di Masohi dan Ulath, mantan Komandan Brimob ini mengatakan sejak Senin sore kemarin situasinya telah dikendalikan aparat keamanan yang bertugas di kedua wilayah konflik tersebut. Kapolda mengakui, berdasarkan informasi yang diperolehnya, buntut dari amuk massa mengakibatkan, sejumlah rumah di masing-masing pemukiman hangus terbakar.

Sementara, staf Posko Darurat Sipil yang dikonfirmasi Siwalima, hingga pukul pukul 01.00 WIT tadi malam ternyata masih menunggu laporan kronologis kejadiannya beserta data-data kerusakan dari Muspika Saparua. "Muspika sementara ini ke lokasi kejadian dan belum melaporkan hasilnya," kata salah seorang staf Posko Darsi dari balik gagang telpon. (eda/lai)

2. Pangdam: Lepas Ego Sektoral Kelompok

Ambon, Siwalima
Pangdam XVI Pattimura Brigjen TNI Made Yasa, meminta semua pihak di wilayah untuk melepaskan berbagai pemikiran dan tindakan yang mementingkan kelompok masing-masing dan perlu mengembangkan perspektif pemikiran yang mengarah kepada semangat kebersamaan dan kebangsaan.

"Saya harapkan egoego sektoral, ego-ego kelompok yang masih ada, itu perlu dilepaskan. Mari dengan kesadaran tinggi untuk menciptakan rasa aman di Maluku. Sebaliknya, kalau ego-ego masih ada di atas segalagalanya, maka saya tidak yakin, masa depan Maluku akan damai," tegas Made Yasa, dalam acara tatap muka yang digelar para mahasiswa UKIM di Gereja Bethania, Senin (18/9).

Ikut hadir dalam acara tersebut Danlantamal TNI AL V Laksamana Pertama Frengky Kaihatu. Dalam kesempatan itu ia memuji sikap civitas akademika UKIM yang tetap mengembangkan perspektif pemikiran ke arah wacana kebangsaan dengan tetap mempertahankan mahasiswa Muslim. Acara yang dipandu Drs John Ruhulessin itu dimaksudkan agar para mahasiswa dapat mengetahui apa yang diinginkan para petinggi sipil maupun militer di daerah ini dalam menangkap berbagai aspirasi masyarakat yang berkembang akhir-akhir ini.

Dalam upaya proses rekonsiliasi Salam dan Sarani, Brigjen Made Yasa meminta civitas akademika UKIM dan seluruh komponen masyarakat untuk terus meningkatkan kondisi keamanan yang mulai kondusif sekarang. "Ini dimaksudkan agar ade-ade dapat belajar lebih baik lagi. Demikian pun aspekaspek kehidupan lainnya pun dapat berjalan dengan normal kembali," ujarnya.

Oleh karenanya dia menyerukan kepada seluruh masyarakat Maluku untuk segera mengakhiri konflik yang sudah berkepanjang di wilayah ini. Ditanya mahasiswa soal upaya penegakan hukum dan proses rekonsiliasi, dia mengatakan, itu hanya akan terlaksana, bila kondisi keamanan di AmbonMaluku telah normal.

Sebab itu, "Saya mengajak semua pihak untuk mempercepat proses rekonsiliasi, yang tentunya, harus tumbuh dari bawah tanpa ada kesan memaksa. Nonsens rekonsiliasi, kalau masih ada keinginan masyarakat untuk terus bertikai. Karena itu, kejadian-kejadian kecil yang timbul kalau tidak diselesaikan dengan hukum, maka akan berakibat fatal yakni bisa menimbulkan kerusuhan baru," paparnya.

Lebih lanjut, Pangdam Made Yasa, meminta masyarakat untuk memiliki TNI apa adanya. "Sekalipun TNI (AD) memiliki kelemahan-kelemahan, yang tentunya tak terbantahkan selama ini. Sebab, rata-rata prajurit TNIAD di lapangan tamatan SD-SMP, yang tentunya secara kualitas, tidak terlalu diandalkan dalam hal berpikir, dibandingkan dengan mahasiswa". Selain itu, fasilitas pendukung TNI sangat terbatas terutama dalam memobiliasi pasukan di Maluku dan Maluku Utara.

"Hambatannya, setiap kali TNI selalu dipojokan oleh masyarakat bahkan meminta untuk dipulangkan saja TNI dari Maluku. Terus terang, TNI tidak pernah berpikir dan bertindak untuk melanggengkan konflik di Maluku-Maluku Utara ini. Coba dipikir, kalau tidak ada TNI di sini, apa aparat lain bisa selesaikan masalah di Maluku dan Maluku Utara?," kata Pangdam Made Yasa. (eda)

3. Bito Temar Kecam Para Pimpinan Gereja

Ambon, Siwalima
Menyusul sikap gereja yang akhir-akhir ini lebih banyak diam, ditanggapi keras oleh anggota DPRD Maluku, Drs Bito Silvester Temar, sebagai sikap yang tak proaktif gereja dalam ikut mendukung proses penyelesaian konflik melalui wacana rekonsiliasi. Itu terjadi karena sebenarnya sampai sekarang ini gereja tidak pernah membangun sebuah visi dalam kerangka penyelesaian konflik. Hal ini terbukti dari seluruh potensi gereja yang ada, tidak pernah dihimpun untuk membicarakan soal kerusuhan, tegas Bito, Senin (18/9).

"Yang terjadi malah para pemimpin gereja selalu berusaha menemukan solusi menurut versi mereka. Malahan sekarang ini ada kemacetan berpikir dari para pemimpin gereja untuk mengkonsolidasi seluruh potensi yang dimiliki untuk membicarakan dan merumuskan formula penyelesaian konflik," kecam Bito. Kendati demikian, ia tidak melihat adanya kemungkinan penilaian bahwa sikap diam tersebut tak berarti dianggap sebagai kelompok separatis. 'Saya kira tidak. Kita tetap berusaha untuk menemukan solusi yang terbaik bagi proses penyelesaian konflik di Maluku," tegasnya.

Untuk itu solusi yang harus ditempuh gereja adalah kalau di pihak Muslim sudah mengkonsolidasi diri dan mengemukakan formula-formula penyelesaian konflik, maka gereja pun harus demikian. Tidak perlu menunggu sinyal dari Penguasa Darurat Sipil untuk memulangkan laskar jihad sebagai salah satu prasyarat untuk duduk berdialog dengan pihak Muslim. Seharusnya, menurut Bito, perlu dikonsolidasikan langkah-langkah secara internal dulu sehingga tidak menimbulkan kemajemukan pendapat dalam menangani konflik Maluku.

"Misalnya, soal desakan memulangkan laskar jihad, mestinya jangan ada kemajemukan pendapat di tingkat grassroot begini, di tingkat menengah pun lain lagi, padahal, seharusnya semua harus keluar dari satu sumber yakni gereja," tegasnya. Begitu juga dengan formulaformula lain dimana mesti dikonsolidasikan sebagai syarat berinteraksi dengan pihak Muslim.

Sintesa
Mencermati "benang merah" persoalan Maluku, kata Bito, yang terjadi sesungguhnya adalah agama cenderung (telah) dijadikan sebagai ideologi politik untuk mencapai kepentingan. Ini sebetulnya bukan sebuah gejala baru. Tapi sudah menginternalisasikan budaya dalam dirinya apalagi dalam konteks kasus Maluku, ini jelas sekali agama lebih cenderung meresistensi atau menolak budaya itu sendiri. Oleh karena itu, agak kesulitan menyelesaikan konflik Maluku dari segi budaya. "Namun bukan berarti ditiadakan sama sekali. Karena agama telah menjadi sebuah ideologi sosial yang kemudian menolak kehadiran atau keterlibatan dari budaya itu sendiri," katanya.

Karena kenyataan itu, menurut Bito, sudah saatnya dibuat sintesa-sintesa baru antara agama dengan nilai-nilai budaya itu sendiri sehingga tidak terjadi konfrontasi nilai antara nilai-nilai budaya dan nilainilai agama. "Saya kira hal tersebut akan fungsional dalam kerangka penyelesaian kerusuhan," tegasnya.

Tak selesaikan masalah
Ditanya penting tidaknya memulangkan jihad, Bito malah menilai sebaliknya, bahwa dengan terus menerus memulangkan jihad bukan merupakan sesuatu hal yang penting diantara yang paling penting. Paling tidak, katanya, hal itu tidak akan secepatnya menyelesaikan masalah karena mereka hanya instrumen yang digerakkan oleh sebuah kekuatan besar di republik ini. Justru yang paling penting dilakukan sekarang ini adalah mengejar dan menemukan aktor yang berdiri di belakang laskar jihad. "Aktor-aktor itu perlu dicari dan perlu diajak bicara tentang bagaimana menyelesaikan konflik," tegas Bito.

Jika orang kemudian mempertanyakan rasa kebangsaan dari jihad, itu juga sangat tidak relevan. Justru sebaliknya mereka justru memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi. Yang menjadi titik persoalan adalah bagaimana mencari para aktornya atau kekuatan yang mengendalikan jihad. "Kalau misalnya, Kastor yang berdiri di belakang jihad, ya dia harus bisa diajak membicarakan penyelesaian konflik Maluku. Dengan demikian akan memudahkan Penguasa Darurat Sipil untuk secepatnya mengembalikan jihad".

Namun sebelum dipulangkan, harus ada penyelesaian masalah hukum dulu, karena tingkat keterlibatan mereka, tidak hanya terbatas pada persoalan sosial kemanusiaan tapi juga ikut terlibat dalam aksi kerusuhan. Maka, "Menurut saya buat apa kita mengembalikan mereka jika tanpa penyelesaian hukum. Itu bukan sesuatu hal yang penting, tapi, yang penting itu kita butuh ketegasan negara soal keterlibatannya".

Oleh karena itu, lanjutnya, tidak ada jalan lain bagi orang Kristen kecuali harus berdialog dengan jihad sebab itu sebuah mereka instrumen tidak resmi tapi punya kekuatan besar. "Saya kira, kita perlu berdialog dengan mereka". (cep)

4. Dr Talaway: Aparat Sulit Tangkap Penjahat Maluku

Ambon, Siwalima
Inilah tanggapan Dr H Talaway soal sulitnya proses penangkapan terhadap para penjahat perang di Maluku. Ditemui usai mengikuti acara tatap muka Pangdam XVI Pattimura, Brigjen TNI I Made Yasa dengan Civitas Akademika UKIM, kemarin, Doktor Filsafat Teologi ini menilai, kesulitan aparat penegak hukum meringkus penjahat perang, karena adanya dikotomi pemikiran para penguasa sipil dan militer terutama dalam memandang konflik Maluku.

Dikatakan, konflik Maluku yang lebih dari 18 bulan ini, sering kali dipandang sebagai konflik agama. Ujungnya, ya itu tadi, para penjahat perang Maluku sulit untuk ditangkap, karena selalu bersembunyi di balik seragam agama. Ya."Karena itu, aparat keamanan (TentaraPolisi) sulit untuk menangani para penjahat karena frame itu dipandang dalam tataran agama," tutur Talaway di Gereja Bethania, (18/9) kemarin.

Dicontohkannya, sulitnya aparat keamanan meringkus Panglima Laskar Jihad, Jaffar Umar Thalib lantaran pimpinan forum Komunikasi Ahlussunah Waljamaah ini selalu berlindung dibalik seragam agama. Lebih jauh dikatakan, mestinya, aparat tidak terkooptasi dalam frame itu, apalagi sampai mengabaikan hukum legal yang berlaku. Padahal, Jaffar Umar Thalib, adalah sosok yang tak bisa dipisahkan dibalik kerusuhan Maluku.

Karena itu, dirinya tak mengerti peran aparat keamanan saat ini. "Sebab orang yang nyata-nyata terlibat provokasi kok dibiarkan terus mempecundangi rakyat Maluku? Dan, bagaimana mungkin negara bisa memberikan jaminan kepada rakyatnya. Sebab jelas, rakyat tak mungkin memberikan jaminan keamanan untuk dirinya sendiri,"

"Kalau mau tangkap Jaffar, maka lihat dia sebagai provokatornya, jangan lihat dia dengan seragam agamanya. Sebab adalah percuma untuk menyelesaikan masalah ini," ungkapnya, datar. Masih menurutnya, kejahatan Maluku yang terjadi selama ini merupakan kejahatan kemanusiaan yang terorganisir rapi karena bersembunyi di balik seragam agama.

Pantas kalau para penjahat itu leluasa melakukan penjarahan, pembunuhan bahkan penghinaan terhadap agama yang lain, namun, sulit untuk ditindak karena berkedok agama. "Akibatnya, ketika mau ditangkap orang lalu berpikir bahwa itu sama saja dengan menghina agama atau menyudutkan agama. Nah, dikotomi ini sangat berbahaya," timpal Dosen UKIM ini, kesal.

Dia menambahkan, para penjahat negara itu hanya bisa dianulir oleh kebijakan tegas Penguasa Darurat Sipil maupun aparat penegak hukum yang ada di wilayah ini, tentunya dengan memayungi dasar pijak yang jelas dan kuat yakni berlandaskan hukum yang berlaku di masyarakat. Tapi, "Kalau pijakannya agama, saya yakin persoalan ini tidak akan selesai," ujarnya, sinis.

Apa pun, kata Talaway, agama tak bisa dibenarkan untuk melegitimasi seseorang, apalagi perannya dalam konflik Maluku. Untuk itu, dia meminta aparat penegak hukum harus bertindak tegas dan netral dengan tetap berpijak kepada kebenaran. Ya. "Sebab kalau selama ini mau dialog, tapi kalau dasar pijaknya agama, maka, itu tidak mungkin. Pijakan kita adalah hukum yang berlaku di negara ini," ujarnya, mengingatkan. (eda)

5. Tepis Pertikaian, Gubernur Nyatakan Leksula Terkendali

Ambon, Siwalima
Isu adanya pertikaian di Leksula, Buru Utara Timur, akhirnya dibantah Gubernur Dr Ir MS Latuconsina. Katanya, rumor tersebut sama sekali tidak benar karena Leksula kini dalam keadaan terkendali.

"Isu yang beredar di masyarakat bahwa telah terjadi pertikaian antarkelompok di Leksula sama sekali tidak benar," tegas Latuconsina kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Senin kemarin. Begitu mendengar informasi adanya pertikaian, Latuconsina yang menjabat pula sebagai Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku, langsung menghubungi Wakil Komandan Batalyon (Wadanyon) 623 yang bertugas di sana untuk mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut.

Ternyata, lanjut Gubernur, Wadanyon 623 memastikan bahwa tidak ada pertikaian ataupun gejolak sebagaimana isu yang di masyarakat. Yang benar, katanya, beberapa hari sebelumnya sempat terjadi perkelahian antarsesama penduduk Desa Waiwali. Alhasil, menyebabkan sebuah bekas bangunan toko ludes terbakar. Namun, Gubernur menyebutkan, bahwa kasusnya langsung ditangani saat itu juga hingga tidak sampai menimbulkan gejolak yang lebih besar. Menurut catatan Siwalima, desa yang dirumorkan tengah bergolak tersebut pernah jadi arena konflik hingga menyebabkan sebagian rumah penduduk ludes terbakar, tahun lalu. Toh demikian, hingga saat ini masyarakat masih bertahan menempati bangunanbangunan darurat yang dibangun secara swadaya.

Polisi Tidur
Pada bagian lain penjelasannya, Gubernur mengaku telah memerintahkan Walikotamadya Ambon, Chris Tanasale untuk mengusut maksud pembuatan beton penahan laju kendaraan alias Polisi Tidur, di ruas jalan Tugu Trikora Pohon Puleh. "Kita harus tanyakan aparat yang bertugas di lokasi tersebut, menyangkut maksud dan tujuan pembutan beton tersebut," katanya.

Namun, Pangdam XVI Pattimura, Brigjen TNI I Made Yasa, usai tatap muka bersama Civitas Akademika Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) menyebutkan, bahwa pembuatan polisi tidur tersebut semata-mata untuk mengurangi kecepatan kendaraan yang melintasi ruas jalan Tugu TrikoraPohon Puleh. Pangkal tolaknya, karena selama ini jalur jalan tersebut dinilai menjadi salah satu titik rawan konflik. "Tapi, kalau memang dipandang tidak efektif, akan kami evaluasi kembali. Sebaliknya, tidak ada salahnya dipertahankan bila ternyata berakibat bagus," tegas pangdam yang asli Pulau Dewata, Bali. (lai/eda)

6. Bernadus Talaperu Dinyatakan Hilang

Ambon, Siwalima
Masih ingat Bernadus Talaperu? Pegawai Dinas Pekerjaan Umum (PU) Maluku yang hilang dalam perjalanan bersama Tim LSM Belanda ke Desa Waai, Selasa (13/9) lalu, itu akhirnya dinyatakan hilang. Pasalnya, setelah lima hari dicari tak pernah ditemukan. Ya, "Upaya pencarian telah dihentikan oleh penguasa darurat sipil daerah Maluku dan korban dinyatakan hilang," kata Kapolda Maluku, Brigjen Pol Drs Firman Gani, usai pertemuan dengan penguasa darurat sipil di Kantor Gubernur Maluku, Senin kemarin.

Dituturkan, bahwa upaya pencarian yang dilakukan selama lima hari melibatkan personil TNI/Polri, MUI Maluku, serta masyarakat Desa Tulehu. Namun, ternyata hasilnya tetap nihil. Tak pelak, mantan Komandan Korps Brigade Mobil (Brimob) itu membenarkan dugaan yang selama ini berkembang di menyatakan bahwa korban telah meninggal dunia. "Kemungkinan korban telah meninggal dunia," timpalnya seraya menambahkan, bahwa dalam kaitan itu, atas nama pribadi dan Kapolda Maluku maupun staf penguasa darurat sipil daerah Maluku, dirinya ikut berbelangsungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga yang ditinggalkan.

Yang pasti, katanya, penyelidikan akan tetap dilanjutkan hingga membongkar tuntas kasusnya. Bahkan, pihaknya telah meminta keterangan sejumlah saksi yang waktu itu ada di tempat kejadian peristiwa (TKP). Korban hilang secara misterius setelah berusaha mengamankan diri pada salah satu pos aparat keamanan di sekitar Desa Waai, Kecamatan Salahuttu. Upaya penyelamatan diri ini dilakukan menyusul terjadi penghadangan atas dirinya bersama Tim LSM Belanda yang berusaha mengabadikan situasi terkini Desa Waai yang kini tinggal menyisahkan puing-puing yang berserahkan. Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Maluku, Ir P Mustamu, yang dihubungi pada kesempatan terpisah menyebutkan, sebagai langkah pertama dirinya telah meneruskan berita kehilangan korban dari posko darurat sipil kepada keluarga korban.

"Kami telah menghubungi keluarga Bernadus Talaperu dan mereka menyatakan menerimanya sebagai takdir," ujar Mustamu, seraya menambahkan, bahwa yang diharapkan keluarga korban sekarang, adalah bagaimana masa depan istri dan empat orang anak yang ditinggalkan. Terhadap itu, Mustamu menyebutkan, bahwa pihaknya sudah memutuskan agar status pegawai korban yang seharihari menjadi pengemudi Dinas PU Maluku bakal dilanjutkan oleh salah seorang putranya. (lai)

7. Pangdam Minta Dansat Tingkatkan Kepemimpinan

Ambon, Siwalima
Guna memantapkan dan meningkatkan profesionalisme serta disiplin prajurit dalam mengatasi konflik antar warga, Pangdam XVI Pattimura, Brigjen TNI I Made Yasa, mengingatkan agar aparat yang bertugas di lapangan harus bertindak sesuai ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku. "Untuk mewujudkannya maka perlu ditingkatkan kepemimpinan tatap muka dari seluruh Komandan satuan, yang bercirikan pendekatan perorangan, pemberian contoh dan teladan sehingga mampu menyentuh pribadi dan nurani untuk menyadari, mematuhi dan melaksanakan ketentuan yang berlaku dan diberlakukan bagi prajurit," tandas Made Yasa pada upacara bendera bersama Pasukan Gabungan (Garnisum) dari unsur Kepolisian, TNIAL, TNIAD, dan TNIAU di Makodam, Senin (18/9).

Hadir dalam upacara tersebut Kapolda Maluku, Brigjen Pol Firman Gani, Danlanal dan Dankom Marinir. Bertindak sebagai Inspektur Lapangan, Pangdam meminta kepada seluruh prajurit agar senantiasa menumbuhkembangkan semangat juang dan jiwa korps prajurit sehingga menjai sumber kekuatan menghaapi tantangaan tugas satuan.

Selain itu, ditanamkan kembali jati diri prajurit sebagai tentara rakyat, tentara pejuang dan tentara nasional yang senantiasa menjaga dan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara. "Di sisi lain, pembenahan terhaap perilaku prajurit yang selama ini menyimpang dari norma, kaidah dan aturan yang berlaku, perlu terus dilakukan. Dengan begitu, diharapkan perilaku prajurit dapat kembali taat dan disiplin terhadap setiap aturan dan ketentuan sesuai dengan Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan delapan Wajib TNI, ataupun peraturan perundangan yang berlaku," papar Made Yasa. Tak lupa, Pangdam mengingatkan kepada para prajurit untuk mempertahankan bahkan meningkatkan upaya menuju rekonsiliasi terutama mulai dari lapisan masyarakat paling bawah. "Ini dimaksudkan agar setiap hari semakin permanen dan tidak fluktuatif akibat isuisu yang sifatnya provokatif memicu timbulnya kerusuhan baru."

Diakhir sambutannya, Pangdam menegaskan perlu memantapkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan mental dan moral untuk menghadapi tantangan tugas. "Pelihara dan tingkatkan kemampuan perorangan maupun satuan sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing, agar dapat menyelesaikan tugas secara profesionalisme. Pun, tingkatkan kepekaan dan kepedulian terhaap perkembangan lingkungan serta segera laporkan apa yang didengar, dilihat dan diketahui kepada atasan agar dapat diatasi dengan cepat, tepat dan tuntas," tandasnya sembari menambahkan diperlukan juga pemeliharaan dan pemantapan kemanunggalan dengan rakyat guna membantu upaya rekonsiliasi di Maluku. (eda)

From : izaac tulalessy Wartawan Harian Umum Siwalima Ambon
Provided By Harian Umum Siwalima Ambon & Masariku Network 2000

 

Received via e-mail from : Peter
Copyright © 1999-2000  - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/ambon67
Send your comments to alifuru67@egroups.com