The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Pattimura
Maps
Ambon Info
Help Ambon
Statistics
Links
References
Referral

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024
& 1367286044


Ambon Island 

 

AMBON Berdarah On-Line
About Us

 

 

  Ambon Island

  Ambon City

 

 

   Latupatti

  Want to Help?

BERITA HARIAN UMUM SIWALIMA
EDISI: Kamis, 03 Mei 2001

  1. Temmar: Provokasi Attamimi Itu Sampah!
  2. Atamimi Larang Transaksi, 'Sarani No Problem', 'Salam' Bawa Surat Ijin
  3. Rutumalessy-Waileruny Jadi Saksi Kasus Manuputty
  4. Latuconsina Ajak Rakyat Lawan Penentang Rekonsiliasi
  5. Louhenapessy: Sebaiknya Jangan Saling Menyalahkan


PDSD Didesak Tangkap Jafar Umar Thalib dan Atamimi
Juga, Minta Tutup SPMM dan Usir Laskar Jihad

Ambon, Siwalima

Rupanya kalangan masyarakat akar rumput (grass root) Kota Ambon benar-benar kesal terhadap Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku yang dinilai diskriminatif dalam melakukan penegakan hukum. Pasalnya, PDSD hanya menahan dan memproses Pimpinan Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM), dr. Alex Manuputty, sedangkan para pihak lain yang diduga melakukan pelanggaran hukum dan HAM sama sekali tak ditindak. Karenanya, mereka menuntut PDSD agar menangkap dan mengadiili Penglima Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Jafar Umar Thalib secara paksa, segera tutup Radio Suara Perjuangan Muslim Maluku SPMM) dan mengadili pimpinan radio tersebut, segera tanggap dan adili Mohamad Atamimi yang secara terbuka memprovokasi masyarakat untuk terus bertikai, dan segera mengusir secara paksa Laskar Jihad dari daerah Maluku, karena kehadiran mereka telah membuat hancur kehidupan masyarakat Salam-Sarani Ambon.

Hal itu tertuang dalam pernyataan sikap Persekutuan Anak-Anak Akar Rumput Ambon, yang ditandatangani Herman Nikijuluw. Pernyataan sikap itu langsung disampaikan kepada PDSD Maluku, Dr. Ir. Saleh Latuconsina, yang ditemui Nikijuluw dan sejumlah koleganya di ruang kerja Gubernur, kemarin. Pertemuan Latuconsina dengan Persekutuan Anak-Anak Akar Rumput Ambon tersebut berlangsung tertutup bagi pers. Nikijuluw juga melayangkan tembusan pernyataan sikapnya itu kepada Presiden, Wapres, Menko Polsoskam, Panglima TNI, Kapolri, Ketua DPR, Ketua DPRD Maluku, Pangdam XVI/Pattimura, Kapolda Maluku, serta media massa. Dalam pernyataan sikapnya, Nikijuluw dengan terang-terangan menyatakan bahwa PDSD Maluku telah melakukan tindakan diskriminasi hukum dalam masyarakat. "Hal itu terlihat dengan ditangkapnya dr. Alex Manuputty, Pimpinan Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM), dengan alasan menaikan bendera RMS tanggal 25 April 2001. Sedangkan pada sisi lain, PDS Maluku membiarkan Laskar Jihad dan Laskar Mujahidin (orang luar Maluku) melakukan pembakaran kampung-kampung Kristen dan membunuh orang-orang yang tidak berdosa tanpa tindakan hukum apapun," tandasnya.

Dia juga menyebut sejumlah contoh kasus yang membuktikan bahwa PDSD Maluku bersikap diskriminatif. Antara lain, kasus bumi hangus beberapa Desa Kristen di Buru Selatan, dibakarnya gedung SMU di Desa Suli, membiarkan Mohamad Atamimi memprovokasi warga Salam Ambon untuk tidak melakukan transaksi ekonomi dengan basudaranya yang Sarani di Ambon dan membiarkan radio SPMM menghina orang Kristen. Menurut Nikijuluw dkk, Manuputty merupakan korban dari ketidakbecusan pemerintah pusat, PDSD Maluku dan Kapolda Maluku dalam mentuntaskan kerusuhan Maluku. "Oleh karena itu, kami atas nama Persekutuan Anak-Anak Akar Rumput, minta kepada Gubernur selaku PDS Maluku dan Kapolda Maluku untuk segera membebaskan dr. Aleks Manuputty. Kalau PDS Maluku dan Kapolda Maluku tetap menahan dr. Aleks Manuputty, maka kami juga tuntut saat ini juga PDS Maluku dan Kapolda Maluku segera melakukan tindakan paksa untuk menangkap Jafar Umar Thalib (Pimpinan Laskar Jihad) dan juga secara paksa harus mengeluarkan Laskar Jihad dari Ambon," tandas Nikijuluw dkk dalam pernyataan sikapnya.

Disebutkan pula bahwa dari hasil pengamatan terhadap kasus Sampit dan Palangkaraya dan membandingkannya dengan kasus Maluku, mereka menilai pemerintah dan aparat keamanan telah melakukan pembusukan dan penghancuran hak-hak hidup masyarakat Maluku. "Sebab kasus Sampit dan Palangkaraya secara begitu cepat tertangani. Tetapi kasus Maluku ternyata telah dijadikan alat barganing politik dari pemerintah dan para elit politik. Akibatnya, terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang luar biasa. Kami tegaskan kepada Penguasa Darurat Sipil Maluku dan aparat TNI-Polri, untuk tidak menjadikan rakyat Maluku, dalam hal ini Salam-Sarani Ambon sebagai sapi perah para penguasa. Kami adalah anak republik ini yang mempunyai hak dan kedudukan yang sama dengan sesama masyarakat lainnya," ujar Nikilujuw dkk.

Mereka mengaku sebagai manusia biasa yang hidup dalam batas kesabaran dan kekurangan. "Sudah cukup lama kami berikan kepercayaan kepada PDS Maluku menyelesaikan masalah kerusuhan Maluku. Ternyata yang terjadi adalah satu demi satu desa-desa Kristen diserang, dibakar, digusur dengan traktor hingga rata dengan tanah. Bahkan, yang lebih menyakitkan adalah terjadi proses islamisasi di Kesui, Bula, Pulau Buru serta Bacan-Malut," tandas Nikijuluw dkk. Realitas seperti ini, sambung mereka, "Pada satu ketika akan mendorong siapa saja untuk bertindak anarkis dan melawan hukum, sebab tidak ada kepastian penanganan permasalahan dari PDS Maluku".

Agar hal itu tidak terjadi, mereka mendesak PDSD Maluku agar menanggap dan mengadili Jafar Umar Thalib dengan cara paksa. "Segera tutup Radio Suara Perjuangan Muslim Maluku dan adili pimpinan radio tersebut, segera tanggap dan adili Moh. Atamimi yang secara terbuka memprovokasi masyarakat untuk terus bertikai, segera mengusir secara paksa Laskar Jihad dari daerah Maluku, karena kehadiran mereka telah membuat hancur kehidupan masyarakat Salam-Sarani Ambon," tandas Nikijukluw dkk, dan meminta perhatian yang sungguh dari PDSD Maluku, sekaligus menyatakan tekad untuk terus menuntut dan berjuang dengan cara mereka. (S09)


Temmar: Provokasi Attamimi Itu Sampah!

Ambon, Siwalima

Provokasi yang dilancarkan Pimpinan Satgas Amar Maruf Nahir Mungkar, Usthad M. Atamimi yang juga mengeluarkan larangan kepada pedagang Muslim agar tidak melakukan transaksi dengan pedagang Kristen dinilai tindakan yang menegasikan (menafikan) hakekat kemanusiaan. Karenanya, provokasi Atamimi dinilai tak ubahnya sampah yang tidak pantas ditanggapi.

"Saya katakan larangan-larangan tersebut sampah, karena itu kan mereduksi yang namanya hakekat kemanusiaan. Hakekat kemanusiaan ialah manusia itu tergantung satu sama lain, manusia tidak bisa hidup sendiri, dia selalu berada dalam relasi kemanusiaan dengan yang lain bahkan manusia itu baru disebut manusia kalau manusia itu memiliki relasi satu dengan yang lainnya" jelas Ketua Fraksi PDI-P DPRD Maluku, Bitto S. Temar, kepada Siwalima, kemarin. Dikatakan, kemanusiaan manusia terletak pada relasi dengan sesamanya. "Maka relasi-relasi itu tidak tergantung pada agama yang dianut terhadap pilihan politik dan seterusnya. Saya kira itu, dan sekali lagi saya mau katakan bahwa larangan seperti itu adalah sebuah larangan sampah. Oleh karena itu, saya yakin bahwa kemanusiaan umat Muslim dan kemanusiaan umat Kristen tidak akan pernah bisa memisahkan mereka," tandas Temar.

Disinggung bahwa Laskar Jihad dengan berbagai ancamannya terhadap umat Muslim seolah memiliki kekuatan yang melampaui kekuatan aparat negara, TNI/Polri, Temar mengaku kalau dirinya ingin melihat Laskar Jihad berubah diri menjadi sebuah kekuatan moral (moral force) yang mampu menggerakan rekonsiliasi. Ya, "Kalau Laskar Jihad itu kemudian berubah menjadi sebuah kekuatan yang lebih, itu yang mencengangkan kita. Karena apa? Hakekat jihad itu adalah bukan untuk memerangi sesama manusia, tapi hakekat Laskar Jihad adalah memerangi yang namanya kemungkaran. Oleh karena itu kehadiran Laskar Jihad sebetulnya terus menimbulkan beberapa pertanyaan bagi saya," tandas intelektual PDI Perjuangan Maluku ini, sinis. Menurut dia, instrumen TNI/Polri sebetulnya memiliki kekuatan yang jauh lebih dhasyat dari yang dipunyai Laskar Jihad. "Tapi itu juga yang mengherankan kita.

Sampai sejauh ini Laskar Jihad telah menjadi tandingan TNI/Polri. Oleh karena itu, saya pikir sudah waktunya TNI dan Polri memperlihatkan kesungguhan mereka sebagai penjaga NKRI, yang bukan hanya terhadap musuh dari luar tapi juga dari dalam termasuk Laskar Jihad yang saya anggap sudah menjadi musuh terhadap negara," ujar Temar.

Menurut dia, penanganan Laskar Jihad di Maluku terganggu oleh kepentingan pusat. Ya, "Lagi-lagi ini terhalang dengan berbagai kepentingan pusat. Pada berbagai kesempatan, saya sering mengatakan bahwa gubernur memiliki wewenang yang sangat terbatas dalam kapasitas sebagai PDSD. Yang semestinya melakukan tindakan-tindakan terhadap Laskar Jihad adalah Abdurrahman Wahid selaku Penguasa Darsi Pusat. Tapi bagaimana mungkin presiden melakukan kewenangan ini, sedangkan untuk mempertahankan kekuatannya, dia juga mempergunakan kekuatan-kekuatan seperti ini," jelas Temar.

Dikatakan, pihaknya memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah pusat. "Tapi sampai sekarang seakan-akan pemerintah pusat mengabaikan keberadaan Maluku. Kalau memang pemerintah pusat sudah tidak becus lagi mengurus Maluku, sebaiknya pemerintah meniadakan saja Penguasa Darsi Pusat dan selanjutnya memberikan pelimpahan kewenangan penanganan kerusuhan sepenuhnya ke PDSD," tutur Temar. (S14/CR2)


Atamimi Larang Transaksi, 'Sarani No Problem', 'Salam' Bawa Surat Ijin
Jokohael: Walikota Ambon Harus Kembalikan Wibawanya!

Ambon, Siwalima

Terkuak sudah larangan transaksi yang dikeluarkan Satgas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar pimpinan Usthad Mohamad Attamimi bagi para pedagang Salam agar tidak melakukan transaksi dengan pedagang Sarani. Atamimi ternyata berhasil melakukan kooptasi terhadap seluruh pedagang Salam agar patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang ditetapkannya. Buktinya, untuk melakukan transaksi dengan pedagang Sarani, para pedagang Salam harus mengantongi surat ijin yang ditandatangani Atamimi. Hal ini diketahui saat Siwalima mengunjungi tempat transaksi antara agen transaksi Salam-Sarani di Simpang Galala, Ambon, kemarin. Sejumlah agen transaksi Salam mengaku telah mengantongi surat ijin bertransaksi yang dikeluarkan Satgas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar dan ditandatangani Usthad Attamimi. "Jadi surat ini kami pakai sebagai bukti bahwa kami diijinkan untuk bertransaksi dengan umat Kristen. Dan surat ini kami tunjukan kepada satgas setiap kami membawa barang milik saudara-saudara kami yang Kristen," papar Nena Toisutta, seorang agen transaksi Salam.

Didalam surat ijin tersebut, menurut Toisutta dan beberapa rekannya, tertulis dua hal yang penting yang harus mereka patuhi dalam bertransaksi. Pertama, mereka "diijinkan melakukan transaksi khusus untuk bahan material (bangunan) saja". Dan, kedua, "jika kedapatan membawa mobil boks atau barang yang ditutup terpal akan di-sweeping, dan jika kedapatan membawa narkoba atau miras akan ditindak".

Ada juga point lain yang hanya khusus diperuntukkan bagi agen transaksi Salam, tapi tidak dijelaskan mereka secara detail. Pihak agen transaksi sendiri tidak punya pilihan lain, selain mematuhi ketentuan yang dikeluarkan Atamimi tersebut. Ya, "Atas bunyi surat ijin tersebut, kami saat ini memfokuskan transaksi barang-barang material (bangunan) saja. Dan, kami semua yang ada disini dalam rangka menjaga kebersamaan, kami sepakat (antara Muslim dan Kristen-Red) dengan aparat yang ada, transaksinya dilakukan disini (Simpang Galala-Red) saja. Andaikata ada mobil boks atau yang ditutup terpal, kami sepakat untuk memeriksanya terlebih dulu," jelas Toisutta. Pantauan Siwalima, transaksi dagang yang biasanya ramai di Simpang Galala, kemarin, tampak sepi. Para pedagang Salam-Sarani yang bertransaksi biasanya mencapai lebih dari 70 orang, tapi sejak keluarnya ketentuan dari Satgas Amar Ma'aruf, mulai menurun tajam. Diduga kuat kalau ada agen transaksi yang khawatir keselamatan diri mereka, sehingga memilih untuk tidak bertransaksi. Para agen transaksi dagang Sarani mengaku tidak masalah dengan ketentuan Satgas tersebut. . Mereka menuturkan bahwa proses transaksi dengan basudaranya yang Salam tidak terlalu dipengaruhi oleh ketentuan itu. Sebab, kalaupun kalangan bertransaksi diberlakukan pun mereka mengaku tidak akan kehilangan sumber pendapatan. Seorang agen transaksi Sarani yang mengaku bernama Oni Karels, menuturkan, "Bagi kami, jika tak mengadakan transaksi dengan saudara Muslim sih, tak masalah. Namun apakah telah dipikirkan dampak bagi saudara-saudara kami itu (Muslim), sebab jangan kita berbicara masalah ekonomi, sekarang kita bicarakan masalah pembangunan. Saudara-saudara kita itu ingin membangun tetapi bahan materialnya dari mana? Selama ini kami yang sediakan jadi kalau dilarang bagi kami itu no problem tinggal bagaimana bagi saudara-saudara kami yang Muslim, berpengaruh tidak jika dilarang?"

Tantang PDSD
Sementara itu, seorang agen transaksi yang mengaku bernama Made Sam Jais yang ditemui secara terpisah, menegaskan bahwa situasi dan kondisi Kota Ambon yang mulai kondusif beberapa bulan terakhir ini, kembali menjadi kacau bukan karena konflik. Menurut dia, hal itu lebih dikarenakan berbagai kejadian yang seakan-akan membuat kondisi kembali rawan ini. Dia mmalah menilai semua proses rekonsiliasi yang dibuat Penguasa Daurat Sipil Daerah (PDDSD) Maluku selama ini terkesan direkayasa dan dipkasakan.

"Kenapa tidak? Saya melihat perubahan kondisi yang mulai aman beberapa bulan terakhir ini, menjadi kacau, akibat dari semua rekonsiliasi yang dibangun oleh PDSD dan lain sebagainya selama ini hanya semata-mata rekayasa dan terkesan dipaksakan belaka," kecam Sam Jais.

Dia malah menantang PDSD untuk melihat apa yang dibuat kalangan grass root dalam rangka rekonsiliasi selama ini. "Kami agen transaksi barang dan jasa antara acang dan obeth tantang PDSD untuk turun dan lihat apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat adalah semata-mata rekonsiliasi alami tanpa bayaran. Ketimbang mengadakan rekonsiliasi hingga luar daerah, yang semata-mata hanya untuk kepentingan uang semata. Kenapa tidak dana rekonsiliasi itu dipakai untuk rekonsiliasi yang masyarakat buat secara alami?" ujar Sam Jais, bertanya-tanya. Dia mengaku heran mengapa PDSD tidak berpikir untuk terus mendorong proses rekonsiliasi alamiah yang dilakukan para sopir truk, kuli barang dan penjual ikan di kawasan perbatasan pemukiman Salam dan Sarani. "Jujur saja kami bingung dengan cara berpikir Bapak Saleh Latuconsina Cs itu. Mereka lupa bahwa dalam konflik, rekonsiliasi bisa jalan hanya karena kebutuhan perut. Lain tidak. Bukan rekonsiliasi jalan dengan membawa utusan-utusan berunding hingga keluar daerah. Apakah PDSD yakin mereka merupakan representasi dari masyarakat bawah? Kenapa sih para penjual ikan yang bertransaksi, para supir truk dan lain sebagainya yang sebenarnya telah membangun rekonsiliasi alamiah, justru tak difasilitasi, kok malahan buang-buang duit untuk rekonsiliasi yang hanya kulit saja," ujar Sam Jais,, menyesalkan.

Warga Kebun Cengkih ini menilai proses rekonsiliasi yang difasilitasi oleh PDSD maupun para aktifis LSM selama ini hanyalah proses rekonsiliasi semu. "Sebab yang alamiah itu tak dapat dikacaukan dengan cara apapun. Namun yang dibuat secara paksa itu, hasilnya seperti saat ini. Ini semua karena rekonsiliasi yang dibuat hanyalah terpaksa belaka, dan ini yang seharusnya diperhatikan oleh PDSD jika ingin rekonsiliasi ini benar-benar untuk kedamaian Ambon ini," ucap Sam Jais.

Pulangkan Laskar Jihad
Di tempat terpisah, seorang anggota DPRD Kota Ambon, Ir. John Jokohael menyesalkan adanya larangan bagi warga Muslim untuk melakukan transaksi dengan pihak Kristen.

Dia menilai wibawa Walikota Ambon, Chris Tanasale sebagai aparat pembantu PDSD sepertinya sudah tidak dihargai lagi oleh Laskar Jihad. "Untuk itu Walikota harus berani mengambil tindakan tegas terhadap Laskar Jihad, bila perlu Walikota Ambon harus berani memulangkan Laskar Jihad dari Kota Ambon. Sebab, Laskar Jihad terlalu banyak mengatur kehidupan masyarakat Kota Ambon, termasuk menghentikan kegiatan transaksi antara Islam dan Kristen," tandasnya. Menurut Jokohael, Walikota Tanasale harus berani mengambil tindakan tegas terhadap Laskar Jihad serta mengaktifkan kembali fungsi serta peranannya agar wibawa Walikota tidak hilang di mata masyarakat. Ya, "Walikota Ambon harus mengambil tindakan demikian, karena apapun alasannya Laskar Jihad adalah orang luar yang tidak punya kepentingan sama sekali di Kota Ambon, apalagi kedatangan mereka hanya untuk membuat kekacauan, lagian Laskar Jihad tidak punya urusan di Kota Ambon dan saya mau tanya Laskar Jihad itu siapa sebenarnya, sehingga bisa seenaknya mengatur rakyat Kota Ambon," ujarnya.

Lebih jauh, anggota komisi C DPRD Kota ini menilai seolah-olah Walikota Ambon dan Gubernur Maluku tidak mempunyai kekuatan untuk memulangkan Laskar Jihad. "Malahan ada indikasi Laskar Jihad lebih kuat dari Walikota dan Gubernur, karena kalau mereka berdua mempunyai kekuatan, maka Laskar Jihad itu sudah dari dulu keluar dari Kota Ambon, tetapi yang anehnya Laskar Jihad sampai kini masih tinggal bercokol di Kota Ambon dan melakukan provokasi," tengara dia. Larangan bertransaksi dengan pihak Kristen, menurut dia, merupakan bukti adanya pemikiran fanatisme sempit yang diterapkan Laskar Jihad. "Karena apapun alasannya, manusia hidup di dunia ini heterogen, bukan homogen. Untuk itu,, kalau larang bertransaksi, lalu orang Islam mau makan apa. Apakah Laskar Jihad mau kasih makan mereka?" ujar Jokohael, kesal.

Ditambahkan, Walikota Ambon harus melakukan pendekatan dengan Gubernur Maluku untuk menertibkan semua bentuk kriminal yang terjadi, bukan saja Front Kedaulatan Maluku (FKM), tetapi juga Laskar Jihad, Atamimi dan radio Suara Pembela Muslim Maluku (SPMM). Dia mengaku sangat menyesal dengan provokasi yang dilontarkan oleh Atamimi, yang mengatakan orang Kristen separatis dan binatang. "Untuknya saya ingin tanya, apakah memang agama Islam mengajarkan untuk mengatakan hal yang demikian. Setahu saya, tidak demikian. Untuk itu, saya menilai Atamimi tidak bermoral. Karenanya, PDSDM harus tangkap Atamimi dan harus diproses sesuai hukum, karena dia merupakan komplotan provokator dan terlibat dalam konspirasi konflik Maluku," tegas Jokohael. (S11/S15)


Rutumalessy-Waileruny Jadi Saksi Kasus Manuputty

Ambon, Siwalima

Penyidik Polda Maluku terus bekerja marathon untuk menuntaskan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) perkara Pimpinan Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM), dr. Alex Manuputty yang disangka melakukan tindakan pidana makar. Setelah menahan dan memeriksa Manuputty, penyidik mulai memintai keterangan saksi-saksi. Kemarin, penyidik Polda Maluku memeriksa dua orang saksi, masing-masing, Pimpinan Yudikatif FKM, Semmy Waileruny, SH dan Mozes Rutumalessy. Kedua saksi tersebut dimintai keterangan berkaitan dengan pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS) oleh FKM pimpinan Manuputty di Lorong PMI, Jalan Dr. Kayadoe, Kudamati Ambon, persis di depan rumah Manuputty, 25 April lalu. Rutumalessy dimintai keterangan oleh Brittu Polisi Elvis di salah satu ruang Ditserse, yang juga pernah dipakai untuk memeriksa Manuputty. Pertanyaan yang diajukan penyidik Polda itu berkisar pada acara pengibaran bendera RMS, antara lain menyangkut jumlah orang yang hadir, jalannya acara serta kondisi acara, dan siapa yang bertanggungjawab penuh atas kegiatan tersebut. Seusai memeriksa Rutumalessy, barulah dilakukan pemeriksaan terhadap Semy Waileruny, yang juga dimintai keterangan sebagai saksi. Wailerunny sendiri saat acara pengibaran bendera RMS bersamaan dengan merah putih dan bendera PBB, bertindak sebagai pembaca teks proklamasi RMS.

Sementara itu, Manuputty sendiri masih berada dalam ruang tahanannya di Mapolda Maluku. Tampak para pendukungnya sekitar 50-an orang menyertainya. Ia tampak tenang dan santai di ruang tahanan ber-AC ala kamar hotel tersebut. Sementara itu, perwakilan FKM Eropa dikabarkan tengah melakukan lobi-lobi internasional untuk mempersoalkan proses hukum yang terkesan diskriminatif terhadap Manuputty.

Pasalnya, mereka menilai tuduhan makar terhadap Manuputty selalu Pimpinan Eksekutif FKM tidak tepat. "Apa yang dilakukan FKM yang dipimpin dokter Alex Manuputty merupakan wujud dari perjuangan untuk mendapatkan hak menentukan nasib sendiri atau the right of self-determination. Itu adalah hak rakyat Maluku," tandas ketua FKM Eropa, Umar Santi yang menghubungi Siwalima dari Belanda, kemarin.

Ia juga membantah anggapan bahwa apa yang dilakukan FKM adalah memperjuangkan kepentingan umat Kristen Maluku. Dijelaskan bahwa FKM memperjuangkan kepentingan rakyat Maluku secara keseluruhan, baik Islam maupun Kristen. Karenanya, ia minta sesama Muslim Maluku agar bersatu sehingga tidak dijajah oleh orang lain. Dijelaskan pula bahwa pihaknya tengah merencanakan untuk menyurati parlemen Uni Eropa serta berbagai pihak lainnya berkaitan dengan proses hukum terhadap Manuputty di Polda Maluku. "Kenapa Manuputty yang hanya mengungkapkan hak self determination ditangkap dan diproses, sedangkan Laskar Jihad dibiarkan? Ini adalah suatu ketidakadilan yang tidak bisa diterima," tandas Umar Santi.

Bukan Makar
Di Ambon, Sekretaris Eksekutif Forum Pemuda Waai, Frenky Reawaruw menilai apa yang dilakukan Manuputty hanya sebatas pada pelanggraan terhadap SK PDSD, bukan perbuatan makar. Ya, "Dokter Manuputty tidak bisa dikatakan melakukan perbuatan makar. Sebab pasal 106 KUHP yang mengatur tentang makar, dalam kajian semantiknya, yang katakan makar dalam bahasa Belanda disebut aanslag, yang artinya serangan.

Nah, kalau dikaitkan dengan kasus Manuputty dengan FKM-nya, ini berarti unsur makarnya tidak terpenuhi. Sebab tidak ada kegiatan-kegiatan fisik atau penyerangan yang dilakukan oleh FKM untuk memisahkan diri dari NKRI. Jadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Manuputty, hanya karena melanggar larangan PDSD, tidak ada yang lain," tandasnya.

Menurut dia, kalau ada tindakan preventif dari PDSD terhadap pengibaran bendera itu, maka tidak akan ada masalah yang muncul. "PDSD kan sudah tahu FKM akan mengibarkan bendera RMS, kok tidak dicegah. Malah bendera itu dibiarkan naik dulu, baru kemudian diambil tindakan untuk menangkap dan selanjutnya menahan dokter Manuputty," ujar Reawaruw.

Dia menambahkan, "Kalau Manuputty ditahan karena melanggar larangan PDSD, maka persoalannya apa karena hal ini dia boleh ditangkap dan ditahan? Kalau toh begitu, lalu bagaimana dengan larangan PDSD terhadap radio SPMM, dan juga Sprint PDSD tentang penertiban penduduk yang bukan warga Desa Waai, yang dalam kenyataannya mereka masih melakukan akfititas mereka. Bukankah ini sebuah pelanggaran hukum?

Lalu kenapa tidak ditangkap untuk diproses secara hukum?" Untuk itu, ia mengharapkan agar PDSD Maluku secara sungguh menjunjung tinggi penegakan supremasi hukum. "PDSD harus ingat bahwa semua orang sama di depan hukum. Atau, dengan kata lain, tidak ada diskriminasi hukum. Dan ini harus menjadi prinsip PDSD Maluku kalau mau kerusuhan ini segera berakhir," tandas Reawaruw.

Bebaskan Saja
Di tempat terpisah, Ketua DPC PDI-P DPRD Kota Ambon, Drs. Lucky Wattimury mendesak, PDSD aggar tegas menindak semua bentuk pelanggaran hukum di Maluku. Pasalnya, ia menangkap kesan PDSD melakukan diskriminatif dalam penegakan hukum. "Ini terbukti, dimana PDSD Maluku hanya mengambil tindakan tegas dan memproses Pimpinan Eksekutif FKM, drokter Alex Manuputty, sedangkan pimpinan Laskar Jihad tidak pernah diproses. Ini berarti PDSD Maluku sama bohongnya. Dan kalau demikian, maka sebaiknya pimpinan FKM dibebaskan saja," tandasnya. Lebih jauh, Wattimury mengatakan, pihaknya dan mungkin saja semua lembaga termasuk lembaga DPRD Kota mendukung sepenuhnya tuntutan yang disampaikan Badan Pekerja Harian (BPH) Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) kepada PDSD Maluku agar tanggal 17 Agustus mendatang Maluku sudah harus aman. Dia menilai tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang obyektif.

Dikatakan, tujuh butir tuntutan yang dikemukakan BPH Sinode GPM adalah upaya untuk memulihkan kehidupan rakyat Ambon-Maluku. "Bahkan tuntutan itu telah menyentuh persoalan yang esensi dalam hubungan kemasyarakatan, persaudaran dan keagamaan. Karena itu, PDSD Maluku harus menyikapi hal ini dengan sungguh-sungguh dimana PDSD Maluku tidak boleh diskriminatif dalam penegakan supremasi hukum," kata Wattimury.

Dia menandaskan, "Kalau hanya Pimpinan eksekutif FKM, dokter Alex Manuputty yang ditangkap, sedangkan pimpinan Laskar Jihad tidak ditangkap, maka PDSD Maluku sama bohongnya. Dan sudah saatnya Kapolda serta Gubernur Maluku menunjukan gigi dalam menegakkan supremasi hukum tanpa diskriminatif." Dikatakan, PDSD Maluku jangan membuat sistem perimbangan antara FKM dan Laskar Jihad. "Karena fenomena FKM ini muncul akibat rasa ketidakpuasan dan rasa kecewa rakyat Maluku terhadap pemerintah yang gagal menyelesaikan konflik Maluku. Untuk itu, jangan hanya FKM yang diproses, tetapi Laskar Jihad yang begitu ngotol melakukan provokasi kepada rakyat untuk melanggengkan konflik juga harus diproses. Jangan dibiarkan bebas begitu saja," tandas Wattimury. (S11/S08/S12/S15)


Latuconsina Ajak Rakyat Lawan Penentang Rekonsiliasi
Pariela : Deadline GPM Itu Presure agar Serius!

Ambon, Siwalima

Rupanya Gubernur Dr. Ir. M. Saleh Latuconsina yang kini jadi Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku dibikin kesal oleh ulah orang-orang yang menentang rekonsiliasi. Bahkan, ia mensinyalir bahwa memang ada pihak yang terus mencoba melanggengkan konflik. Buktinya, situasi dan kondisi keamanan daerah masih saja berfluktuasi.

Karena itu, ia mengajak segenap rakyat Maluku agar melawan mereka-mereka yang menjadi penentang rekonsiliasi. Sebab, kata dia, rakyat tidak bisa hanya menyerahkannya kepada PDSD atau aparat keamanan sendirian yang melawan. Jadi, "Ini harus semua lawan. Nggak mungkin bilang aparat yang lawan atau PDSD yang lawan. Nggak bisa sendiri. Seluruhnya harus bergerak," tandas Latuconsina, menjawab pertanyaan Siwalima, saat dicegat seusai memimpin upacara Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) ke-56 di halaman kantor Gubernur Maluku, kemarin. Latuconsina yang terus disorot berbagai kalangan berkaitan dengan penyelesaikan konflik Maluku ini, kemarin, dimintai komentarnya terhadap desakan Badan Pekerja Harian (BPH) Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) agar pihaknya secepat mungkin mengupayakan tercapainya suasana aman dan damai di Maluku, selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 2001. BPH Sinode GPM sendiri telah mengeluarkan pernyataan sikapnya berkaitan dengan peristiwa penyerangan Desa Waenalut di Pulau Buru dan sebagainya, yang dinilai secara sistimatis masih berlangsung hingga saat ini. Juga, menyangkut adanya proses islamisasi paksa. "Sebagai bagian dari evaluasi terhadap kinerja lembaga Penguasa Darurat Sipil, maka kami mendesak PDS agar secepat mungkin mengupayakan tercapainya suasana aman dan damai di Maluku, selambat-selambatnya tanggal 17 Agustus 2001," tulis BPH Sinode GPM dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Ketuanya, Dr I.W.J Hendriks dan Wakil Sekretaris Umumnya, Pdt Wem Davidz, MTh, seperti dilansir Siwalima, kemarin.

Latuconsina mengakui bahwa pernyataan sikap itu memang sudah ia terima. Ya, "Memang ada permintaan demikian. Tapi mudah-mudahan kita bisa selesaikan juga sebelum itu. Ini merupakan sebuah dorongan. Sebab penyelesaian masalah ini kan bukan menjadi tanggungjawab PDSD saja. Konflik ini merupakan konflik horisontal.

Oleh karena itu, semua orang punya peranan, termasuk seluruh masyarakat," kata dia. Menurutnya, kondisi daerah ini terjadi fluktuasi. Ada orang-orang yang terus saja mencoba melanggengkan konflik. "Ini harus semua lawan. Nggak mungkin bilang aparat yang lawan atau PDSD yang lawan. Nggak bisa sendiri. Seluruhnya harus bergerak," tandas Latuconsina.

Dia mengaku kalau kewenangan yang dimilikinya selaku PDSD saja masih belum cukup untuk menyelesaikan konflik Maluku sendirian. Ya, "Sekarang anda tahu kalau ada dua orang bakalai. Anda bisa bayangkan saja. Apakah dengan kewenangan-kewenangan yang ada pada pemerintah itu lalu sudah cukup? Apa dengan itu lalu kita mungkin menyelesaikan perselisihan dua orang? Jadi penyelesaiannya ada didalam. Maksudnya, bagaimana semua orang sadar untuk menghentikan pertikaian ini. Itu mungkin bisa lebih cepat," ungkap Latuconsina.

Dikatakan, ada sebagian orang masih dendam. "Rasa traumanya belum hilang. Namun dari sisi darurat sipil, kita berusaha dari berbagai segi. Saya pernah sampaikan bahwa upaya yang harus kita lakukan bukan hanya sekedar pemulihan keamanan, tapi bagaimana menghilangkan rasa kebencian, trauma itu," jelas Latuconsina.

Nah, kalau bicara soal kebencian satu orang kepada orang lain, sambung dia, "Itu anda mau pakai apa? Dari sisi fisik kita hanya bisa lihat dari atas. Kita cukupi ekonominya, kita berikan harapan masa depan, membangun rumah pengungsi.

Tapi apa itu sudah cukup? Bagaimana dengan rasa kebenciannya? Ini kan akhirnya kembali kepada bagaimana tokoh agama, tokoh masyarakat harus berperan. Jadi kita harus keluar bersama-sama."

Menurut Latuconsina, pengaruh dari adanya provokasi dari para pihak yang ingin melanggengkan konflik sangat tergantung pada masyarakat sendiri untuk mengikuti atau tidak mengikuti ajakan provokatif itu ataukah tidak. "Provokasi itu kan bisa melalui radio, koran, tapi yang paling celaka dilakukan pada daerah-daerah yang rasanya lebih sangat efektif dilakukan. Misalnya, dari rumah ke rumah, dari tekanan-tekanan di tempat-tempat ibadah. Nah, ini harus dilawan sendiri oleh masyarakat. Pengalaman dimana kita setiap tahun melewati proses ini. Kalau dilihat maka tanpa ada kekuatan masyarakat sendiri untuk melawan provokator-provokator itu. Ini juga sangat sulit," paparnya.

Dikatakan, persoalan akan mudah diselesaikan kalau diketahui siapa kawan dan siapa musuh. "Ya, misalnya kalau musuh itu pemberontak yang melawan NKRI, itu gampang. Tapi ini kan diantara dua orang. Sekarang dalam masyarakat Islam sendiri, siapa yang musuh, siapa yang kawan. Begitu juga dalam masyarakat Kristen, siapa yang musuh, siapa yang kawan," tutur Latuconsina. Ditanya tentang kewenangan yang dimiliki PDSD untuk menyelesaikan masalah Maluku, Latuconsina mengatakan, "kalau kita mau menilai orang, kita melihat kewenangan apa yang diberikan kepada PDS. PDS ini bukan lalu menjadi super, lalu bisa menggunakan kewenangan sewenang-sewenang. Kan kewenangan itu terbatas pada Prp 23 tahun 1959 saja. Misalnya menahan orang saja tidak boleh sembarangan. Anda lihat saja larangan yang dikeluarkan untuk FKM tidak boleh mengibarkan bendera RMS. Kita kan hanya mampu melarang. Tapi untuk melaksanakan perintah itu, siapa? Jadi bukan berarti PDS itu menguasai tentara dan polisi. Itu kembali kedalam PDS. Tapi bukan beta terus langsung mengambil-alih, lalu beta pegang komando polisi, beta pegang komando tentara."

Agar Serius
Di tempat terpisah pengamat politik Unpatti, Drs.Tonny Pariela, MA menilai pernyataan sikap pimpinan BPH Sinode GPM sebagai pressing terhadap PDSD agar lebih serius menangani konflik Maluku, sekaligus merupakan bentuk platform. "Ini memang harus di-deadline. Mengapa saya katakan demikian? Sebab menurut kacamata banyak orang, orang semakin sulit dan pesimis menilai bagaimana manejemen PDSD. Bahkan terkesan tidak terencana dan tersistem," tandasnya. Dia berpendapat bahwa deadline BPH Sinode GPM merupakan sikap yang arif dan bijaksana agar konflik segera terselesaikan, sekaligus untuk mendorong PDSD berproses. "Tekanan ini oleh PDSD harus disikapi serius pula. Sebab kebutuhan rasa aman sangat mahal harganya dan jangan serta-merta menganggap kerusuhan ini alami adanya. Ini namanya pembiaran," kata Pariela. Menurut dia, PDSD harus segera memfasilitasi penyelesaian konflik. "Apalagi militansi telah dibangun oleh warga Muslim Maluku yang berdasarkan provokasi yang dimainkan orang luar. Jadi sekali lagi, PDSD harus mengeliminir militansi yang dibangun tersebut. Sebab ini adalah potensi-potensi konflik. Tangkap saja Ustad Atamimi atau yang lain, dan kalau di pihak Kristen ada yang demikian, juga siapapun dia, tangkap saja," tandas Pariela.

Kalau benar PDSD mau berproses, sambungnya, "Pasti mendapat kemudahan dari pihak Kristen atau pihak-pihak yang ingin berdamai. Sebab sudah sangat jelas bahwa warga Kristen tidak ingin menyerang warga Muslim dan sebaliknya dari warga muslim saya rasa sulit." (S12/CR1)


Louhenapessy: Sebaiknya Jangan Saling Menyalahkan

Ambon, Siwalima

Harapan masyarakat agar DPRD Maluku dapat memberikan sikap politiknya berkaitan dengan kondisi politik yang berkembang saat ini, terutama kehadiran FKM dan Laskar Jihad, ditanggapi Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku, Richard Louhenapessy,SH.

Menjawab Siwalima siang kemarin di Baileu Rakyat Maluku Karang Panjang, Louhenapessy tampaknya tidak setuju kalau dewan langsung diklaem tidak bersuara. Menurut dia, perlu meletakan semuanya dengan benar dan jangan memvonis siapa yang salah siapa yang benar, karena jika demikian telah mengarah ke subjektivitas orang. Bila sampai demikian, sambung Louhenapessy, semua orang akan mencari pembenaran dengan berbagai dalih.

Dalam era reformasi, lanjut dia, ada harapan yang begitu kuat dari masyarakat untuk bagaimana mengoptimalkan peran dan fungsi DPR, termasuknya DPRD Maluku. Dan, DPRD Maluku juga sementara mengaca diri untuk bisa menjawab aspirasi masyarakat itu secara nyata. Oleh karenanya, secara lembaga "pernyataan sikap" memang perlu untuk menempatkan posisi dewan dalam melihat kerusuhan ini, tapi saya kira secara person-person saya melihat juga sudah cukup peka sehingga sekarang secara kelembagaan kita tinggal mendorongnya terus dan rakyat harus terus dengan kritis memberikan kritik kepada DPR supaya DPR bisa berkaca apakah selama ini DPR sudah berbuat banyak hal yang sesuai dengan keinginan masyarakat atau belum. Dirinya yakin bahwa DPR tidak pernah menutup mata hatinya dalam melihat fenomena sosial yang berkembang akhir-akhir. Untuk itu dewan telah mengagendakannya dan filing saya dalam waktu dekat ini dewan akan membahas ini dalam suatu rapat guna merumuskannya dalam suatu sikap politiknya nanti," akunya. Dia juga menyarankan baha didalam keadaan sekarang ini, semua pihak hendaknya menahan diri dan turut membantu pemerintah mencari solusi-solusi yang baik guna menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi masyarakat Maluku, karena tidak bisa secara keseluruhan hanya menggantungkan harapan kepaa pemerintah. "Kita tidak perlu mempertanyakan siap yang salah, tapi yang seharusnya menjadi pertanyaan kita adalah apa yang salah, bukan siapa, nah kalau apa yang salah, itu berarti semua punya kepentingan untuk memperbaiki apa yang salah itu, baru kemudian kita coba lagi untuk menguraikan seluruh flashback masa lalu terlebih dalam dua tahun kebelakang".

Sekarang ini kan masa pemerintahan reformasi yang notabene dia merupakan suatu masa transisi, kenapa terjadi suatu perobahan sistim politik dari orde baru ke era reformasi. Tentunya ini harus mengalami suatu perobahan yang sangat mendasar apakah dalam sistim dan kebijaksanaan politik ataupun dalam sistim perundang-undangan hukum apakah dalam pelaksanaan kebijaksanaan perekonomian, semuanya mengalami perubahan yang sangat signifikan.

Kenapa, perubahan paradigma yang berubah dari paradigma sentralistik ke paradigma yang desentralistik, kekuasaan yang pusat dia beralih ke daerah-daerah. Nah ini kan terjadi pergeseran paradigma pembangunan dan terjadi di mana-mana. Yang sebenarnya perobahan ini butuh waktu yang cukup oleh karena itu tidak bisa disalahkan siapa-siapa, laskar jihad dan FKM itu akibat daripada suatu kondisi yang memang dalam proses peralihan, itu yang terjadi. Kalua ditanyakan siapa yang salah, menurut hemat saya adalah kebijaksanaan publik yang dibuat baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, PDS juga dalam banyak hal ambivalen karena kondisi pemerintah pusat juga ambivalen, undang-undang saja dilanggar itu masalahnya, kemudian kedudukan daripada TNI/Polri masih juga belum jelas, kalau mereka bertindak tegas berhadapan dengan masalah HAM tapi kalau terjadi pembunuhan tidak dipersoalkan. (CR2)

Received via email from: Masariku@yahoogroups.com

Copyright © 1999-2001  - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/maluku67
Send your comments to alifuru67@egroups.com