>Presiden kito


Presiden 4. Gus Dur.

Memang Gus Dur mujur karena akibat olah politisi yang main "dagang sapi"
Hasil pemilihan umum yang bebas tidak menghasilkan pemenang mutlak.
Maka diantara partai yang besar saling akal-akal-an. PDI-Golkar-PPP
sudah pasti tiga terkemuka, tetapi tidak menemukan cara untuk bisa bagi-bagi kuasa.

PAN yang untung bisa main dan menabuh kendang, bertindak sebagai pawang
mengajak yang lain berdendang dan bersenang-senang.
Begitulah jadinya, aturan dibuat rapi, pakai sistim dagang sapi (tawar-menawar,
ulur-uluran) dari hasil pemilu kita punya pimpinan negara hasil reformasi.

Dari golongan Islam PKB mendapat suara terbanyak, jadilah GusDur/GD
jadi presiden, dari golongan nasional PDIP juga yang paling banyak maka
Megawati jadi wakilnya. Golkar dapat bagian kepala DPR, memang penting
kerjanya banyak dan PAN yang sebagai PANitya, dapat bagian kepala MPR cukup tinggi tetapi sidangnya tidak tiap hari. PPP dikira sudah cukup tiga P-nya jadi tidak kebagian sebagai P-enguasa
Hanya dapat jatah p-tiga. Pembantu Pimpinan Pemerintahan karena
nasibnya hanya kebahagian menjadi menteri.

Gus Dur memang orangnya pintar dan suka belajar. Apalagi keluarganya juga pemimpin dan pendiri organisasi. Maka namanya juga pakai Gus, predikat sebagai orang istimewa (bukan rakyat jelata)

Sebagai orang Jawa Timur, cara pembawaanya suka terus terang, maka orang juga banyak yang senang tetapi orang juga menjadi tercengang kalau GD bisa memastikan yang belum terjadi.
Seperti: waktu polisi mencari Tommy, pernah menyatakan kepada pers Tommy sudah ditangkap tetapi lolos lagi, ini katanya menurut info pribadi GD. Ceritanya karena tidak percaya kepada aparat pemerintah lalu membentuk intel sendiri.

Sebagai Presiden, orang datang keistana kalau ada perlu, tetapi GD tidak malu, dia dengan Tommy kencan dihotel untuk ketemu. Protokol diabaikan, membuat pejabat pembantunya kewalahan.

Idenya untuk mengurangi pengaruh militer/polisi memang baik karena jaman sudah berganti supremasi tentara sudah harus terhenti.
Tetapi GD juga mengabaikan hierarchie padahal di militer masih dipakai. Juga dengan polisi cari perkara kepalanya ogah dicopot, karena dia masih punya bobot dan militer membantu juga. Hukumnya ada dia masih kuasa.

Apa yang terjadi GD angkat kepala baru, jadi orang dua di-adu dan yang
orang heran, GD melecehkan tongkat komando simbol kekomandan-an.
Belum lagi dengan pembantu sipil, juga banyak perselisihan.
Karena apa cara pemikirannya sudah lain dari mulanya. Memimpin pemerintahan dianggap mengurusi keluarga. Ini belum lagi, sedikit sedikit ada "geronjalan" GD minta pengarahan dari "Langitan" Apa urusannya, memang maunya seperti di Iran.
Kalau cukup sekali-kali minta restu masihlah wajar, apa negara mau dianggap pesantren?

Dengan sikap dan cara yang begitu kaum nasionalis (PDIP dan Golkar) senyum simpul. Karena apa pada waktu "dini", sebagai terima kasih kepada PAN, GD menyatakan NU harus belajar dari Mohammadiyah tentang sosial dan pendidikan ... bayangkan kalau itu terjadi NU-PAN tambah PPP .. akan merupakan kekuatan yang dahsyat ......
tapi apa yang terjadi semua bubar, kerjasama sesama partai agama sudah tidak ada dan dengan nasionalis juga tidak bisa kompak.

Anehnya ... dan ajaib, karena peristiwa Bulog, dimana GD harus mundur
Golkar yang juga ikut tersangkut, usul ikut-ikut supaya GD kaput, out.

Dunia politik Indonesia berganti warna, karena berdasarkan jiwa demokrasi semua setuju Mega jadi presiden, dinaikkan tingkatnya jadi orang kesatu.

Masa akhirnya dikepresidenan tidak menunjukkan keperwiraan.
Sudah "diputuskan" kelihatannya GD masih krasan tinggal diIstana
walau waktu jabatan sudah habis, maka kesatuan pengawal presidenpun
dibikin kerepotan.... sebab tidak ada hukumnya untuk mengawal kas-den

Pelajaran: Mengurus negara lain dengan keluarga. Urusan negara saling menunjang, luas dan rumit. Kalau keluarga taat kepada orang tua/kyai sudah pasti ... tetapi juga jangan selalu kekukuburan keramat berselawat.

Kewibawaan seorang pemimpin karena tindak tanduk dan pertanggungan
jawabnya kepada setiap persoalan.