Media Indonesia, Selasa, 18 Maret 2003 14:30 WIB
Pembela Kopassus Anggap Terdakwa Kasus Theys Pahlawan
SURABAYA--MIOL: Tim pembela anggota Kopassus menganggap tujuh terdakwa
dalam kasus matinya Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyyo Eluay yang
kini sedang diadili di Mahkamah Militer (Mahmilti) III Surabaya sebagai pahlawan
dalam menjaga utuhnya negara kesatuan RI (NKRI).
Tim pembela Kopassus dalam sidang lanjutan di Mahmilti III Surabaya, Selasa
membacakan nota pembelaanya secara bergantian dengan judul 'Pahlawan diadili'.
Sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum itu dipimpin oleh Hakim Ketua Kolonel
(CHK) AM Yamini.
"Mereka telah berjuang dengan segala pikiran, karier, jiwa dan raganya untuk
mempertahankan keutuhan NKRI. Karena itu tidak ada kata-kata yang lebih tepat
dalam nota pembelaan ini, kecuali kami beri judul 'Pahlawan diadili'," demikian bunyai
pembelaan Kopassus.
Hotma Sitompoel yang pertama kali membacakan nota pembelaan dengan
mayakinkan maminta, apapun putusan majelis hakim, para terdakwa itu adalah
pahlawan yang telah dengan ikhlas keluar masuk hutan tanpa memikirkan resiko
bahwa akhirnya akan diadili sebagai terdakwa.
"Karena itu mari kita pikirkan dampak putusan majelis hakim pada prajurit lain di
seluruh Indonesia. Jangan dibayangkan bahwa putusan majelis nanti hanya
berdampak bagi para terdakwa, tapi juga seluruh prajurit. Jangan sampai putusan
majelis nanti berdampak pada mundurnya semangat prajurit dalam mempertahankan
NKRI," katanya.
Selain itu, tim pembela Kopassus juga mengungkapkan kebesaran hati para terdakwa
yang memilih jalan pengadilan untuk mencari keadilan dalam kematian Theys.
Padahal sebenarnya mereka mempunyai kesempatan besar untuk menghindar dari
proses pengadilan.
"Kalau para terdakwa ini tidak mengakui adanya pembekapan terhadap almarhum
Theys, maka akan sulit oditur militer untuk membawa mereka ke pengadilan. Adanya
pembekapan itu kan tidak bisa dibuktikan dengan saksi-saksi maupun bukti-bukti,"
katanya.
Menurut tim pembela Kopassus, dari sisi hukum, tuduhan oditur bahwa terdakwa
melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal juga tidak bisa
dibuktikan. Menurut mereka, pembekapan yang dilakukan Praka Achmad Zulfahmi
terhadap mulut Theys bukan bertujuan untuk menganiaya.
"Pembekapan itu semata-mata karena Theys berteriak, sehingga para terdakwa
berusaha agar tidak ada amuk massa dengan cara membekap mulut almarhum
Theys. Bukan pembekapan itu diplintir dianggap sebagai penganiayaan," ujar Hotma.
Sidang yang dimulai sekitar pukul 09.30 WIB itu menghadirkan empat terdakwa,
yakni Letkol (Inf) Hartomo, Kapten (Inf) Rionardo, Sertu Arsil dan Praka Achmad
Zulfahmi. Sementara terdakwa lainnya, yakni Mayot (Inf) Doni Hutabarat, Lettuy (Inf)
Agus Supriyanto, dan Sertu Laurensius LI akan dihadirkan dalam sidang lainnya.
Pada sidang 5 Maret lalu, tujuh terdakwa dituntut dua hingga tiga tahun penjara.
Letkol Hartomo dituntut dua tahun enam bulan, Kapten Rionardo dan Sertu Asrial
masing-masing dua tahun, sedangkan Praka Achmad Zultahmi mendapatkan tuntutan
paling berat, yakni tiga tahun dan dipecat dari dinas militer.
Sementara Mayor Doni Hutabarat dituntut dua tahun enam bulan, Lettu Agus
Supriyato tiga tahun plus diusulkan dipecat dari TNI AD dan Sertu Laurensius LI dua
tahun penjara. (Ant/Ol-01)
Copyright © 1999-2002 Media Indonesia. All rights reserved.
|