Pikiran Rakyat

Pendidikan Sebagai Pelayanan Publik

Oleh H. MOHAMAD SURYA

KONGRES guru sedunia (4th World Congress of EI) telah berlangsung dari tanggal 22 s.d. 26 Juli 2004 di Porto Alegre Brasil, dihadiri oleh kurang lebih 1.500 delegasi dari seluruh dunia termasuk enam orang delegasi Indonesia. Kongres ke-4 ini mengambil tema, "Education for Global Progress" dengan tiga sub-tema. Masing-masing, "Education: Public Service or Comodity" (pendidikan sebagai pelayanan publik atau komoditas), "The Right to Teach. The Right to Learn", (hak asasi mengajar, hak asasi belajar), dan "Recruitment and Retention of Qualified Teachers" (rekrutmen dan ritensi guru).

Kongres telah menghasilkan berbagai rumusan penting yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan di seluruh dunia yaitu bahwa kemajuan global hanya dapat dicapai melalui pendidikan yang efektif, bermutu, dan merata. Oleh karena itu kongres menyampaikan resolusi pertama dalam kaitan dengan dikotomi antara pendidikan sebagai pelayanan publik dan komoditas, menolak kecenderungan privatisasi pendidikan sebagai komoditas, dan mendesak semua negara agar pendidikan dijadikan sebagai pelayanan publik sebagai hak asasi manusia dan harus bebas dari segala pungutan biaya terutama untuk pendidikan dasar.

Kedua, berkenaan dengan hak asasi mengajar dan belajar untuk menunjang terlaksananya pendidikan yang berkualitas, diperlukan guru dalam jumlah dan mutu yang memadai serta terwujudnya hak guru untuk mengajar dan hak murid untuk belajar. Oleh karena itu kongres menyampaikan resolusi dengan mendesak kepada semua negara agar memberikan jaminan kesejahteraan yang memadai serta sarana pembelajaran yang memadai sehingga guru dapat melaksanakan tugas mengajar dan murid dapat belajar dalam situasi proses pembelajaran yang kondusif untuk mencapai hasil pembelajaran yang efektif.

Ketiga, berkenaan dengan rekrutmen dan ritensi guru, diperlukan tersedianya guru dalam jumlah dan mutu yang memadai untuk menunjang terlaksananya program pendidikan untuk semua. Kongres mendesak semua negara agar mengupayakan rekrutmen guru secara efektif dan menjadikan jabatan guru sebagai jabatan yang menarik terutama dari aspek sosial ekonomi agar mampu menarik orang-orang yang baik untuk menjadi guru dan menjaga para guru tetap dalam jabatannya.

Hal tersebut di atas sangat penting untuk memperoleh dukungan internasional dalam upaya membenahi pendidikan nasional sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia. Dukungan global ini sangat penting dan strategis mengingat pemerintah Indonesia sampai saat ini masih belum menempatkan pendidikan sebagai prioritas pembangunan bangsa dan nasib guru yang belum mendapatkan posisi sesuai dengan hak dan martabatnya. Semua itu sangat diperlukan untuk mewujudkan pendidikan bermutu sebagai hak asasi semua warga negara dan adaptasi terhadap perkembangan global.

Komoditas atau pelayanan publik?

Perkembangan dunia global telah membawa pengaruh yang amat besar dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia di seluruh dunia termasuk pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia. Proses globalisasi memiliki dimensi sosial yang amat kuat berbasis nilai-nilai universal, penghargaan terhadap hak asasi, dan martabat manusia. Dalam proses ini, dunia pendidikan dihadapkan dengan sejumlah tantangan strategik. Pertama, tantangan untuk mencapai pendidikan untuk semua sebagai kesepakatan dunia dalam perjuangan melawan kemiskinan; kedua, kecenderungan berkembangnya privatisasi, komersialisasi, dan perdagangan dalam pelayanan pendidikan sebagai akibat perkembangan pola-pola perdagangan bebas yang digagas oleh WTO; ketiga, perkembangan ilmu pengetahuan dan teklnologi dalam berbagai bidang kehidupan; dan, keempat, tuntutan pola-pola pembelajaran sepanjang hayat sebagai konsekuensi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai konsekuensi dari perkembangan perdagangan bebas dunia, salah satu tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan adalah adanya kecenderungan menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang membuat berkembangnya pola-pola privatisasi yaitu mengalihkan pelayan pendidikan kepada sektor swasta, dan komersialisasi yaitu menerapkan pola-pola pendekatan pasar dalam institusi publik. Dalam pandangan pendidikan sebagai komoditas, akan menimbulkan pergeseran yang menjadikan pendidikan bersifat elitis. Artinya, hanya akan dinikmati oleh kalangan tertentu saja yaitu yang mampu membayar. Padahal seharusnya pendidikan itu bersifat populis yaitu harus dinikmati oleh semua orang sesuai dengan haknya masing-masing.

Situasi seperti ini sudah mulai terasa dalam dunia pendidikan kita sekarang, di mana pendidikan dirasakan sangat mahal karena sebagian besar warga masyarakat berada dalam kondisi kurang mampu secara ekonomis. Bila pendidikan hanya dapat dijangkau oleh kalangan berduit dan tidak dapat dijangkau oleh lapisan masyarakat yang kurang mampu, maka besar kemungkinan akan terjadi kesenjangan yang besar di antara warga negara dan pada gilirannya akan menimbulkan kepincangan sosial yang dapat membawa kehancuran bangsa.

Hal ini jelas sangat bertentangan dengan hak asasi manusia untuk memperoleh pendidikan sebagaimana tersirat dan tersurat dalam The Universal Declaration of Human Rigts sebagai berikut: "Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary and fundamental stage. Elementary education shall be compulsory. Technical and professional education shall be made generally available and high education shall be equally accessible to all on the basis of merit". Pernyataan ini menyiratkan bahwa pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara dan pendidikan dasar harus gratis atau dibiayai oleh pemerintah.

Sementara itu, Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan bahwa, (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, dan (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Selanjutnya, Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 menegaskan bahwa (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu, (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, (3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, (4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus, (5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Dengan memperhatikan ungkapan di atas, sangatlah tidak tepat apabila pendidikan dijadikan sebagai komoditas atau barang dagangan dengan pelayanan pola-pola pasar. Pendidikan merupakan pelayanan publik bagi semua warga negara dalam memperoleh hak asasinya secara adil tanpa memandang berbagai keragaman latar belakangnya. Ini berarti bahwa lembaga pelayanan publik yaitu pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menyediakan segala penunjang yang diperlukan seperti biaya, sarana, personel, manajemen, dan sebagainya.

Pendidikan publik harus menjadi tanggung jawab pemegang kewenangan publik yaitu pemerintah, baik pusat maupun daerah, bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat. Pelayanan pendidikan yang sekarang berlangsung harus mengalami perubahan yang lebih mementingkan kepentingan seluruh warga masyarakat selaku subjek. Sesuai dengan amanat undang-undang, pemerintah harus secara konsekuen menyediakan anggaran pendidikan secara signifikan agar tidak terlalu memberatkan orang tua dan masyarakat secara keseluruhan.

Untuk itu harus ada satu upaya mendinamiskan sumber-sumber dana dari masyarakat melalui kebijakan fiskal yang tepat misalnya ketentuan perundang-undangan yang mengatur masuknya pajak dari semua wajib pajak dan ketentuan penggunaan dana pajak untuk kepentingan pendidikan. Dengan begitu pendidikan mendapat dukungan dana secara signifikan sehingga pendidikan dapat terlaksana dengan baik dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kesalahan manajemen pengelolaan dana yang tidak efektif harus dibenahi secara profesional dan segala bentuk korupsi harus diberantas.

Untuk mewujudkan pendidikan sebagai hak asasi manusia dari seluruh warga negara, pendidikan harus berupa pelayanan publik sebagai wujud akuntabilitas pemerintah terhadap seluruh rakyat yang telah memilihnya secara demokratis. Harus dihindarkan kecenderungan untuk menjadikan pendidikan sebagai komiditas dengan privatisasi lembaga publik dengan komersialisasi yang menggunakan pendekatan pasar dalam pelayanannya. Pendidikan harus dapat dinikmati oleh seluruh warga negara dan pemerintah harus menyediakan dana pendidikan secara signifikan agar tidak memberatkan masyarakat.

Oleh karena itu pemerintah pusat dan daerah bersama dengan DPR dan DPRD agar menindaklanjuti UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas disertai dengan pengembangan berbagai produk hukum yang dapat memberikan jaminan konstitusional bagi implementasi pendidikan nasional dalam bentuk tersedianya sarana dan dana pendidikan sekurang-kurangnya sebesar 20% dari APBN dan APBD di luar gaji tenaga kependidikan dan pendidikan kedinasan.

Dalam kaitan dengan guru diperlukan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah guru yang meliputi mencukupi kekurangannya, meningkatkan mutunya, memperbaiki kesejahteraannya, dan menyeimbangkan distribusinya. Di samping itu perlu dilakukan upaya untuk lebih meningkatkan peningkatan partisipasi masyarakat dan keluarga dalam pendidikan disertai dengan peningkatan akses bagi masyarakat untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi dengan biaya yang terjangkau.***

Penulis, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI.

Kembali