HOME

Anak LAKI vs Anak PEREMPUAN

Putra dan Putri -1 / Putra dan Putri -2 / Putra dan Putri -3

Pengantar Gay-Lesbi / Gay-Lesbi-1 / Gay-Lesbi-2 / Gay-Lesbi-3

Oleh: Meilania <meilania@telkom.net>

 

Arsip: e-BinaGuru September 2003 <subscribe-ikan-binaguru@xc.org>

Tentu kita masih ingat 10 atau belasan tahun silam dimana para futurolog meramalkan sebuah era kebangkitan bagi kaum perempuan, dimana dikatakan bahwa perempuan akan menduduki posisi-posisi yg lebih penting dalam masyarakat, perempuan akan tampil sebagai pemimpin, perempuan akan memperoleh kehidupan "baru" dalam masyarakat global, dst dst .... namun mungkin tidak banyak yg meramalkan bahwa seiring dg itu, sedang terjadi kemerosotan kualitas di kalangan kaum Adam.

Berikut beberapa hasil "potret" realita yg kurang menyenangkan tsb:

(Cat. data ini hasil penelitian di US).

Anak laki-laki dibanding perempuan:

[1] 6 kali lebih banyak mengalami kesulitan belajar

[2] 3 kali lebih banyak terdaftar sbg pecandu obat-obatan

[3] 4 kali lebih banyak mengalami gangguan emosi

[4] 12 kali lebih cenderung untuk membunuh seseorang

[5] 2 kali lebih banyak yg masuk RS Jiwa (usia < 15 tahun)

[6] 5 kali lebih banyak yg melakukan bunuh diri

[7] 50% lebih besar kemungkinannya untuk meninggal dalam kecelakaan mobil

[8] lebih berisiko thd schizofrenia, autis, penyimpangan seksual, pecandu alkohol, mengompol, dan semua bentuk perilaku antisosial dan kriminal

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Dr. Michael Gurian, ahli psikoterapi dan penulis buku terlaris "The Wonders of Boys" mengatakan bahwa kerancuan maskulin dan ketidakpuasan yg dialami merupakan bukti utama dalam pendidikan masyarakat. Dari tingkat sekolah dasar hingga menengah atas, anak lelaku menerima nilai yg lebih rendah dari anak perempuan.

Dr. James Dobson mengungkapkan keprihatinannya sbb:

Seakrang, lebih dari sebelumnya, anak lelaki mengalami suatu krisis percaya diri yg merasuk sampai ke dalam jiwa. Banyak dari mereka bertumbuh dg mempercayai bahwa mereka tidak dikasihi oleh orang tua mereka dan dibenci atau diremehkan oleh teman sebaya mereka.

Bagi beberapa anak, sindrom jiwa yg terluka dimulai sangat dini, sebagai suatu akibat dari pelecahan dan pengabaian.

Sementara para pakar lainnya menuding media dan dunia perfilman sebagai "perusak" mental anak-anak.

American Medical Association, American Academy of Pediatrics, American Psychological Association, American Academy of Child and Adolescent Psychiatry membuat pernyataan bersama:

Dampak [kekerasan] dapat diukur dan berlangsung abadi. Lebih lagi, pengamatan yg berlangsung lama thd kekerasan di media dpt memimpin pada terpuruknya kepekaan akan kekerasan di dlm kehidupan sebenarnya.

Sementara menuliskan kutipan-kutipan di atas, saya pribadi sedang berpikir ... apa ya penyebab utamanya? Media memang punya andil yg sangat besar, kegagalan pendidikan juga berdampak sangat signifikan, masa kecil yg "buruk" jelas merupakan modal awal rusaknya seseorang, namun APA dan SIAPA penyebab utama semuanya ini?

Mungkinkah jawabannya adalah PARA ORANG TUA itu sendiri?

Seberapa serius laki-laki dan perempuan bertanggung jawab dalam proses pendidikan anak? baik di dalam keluarga mereka sendiri maupun di tengah masyarakat. Kepada "siapa" dan "apa" kita mempercayakan anak-anak kita? kepada baby sitterkah? pembantu? TV? tenaga profesional penitipan anak? Seberapa besar komitmen dan keterlibatan kita dalam dunia pendidikan, baik formal maupun non-formal?

Mungkin saya terlalu idealis ... tapi saya selalu memimpikan ada sebuah Learning Society yg sehat, dimana setiap orang, tua dan muda, laki-laki dan perempuan, saling membangun dan menguatkan. Anak-anak tumbuh dalam lingkungan kekerabatan yg baik.

Sementara ini dulu ... sudah malam nih dan saya sudah mulai capek :-)

Saya akan lanjutkan di lain kesempatan. Terima kasih atas perhatian dan kesediaan rekan-rekan membaca tayangan yg panjang lebar ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.