MENATA RUMAH HUJAN Oleh :
Ari Setya Ardhi
Seperti membentangkan tirai hujan
dalam rumah pelaminan, atap rindu
mengalirkan mendung membasahi
pilar-pilar berdarah memerangkap
rintihan debu dan memenjarakan
kesunyian sebagai bahasa isyarat
tanpa perlu diterjemahkan
hingga tiang-tiang gerimis
kian kokoh mendirikan
kebekuan ruang. Lantai yang
basah seakan berpesta kerancuan waktu,
kita terlanjur mengasah pisau dendam
yang teracung dari balik
kebeningan malam, kemudian
menikam-tikamkan dahaga embun
terkapar diantara jilatan kecemasanmenata rumah hujan,
kita hanya mampu menjaga
bekas tungku, melindungi cahaya
air mata yang masih menyalakan kegairahan
biarkan kutanak bulir-bulir luka, menghancurkan
kaca dan jendela yang telah mengibarkan
bendera dan jendela yang terbuka
telah menggali kubur penyesalan.
kita berkemas mengumpulkan
cahaya matahari sampai keheningan
mampu memanggili ayat-ayat nurani
yang ditanamkan Tuhan
lalu menjadikan maut yang tersisa
diantara derai keletihan, sembari
mengkremasi rumah impian tanpa perlu
memperhitungkan nurani pertentanganBohemian Jambi 3 April 2000
sajak-sajak Ari Setya Ardhi