|
ES MANGGA
by Iorhael a.k.a Shinta Harini
“Brr… huh, dingin! Hey, siapa lagi itu?”
“Mm, apa? Oh, biasa. Cewek lagi, sama cowoknya.”
Hal yang biasa mungkin, tapi toh yang lain ikut tertarik.
“Mana?”
“Kaya’ apa ceweknya?”
“Cowoknya cakep nggak?”
Dan satu demi satu, kubus-kubus lunak berwarna kuning itu pun mengalihkan perhatian mereka ke arah pintu masuk food court tempat mereka selama ini berada… sampai suatu ketika saat mereka akhirnya tersendok keluar dari kotak etalase beku untuk dihidangkan di atas gundukan es seryt di dalam sebuah mangkuk dan kemudian disiram dengan susu kental putih manis.
Tetapi saat ini tidak ada satu kubus pun yang perduli hidup mereka akan berakhir ketika seseorang memerangkap mereka dengan sendok yang membantunya mengantar mereka ke… mulut orang itu. Saat ini semua perhatian beralih ke pasangan yang baru masuk tadi, yang masing-masing melangkah dengan langkah-langkah malas melintasi meja-meja dan kursi-kursi, melempar pandangan sekilas ke deretan stalls penjual makanan, berkomentar panjang-pendek. Para kubus itu sempat menangkap satu-dua percakapan mereka.
“Ah, itu pastel yang saya bilang enak kemarin. Mau coba?”
“Finn, kita kan sudah makan tadi. Kita ke sini cuma mu cari tempat buat ngobrol. Ya kan?”
“Oh, iya.”
“Dan kamu beanr-benar tidak suka kopi? Enak lho untuk sesudah makan.”
Makhluk-makhluk berbentuk kubus tadi tidak menangkap jawaban si pemuda. Hanya anggukan dan gelengan yang mereka dapati.
“Okay.” Suara lembut si gadis terdengar lagi. “Jadi?”
“There! Itu tempat es yang saya ceritakan tadi. Lihat yuk.”
Sebuah ajakan yang disambut gembira oleh si gadis. Dan kubus-kubus mangga berwarna kuning meriah di dalam kotak kaca itu pun seperti terlempar kembali ke alam nyata – selalu ada kemungkinan si gadis untuk memilih mereka, dan itu berarti akan tamatnya riwayat mereka entah di sela gigitan si gadis atau si pemuda.
Kedua orang itu berjalan pelan mengitari counter penjual es di mana kubus-kubus itu berada, dengan para irisan mangga menanti dengan harap-harap cemas.
“Si Nita juga suka ke sini ya?” Terdengar lagi suara si gadis, dengan ceria seperti sebelumnya. Agak kebalikan dengan si pemuda. |
|