Hukum Kamma
Karya: Taman Budicipta
I.  Cara kerja hukum kamma

Pertanyaan:


Saya merasa ada pandangan salah tentang karma. Pertanyaannya adalah apabila seseorang kena todong, bunuh, dll itu apakah karena karma buruknya lagi berbuah? Apabila begitu, bukankah si pencuri dan pembunuh itu seharusnya tidak bertanggung jawab atas kejahatan mereka? Mereka hanya mendapat karma buruk dari niat untuk mencuri dan niat untuk membunuh. Sebab orang yang dibunuh itu dengan kata lain emang ada karmanya untuk terbunuh atau dengan kata kasarnya pantas dibunuh.

Jawaban:

Satu hal yang sering di-simplify oleh umat Buddhis adalah tentang jalan kerjanya hukum kamma.  Hal-hal tersebut antara lain:

1)  Menganggap semua perbuatan itu akan membuahkan hasil (kamma).  Sesungguhnya hanya perbuatan yang didorong oleh cetana (kehendak) lah yang akan membuahkan hasil. (baca penjelasan tentang tergilasnya si B di bawah).

2)  Menganggap apa yang menimpa diri kita adalah 100% dari kamma.  Misalnya, kalau lagi sakit, ia menganggap itu adalah karena hasil kamma buruk.  Padahal seseorang bisa saja jatuh sakit karena ia tak pandai merawat kesehatan dirinya (makan makanan yang salah, dll).  Satu lagi contoh yang paling umum: tak tahu hemat dan suka berfoya-foya dan akibatnya ia tak dapat meraih kekayaan; kemudian ia malah pasrah (tak berusaha merubah sifat jeleknya yang suka berfoya-foya) melainkan mengatakan pd dirinya sendiri bahwa itu adalah kammanya (nasibnya) tak dapat hidup kaya.

3)  Tak menyadari rumitnya jalan kerja hukum kamma.  Jalan kerja hukum kamma sungguh rumit karena banyak faktor yang menentukan hasilnya.  Faktor-faktor tersebut antara lain: pikiran yang mempelopori perbuatan tersebut, kondisi yang mengizinkan untuk berbuahnya kamma tersebut, dll.  Contoh yang sangat bagus telah diberikan oleh Sang Buddha: 2 orang mencuri seekor binatang ternak.  Orang pertama miskin melarat, orang kedua kaya raya.  Bila keduanya tertangkap, maka orang pertama mungkin akan dipenjarakan (dihukum lebih berat).  Sedangkan orang kedua mungkin hanya akan dikenai denda.  Tidak adil?  Adil juga karena perbuatan lampau orang kedua telah memberikan lahan yang subur untuknya (kaya raya) sehingga perbuatan buruknya tak menghasilkan hal yang terlalu buruk kepadanya (dibandingkan orang pertama).  Maka berusahalah berbuat banyak perbuatan baik demi kesejahteraan saat ini dan di kemudian hari.  Baca juga artikel
Kamma & kelahiran kembali.

Kembali ke pertanyaan di atas.  Apapun yang didasari oleh cetana (kehendak) akan membuahkan hasil.  Misalnya, si B membunuh si C.  Di kemudian hari si B dibunuh/terbunuh oleh si A.  Bila si A memiliki cetana untuk membunuh si B, maka si A akan menerima hasil perbuatannya kelak (mungkin terbunuh juga?).  Dan ini dapat berlanjut terus.  Tetapi seandainya si A tidak memiliki cetana (misalnya si A lagi nyetir dan si B sendiri terpeleset dari sepeda motornya dan tergilas oleh si A), maka si A tak akan menerima hasil.  Yang lumayan sering terjadi adalah si A membunuh si B di kehidupan lampau.  Di kehidupan sekarang giliran si A yang dibunuh si B.  Dan seandainya saja mereka tak memutuskan roda kebencian ini, maka mereka berdua akan terus menderita.  (Ingat: kebencian tidak akan berakhir dengan kebencian; kebencian hanya akan berakhir dengan dibalas dengan cinta kasih).

Semoga penjelasan di atas dapat menjadi bahan perenungan kita.


II.  Kamma kelompok

Pertanyaan:

Kembali mengenai gempa & badai tsunami yang baru-baru ini terjadi mengakibatkan kota-kota tersapu bersih, saya ingin menanyakan lebih lanjut tentang kamma, apakah benar didalam ajaran Buddha ada kamma kelompok? kamma kota? kamma negara? dllsbgnya yang cakupannya sangat
besar dimana pada suatu saat peristiwa besar terjadi semua makhluk beramai-ramai terkena dampaknya secara bersamaan dan sekaligus..ditunggu komentarnya

Jawaban:

Pernah saya diceritakan oleh seorang Bhikkhu tentang kejadian benaran di sebuah desa di Sri Lanka. Seorang supir mengantar seorang wanita (majikannya mungkin) melalui jalan sepi yang dipenuhi pohon-pohon. Semua kaca jendela di mobil dibuka mungkin karena udara yang sejuk.
Tanpa alasan yang jelas, si supir mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil untuk melihat sesuatu di tepi jalan. Alangkah sialnya pas ia mengeluarkan kepalanya, ia kehilangan kendali dan kepalanya tersebut membentur tiang listrik dan seketika juga kepalanya lepas dari badannya. Yang lebih mengerikan lagi yakni kepalanya yang putus itu jatuh pas di pangkuan wanita yang duduk di belakangnya. Kejadian tersebut begitu mengejutkan hati si wanita sehingga ia langsung
menjadi gila.

Bhikkhu tersebut mengakhiri cerita tersebut dengan menjelaskan bahwa kedua orang tersebut dulunya telah menanam kamma buruk. Dan kemudian menambahkan bahwa "kemungkinan besar" kedua orang ini dulunya pernah bersama-sama melakukan perbuatan jahat, misalnya si wanita menyuruh si pria memancung kepala orang yang tak bersalah, dll.

Tetapi kejadian tragis inipun tak dapat kita katakan dengan "pasti" bahwa memang keduanya pernah terkait dalam suatu perbuatan jahat. Ia yang memiliki kemampuan melihat kehidupan-kehidupan lampau makhluk hiduplah yang mampu dengan pasti mengatakan apakah itu termasuk ke dalam "kamma kelompok."

Apabila satu pasukan tentera menyerang dan membantai habis seluruh penduduk setempat, maka tentera-tentera ini juga akan memetik hasil perbuatan mereka, mungkin secara bersamaan mungkin tidak.

Apakah semua korban tsunami dulunya melakukan suatu perbuatan jahat secara berkelompok? Pertanyaan ini mungkin hanya dapat dijawab oleh mereka yang memiliki kemampuan abhinna (baca: abhinya).

Dikatakan bahwa alam dewa 33 (Tavatimsa) dihuni oleh 33 raja dewa, dan dulunya 33 makhluk ini pernah melakukan kebajikan bersama. Sakka (Indra) dulunyalah yang mengajak mereka berbuat kebajikan, dan ia jugalah yang menjadi pemimpin mereka sekarang. Jadi menurutku, kamma kelompok seperti ini bukanlah sesuatu hal yang mengherankan. Masing-masing individu tetap akan menerima hasil kamma mereka masing-masing.