Keterikatan 'mulia' pada Dhamma
Karya: Taman Budicipta
Ada beberapa hal dalam agama Buddha yang hanya perlu untuk diketahui (sekedar untuk pengetahuan) dan tak pantas untuk digenggam erat-erat. Ada juga beberapa hal yang perlu kita camkan baik-baik dan kita genggam dengan erat.  Pertanyaan yang sering diajukan umat Buddhis adalah, "Tetapi bukankah ini sudah keterikatan namanya?"  Benar!  Tapi keterikatan semacam ini tak bisa dikatakan tak pantas. Karena keterikatan ini bertujuan untuk mengurangi keterikatan lebih lanjut.  Bingung juga yah?

Marilah kita mempelajari ulang nasehat Bhante Ananda tentang hal yang satu ini.

Pernah seorang bertanya kepada Bhante Ananda, "Apakah mungkin keinginan (keterikatan) tertentu dapat melenyapkan (segala) keinginan (keterikatan)?"

Bhante Ananda menjelaskan demikian:

"Bagaikan seseorang yang berkeinginan untuk pergi ke taman tertentu,
maka ia harus mampu membedakan mana arah yang benar dan salah,
dan ketika ia telah tiba di taman,
keinginannya (untuk pergi ke taman) tersebut akan lenyap dengan sendirinya.

Begitu pula keinginan (keterikatan) pada Dhamma,
ia yang bijaksana berkeinginan (terikat) pada Dhamma,
dan jeli dalam "membedakan" hal yang sesuai dengan Dhamma dan yang tidak,
dan ketika ia telah mencapai tujuan akhir Dhamma (Nibbana),
maka (segala) keinginannya akan lenyap dengan sendirinya."

Perinciannya adalah sebagai berikut:

Kita seharusnya dengan sungguh-sungguh menjaga sila kita, bagaikan seorang menjaga harta berharganya, hanya sejauh untuk melatih pikiran ini.  Pikiran ini juga seharusnya dilatih (termasuk keterikatan) hanya sejauh untuk menembusi 3 corak umum. Ketiga corak umum (dukkha, anicca, anatta) juga hanya boleh dijadikan keterikatan sejauh untuk dimengerti dan ditembusi.

Inilah yang dinamakan "
The single auspicious attachment."

Perumpamaan lainnya yang lebih rinci adalah sebagai berikut.  Bagaikan seorang yang ingin mencapai puncak tebing, ia akan memegang erat-erat bagian tebing yang rendah dulu, dan kemudian melepaskan genggamannya pada bagian tebing yang lebih rendah itu untuk meraih bagian tebing yang lebih tinggi (naik ke atas).  Proses ini akan diulang olehnya sampai akhirnya ia mencapai puncak tebing; dimana pada saat itu, ia tak akan lagi mengenggam tebing tersebut.

Dengan demikian, agama Buddha tak mengatakan, "Tak diperbolehkan segala jenis keterikatan!" Lebih tepatnya, "terikat pada hal dasar (moral) untuk mencapai hal yang lebih tinggi (pelatihan
pikiran); dan setelah itu, terikat pada hal yang tinggi untuk mencapai kebebasan total (Nibbana). Karena setelah mencapai Nibbana, segala keterikatan akan lenyap dengan sendirinya.  Dan ia yang belum mencapai Nibbana, tentu masih memiliki keterikatan di dirinya. Bedanya, keterikatan jenis apa yang berada di dirinya itu?"

Kami tak mengatakan bahwa segala keterikatan terhadap Dhamma adalah pantas adanya.  Hal-hal yang mengakibatkan keresahan diri adalah jenis keterikatan yang seharusnya diwaspadai oleh seorang Buddhis.  Sedangkan kegirangan yang timbul dari pelatihan diri (Dhamma) seharusnya dipahami kemunculnya dan digunakan untuk mencapai ketenangan batin yang lebih tinggi tingkatannya.  Pada akhirnya, ia juga seharusnya melepaskan keterikatan tersebut untuk mencapai yang Tertinggi, Nibbana.